• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hal ini disimpulkan berdasarkan plakat 8 September 1803 yang pada pokoknya menyatakan, bahwa semua hutan kayu di Jawa harus dibawah

8.5 Penguatan Kelembagaan

Kelembagaan bukan hanya sekedar adanya organisasi atau tata aturan yang sudah dibuat tetapi menyangkut juga bgaimana menguatkan organisasi petani sekitar hutan sehingga anggota KTH sadar dan mengetahui hak dan kewajiban. Penting untuk memperkuat organisasi masyarakat pengelola hutan kemasyarakatan agar mereka memahami dengan benar hak dan kewajibannya terhadap sumberdaya hutan. Dengan institusi sosial yang kuat, instrumen organisasi dan norma-norma yang benar yang dibangun di dalam institusi sosial masyarakat , program hutan kemasyarakatan dapat dilaksanakan dengan baik. Kelembagaan bukan hanya sebatas pada kegiatan membetuk organisasi masyarakat sebagai pelaksana program. Kelembagaan ini mencakup juga aktivitas untuk mempertegas menentukan batas-batas yuridiksi atas lahan, mengupayakan permodalan. Dukungan kebijakan terhadap program merupakan aspek lain yang cukup penting. Akhirnya kelembagaan yang ada diharapkan dapat melaksanakan program pemberdayaan yang demokratis.

Aspek kelembagaan merupakan salah satu hal terpenting dalam rencana pemberdayaan masyarakat di dalam dan sekitar hutan. Ada enam isu

144 pokok dalam aspek kelembagaan pemberdayaan masyarakat di dalam dan sekitar hutan yakni:

1) kurangnya peran dan sinergitas diantara para pihak (stakeholder), baik sinergitas antar sektor maupun antar tingkat pemerintahan;

2) lemahnya akses masyarakat terhadap modal (finansial, lahan, saprodi), pasar, iptek, informasi, dan dalam proses pengambilan kebijakan;

3) melemahnya social capital (kepercayaan, kebersamaan, partisipasi, jejaring) masyarakat yang diberdayakan; 4) keempat, kesenjangan antara kebijakan dan pelaksanaan; 5) lemahnya posisi tawar masyarakat dalam kemitraan pengelolaan sumber daya hutan; 6) lemahnya data dan informasi tentang masyarakat di dalam dan sekitar hutan serta kurangnya kepedulian terhadap data (Dephut, 2007).

Kurangnya peran dan sinergitas diantara para mengakibatkan terjadinya tumpang tindih kegiatan sehingga tidak efektif. Hal ini juga berakibat pada sulitnya menciptakan komitmen bersama dalam mengembangkan potensi sumberdaya hutan secara optimal. Akibat dari kurangya peran dan sinergitas diantara para pihak, laju pemberdayaan masyarakat di dalam dan sekitar hutan menjadi lambat.

Lemahnya akses masyarakat terhadap modal, pasar, iptek, informasi, dan dalam proses pengambilan kebijakan menyebabkan masyarakat tetap dalam kondisi marginal dan apatis. Pengembangan unit usaha sulit tercipta karena peluang masyarakat untuk memperoleh modal pengembangan terbatas. Lemahnya akses masyarakat terhadap modal mengakibatkan program pemberdayaan masyarakat bersifat top down dan tidak tepat sasaran.

Modal sosial berpengaruh terhadap kesuksesan program pemberdayaan masyarakat. Melemahnya modal social (kepercayaan, kebersamaan, partisipasi, jejaring) masyarakat yang diberdayakan akan berdampak pada terhambatnya pengembangan potensi masyarakat, rendahnya posisi tawar masyarakat, dan tidak efektifnya berbagai program. Program pemberdayaan masyarakat menjadi kehilangan arah dan berpotensi menimbulkan konflik sosial di masyarakat. Rendahnya modal sosial dapat menjadi faktor penyebab resistensi masyarakat terhadap program pemberdayaan dari pemerintah dan kurang optimalnya internalisasi kebijakan di tingkat masyarakat.

145 Adanya kesenjangan antara kebijakan dan pelaksanaan merupakan permasalahan kelembagaan yang cukup serius. Kesenjangan antara substansi kebijakan dan implementasi mengakibatkan kurangnya kepercayaan masyarakat pada aparat pemerintah sehingga program-program tidak bisa berjalan efektif. Selain itu masyarakat akan kecewa dan apatis, yang berpotensi menimbulkan konflik sosial. Apabila kesenjangan antara kebijakan dan pelaksanaan sangat lebar, jika terjadi kegagalan program maka sesungguhnya masyarakatlah yang menjadi korban.

Lemahnya posisi tawar masyarakat dalam pengelolaan sumber daya hutan menyebabkan masyarakat akan dirugikan dan peran masyarakat semakin termarginalkan. Pengaruhnya akan dapat menurunkan semangat masyarakat dalam berusaha dan mengurangi kreativitas masyarakat.

Lemahnya data dan informasi tentang masyarakat sekitar hutan mengakibatkan rendahnya akurasi dan kepedulian terhadap keberhasilan program, serta kekeliruan dalam penetapan program kerja dan kebijakan sehingga bermuara pada program yang tidak tepat sasaran. Lemahnya data dan informasi serta kurangnya kepedulian terhadap data adalah refleksi dari perencanaan yang ceroboh atau terkesan asal jadi. Dalam tataran implementasi kebijakan terjadi kesenjangan informasi sehingga pengelolaan sumber daya hutan kurang optimal. Akibat lemahnya data dan informasi, potensi masyarakat tidak dapat tergali secara optimal, sehingga sulit melakukan evaluasi dan akhirnya terjadi kesalahan dalam pengambilan keputusan.

Kegiatan pemberdayaan masyarakat yang terkesan kurang terkoordinasi selama ini karena belum adanya lembaga khusus yang menangani pemberdayaan masyarakat di lingkup departemen kehutanan. Hal ini mengakibatkan belum terjaminnya perluasan akses peningkatan mutu dan akuntabilitas program pemberdayaan serta tidak terfokusnya kegiatan pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan.

Pengelolaan sumberdaya hutan lebih efektif jika dikelola oleh masyarakat yang tinggal dekat dengan sumberdaya tersebut sehingga terdapat hubungan yang selaras antara masyarakat lokal dengan kondisi social ekonomi setempat. Kerja sama dengan masyarakat lokal dilakukan untuk mendukung strategi pembangunan dengan skala kecil, bottom up, dan pengukuran respon skala lokal berdasarkan kehendak masyarakat lokal, bukan strategi pembangunan yang berskala besar dan investasi dalam bidang infrastruktur.

146

Penguatan kapasitas lokal untuk melakukan kerja sama dapat

mendorong kemampuan masyarakat lokal dalam membuat keputusan

sendiri. Penguatan kapasitas kadang-kadang diperlukan untuk

membangun modal sosial, seperti jaringan, norma, dan social trust yang

memfasilitasi koordinasi dan kerjasama yang saling menguntungkan

dengan pihak-pihak lain.

Ketidakberdayaan dengan kemiskinan dalam banyak hal merupakan suatu hal yang tidak jauh berbeda. Orang-orang miskin tidak mempunyai kesempatan untuk melakukan pilihan, control atas sumberdaya, juga kesempatan untuk mempengaruhi masa depan, karena semuanya berhubungan dengan representasi aspek-aspek kekuasaan. Mereka tidak mampu melindungi kepentingan dan hak-haknya dari berbagai kepentingan eksternal. Kekuasaan pemerintah seharusnya dapat melindungi orang-orang miskin dan lemah untuk mempertahankan hak-haknya.

Dalam penguatan kapasitas, faktor manusia menjadi fokus perhatian. Manusia membangun identitas dirinya dengan cara sosialisai, pendidikan dan pekerjaan. Sosialisasi adalah proses interaksi yang ada dalam masyarakat, yang dilakukan oleh individu dalam berkomunikasi, bersikap, membangun nilai dan kepercayaan pada kelompok-kelompok sosial. Sosialisasi merupakan internalisasi norma-norma sosial, aturan-aturan sosial dan regulasi lain yang dirasakan urgen oleh masyarakat. Sosialisasi dapat dilakukan: di dalam keluarga, di sekolah dan sejumlah kelompok-kelompok, dan di masyarakat dengan cara melibatkan kelompok-kelompok pekerja, anggota masyarakat.

Advokasi terhadap masyarakat miskin diperlukan agar dapat mengontrol sumberdaya yang ada di wilayahnya sehingga akan membantu mereka mendapatkan bagian yang lebih besar dari pengaturan sumberdaya alam. Dengan diberikannya kewenangan pengelolaan hutan membuat masyarakat miskin yang tinggal di sekitar hutan mendapatkan akses yang lebih besar terhadap hutan dan dapat menentukan sendiri keputusannya dalam mengelola sumberdaya lokal.

Pengembangan jaringan atau network merupakan hal yang penting harus dibangun untuk penguatan organisasi. Tanpa network oraganisasi akan lemah dan tidak cukup dukungan untuk melakukan bargaining. Network lebih berguna sebagai strategi pengembangan daripada sebagai alat, keduanya memerlukan investasi waktu dan biaya sebelum pengaruhnya dapat terasa

147 secara penuh. Keduanya memungkinkan orang dan organisasi untuk belajar dari sesama, bertukar sumberdaya dan hasilnya menjadi lebih mandiri (Eade 1995)

Kebijkan yang bisa memberikan akses dan kewenangan dalam