• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jika penguasaan dan pemanfaatan hutan masih dipandang sebagai kewenangan negara, maka negara akan memberi ruang yang terbatas

7.2 Ketidaksetaraan Kedudukan dalam Perjanjian Kerja Sama

Teks merupakan representasi yang berkaitan dengan realitas. Fairclough (1995) melihat bahwa wilayah teks merupakan wilayah analisis fungsi representasional-interpersonal teks dan tatanan wacana. Fungsi representasional teks menyatakan bahwa teks berkaitan dengan bagaimana kejadian, situasi, hubungan dan orang yang direpresentasikan dalam teks. Ini berarti bahwa teks bukan hanya sebagai cermin realitas tapi juga membuat versi yang sesuai dengan posisi sosial, kepentingan dan sasaran. Fungsi interpersonal adalah proses yang berlangsung secara simultan dalam teks.

Wacana bukan dilihat dalam keadaan mentah tapi sebaliknya wacana dalam konteks publik adalah wacana yang diorganisasi ulang dan

82 dikontekstualisasikan agar sama dengan bentuk ekspresi tertentu yang sedang digunakan. Bentuk ekspresi teks tertentu mempunyai dampak besar atau apa yang terlihat, siapa yang melihat dan dari perspektif sudut pandang macam apa.

Wacana membutuhkan analisis intertekstualitas. Analisis ini lebih ingin mengetahui hubungan antara teks dengan praktek wacana. Intertekstualitas ini bisa berproses Selain itu, analisis ini juga ingin melihat cara transformasi dan relasi teks satu dengan teks yang lain. Dalam perspektif ekonomi politik kritis, analisis ini memperlihatkan proses komodifikasi dan strukturasi.

Pemaknaan dan makna tidak an sich ada dalam teks atau wacana itu sendiri (Fiske, 1988). Hal ini bisa dijelaskan, ketika kita membaca teks, maka makna tidak akan kita temukan dalam teks yang bersangkutan. Yang kita temukan adalah pesan dalam sebuah teks. Teks tersebut harus ditempatkan dalam identifikasi kultural di mana konteks tersebut berada. Isi teks perlu dimasukkan ke dalam peta makna. Identifikasi sosial, kategorisasi, dan kontekstualisasi dari peristiwa adalah proses penting di mana peristiwa itu dibuat bermakna bagi khalayak.

Sebagian besar tindakan manusia dilakukan lewat dan dipengaruhi oleh penggunaan dan artikulasi kebahasaan. Bahasa menempati posisi penting dalam telaah politik. Pemahaman lewat wacana bahasa (language discourse) semakin dianggap penting setelah munculnya posmodernisme dan pascastrukturalisme dalam kajian filsafat dan epistimologi modern. Bahasa di dalam dirinya tampil sebagai representasi dari pagelaran berbagai macam kekuatan. Bahasa merupakan salah satu ruang tempat berbagai kepentingan, kekuatan, proses hegemoni terjadi (Hikam, 1996).

Dari telaah teks terhadap perjanjian kerja sama yang disepakati menunjukkan adanya ketidaksetaraan kedudukan antara kelompok tani dengan Perhutani. Diberikannya sanksi-sanksi yang menekan diberlakukan kepada petani merupakan indikasi adanya hubungan asimetris. Faktor keamanan hutan juga lebih banyak dibebankan pada pihak petani. Jika pada waktu pemungutan produksi produksi tidak memenuhi target akibat pencurian pada suatu petak, maka kehilangan pohon tersebut dibebankan pada bagian bagi hasil yang di terima petani. Yang lebih fatal lagi jika anggota kelompok tani ada yang mencuri, maka secara otomatis anggota tersebut akan hilang segala haknya dan di keluarkan dari ke anggotaan LMDH. Padahal pencurian kayu dalam kenyataannya tidak hanya dilakukan oleh para petani saja, tetapi terkadang juga

83 melibatkan petugas perhutani. Jika ada anggota KTH terlibat dalam gangguan keamanan dikenakan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku pada peraturan Perum Perhutani. Selain tidak mendapatkan bagian dalam bagi hasil , petani juga bisa terkena sanksi pidana.

Isi dari naskah perjanjian kerja sama antara Perhutani dengan ketua KTH/ LMDH diawali dengan kerjasama melalui perjanjian kerja sama PHBM yang disepakati oleh para pihak. Isi perjanjian tersebut terdiri dari 16 pasal. Bentuk kerja sama adalah adanya kesepakatan untuk membuat dan melaksanakan usaha bersama dalam mengelola hutan di lokasi petak pangkuan desa yang terletak di BKPH Parung Panjang dengan pola PHBM (pasal 3).

Objek perjanjian adalah kawasan hutan negara yang dikelola oleh Perum Perhutani KPH Bogor, BKPH Parung Panjang dengan luasan tertentu. Lahan yang akan digunakan berstatus sebagai kawasan hutan negara yang tetap di bawah penguasaan Departemen Kehutanan yang pengelolaanya dilimpahkan pada Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten cq KPH Bogor, BKPH Parungpanjang Pengelolaan hutan bersama meliputi kegiatan pelestarian fungsi hutan meliputi : 1). perencanaan 2). penanaman 3). peme-liharaan 4) penjarangan 5). Pengamanan dan 6). Pemanenan

Salah satu hal yang menunjukkan adanya ketidaksetaraan kedudukan antara kelompok tani dengan Perhutani adalah adanya sanksi-sanksi yang begitu memberatkan pihak petani. Keamanan hutan lebih banyak dibebankan pada pihak petani. Sebagaimana pernyataan “ Apabila pada waktu pemungutan produksi jumlah tegakan yang ditebang terjadi pengurangan sehingga jumlah pohon tidak normal sesuai tabel tegakan tinggal sebagai akibat pencurian pada suatu petak/petak anak, maka kehilangan pohon tersebut dibebankan pada bagian bagi hasil yang diterima pihak petani yang besarnya sebagaimana tabel tegakan tinggal.”

Keamanan hutan dengan demikian menjadi tanggung jawab petani, termasuk jika terjadi pencurian sebagian pohon akan menjadi beban dan dikonversi berapa kehilangan pencurian yang akan dihitung sejumlah pohon yang hilang. Yang lebih fatal lagi jika dalam kelompok tani terdapat anggota yang mencuri, maka secara otomatis hilang segala haknya dan dikeluarkan dari keanggotaan LMDH.

Pencurian dalam kenyataannya tidak hanya dilakukan oleh para petani saja, tetapi terkadang juga melibatkan petugas perhutani. Jika ada anggota

84 Perhutani terlibat dalam gangguan keamanan dikenakan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku pada peraturan Perum Perhutani. Selain tidak mendapatkan bagian dalam bagi hasil pihak kedua juga bisa kena sanksi pidana sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apabila terjadi pemindah tanganan hak, maka dengan sendirinya segala hak yang dimiliki dalam perjanjian ini batal/gugur demi hukum.

Penyelesaian setiap perselisihan yang timbul akan diselesaikan secara musyawarah untuk mencapai mufakat melaluai perundingan para pihak. Apabila kesepakatan tidak tercapai, maka perselisihan diselesaikan melalui Forum Komunikasi Pengelolaan Hutan Bersama Masarakat (FK-PBHM). Apabila penyelesaian secara muyawarah untuk mufakat tidak tercapai, maka para pihak sepakat untuk menyelesai kan melalui jalur hukum.

Dalam pelaksanaan PHBM selain menghasilkan kayu dan hasil hutan nonkayu (termasuk kepentingan Perhutani) dari lahan PHBM juga diharapkan dapat dihasilkan produk pertanian seperti tanaman pangan. Bagi hasil dari jenis kayu lain mengacu pada rumus sebagai mana ketentuan pasal 7 ayat 6. Bagi hasil pada pemanfaatan benih / biji Acacia magnium dan mahoni akan dibayar oleh Pihak Pertama, dengan membayar biaya pengunduhan yang di tentukan.

Mekanisme bagi hasil : kayu bakar yang menjadi hak pihak kedua dari tebangan penjarangan dan tebangan habis diserahkan oleh pihak pertama kepada pihak kedua di lokasi tebangan (TP) dengan Berita Acara yang di tanda tangani oleh kedua pihak.

Hasil produksi kayu yang menjadi hak pihak kedua baik yang berasal dari tebangan penjarangan maupun tebang habis ditetapkan setelah seluruh hasil tersebut diterima di tempat penimbunan kayu (TKP) dan dibuatkan Berita Acara yang ditanda tangani oleh kedua pihak sebagaimana diatur pasal 7 ayat 3.

Penyerahan bagian nilai hasil produksi pihak kedua dilakukan bila kegiatan produksi pada petak/anak petak yang bersangkutan sudah selesai dan seluruh hasil sudah diterima di Tempat Penimbunan Kayu (TKP) yang dihitung berdasarkan harga jual dasar (HJD) kemudian dikurangi biaya manajemen ( biaya persiapan, pemanenan, angkutan, pengaplingan di TKP).

Jangka waktu perjanjian berlaku dilakukan selama daur tebangan habis terhitung sejak ditandatangani perjanjian ini dan akan ditinjau kembali secara periodik setiap 2 (dua) tahun. Perjanjian ini akan di evaluasi setiap 1 (satu) tahun

85 dan apabila satu pihak melanggar kesepakatan ini,maka dapat dikenakan sanksi sesuai pasal 13 perjanjian ini. Jika jangka waktu tersebut berakhir, dapat diadakan perjanjian kembali sesuai dengan kesepakatan antara kedua pihak.

Sanksi-sanki yang diterapkan dalam perjanjian kerja sama :

1. Tanaman: Apabila proses tumbuhan tanaman kehutanan di bawah 90% sampai dengan tahun ke III, maka pihak pertama dan pihak kedua berkewajiban untuk bersama-sama nelakukan penyulaman dengan ketentuan bahwa bibit disediakan oleh pihak pertama.

2. Keamanan hutan :

a. Apabila pada waktu pemungutan produksi jumlah tegakan yang di tebang terjadi pengurangan sehingga jumlah pohon tidak normal susai tabel tegakan tinggal sebagai akibat pencurian pada suatu petak/petak anak, maka kehilangan pohon tersebut dibebankan pada bagian bagi hasil yang diterima pihak kedua yang besarnya sebagai mana tabel tegakan tinggal.

b. Apabila terdapat anggota pihak kedua terlibat dalam gangguan keamanan hutan, maka secara otomatis hilang segala haknya dan dikeluarkan dari keanggotaan LMDH.

c. Apabila ada anggota pihak pertama terlibat dalam gangguan keamanan diberi sanksi sesuai ketentuan yang berlaku pada peraturan Perum Perhutani.

d. Pelaku tindak pidana sebagaimana ayat 2 pasal ini dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3. Apabila terjadi pemindahtanganan hak, maka dengan sendirinya segala hak yang dimiliki dalam perjanjian ini batal/gugur demi hukum.