• Tidak ada hasil yang ditemukan

“An den anderen Donnerstagabenden treffe ich mich in der Stadt mit einer Kollegin

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Terkait dengan tindak tutur direktif dalam diskusi kelas yang paling banyak diterapkan mahasiswa dalam konteks diskusi kelas yaitu tindak tutur direktif permintaan. Penggunaan tindak tutur direktif

tutur/penanya) dibahas oleh dosen, penyaji dan bahkan tambahan dari peserta diskusi yang lain. Temuan penelitian terkait tindak tutur direktif permintaan yang dilakukan oleh para peserta pertuturan berkaitan dengan : 1) permintaan untuk menutup diskusi kepada dosen, 2) permintaan moderator yang ditujukan kepada peserta diskusi untuk mengajukan pertanyaan, 3) meminta penyaji menjawab pertanyaan penanya berkait dengan letak memori pada otak, 4) permintaan jawaban peserta atas media yang digunakan penyaji, 5) penyaji meminta penanya untuk maju ke depan, 6) penanya meminta penyaji untuk langsung menunjukkan letak memori pada otak manusia dengan media kepala, 7) moderator meminta peserta untuk menambahkan jawaban, 8) moderator meminta tanggapan penanya atas jawaban yang diberikan penyaji, 9) moderator meminta penyaji menjawab pertanyaan peserta diskusi.

Berkaitan dengan tindak tutur direktif merekomendasikan berdasarkan pembahasan, ditemukan bahwa tindak tutur direktif ini lebih banyak dilakukan oleh dosen dan moderator. Tindak tutur direktif merekomendasikan dilakukan/dituturkan dosen pada saat dosen merekomendasikan moderator untuk mengatur jalannya diskusi, menutup diskusi, dan memberikan tepuk tangan pada penyaji. Sedangkan tindak tutur merekomendasikan dituturkan oleh moderator yaitu pada saat moderator merekomendasikan penyaji untuk menjawab pertanyaan yang diajukan oleh penanya dan merekomendasikan salah seorang mahasiswa untuk memberikan jawaban tambahan atas pertanyaan yang diajukan mahasiswa. Tuturan direktif merekomendasikan hamper sama banyaknya dituturkan oleh penutur maupun mitra tutur. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kedua peserta pertuturan sama-sama aktif dalam diskusi tersebut dan sama-sama memberikan rekomendasi terhadap lawan tuturnya, terkait dengan jawaban yang disampaikan oleh masing-masing. Berdasarkan pembahasan temuan penelitian dapat disimpulkan bahwa tindak tutur direktif merekomendasikan yang dilakukan oleh para peserta pertuturan berkaitan dengan : 1) penyaji merekomendasikan kepada dosen untuk menutup diskusi, 2) penyaji merekomendasikan penanya untuk pindah tempat duduk, 3) penanya merekomendasikan kepada penyaji agar menggunakan kepala sebagai media dalam menjelaskan jawaban, 4) moderator merekomendasikan kepada peserta untuk menambahkan jawaban. Masih berkaitan dengan penjelasan di atas, tindak tutur direktif merekomendasikan pada dasarnya adalah tuturan yang bermakna perintah akan tetapi disampaikan dengan tuturan yang bersifat menyarankan sehingga mitra tutur merasa masih dihargai dan tidak merasa diperintah.

Tindak tutur direktif memerintah dalam diskusi kelas berdasarkan pembahasan temuan penelitian, sedikit penggunaannya baik oleh penutur maupun mitra tutur artinya ketika melakukan diskusi, tuturan yang bersifat perintah lebih banyak dihindari baik oleh penutur maupun mitra tutur hal ini menandakan bahwa mahasiswa memiliki empati dan nilai-nilai kemanusian yang luhur, rasa toleransi yang tinggi antarmahasiswa serta memiliki tata krama yang baik, sehingga hal ini berdampak pada kegiatan diskusi yang berjalan dengan lancar dan baik. Berdasarkan temuan penelitian dapat disimpulkan bahwa tindak tutur direktif perintah yang dilakukan oleh para peserta pertuturan berkaitan dengan : 1) penanya memerintah penyaji untuk pindah ke belakang pada saat menjelaskan jawaban, 2) memerintah penyaji untuk menjelaskan hubungan memori, pikiran dan bahasa pada manusia.

Temuan penelitian berkait dengan tindak tutur direktif permohonan, yaitu tuturan lebih banyak dituturkan oleh mitra tutur dalam hal ini, penanya. Hal ini terjadi karena penanya merasa tidak puas dengan jawaban yang disampaikan oleh penutur/penyaji, sehingga ia meminta penyaji untuk mengulang kembali atau memperjelas jawaban yang telah disampaikan. Tindak tutur direktif permohonan biasanya lebih sering menggunakan ungkapan “tolong atau diulang kembali”. Selain itu, biasanya sebelum menyampaikan permohonan mengulang jawaban yang telah disampaikan, mitra tutur terlebih dulu menjelaskan kembali pertanyaan yang diajukannya, hal ini dilakukan dalam upaya meluruskan jawaban yang kurang tepat yang disampaikan oleh penyaji. Berdasarkan gambaran temuan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tindak tutur direktif permohonan/memohon yang dilakukan oleh para peserta pertuturan berkaitan dengan: 1) permohonan untuk menjelaskan kembali dan 2) permohonan untuk menambahkan jawaban yang telah disampaikan.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Terkait dengan tindak tutur direktif dalam diskusi kelas yang paling banyak diterapkan mahasiswa dalam konteks diskusi kelas yaitu tindak tutur direktif permintaan. Penggunaan tindak tutur direktif

permintaan oleh mahasiswa berkaitan dengan meminta jawaban terhadap penyaji dan dosen serta meminta tambahan jawaban kepada peserta diskusi yang lain.

Berdasarkan temuan tersebut hal ini bermakna bahwa mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Untirta memiliki rasa ingin tahu yang cukup tinggi terhadap pengetahuan baru hal ini dibuktikan dengan banyaknya pertanyaan dan tanggapan yang disampaikan oleh mahasiswa pada saat diskusi. Tindak tutur direktif yang kedua yaitu merekomendasikan. Tindak tutur ini terkait dengan rekomendasi yang disampaikan oleh moderator kepada peserta diskusi untuk menambahkan jawaban dan rekomendasi tambahan jawaban yang disampaikan peserta diskusi kepada penanya, penyaji dan peserta diskusi. Berdasarkan hal itu, ternyata memiliki kecenderungan untuk saling membantu dan memiliki rasa kebersamaan yang tinggi. Tindak tutur direktif yang ketiga yaitu perintah, tindak tutur ini digunakan oleh mahasiswa dan lebih banyak dilakukan oleh dosen ketika memerintah mahasiswa untuk menjawab pertanyaan yang diajukan walaupun dengan modus kalimat tanya dan menenangkan mahasiswa yang rebut. Tuturan perintah yang dilakukan mahasiswa dan dosen bersifat anjuran dan larangan terhadap peserta diskusi, hal ini bermakna bahwa mahasiswa dan dosen memiliki tingkat kepedulian yang tinggi terhadap kelancaran diskusi. Direktif menasihati, digunakan dosen dalam diskusi, hal ini bermakna bahwa dosen menanamkan karakter untuk saling mengingatkan dan menasihati pada sesama agar tidak melakukan kesalahan ketika bertindak.

Saran

Hendaknya mahasiswa meningkatkan pemahaman dan kemampuan mengenai tindak tutur ilokusi direktif dengan jenis-jenisnya sehingga mampu memilih dan memilah pilihan kata yang tepat sesuai dengan lawan tuturnya dan fokus pembahasan yang dibicarakannya. Hal ini menjadi penting karena akan membekali mahasiswa dalam hal penggunaan bahasa yang disesuaikan dengan faktor situasi dan lawan tutur. Terkait dengan rekomendasi di atas, idealnya pada saat pembelajaran diskusi kelas dosen memberikan penguatan lebih pada mahasiswa untuk meningkatkan pemahaman dan komunikasi secara lisan terutama terkat dengan tindak tutur direktif dalam proses pembelajaran di kelas.

Kepada semua pihak terutama para dosen agar lebih memberikan kesempatan yang lebih banyak pada para mahasiswa untuk berbicara atau berkomunikasi baik pada saat diskusi kelas yang sifatnya formal maupun yang informal karena ternyata masih banyak mahasiswa yang kurang mampu dalam menyampaikan ide atau gagasan pada saat diskusi sehingga pada saat menyampaikan tuturanya cenderung berbelit-belit bahkan masih saja ada mahasiswa yang diam sama sekali pada saat diskusi. Penulis beranggapan dan meyakini bahwa kemampuan komunikasi dalam penyampaian ide atau pun gagasan mutlak memerlukan pembiasaan.

DAFTAR PUSTAKA

Austin, J.L. 1955. How to do Things With Words. New York : Oxford University Press. Emzir. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada, 2007. Schiffrin, Deborah. Discourse Markers. Victoria : Cambridge University Press, 1992. Schiffrin, Deborah. Approaches to Discourse. Oxford: Blackwell Publishers Inc, 1994

Searle, John R. 1969. Speech Act : An Essay in the Philosophy of Language Cambridge: Cambridge University Press.

Searle, John R. 1999. Expresssion and Meaning: Studies in the Theory if Speech Act Cambridge : Cambridge University Press.

Sagala, H. Syaiful. 2008. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung : CV. Alfabeta. Wijana, I Dewa Putu. 1996. Dasar-Dasar Pragmatik. Yogyakarta : ANDI.

Wijana, I Dewa Putu. dan Muhamad Rohmadi. 2009. Analisis Wacan Pragmatik: Kajian Teori dan

Analisis. Surakarta : Yuma Pustaka.

PEMBINGKAIAN WACANA LGBT (LESBIAN, GAY, BISEKSUAL, DAN TRANSGENDER) PADA PORTAL BERITA KOMPAS.COM DAN REPUBLIKA.CO.ID

Dede Fatinova dan Aceng Ruhendi Saifullah

Universitas Pendidikan Indonesia

dedefatinova@student.upi.edu; aruhendisaifullah@gmail.com Abstrak

LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender) akhir-akhir ini tengah menjadi isu yang aktual secara global. Namun dalam konteks Indonesia isu tersebut cenderung kontroversial. Keberadaan LGBT cenderung dipandang sebagai sesuatu yang bertentangan dengan nilai-nilai budaya dan agama. Analisis ini berusaha untuk mendeskripsikan bagaimana wacana LGBT dibingkai dalam pemberitaan portal media online kompas.com dan republika.co.id serta bagaimana media tersebut menyampaikan sebuah peristiwa kepada publik. Analisis ini menggunakan pendekatan analisis framing model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki yang menyatakan bahwa strategi penggunaan kata, kalimat, lead, hubungan antarkalimat, foto, dan grafik, merupakan beberapa bagian dari strategi yang dipergunakan oleh wartawan untuk memunculkan pemaknaan dan interpretasi terhadap suatu peristiwa yang kemudian dapat dipahami oleh masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan pembingkaian yang dilakukan kompas.com mengenai wacana LGBT adalah bahwa hal tersebut bukanlah sesuatu yang harus dibesar-besarkan karena setiap individu memiliki hak-nya masing-masing serta masyarakat diharapkan untuk berhenti bersikap diskriminatif terhadap kaum LGBT, dengan ini kompas menunjukkan sisi toleransi terhadap LGBT dan cenderung menempatkan kaum LGBT sebagai ‘korban’. Disisi lain framing yang dilakukan oleh republika.co.id terkait wacana LGBT cenderung menempatkan LGBT sebagai tersangka’ yaitu di mana LGBT sangat berpotensi merubah bahkan merusak tatanan yang ada di masyarakat, republika.co.id menyatakan bahwa Hak Asasi Manusia (HAM) dimanfaatkan kaum LGBT sebagai tameng untuk membenarkan perilaku menyimpang mereka, Meskipun begitu, baik kompas maupun republika pada dasarnya memang berupaya mencegah penyebaran LGBT, akan tetapi kompas memiliki sudut pandang yang berbeda dalam menanggapi kasus ini. Terdapat perbedaan yang kontras dalam pembingkaian yang dilakukan oleh portal berita kompas.com dan republika.co.id terhadap wacana yang sama yaitu LGBT. Kompas.com lebih menekankan unsur what (apa) yang merujuk pada apa yang selama ini dialami LGBT sedangkan republika.co.id lebih menekankan unsur why (mengapa) yang merujuk pada alasan mengapa keberadaan LGBT harus ditolak. Perbedaan pemberitaan ini menunjukkan bahwa isu LGBT masih sangat kontroversial di masyarakat Indonesia yang memang masih tetap memegang teguh nilai-nilai budaya dan agama yang ada.

Kata kunci: Framing, Struktur Sintaksis, Skrip, Struktur Tematik, Struktur Retoris PENDAHULUAN

Tanggal 26 Juni 2015 keputusan bersejarah telah dibuat oleh Mahkamah Agung (MA) Amerika Serikat, yaitu legalnya pernikahan sejenis di 50 negara bagian. Keberadaan kaum LGBT di tengah-tengah masyarakat menuai kontroversi. Hal ini dikarenakan kaum LGBT sebagai kaum minoritas dinilai memiliki penyimpangan orientasi seksual. Pro dan kontra mengenai LGBT pun terus bermunculan. Beberapa aktivis, kritikus, maupun netizen saling beradu pendapat, sebagian beranggapan bahwa kaum LGBT sering kali mendapatkan perlakuan diskriminatif dari masyarakat juga mengatakan bahwa LGBT bukanlah sebuah penyakit ataupun penyimpangan orientasi seksual, sebagian menyakini bahwa LGBT adalah sebuah penyakit dan pengidapnya adalah seorang pasien yang harus segera menerima pengobatan, LGBT merupakan bahaya laten dan memiliki dampak yang sangat buruk bagi masyarakat dan bangsa Indonesia. Jika LGBT menggunakan HAM sebagai alat untuk membenarkan tindakannya, maka masyarakat yang menolak keberadaan LGBT pun memiliki HAM untuk menolak secara penuh keberadaan LGBT yang memang bertentangan dengan nilai agama dan budaya yang ada di Indonesia.

Sebuah kasus yang memiliki daya tarik besar sudah pasti akan menarik minat dari media massa untuk memberitakannya. Semakin besar tingkatan kasus maka daya tarik media untuk memberitakannya semakin tinggi. Bagi media keberadaan news value pada suatu kasus ibarat emas pada sebuah tambang yang selalu dicari dan diperebutkan.

PEMBINGKAIAN WACANA LGBT (LESBIAN, GAY, BISEKSUAL, DAN TRANSGENDER) PADA PORTAL BERITA KOMPAS.COM DAN REPUBLIKA.CO.ID

Dede Fatinova dan Aceng Ruhendi Saifullah

Universitas Pendidikan Indonesia

dedefatinova@student.upi.edu; aruhendisaifullah@gmail.com Abstrak

LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender) akhir-akhir ini tengah menjadi isu yang aktual secara global. Namun dalam konteks Indonesia isu tersebut cenderung kontroversial. Keberadaan LGBT cenderung dipandang sebagai sesuatu yang bertentangan dengan nilai-nilai budaya dan agama. Analisis ini berusaha untuk mendeskripsikan bagaimana wacana LGBT dibingkai dalam pemberitaan portal media online kompas.com dan republika.co.id serta bagaimana media tersebut menyampaikan sebuah peristiwa kepada publik. Analisis ini menggunakan pendekatan analisis framing model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki yang menyatakan bahwa strategi penggunaan kata, kalimat, lead, hubungan antarkalimat, foto, dan grafik, merupakan beberapa bagian dari strategi yang dipergunakan oleh wartawan untuk memunculkan pemaknaan dan interpretasi terhadap suatu peristiwa yang kemudian dapat dipahami oleh masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan pembingkaian yang dilakukan kompas.com mengenai wacana LGBT adalah bahwa hal tersebut bukanlah sesuatu yang harus dibesar-besarkan karena setiap individu memiliki hak-nya masing-masing serta masyarakat diharapkan untuk berhenti bersikap diskriminatif terhadap kaum LGBT, dengan ini kompas menunjukkan sisi toleransi terhadap LGBT dan cenderung menempatkan kaum LGBT sebagai ‘korban’. Disisi lain framing yang dilakukan oleh republika.co.id terkait wacana LGBT cenderung menempatkan LGBT sebagai tersangka’ yaitu di mana LGBT sangat berpotensi merubah bahkan merusak tatanan yang ada di masyarakat, republika.co.id menyatakan bahwa Hak Asasi Manusia (HAM) dimanfaatkan kaum LGBT sebagai tameng untuk membenarkan perilaku menyimpang mereka, Meskipun begitu, baik kompas maupun republika pada dasarnya memang berupaya mencegah penyebaran LGBT, akan tetapi kompas memiliki sudut pandang yang berbeda dalam menanggapi kasus ini. Terdapat perbedaan yang kontras dalam pembingkaian yang dilakukan oleh portal berita kompas.com dan republika.co.id terhadap wacana yang sama yaitu LGBT. Kompas.com lebih menekankan unsur what (apa) yang merujuk pada apa yang selama ini dialami LGBT sedangkan republika.co.id lebih menekankan unsur why (mengapa) yang merujuk pada alasan mengapa keberadaan LGBT harus ditolak. Perbedaan pemberitaan ini menunjukkan bahwa isu LGBT masih sangat kontroversial di masyarakat Indonesia yang memang masih tetap memegang teguh nilai-nilai budaya dan agama yang ada.

Kata kunci: Framing, Struktur Sintaksis, Skrip, Struktur Tematik, Struktur Retoris PENDAHULUAN

Tanggal 26 Juni 2015 keputusan bersejarah telah dibuat oleh Mahkamah Agung (MA) Amerika Serikat, yaitu legalnya pernikahan sejenis di 50 negara bagian. Keberadaan kaum LGBT di tengah-tengah masyarakat menuai kontroversi. Hal ini dikarenakan kaum LGBT sebagai kaum minoritas dinilai memiliki penyimpangan orientasi seksual. Pro dan kontra mengenai LGBT pun terus bermunculan. Beberapa aktivis, kritikus, maupun netizen saling beradu pendapat, sebagian beranggapan bahwa kaum LGBT sering kali mendapatkan perlakuan diskriminatif dari masyarakat juga mengatakan bahwa LGBT bukanlah sebuah penyakit ataupun penyimpangan orientasi seksual, sebagian menyakini bahwa LGBT adalah sebuah penyakit dan pengidapnya adalah seorang pasien yang harus segera menerima pengobatan, LGBT merupakan bahaya laten dan memiliki dampak yang sangat buruk bagi masyarakat dan bangsa Indonesia. Jika LGBT menggunakan HAM sebagai alat untuk membenarkan tindakannya, maka masyarakat yang menolak keberadaan LGBT pun memiliki HAM untuk menolak secara penuh keberadaan LGBT yang memang bertentangan dengan nilai agama dan budaya yang ada di Indonesia.

Sebuah kasus yang memiliki daya tarik besar sudah pasti akan menarik minat dari media massa untuk memberitakannya. Semakin besar tingkatan kasus maka daya tarik media untuk memberitakannya semakin tinggi. Bagi media keberadaan news value pada suatu kasus ibarat emas pada sebuah tambang yang selalu dicari dan diperebutkan.

Kasus LGBT memiliki jangkauan dan daya tarik dengan skala nasional bahkan internasional. Keterkaitan antara agama, budaya, dan hak asasi manusia menjadi magnitude yang menggiring beragam opini, ide, dan gagasan. Media akan mengkonstruksi peristiwa tersebut menjadi lebih bermakna sebagai wujud penunjukkan sikap, keberpihakan atau vested interest yang ada dibalik pemberitaan media.

Kompas.com dan Republik.co.id adalah dua portal berita nasional yang tidak hanya memiliki

jangkauan luas tetapi juga memiliki beragam kepentingan ekonomi, politik dan ideologi yang berbeda. Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana Kompas.com dan

Republika.co.id mengemas dan membingkai wacana LGBT (Lesbian, gay, biseksual, dan

transgender).

TEORI DAN METODOLOGI PENELITIAN