• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENGUNGKAP MAKNA KATA SUMEH DAN NGELADENI (KAJIAN SEMANTIK PADA BAHASA JAWA DIALEK BANTEN)

Pendapat lain dikemukakan oleh Parera (1993: 74) yang mengistilakan redundansi sebagai kelewahan, yakni derajat kelebihan informasi yang dikandung oleh sebuah bahasa

MENGUNGKAP MAKNA KATA SUMEH DAN NGELADENI (KAJIAN SEMANTIK PADA BAHASA JAWA DIALEK BANTEN)

Diana Tustiantina

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa dianatustiantina@gmail.com

ABSTRAK

Banyak cara yang dapat dilakukan penutur dalam menanggapi ketidaksukaan terhadap sesuatu. Salah satu cara yang dapat ditunjukkan penutur dalam menanggapi ketidaksukaan terhadap sesuatu adalah melalui pengungkapan kata secara langsung saat komunikasi terjadi. Setiap penutur memproduksi kata atau leksem untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, atau isi hati kepada orang lain. Setiap kata atau leksem yang diproduksi tentu memiliki makna yang berbeda-beda dan setiap kata yang berkaitan tersebut mempunyai komponen makna yang berbeda pula. Begitu pula dengan penutur yang mempunyai bahasa pertama atau ibu Jawa Dialek Banten, mereka biasanya memilih kata-kata tertentu untuk mengungkapkan rasa ketidaksukaan atau benci terhadap sesuatu untuk disampaikan kepada orang lain. Terdapat dua kata yang sering diungkapkan penutur berbahasa ibu Jawa dialek Banten untuk mengungkapkan ketidaksukaan terhadap sesuatu sehingga menimbulkan sikap malas dalam diri penutur, yaitu kata sumeh dan ngeladeni. Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik membahas komponen makna untuk mengungkapkan ketidaksukaan atau rasa malas terhadap sesuatu dalam bahasa Jawa Dialek Banten. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian linguistik yang terdiri atas tiga tahapan, yakni pengumpulan data, analisis, hingga simpulan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode agih dengan teknik ganti dan teknik perluas. Data penelitian adalah berupa kata, yakni kata sumeh dan ngeladeni. Hasil pembahasan menunjukkan bahwa terdapat dua kata yang membentuk kata emosi ketidaksukaan atau benci terhadap sesuatu, yakni kata sumeh dan ngeladeni. Dua kata tersebut memiliki makna yang berbeda. Kata sumeh diungkapkan untuk mengungkapkan rasa malas untuk melakukan sesuatu, namun masih dapat mengerjakan sesuatu yang tidak disukai tersebut. Kata ngeladeni dipilih penutur untuk mengungkapkan rasa malas untuk melakukan sesuatu dan tidak ingin mengerjakan sesuatu tersebut. Melalui analisis komponen makna terlihat bahwa setiap kata memiliki komponen makna yang hampir sama, tetapi dapat dibedakan antara kata satu dengan yang lainnya.

Kata Kunci: Analisis Komponen Makna, Semantik, dan Bahasa Jawa Dialek Banten PENDAHULUAN

Komunikasi merupakan suatu proses penyampaian pikiran, gagasan, ide, dan perasaan. Manusia membutuhkan komunikasi sebagai media atau alat untuk menyampaikan isi pikiran maupun perasaan atau isi hati. Perasaan atau isi hati tersebut dapat disampaikan kepada orang lain dengan cara mengungkapkan kata-kata yang mewakili isi hatinya.

Perasaan merupakan bagian dari emosi. Salah satu cara yang dapat ditempuh penutur dalam mengungkapkan emosi adalah melalui kata-kata. Misalnya, emosi marah dapat dingkapkan dengan menyampaikan kata kesal atau kecewa. Emosi merupakan sifat khas yang dimiliki manusia yang dapat diungkapkan melalui kata-kata. Setiap penutur memproduksi kata atau leksem untuk mengungkapkan emosi atau perasaan tertentu kepada orang lain. Setiap kata atau leksem yang diproduksi tentu memiliki makna yang berbeda-beda dan setiap kata yang berkaitan tersebut mempunyai komponen makna yang berbeda pula.

Ungkapan emosi dapat berupa rasa suka atau ketidaksukaan penutur terhadap sesuatu. Banyak cara yang dapat dilakukan penutur dalam menanggapi ketidaksukaan terhadap sesuatu. Salah satu cara yang dapat ditunjukkan penutur dalam menanggapi ketidaksukaan terhadap sesuatu adalah melalui pengungkapan kata secara langsung saat komunikasi terjadi. Begitu pula dengan penutur yang mempunyai bahasa pertama atau ibu Jawa Dialek Banten, mereka biasanya memilih kata-kata tertentu untuk mengungkapkan rasa ketidaksukaan atau benci terhadap sesuatu

untuk disampaikan kepada orang lain. Ketidaksukaan terhadap sesuatu biasanya penutur ungkapkan karena penutur merasa malas bahkan enggan untuk melakukan sesuatu. Namun, kadar ketidaksukaan terhadap sesuatu dapat diwakili dengan tepat jika penutur memilih kata yang tepat untuk merepresentasikan makna tertentu.

Terdapat dua kata yang sering diungkapkan penutur berbahasa ibu Jawa dialek Banten untuk mengungkapkan ketidaksukaan terhadap sesuatu sehingga penutur merasa malas untuk melakukan sesuatu, yaitu kata sumeh dan ngeladeni. Kedua kata tersebut memiliki makna yang berbeda-beda. Namun, kedua kata tersebut masih keberkaitan makna yang sama, yakni kata malas. Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik membahas komponen makna kata sumeh dan ngeladeni dalam bahasa Jawa Dialek Banten.

TEORI & METODOLOGI Ungkapan Malas

Ungkapan ketidaksukaan terhadap sesuatu merupakan bagian dari emosi. Penutur yang memiliki latar belakang bahasa pertama bahasa Jawa Dialek Banten mengungkapkan emosi seperti ini dengan cara memproduksi kata-kata yang dapat mewakili perasaaannya itu. Misalnya, emosi malas terhadap sesuatu diungkapkan dengan menyampaikan kata sumeh dan ngeladeni. Kedua kata tersebut merupakan kata-kata yang dapat dituturkan penutur untuk mengungkapkan perasaan tidak suka terhadap sesuatu. Kedua kata atau leksem yang diproduksi tersebut memiliki makna yang berbeda-beda karena memiliki ciri-ciri komponen yang berberbeda-beda.

Makna

Menurut Rahyono (2012: 65), makna menyangkut tiga unsur, yakni bahasa, pikiran, dan realita. Bahasa merupakan wujud bunyi yang dipakai sebagai alat komunikasi. Pikiran merupakan kemampuan manusia untuk berkomunikasi dengan cara menghasilkan pemikiran dan merealisasikannya dalam bentuk bahasa. Realita berkaitan dengan segala sesuatu yang dikomunikasikan, baik secara fisik mawujud maupun tidak.

Dalam suatu bahasa, makna kata saling berhubungan. Hubungan tersebut disebut dengan relasi makna. Cruse (1995: 86-87) membagi hubungan makna ke dalam empat kelompok utama, yaitu:

(1) Identitas (identity), yakni hubungan makna berupa sinonimi. (2) inklusi (inclusion), yakni hubungan makna berupa hiponimi;

(3) tumpang tindih (overlap), yakni hubungan makna berupa kompatibilitas; dan

(4) tak ada persentuhan (disjunction), yakni hubungan makna inkompatibilitas atau dapat disebut sebagai antonimi.

Makna merupakan kesatuan mental pengetahuan dan pengalaman yang terkait dengan lambang bahasa yang mewakilinya (Darmojuwono, 2007: 121). Kesatuan mental pengetahuan dan pengalaman ini tersimpan dalam otak yang disebut dengan konsep. Dengan demikian, makna dipengaruhi oleh konsep dan secara tidak langsung dipengaruhi pula oleh objeknya.

Komponen Makna

Setiap kata memiliki makna. Makna yang dimiliki suatu kata itu memiliki sejumlah komponen yang membedakan kata satu dengan kata yang lainnya. Komponen makna merupakan ciri makna suatu kata. Komponen makna berfungsi untuk membedakan kata satu dengan kata yang lainnya. Upaya membedakan kata satu dengan kata yang lainnya dapat dilakukan dengan melakukan analisis komponen makna. Komponen makna dapat dianalisis satu persatu berdasarkan acuan yang dimilikinya. Menurut Parera (2004: 159-160), untuk menemukan komposisi unsur-unsur kandungan makna kata, perlu mengikuti prosedur sebagai berikut.

(1) Pilihlah seperangkat kata yang secara intuitif dapat diperkirakan berhubungan. (2) Temukan analogi-analogi di antara kata-kata yang seperangkat itu.

(3) Cirikanlah komponen semantik atau komposisi semantik atas dasar analogi-analogi tadi. Langkah kedua, yakni menemukan analogi-analogi di antara kata-kata yang seperangkat tersebut dapat direalisasikan dengan langkah-langkah berikut ini.

untuk disampaikan kepada orang lain. Ketidaksukaan terhadap sesuatu biasanya penutur ungkapkan karena penutur merasa malas bahkan enggan untuk melakukan sesuatu. Namun, kadar ketidaksukaan terhadap sesuatu dapat diwakili dengan tepat jika penutur memilih kata yang tepat untuk merepresentasikan makna tertentu.

Terdapat dua kata yang sering diungkapkan penutur berbahasa ibu Jawa dialek Banten untuk mengungkapkan ketidaksukaan terhadap sesuatu sehingga penutur merasa malas untuk melakukan sesuatu, yaitu kata sumeh dan ngeladeni. Kedua kata tersebut memiliki makna yang berbeda-beda. Namun, kedua kata tersebut masih keberkaitan makna yang sama, yakni kata malas. Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik membahas komponen makna kata sumeh dan ngeladeni dalam bahasa Jawa Dialek Banten.

TEORI & METODOLOGI Ungkapan Malas

Ungkapan ketidaksukaan terhadap sesuatu merupakan bagian dari emosi. Penutur yang memiliki latar belakang bahasa pertama bahasa Jawa Dialek Banten mengungkapkan emosi seperti ini dengan cara memproduksi kata-kata yang dapat mewakili perasaaannya itu. Misalnya, emosi malas terhadap sesuatu diungkapkan dengan menyampaikan kata sumeh dan ngeladeni. Kedua kata tersebut merupakan kata-kata yang dapat dituturkan penutur untuk mengungkapkan perasaan tidak suka terhadap sesuatu. Kedua kata atau leksem yang diproduksi tersebut memiliki makna yang berbeda-beda karena memiliki ciri-ciri komponen yang berberbeda-beda.

Makna

Menurut Rahyono (2012: 65), makna menyangkut tiga unsur, yakni bahasa, pikiran, dan realita. Bahasa merupakan wujud bunyi yang dipakai sebagai alat komunikasi. Pikiran merupakan kemampuan manusia untuk berkomunikasi dengan cara menghasilkan pemikiran dan merealisasikannya dalam bentuk bahasa. Realita berkaitan dengan segala sesuatu yang dikomunikasikan, baik secara fisik mawujud maupun tidak.

Dalam suatu bahasa, makna kata saling berhubungan. Hubungan tersebut disebut dengan relasi makna. Cruse (1995: 86-87) membagi hubungan makna ke dalam empat kelompok utama, yaitu:

(1) Identitas (identity), yakni hubungan makna berupa sinonimi. (2) inklusi (inclusion), yakni hubungan makna berupa hiponimi;

(3) tumpang tindih (overlap), yakni hubungan makna berupa kompatibilitas; dan

(4) tak ada persentuhan (disjunction), yakni hubungan makna inkompatibilitas atau dapat disebut sebagai antonimi.

Makna merupakan kesatuan mental pengetahuan dan pengalaman yang terkait dengan lambang bahasa yang mewakilinya (Darmojuwono, 2007: 121). Kesatuan mental pengetahuan dan pengalaman ini tersimpan dalam otak yang disebut dengan konsep. Dengan demikian, makna dipengaruhi oleh konsep dan secara tidak langsung dipengaruhi pula oleh objeknya.

Komponen Makna

Setiap kata memiliki makna. Makna yang dimiliki suatu kata itu memiliki sejumlah komponen yang membedakan kata satu dengan kata yang lainnya. Komponen makna merupakan ciri makna suatu kata. Komponen makna berfungsi untuk membedakan kata satu dengan kata yang lainnya. Upaya membedakan kata satu dengan kata yang lainnya dapat dilakukan dengan melakukan analisis komponen makna. Komponen makna dapat dianalisis satu persatu berdasarkan acuan yang dimilikinya. Menurut Parera (2004: 159-160), untuk menemukan komposisi unsur-unsur kandungan makna kata, perlu mengikuti prosedur sebagai berikut.

(1) Pilihlah seperangkat kata yang secara intuitif dapat diperkirakan berhubungan. (2) Temukan analogi-analogi di antara kata-kata yang seperangkat itu.

(3) Cirikanlah komponen semantik atau komposisi semantik atas dasar analogi-analogi tadi. Langkah kedua, yakni menemukan analogi-analogi di antara kata-kata yang seperangkat tersebut dapat direalisasikan dengan langkah-langkah berikut ini.

(1) Menentukan ciri pembeda;

(2) Menandai ada dengan tanda plus (+); dan (3) Menandai tidak ada dengan tanda minus (-). Metodologi

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang bersifat deskriptif. Metode kualitatif merupakan metode penelitian yang terdiri atas tiga tahapan, yakni pengumpulan data, analisis, hingga simpulan. Metode deskriptif digunakan dalam penelitian ini karena sesuai dengan tujuan penelitian ini, yaitu mendeskripsikan komponen makna yang dimiliki kata sumeh dan

ngeladeni. Analisis data penelitian dilakukan dengan menggunakan metode agih. Pada tahap ini

dilakukan upaya mengamati, mengelompokkan, menyamakan data yang sama, dan membedakan data yang memang berbeda, serta menyisihkan pada kelompok lain data yang serupa, tetapi tak sama. Metode agih ini menggunakan teknik ganti dan teknik perluas. Data penelitian adalah berupa kata, yakni kata sumeh dan ngeladeni.

TEMUAN & PEMBAHASAN

Dalam bahasa Jawa dialek Banten, ungkapan ketidaksukaan terhadap sesuatu dapat disampaikan dengan mengungkapkan kata-kata, seperti sumeh dan ngeladeni. Kedua kata tersebut merupakan anggota kelompok kata malas. Kata malas sendiri merupakan anggota kata dari kata emosi dalam bahasa Jawa Dialek Banten. Berikut pemakaian kata sumeh dan ngeladeni dalam kalimat. Data 1

Penggunaan kata sumeh

Konteks 1: Penutur membersihkan kotoran kucing Kalimat (1) : “Ngingu kucing mambune doang”. (Memelihara kucing baunya saja).

Kalimat (2) : “Sumeh ngebersihanane tai kucing, kuh”. (Sumeh membersihkannya tai kucing, tuh). Data 2

Penggunaan kata ngeladeni

Konteks 2: Penutur diminta bantuan untuk mencari pinjaman uang untuk orang lain, namun pinjaman tersebut diatasnamakan si Kalimat bukan si peminjam.

Kalimat (3) : “Kita sih Nur, silihakeun ning ibu nira, bos sira”. (Saya sih Nur, pinjamkan ke ibu majikan, bos kamu). Kalimat (4) : “Engko nyicil ning sira, Nur”.

(Nanti nyicil ke kamu, Nur). Kalimat (5) : “Satus, satus unggal wulan”. (Seratus, seratus tiap bulan). Kalimat (6) : “Ngeladeni!”

(Ngeladeni!)

Berdasarkan data (1) dan (2), kata sumeh pada kalimat (2) dan ngeladeni pada kalimat (6) memiliki persamaan makna, yakni perasaan malas terhadap sesuatu. Bukan hanya rasa malas, kedua kata tersebut memiliki kesamaan makna yang lain, yakni ungkapan untuk menyatakan ketidaksukaan terhadap sesuatu. Dengan demikian, kedua kata tersebut memiliki persamaan makna, yakni ungkapan yang dapat digunakan untuk mengungkapkan rasa malas dan tidak suka terhadap sesuatu.

Selain persamaan, kedua kata tersebut memiliki perbedaan, yakni kadar untuk melakukan sesuatu yang tidak disukai itu. Kata sumeh dan ngeladeni memiliki kadar makna yang berbeda dalam melakukan sesuatu. Kalimat yang benar-benar tidak ingin melakukan sesuatu yang tidak disukai cenderung memilih menggunakan kata ngeladeni untuk mengungkapkan rasa malas. Namun, jika

kalimat masih dapat melakukan sesuatu yang tidak disukai, maka akan cenderung menggunakan kata

sumeh.

Berdasarkan data di atas, tampak kata sumeh dan ngeladeni memiliki makna inti yang sama. Kedua kata tersebut secara referensial menunjuk ‘rasa malas’. Namun, kadar kualitas ‘rasa’ yang menyebabkan kedua kata tersebut berbeda. Kata ngeladeni digunakan untuk mengacu pada kondisi rasa malas dan tidak ingin melakukan sesuatu, sedangkan kata sumeh hanya mengacu pada kondisi rasa malas saja. Berikut contoh kalimat jika kedua kata dipertukarkan.

Konteks 1: Penutur membersihkan kotoran kucing Kalimat (7) : “Ngingu kucing mambune doang”. (Memelihara kucing baunya saja).

Kalimat (8) : “Ngeladeni ngebersihanane tai kucing, kuh”. (Ngeladeni membersihkannya tai kucing, tuh).

Konteks 2: Penutur diminta bantuan untuk mencari pinjaman uang untuk orang lain, namun pinjaman tersebut diatasnamakan si Kalimat bukan si peminjam.

Kalimat (9) : “Kita sih Nur, silihakeun ning ibu nira, bos sira”. (Saya sih Nur, pinjamkan ke ibu majikan, bos kamu). Kalimat (10) : “Engko nyicil ning sira, Nur”.

(Nanti nyicil ke kamu, Nur). Kalimat (11) : “Satus, satus unggal wulan”.

(Seratus, seratus tiap bulan). Kalimat (12) : “Sumeh!”

(Sumeh!)

Berdasarkan pola kalimat di atas, dapat ditunjukkan bahwa pertukaran tersebut tidak saling menggantikan di semua konteks. Kata sumeh dalam kalimat (2) ternyata tidak dapat digantikan dengan kata ngeladeni yang terdapat dalam kalimat (8). Dalam bahasa Jawa Dialek Banten, pasangan kata sumeh dan ngeladeni tidak dapat saling menggantikan tanpa menimbulkan perubahan makna. Jika kata sumeh digantikan dengan kata ngeladeni seperti pada kalimat (8), maka akan mengubah makna bahwa penutur tidak akan melakukan sesuatu yang tidak disukai, yakni membersihan kotoran kucing. Begitu pula sebaliknya, jika kata ngeladeni diganti dengan kata sumeh seperti pada kalimat (12), maka penutur dapat melakukan sesuatu yang tidak disukai itu, yakni membantu meminjamkan uang untuk lawan tuturnya. Cruse (1995: 267) menyebutkan ini sebagai permasalahan penting dalam sinonim, yakni kadar kesamaan makna antarkata-kata yang bersinonim.

Kata sumeh dan ngeladeni merupakan pasangan yang bersinonim karena makna inti kedua kata tersebut sama. Makna inti kedua kata tersebut adalah rasa malas. Untuk lebih jelas, berikut tabel hubungan makna antarleksikal untuk kata sumeh dan ngeladani yang masuk dalam kelompok malas.

Tabel 1

Hubungan Makna Antarleksikal

Kelompok Anggota

Malas Sumeh

Ngeladeni

Berdasarkan tabel 1 di atas, kata malas merupakan sebuah ungkapan emosi yang memiliki sejumlah anggota, yaitu sumeh dan ngeladeni. Kata-kata tersebut memiliki hubungan makna dengan kata malas. Dengan demikian, kata sumeh dan ngeladeni dapat dikelompokkan menjadi satu kelompok tertentu, yakni kelompok malas.

Walaupun terdapat dalam satu kelompok, kata sumeh dan ngeladeni memiliki ciri yang berbeda-beda. Dua kata tersebut dapat dibedakan dengan ciri-ciri tertentu, seperti rasa suka atau tidak suka dan melakukan atau tidak melakukan. Ciri tersebut yang dapat membedakan kata satu dengan kata yang lainnya. Ciri yang dimiliki suatu kata tersebut tersusun dalam sejumlah komponen, yakni komponen makna. Berikut tabel analisis komponen makna untuk kata sumeh dan ngeladeni.

kalimat masih dapat melakukan sesuatu yang tidak disukai, maka akan cenderung menggunakan kata

sumeh.

Berdasarkan data di atas, tampak kata sumeh dan ngeladeni memiliki makna inti yang sama. Kedua kata tersebut secara referensial menunjuk ‘rasa malas’. Namun, kadar kualitas ‘rasa’ yang menyebabkan kedua kata tersebut berbeda. Kata ngeladeni digunakan untuk mengacu pada kondisi rasa malas dan tidak ingin melakukan sesuatu, sedangkan kata sumeh hanya mengacu pada kondisi rasa malas saja. Berikut contoh kalimat jika kedua kata dipertukarkan.

Konteks 1: Penutur membersihkan kotoran kucing Kalimat (7) : “Ngingu kucing mambune doang”. (Memelihara kucing baunya saja).

Kalimat (8) : “Ngeladeni ngebersihanane tai kucing, kuh”. (Ngeladeni membersihkannya tai kucing, tuh).

Konteks 2: Penutur diminta bantuan untuk mencari pinjaman uang untuk orang lain, namun pinjaman tersebut diatasnamakan si Kalimat bukan si peminjam.

Kalimat (9) : “Kita sih Nur, silihakeun ning ibu nira, bos sira”. (Saya sih Nur, pinjamkan ke ibu majikan, bos kamu). Kalimat (10) : “Engko nyicil ning sira, Nur”.

(Nanti nyicil ke kamu, Nur). Kalimat (11) : “Satus, satus unggal wulan”.

(Seratus, seratus tiap bulan). Kalimat (12) : “Sumeh!”

(Sumeh!)

Berdasarkan pola kalimat di atas, dapat ditunjukkan bahwa pertukaran tersebut tidak saling menggantikan di semua konteks. Kata sumeh dalam kalimat (2) ternyata tidak dapat digantikan dengan kata ngeladeni yang terdapat dalam kalimat (8). Dalam bahasa Jawa Dialek Banten, pasangan kata sumeh dan ngeladeni tidak dapat saling menggantikan tanpa menimbulkan perubahan makna. Jika kata sumeh digantikan dengan kata ngeladeni seperti pada kalimat (8), maka akan mengubah makna bahwa penutur tidak akan melakukan sesuatu yang tidak disukai, yakni membersihan kotoran kucing. Begitu pula sebaliknya, jika kata ngeladeni diganti dengan kata sumeh seperti pada kalimat (12), maka penutur dapat melakukan sesuatu yang tidak disukai itu, yakni membantu meminjamkan uang untuk lawan tuturnya. Cruse (1995: 267) menyebutkan ini sebagai permasalahan penting dalam sinonim, yakni kadar kesamaan makna antarkata-kata yang bersinonim.

Kata sumeh dan ngeladeni merupakan pasangan yang bersinonim karena makna inti kedua kata tersebut sama. Makna inti kedua kata tersebut adalah rasa malas. Untuk lebih jelas, berikut tabel hubungan makna antarleksikal untuk kata sumeh dan ngeladani yang masuk dalam kelompok malas.

Tabel 1

Hubungan Makna Antarleksikal

Kelompok Anggota

Malas Sumeh

Ngeladeni

Berdasarkan tabel 1 di atas, kata malas merupakan sebuah ungkapan emosi yang memiliki sejumlah anggota, yaitu sumeh dan ngeladeni. Kata-kata tersebut memiliki hubungan makna dengan kata malas. Dengan demikian, kata sumeh dan ngeladeni dapat dikelompokkan menjadi satu kelompok tertentu, yakni kelompok malas.

Walaupun terdapat dalam satu kelompok, kata sumeh dan ngeladeni memiliki ciri yang berbeda-beda. Dua kata tersebut dapat dibedakan dengan ciri-ciri tertentu, seperti rasa suka atau tidak suka dan melakukan atau tidak melakukan. Ciri tersebut yang dapat membedakan kata satu dengan kata yang lainnya. Ciri yang dimiliki suatu kata tersebut tersusun dalam sejumlah komponen, yakni komponen makna. Berikut tabel analisis komponen makna untuk kata sumeh dan ngeladeni.

Tabel 2

Analisis Komponen Makna

Ciri Malas Tidak

Malas Suka Tidak Suka Melakukan Melakukan Tidak

Sumeh + - - + + -

Ngeladeni + - - + - +

Berdasarkan tabel 2 di atas, dapat dikatakan bahwa kata sumeh diungkapkan untuk mengungkapkan rasa malas, tidak suka terhadap melakukan sesuatu. namun masih dapat melakukan sesuatu yang tidak disukai itu. Berbeda dengan kata ngeladeni, kata ini dipilih penutur untuk mengungkapkan rasa malas, tidak suka terhadap melakukan sesuatu sehingga tidak ingin melakukan sesuatu yang tidak disukai itu. Melalui analisis komponen makna terlihat bahwa setiap kata memiliki komponen makna yang hampir sama, tetapi dapat dibedakan antara kata satu dengan yang lainnya.

Kata sumeh dan ngeladeni memiliki komponen makna yang berbeda-beda. Komponen makna menjadikan kata satu berbeda makna dengan kata lainnya. Makna kata sumeh terdiri atas sejumlah komponen yang membentuk keseluruhan makna kata tersebut. Makna kata ini terbentuk dari komponen makna malas, tidak suka, dan melakukan yang tidak disukai. Begitu pula dengan makna kata ngeladeni yang terdiri atas sejumlah komponen yang membentuk keseluruhan makna. Makna kata tersebut terbentuk dari komponen makna malas, tidak suka, dan tidak melakukan yang tidak disukai. Berikut komponen makna untuk kata sumeh dan ngeladeni.

sumeh ngeladeni

malas malas

tidak suka tidak suka

melakukan tidak melakukan

Komponen makna di atas menunjukkan bahwa kata sumeh dan ngeladeni dapat dibedakan berdasarkan ada atau tidaknya ciri melakukan. Penutur yang berlatar belakang bahasa Jawa Dialek Banten menggunakan kata sumeh ketika penutur merasa malas dan tidak suka terhadap sesuatu, namun masih cenderung untuk melakukan sesuatu yang tidak disukai itu. Berbeda dengan kata

ngeladeni, penutur menggunakan kata tersebut untuk mengungkapkan rasa malas, tidak suka, dan

tidak mau melakukan sesuatu yang tidak disukai tersebut. KESIMPULAN & SARAN

Hasil pembahasan menunjukkan bahwa terdapat dua kata yang membentuk kata emosi ketidaksukaan atau benci terhadap sesuatu, yakni kata sumeh dan ngeladeni. Dua kata tersebut memiliki makna yang berbeda. Kata sumeh diungkapkan untuk mengungkapkan rasa malas, tidak suka untuk melakukan sesuatu, namun masih dapat melakukan sesuatu yang tidak disukai tersebut. Kata ngeladeni dipilih penutur untuk mengungkapkan rasa malas, tidak suka untuk melakukan sesuatu dan tidak ingin mengerjakan sesuatu tersebut. Melalui analisis komponen makna terlihat bahwa setiap kata memiliki komponen makna yang hampir sama, tetapi dapat dibedakan antara kata satu dengan yang lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Cruse, D.A. 1995. Lexical Semantics. Cambridge: Cambridge University

Darmojuwono, Setiawati. 2007. Semantik. Dalam Kushartanti, dkk (ed.). 2007. Pesona Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Parera, J.D. 2004. Teori Semantik Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga Rahyono, FX. 2012. Studi Makna. Jakarta: Penaku

KONSEP KULINER ALTERNATIF BERBASIS IKAN AIR TAWAR