• Tidak ada hasil yang ditemukan

Untuk menganalisis tujuan kedua tentang kelembagaan, pengolahan data kualitatif didasarkan pada fakta-fakta dan informasi yang dihasilkan.

MODEL-MODEL HUTAN KEMASYAKATAN DAN KRITIK TERHADAP PHBM

5.3 Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM)

Perum Perhutani sebagai BUMN mendapatkan mandat untuk mengelola hutan negara dituntut untuk memberikan perhatian kepada masalah sosial ekonomi masyarakat, terutama masyarakat yang tinggal di sekitar hutan. Interaksi antara masyarakat dengan hutan tidak mungkin dapat dipisahkan. Oleh karena itu, pendekatan yang dilakukan dalam pengelolaan hutan harus memperhatikan keberlanjutan ekosistem hutan dan peduli dengan masyarakat miskin di sekitar hutan.

Dengan mencermati perjalanan sejarah dan kondisi sosial politik yang terjadi, pengelolaan hutan oleh Perhutani juga mengalami perubahan dan reformasi di sector kehutanan. Dengan menguatnya power masyarakat, Perum Perhutani mau tidak mau harus mempertimbangakn keberadaan masyarakat sekitar hutan. Salah satu program untuk mengakomodasi kepentingan rakyat adalah pengelolaan hutan kemitraan dalam bentuk PHBM. Munculnya PHBM merupakan wujud dari adanya kesadaran tentang pentingnya melibatkan rakyat. Mengelola hutan tidak lagi dapat dilakukan dengan mengabaikan rakyat. Pendekatan yang menekankan pada aspek keamanan tidak dapat dipertahankan lagi.

PHBM mencoba meninggalkan pola lama yang memandang masyarakat sebagai musuh kehutanan. Anggapan masyarakat yang memandang hutan itu milik Perhutani sehingga rakyat tidak merasa ikut memiliki, sudah saatnya diubah total di mana hutan itu dikelola bersama-sama Perhutani dan masyarakat dengan dasar menguntungkan kedua belah pihak secara optimal. Dalam sistem PHBM ini, pertanian bukan cuma bersifat subsisten yaitu hanya untuk dipakai petani sendiri seperti masa lalu, tetapi bisa juga diarahkan bersifat komersial.

Sistem PHBM ini dilaksanakan dengan jiwa bersama, berdaya, dan berbagi yang meliputi pemanfaatan lahan, waktu, dan hasil dalam pengelolaan sumber daya hutan dengan prinsip saling menguntungkan, memperkuat dan mendukung serta kesadaran akan tanggung jawab sosial. Sampai dengan tahun ke-6 pelaksanaan PHBM disadari bahwa masih ditemukan berbagai kendala dan

60 permasalahan, maka pada tahun 2007 disempurnakan kembali dalam PHBM Plus. Dengan PHBM Plus diharapkan pelaksanaan pengelolaan sumberdaya hutan di Jawa akan lebih fleksibel, akomodatif, partisipatif, dan dengan kesadaran tanggung jawab sosial yang tinggi, sehingga mampu memberikan kontribusi peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) menuju masyarakat desa hutan mandiri dan hutan lestari.

PHBM dilaksanakan dengan prinsip-prinsip :

a. Perubahan pola pikir pada semua jajaran Perhutani dari birokratis, sentralistik, kaku dan ditakuti menjadi fasilitator, fleksibel, akomodatif dan dicintai.

b. Perencanaan partisipatif dan fleksibel sesuai dengan karakteristik wilayah. c. Fleksibel, akomodatif, partisipatif, dan kesadaran akan tanggung jawab sosial. d. Keterbukaan, kebersamaan, saling memahami, dan pembelajaran bersama. e. Bersinergi dan terintegrasi dengan program-program Pemerintah Daerah. f. Pendekatan dan kerjasama kelembagaan dengan hak , kewajiban yang

jelasoject

g. Peningkatan kesejahteraan masyarakat desa hutan.

h. Pemberdayaan masyarakat desa hutan secara berkesinambungan. i. Mengembangkan dan meningkatkan usaha produktif menuju masyarakat

mandiri dan hutan lestari.

j. Supervisi, monitoring, evaluasi dan pelaporan bersama para pihak.

Program pengelolaan hutan berbasis masyarakat ini telah diawali oleh berbagai kegiatan sebelumnya yaitu : Program Perhutanan Sosial, Agroforestry, Sylvofishery, PMDH (Pemberdayaan Masyarakat Desa Hutan), PMDH-T (Pembangunan Masyarakat Desa Hutan Terpadu). Implementasi program dilaksanakan pada kegiatan tumpangsari, insus tumpangsari, penanaman di bawah tegakan, perhutanan sosial, pembangunan sarana dan prasarana. Kegiatan pengelolaan hutan bersama masyarakat ini berkembang dan mengalami penyempurnaan menyesuaikan perkembangan kondisi kawasan dan masyarakat desa hutan (MDH) sehingga saat ini dilakukan dengan pendekatan pengelolaan hutan berbasis masyarakat dengan sistem PHBM.

Melalui program PHBM, rakyat diberikan kepercayaan untuk dapat menggarap lahan andil untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Di samping itu dengan PHBM rakyat akan mendapatkan bagi hasil dari kayu. Tidak kurang dari 5.552 desa hutan berada di sekitar kawasan hutan Perum Perhutani, sebagai bagian dari komitmen dan tanggung jawab perusahaan terhadap masalah sosial

61

(corporate social responsibility). Sistem yang berlangsung sejak tahun 2001

tersebut, sampai dengan tahun 2008 telah melibatkan kerjasama dengan 5.165 desa hutan atau sekitar 95 persen dari total desa hutan di Pulau Jawa dan Madura.

Masyarakat juga memperoleh manfaat dari kegiatan bagi hasil produksi hutan berupa kayu dan nonkayu. Sampai dengan tahun 2008, nilai bagi hasil produksi kayu dan nonkayu yang diterima LMDH adalah Rp127,759 milyar, tidak termasuk hasil produksi tanaman pangan dari kegiatan tumpangsari hutan sebesar Rp 5,83 triliun per tahun.

Program PHBM secara yuridis tertuang dalam Surat Keputusan Direktur Utama Perum Perhutani Nomor 136/KPTS/DIR/2001 tentang Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Kegiatan PHBM meliputi beberapa tahap kegiatan yaitu: (1) sosialisasi, (2) dialog, (3) kelembagaan/pembentukan KTH, (4) negosiasi, (5) perjanjian kerjasama dan (6) pelaksanaan.

Tahap sosialisasi dilakukan sebagai upaya pendekatan kepada masyarakat tentang hutan, kehutanan, dan penjelasan program-program PHBM kepada masyarakat dan jajaran petugas Perum Perhutani. Sosialisasi ini dilakukan oleh tim PHBM (beranggotakan petugas dari KPH, BKPH) maupun TPM (tenaga pendamping masyarakat) yaitu LSM pendamping. Kegiatan ini memanfaatkan kegiatan rutin desa seperti pengajian, majelis taklim.

Dialog dilaksanakan untuk membicarakan hal-hal yang mengarah pada kerjasama mengelola hutan antara pihak Perum Perhutani dan masyarakat. Pembicaraan ini bertujuan untuk menyamakan persepsi tentang pengelolaan PHBM dan mendesain teknis pelaksanaan PHBM. Dalam tahap ini terjadi proses tawar menawar pendahuluan dalam pelaksanaan PHBM yang masing-masing berusaha mengakomodasi kebutuhannya (Perhutani dan masyarakat). Pada tahap dialog ini, masyarakat diwakili oleh para pemimpin lokal.

Pembentukan kelembagaan adalah pembentukan organisasi Kelompok Tani Hutan (KTH) sebagai wadah kegiatan masyarakat desa hutan terkait dengan pengelolaan kawasan hutan. Struktur organisasi pada prinsipnya terdiri dari ketua, wakil ketua, sekretaris, bendahara, dan seksi keamanan. Pengurus biasanya adalah orang-orang yang dipandang sebagai tokoh masyarakat (pemimpin nonformal). Organisasi ini dibentuk disaksikan para pemimpin formal, nonformal baik dari pemerintah desa, Perum Perhutani maupun masyarakat.

62 Setelah lembaga dibentuk selanjutnya KTH membentuk AD & ART, menyusun ketentuan-ketentuan yang merupakan hak dan kewajiban pengurus anggota.

Negosiasi merupakan proses tawar menawar tentang lokasi kawasan dan ketentuan ketentuan pengaturan pengelolaan dan bagi hasil. Kegiatan ini merupakan kelanjutan dari kegiatan dialog. Dalam negosiasi ini dihasilkan kesepakatan antara pihak masyarakat dan Perum Perhutani. Perjanjian kerjasama merupakan ketentuan yang mengikat pihak MDH dan Perum Perhutani secara tertulis dan berkekuatan hukum. Perjanjian kerjasama ini merupakan naskah tertulis dan berkekuatan hukum tentang hasil negosiasi. Penandatanganan naskah ini dihadiri oleh masyarakat (pemimpin nonformal, pengurus KTH), Perum Perhutani dan Pemerintah Desa serta LSM Pendamping disaksikan oleh pejabat notaris.

Pelaksanaan PHBM dilakukan dengan proses penyiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, pemanfaatan hasil, peliharaan keamanan, dan monitoring evaluasi. Pelaksanaan PHBM ini dilakukan oleh masyarakat dan Perum Perhutani sesuai hak dan kewajiban dalam naskah perjanjian. Dalam pelaksanaan ini masyarakat sebagai pelaksana dan Perum Perhutani sebagai regulator. Namun demikian, dalam pelaksanaannya masyarakat belum sepenuhnya dapat memerankan sebagai operator, penanaman tanaman pokok masih dilakukan bersama dengan mandor.

Program PHBM ini disosialisasikan oleh Tim PHBM yang terdiri dari bagian pembinaan masyarakat desa hutan KPH, KBKPH, KRPH, dan mandor. Ujung tombak utama pelaksanaan PHBM di lapangan adalah para mandor. Para mandor ini pada umumnya mempunyai pendidikan rendah. Para mandor adalah anggota masyarakat desa sekitar hutan yang semula merupakan tenaga upahan harian baik pada kegiatan persemaian, penanaman, pemeliharaan, dan penebangan. karena pengabdiannya, mereka diangkat menjadi mandor, sebagai pegawai perusahaan. Sosialisasi tentang PHBM ini terus menerus dilakukan baik kepada masyarakat maupun jajaran Perum Perhutani melalui berbagai kegiatan pelatihan dan pembinaan di forum resmi dan forum tidak resmi.

Dalam pelaksanaan kegiatan PHBM, dimulai dari penyiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, dan penjarangan, tebangan, dan keamanan hutan. Perum Perhutani menentukan pola tanam, pemeliharaan tanaman, penjarangan, dan penebangan. Ketentuan Penanaman adalah sebagai berikut : a).tanaman pokok b).tanaman pengisi c). tanaman pertanian: palawija (padi huma,ubi

63 jalar,ubi kayu,kacang tana). Jarak tanaman pokok dan pengisi 3 x 2 m, dengan tanaman pertanian berjarak 25 cm dari tanaman pokok.

Kerjasama ini dituangkan dalam bentuk naskah kerja sama yang ditindaklanjuti dengan perjanjian kerjasama. Kerjasama ini ditinjau dan dievaluasi setiap 2 (dua) tahun. Kerjasama dapat dilanjutkan apabila tanaman kehutanan yang tumbuh lebih dari 80%. Apabila kurang dari 80% akan diberikan teguran sampai dengan konsekuensi batalnya perjanjian kerja sama.

Hak dan kewajiban Perum Perhutani sebagai berikut :

a.Menentukan pola tanam, pemeliharaan tanaman, penjarangan, dan tebangan. b.Bersama dengan MDH menentukan jenis tanaman pertanian dan kehutanan. c. Mencabut hak garapan bila terjadi pelanggaran perjanjian.

d. Menyediakan semua bibit tanaman pokok dan tanaman pengisi e.Memberikan bimbingan teknis

f. Mengupayakan peningkatan SDM dalam bentuk pembinaan kelompok g. Menyampaikan rencana kegiatan secara transparan

h. Melakukan perencanaan, pengelolaan, evaluasi, monitoring dan pengalaman bersama dengan MDH

i. Mengawasi proses kegiatan penanaman di lapangan Hak dan kewajiban MDH adalah sebagai berikut : a. Menggarap lahan

b. Memperoleh bagi hasil

c. Memanen dari hasil tanaman pertanian

d. Menjaga dan memelihara keamanan hutan dilokasi perjanjian dan sekitarnya e. Aktif mencegah upaya pihak lain yang mengganggu keamanan hutan

f. Aktif dalam perencanaan, pengelolaan, evaluasi, monitoring dan pengamanan hutan.

Pada umumnya masyarakat yang telah menjadi anggota KTH mempunyai rasa memiliki terhadap kawasan hutan karena mereka merasa memiliki tanaman (aset) yang harus dijaga. Sejak diluncurkan sistem PHBM, luas kawasan yang dikelola dengan sistem ini meningkat dari tahun ke tahun. Pengurus KTH dan LMDH adalah orang-orang yang dianggap tokoh masyarakat yang bisa menggerakkan masyarakat setempat.

Kegiatan lain yang dilakukan untuk mencapai tujuan pengelolaan hutan lestari yaitu : Pelatihan kader penyuluh tingkat mandor, dibentuknya KTH dan

64 Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) tingkat desa, Kegiatan Lembaga Pendamping PHBM (LP-PHBM) dalam pembinaan KTH dan LMDH.