• Tidak ada hasil yang ditemukan

PADA KABAR PETANG TV ONE 26 JANUARI 2016 Dindadari Arum Jati

SEBUAH PENGHALUSAN ANCAMAN UNTUK MENDAPAT PENGAKUAN Editia Herningtias

2. Tindakan Mengancam Muka (Face Threatening Act/FTA)

1 Media massa (mass media) dalam tulisan Romli yang berjudul “Pengertian Media Massa” dijelaskan sebagai singkatan dari Media Komunikasi Massa (mass communication media).

2 Romli dalam bukunya yang berjudul Jurnalistik Online: Panduan Mengelola Media Online mengemukakan bahwa media online merupakan media massa yang muncul dalam jaringan pada situs web (website) internet.

kawan tutur. Beberapa dari analisis tersebut dapat digunakan untuk membantu memecahkan masalah sebagai bagian dari linguistik forensik. Tambahan pula, rekaman IB dan LGA ini menarik untuk diteliti dan dianalisis karena adanya pengulangan pertanyaan ‘Kakak yakin tidak merasa bersalah?’ oleh LGA yang ditujukan kepada IB mengandung makna pragmatis yang kuat. Ada kecurigaan bahwa rekaman tersebut sengaja dilakukan dan disebar dengan maksud ingin mempermalukan IB atau mencari popularitas. Untuk itu, penelitian terhadap rekaman tersebut sebagai bentuk tindak tutur lisan menarik untuk dilakukan.

TEORI & METODOLOGI

1. Teori Tindak Tutur (Speech Act Theory)

Tindak tutur atau yang dikenal juga sebagai speech act atau illocutionary act atau language

act atau linguistic act merupakan tindakan yang mengikutsertakan atau melibatkan pembicara,

pendengar, dan ujaran yang dikeluarkan oleh pembicara (Searle, 1971). Pada model Searle, tindak tutur dikatakan berhasil apabila penutur mendengarkan dan mengerti akan tuturan-tuturan yang digunakan dan tidak berpura-pura. Tindak tutur ini memerlukan konteks agar tuturan dapat dimengerti (Mey, 1993). Menurut Cruse (2000)3, pengertian tindak tutur adalah sebagai berikut:

“To communicate we must express propositions with a particular illocutionary force, and in so doing we perform particular kinds of action such as stating, promising, warning, and so on, which have come to be called speech act.”

2. Tindakan Mengancam Muka (Face Threatening Act/FTA)

Setiap individu dewasa memiliki dua sisi muka ‘face4’ atau ‘muka’, yaitu ‘negative face’ dan ‘positive

face’. Negative face memberikan tekanan pada teritori, melindungi batas personal, mempunyai hak

untuk tidak diganggu, sedangkan positive face merasa citra diri atau self-image individu tersebut harus diapresiasikan atau diterima (Brown dan Levinson, 1987).

Secara tidak kita sadari, ketika kita sedang melakukan tindak tutur terkadang ada tindakan yang tidak menyenangkan bagi orang lain. Tindakan semacam ini merupakan tindakan mengancam muka atau Face Threatening Act (FTA). Menurut Brown dan Levinson, FTA merupakan tindakan ilokusi tertentu yang memiliki kemungkinan untuk merusak atau mengancam negative face atau

positive face seseorang (Brown dan Levinson, 1987).

Menurut Brown dan Levinson ada dua kriteria FTA, yaitu tindakan mengancam mitra tutur dan tindakan mengancam penutur. FTA yang mengancam negative face dan positive face mitra tutur menurut Brown dan Levinson (1987: 66) antara lain meliputi:

Tindakan Mengancam Negative Face Mitra

Tutur Tindakan Mengancam Positive Face Mitra Tutur (i) tindakan yang membuat mitra tutur setuju

atau tidak setuju (menolak) untuk melakukan sesuatu, seperti memerintah, meminta, memberi saran, memberi nasihat, mengingatkan, mengancam, memperingatkan, dan menentang;

(ii)tindakan yang mengungkapkan usaha penutur untuk melakukan sesuatu terhadap mitra tutur dan memaksa mitra tutur untuk menerima atau menolak tindakan tersebut, seperti

(i) tindakan yang memperlihatkan bahwa penutur memberi penilaian negatif terhadap mitra tutur, seperti mengungkapkan penolakan, mengkritik, merendahkan, atau mempermalukan, keluhan, kemarahan, dan penghinaan. (ii) tindakan yang memperlihatkan sikap

tidak peduli penutur terhadap positive

face mitra tutur, seperti pernyataan tidak

setuju, emosi, ungkapan yang tidak

3 Dalam bukunya yang berjudul Meaning in Language: An Introduction to Semantics and Pragmatics yang diterbitkan oleh Oxford University Press.

menawarkan dan berjanji;

(iii) tindakan yang mengungkapkan keinginan penutur untuk melakukan sesuatu terhadap mitra tutur atau apa yang dimiliki mitra tutur, seperti pujian atau memberi ucapan selamat, mengagumi, membenci, dan marah.

sopan, membicarakan hal-hal tabu.

Kriteria kedua adalah tindakan yang mengancam negative face penutur dan positive face penutur antara lain meliputi:

Tindakan Mengancam Negative Face

Penutur Tindakan Mengancam Positive Face Penutur tindakan mengungkapkan dan menerima

ucapan terima kasih, melakukan pembelaan, menerima tawaran, merespon perbuatan mitra tutur yang memalukan, dan melakukan janji atau tawaran yang tidak diinginkan penutur.

tindakan meminta maaf, menerima ucapan selamat, melakukan tindakan fisik yang memalukan, merendahkan diri, dan mengakui kesalahan.

TEMUAN & PEMBAHASAN

Ditemukan adanya 8 kalimat semakna yang bervariatif seperti “Kalau misalnya Kak Indra ngrasa

nggak salah, ngapain takut?” dengan variasi berupa “Jadi kakak merasa nggak salah?” dalam

rekaman berdurasi 12 menit tersebut. Ada pun 8 tuturan LGA tersebut adalah sebagai berikut: Tabel 1: Tuturan LGA dan Respon IB

No. Tuturan LGA Respon IB

1. Kalau Kak Indra ngrasa nggak salah ngapain takut

sih? Kenapa? Gimana?

2. Kalau emang Kak Indra ngrasa nggak salah, ngapain

takut? Ya, cuman emang beneran, kamu…nglapor ya? Betul? 3. Hmm.. (menghela napas) menurut Kak Indra sendiri

gimana? Kalau misalnya Kak Indra ngrasa nggak salah, ngapain takut.

Ya, tapi.. nggak perlu.. aku nggak mau seperti ini… harus ke situ-situ gitu lho, maksudnya nanti infotainment segala macem gitu lho.. ini masuk polisi soalnya.. emang kamu beneran? 4. Makanya poinnya, kalau misalnya Kak Indra ngrasa

nggak salah ngapain takut, Kakak..ya kan? Lho? I know, tapi.. aku .. aku..

5. Jadi kakak merasa nggak salah? Kamu mau dikenal, tapi dengan cara seperti ini? 6. Jadi kak Indra merasa nggak salah? Dibatalin aja apa yang mau kamu lakukan ini,

niatan ini, udah deh. 7. Oke, maksud aku, berarti kak Indra merasa nggak

salah dengan semua ini? Oke, tapi kan apa namanya, namaku jadi jelek loh. 8. Berarti kak Indra gak merasa bersalah? Aku merasa bersalah atas apa yang aku lakuin ke kamu. Kamu ngerasain sekali kan, ya udah, aku minta maaf sebesar-besarnya.

Dari kedelapan tuturan LGA tersebut terdapat 2 kelompok tuturan yang setipe, yaitu:

1. Tuturan dengan FTA mengancam negative face mitra tutur berupa tindakan yang membuat mitra tutur setuju atau tidak setuju (menolak) untuk melakukan sesuatu, yaitu pada nomor 1— 4 dalam Tabel 1. Penggunaan kata ‘kalau’ dalam tuturan 1—4 merupakan indikasi pengandaian, bahwa LGA sebagai penutur memberikan saran kepada IB agar tidak perlu merasa takut, jika IB tidak merasa bersalah. Dengan kata lain, IB boleh merasa takut, jika dia merasa bersalah. Penggunaan kata ‘kalau’ telah menghaluskan maksud LGA untuk mengancam IB. Respon IB pada tuturan nomor 3 menunjukkan bahwa IB merasa pelaporan yang dilakukan LGA telah mempermalukan dia. Analisis tuturan 3 dan responnya dapat dilihat dalam Tabel 2 berikut ini:

menawarkan dan berjanji;

(iii) tindakan yang mengungkapkan keinginan penutur untuk melakukan sesuatu terhadap mitra tutur atau apa yang dimiliki mitra tutur, seperti pujian atau memberi ucapan selamat, mengagumi, membenci, dan marah.

sopan, membicarakan hal-hal tabu.

Kriteria kedua adalah tindakan yang mengancam negative face penutur dan positive face penutur antara lain meliputi:

Tindakan Mengancam Negative Face

Penutur Tindakan Mengancam Positive Face Penutur tindakan mengungkapkan dan menerima

ucapan terima kasih, melakukan pembelaan, menerima tawaran, merespon perbuatan mitra tutur yang memalukan, dan melakukan janji atau tawaran yang tidak diinginkan penutur.

tindakan meminta maaf, menerima ucapan selamat, melakukan tindakan fisik yang memalukan, merendahkan diri, dan mengakui kesalahan.

TEMUAN & PEMBAHASAN

Ditemukan adanya 8 kalimat semakna yang bervariatif seperti “Kalau misalnya Kak Indra ngrasa

nggak salah, ngapain takut?” dengan variasi berupa “Jadi kakak merasa nggak salah?” dalam

rekaman berdurasi 12 menit tersebut. Ada pun 8 tuturan LGA tersebut adalah sebagai berikut: Tabel 1: Tuturan LGA dan Respon IB

No. Tuturan LGA Respon IB

1. Kalau Kak Indra ngrasa nggak salah ngapain takut

sih? Kenapa? Gimana?

2. Kalau emang Kak Indra ngrasa nggak salah, ngapain

takut? Ya, cuman emang beneran, kamu…nglapor ya? Betul?

3. Hmm.. (menghela napas) menurut Kak Indra sendiri gimana? Kalau misalnya Kak Indra ngrasa nggak salah, ngapain takut.

Ya, tapi.. nggak perlu.. aku nggak mau seperti ini… harus ke situ-situ gitu lho, maksudnya nanti infotainment segala macem gitu lho.. ini masuk polisi soalnya.. emang kamu beneran? 4. Makanya poinnya, kalau misalnya Kak Indra ngrasa

nggak salah ngapain takut, Kakak..ya kan? Lho? I know, tapi.. aku .. aku..

5. Jadi kakak merasa nggak salah? Kamu mau dikenal, tapi dengan cara seperti ini? 6. Jadi kak Indra merasa nggak salah? Dibatalin aja apa yang mau kamu lakukan ini,

niatan ini, udah deh. 7. Oke, maksud aku, berarti kak Indra merasa nggak

salah dengan semua ini? Oke, tapi kan apa namanya, namaku jadi jelek loh. 8. Berarti kak Indra gak merasa bersalah? Aku merasa bersalah atas apa yang aku lakuin ke kamu. Kamu ngerasain sekali kan, ya udah, aku minta maaf sebesar-besarnya.

Dari kedelapan tuturan LGA tersebut terdapat 2 kelompok tuturan yang setipe, yaitu:

1. Tuturan dengan FTA mengancam negative face mitra tutur berupa tindakan yang membuat mitra tutur setuju atau tidak setuju (menolak) untuk melakukan sesuatu, yaitu pada nomor 1— 4 dalam Tabel 1. Penggunaan kata ‘kalau’ dalam tuturan 1—4 merupakan indikasi pengandaian, bahwa LGA sebagai penutur memberikan saran kepada IB agar tidak perlu merasa takut, jika IB tidak merasa bersalah. Dengan kata lain, IB boleh merasa takut, jika dia merasa bersalah. Penggunaan kata ‘kalau’ telah menghaluskan maksud LGA untuk mengancam IB. Respon IB pada tuturan nomor 3 menunjukkan bahwa IB merasa pelaporan yang dilakukan LGA telah mempermalukan dia. Analisis tuturan 3 dan responnya dapat dilihat dalam Tabel 2 berikut ini:

Tabel 2: Analisis Tuturan LGA dan Respon IB pada Nomor 3

Tuturan Situasi Analisis FTA

LGA: “Hmm.. (menghela

napas) menurut Kak Indra sendiri gimana? Kalau misalnya Kak Indra ngrasa nggak salah, ngapain takut?”

LGA berusaha lagi untuk memaksa IB (mitra tuturnya) untuk menerima pendapatnya bahwa kalau mitra tutur tidak bersalah berarti tidak perlu takut.

Sama seperti tuturan sebelumnya, tuturan yang sama ini menunjukkan adanya FTA terhadap negative face IB karena LGA (penutur) terus ‘memancing’ mitra tutur agar merasa bersalah dan terus berharap agar mitra tutur meminta maaf.

IB: “Ya, tapi.. nggak

perlu.. aku nggak mau seperti ini… harus ke situ-situ gitu lho, maksudnya nanti infotainment segala macem gitu lho.. ini masuk polisi soalnya.. emang kamu

beneran?”

IB merespon lagi tuturan mitra tutur yang dianggap telah melakukan perbuatan mitra tutur yang memalukan. Dalam hal ini, tindakan LGA yang melaporkan kasus pelecehan tersebut ke polisi merupakan tindakan yang memalukan.

Sama dengan tuturan IB sebelumnya, tuturan ini masih menunjukkan adanya FTA terhadap negative face IB karena IB merasa ruang privasinya sudah dimasuki dan dibuka untuk umum.

2. Tuturan dengan FTA mengancam negative face mitra tutur berupa tindakan yang mengungkapkan usaha penutur untuk melakukan sesuatu terhadap mitra tutur dan memaksa mitra tutur untuk menerima atau menolak tindakan tersebut, yaitu pada nomor 5—8 dalam Tabel 1. Penggunaan kata ‘jadi’ pada tuturan 5—6 dan ‘berarti’ pada tuturan 7—8 yang dilakukan LGA telah naik tingkat menjadi sebuah paksaan agar IB mengakui apakah dia bersalah atau tidak. Meski intonasi yang dikeluarkan LGA terdengar lembut, tetapi kata-katanya secara tidak langsung menunjukkan adanya ancaman agar IB merasa terpojok, hingga akhir dialog dari rekaman yang tersebar adalah sebagai berikut:

3.

Tabel 3: Analisis Tuturan LGA dan Respon IB pada Nomor 8

Tuturan Situasi Analisis FTA

LGA : “Berarti kak Indra nggak merasa bersalah?”

LGA berusaha lagi untuk memaksa IB (mitra tuturnya)

untuk menerima pendapatnya IB tidak merasa

bersalah.

Sama seperti tuturan sebelumnya, tuturan yang sama ini menunjukkan adanya FTA terhadap negative face IB karena LGA (penutur) memaksa IB (mitra tutur) mengakui kesalahannya dan terus berharap agar mitra tutur meminta maaf.

IB : “Aku merasa bersalah atas apa yang aku lakuin ke kamu. Kamu ngerasain sekali kan, ya udah, aku minta maaf sebesar-besarnya.”

IB (penutur) mengakui kesalahannya dan meminta maaf kepada LGA (mitra tutur).

Tuturan terakhir ini merupakan tuturan yang jelas dan lugas dari IB yang dilakukan IB yang merupakan FTA terhadap positive face IB sendiri sebagai penutur. Ia berusaha menyelamatkan ‘muka’-nya.

Adapun, tuturan lain yang menarik adalah ketika LGA bertanya kepada IB apakah istri IB mengetahui masalah yang sedang mereka bicarakan yang terlihat pada Tabel 4 berikut ini:

Tabel 4: Tuturan LGA dan IB dengan FTA Positive Face Mitra Tutur dan Positive Face Penutur

Tuturan Situasi Analisis FTA

LGA: “Aku kira, istri

Kak Indra tahu kalau Kak Indra suka sama cowok, gitu…”

LGA ingin memperlihatkan bahwa penutur memberi penilaian negatif terhadap IB (mitra tutur), seperti merendahkan, atau mempermalukan dgn langsung berkata “suka sama cowok”.

Tuturan ini menunjukkan adanya FTA terhadap positive

face IB. LGA langsung

menjatuhkan mitra tutur dengan kosakata yang jelas “suka sama cowok” (suka sesama jenis) IB: “Astaghfirullah, ya

enggaklah..” itu adalah hal yang tabu, sehingga IB menganggap “suka sama cowok” penutur merespon tuturan sebelumnya dengan berkata “Astaghfirullah, ya

enggaklah..”

Tuturan tersebut menunjukkan adanya FTA terhadap positive

face LGA karena IB (penutur) ingin memperlihatkan bahwa citra diri mitra tuturnya mengenai hal tersebut salah. LGA: “Kalau misalnya

tahu, gimana?” LGA sebagai penutur memberikan situasi yang tidak diinginkan mitra tuturnya. Tentu saja, IB tidak menginginkan situasi tersebut terjadi, IB tetap menginginkan istrinya tidak mengetahui pribadi IB yang sebenarnya, yaitu suka sesama jenis.

Tuturan tersebut merupakan FTA terhadap negative face IB karena IB merasa ruang privasinya semakin “terjajah” karena secara tidak langsung diminta mengakui bahwa mitra tutur suka sesama jenis.

IB: “Ya bahayalah,

kehidupan aku bisa ancur, kita bisa cerailah, bisa

selesailah hidup aku gitu. Kamu mau ancurin hidup orang di atas kesenangan kamu gitu? Ngeliat orang lain ancur gitu? Kok kamu tega..”

IB secara tidak langsung telah mengakui kesalahannya dan merendahkan dirinya. Meskipun penutur tidak menjawab pertanyaan mitra tuturnya dengan relevan (relevansi tidak dibahas secara detail dalam penelitian ini), penutur telah secara tidak langsung memberi tahu kepada para penonton bahwa dia benar-benar penyuka sesama jenis dan khawatir jika istrinya mengetahui hal tersebut.

Tuturan ini merupakan FTA terhadap positive face IB. Dengan kata lain, penutur tidak menghargai citra dirinya dan malah merendahkan citra dirinya jika perbuatannya diketahui istrinya.

Dari analisis tersebut didapatkan kesimpulan bahwa LGA telah melakukan FTA yang mengarah ke ancaman pada ruang privasi atau negative face IB. Dengan kata lain, rekaman ini merupakan rekaman yang sudah membuat publik memasuki ranah privasi IB. Sejalan dengan LGA, IB melakukan pernyataan yang mengandung FTA yang mengancam citra dirinya sendiri atau ruang privasinya.

Secara singkat perilaku ancaman dari ketiga segmen pokok yang diambil adalah sebagai berikut: Gambar 1: Model Tindakan Mengancam Muka Antara LGA dengan IB

IB

-

+

LGA

+

= IB melakukan FTA terhadap positive face IB

= IB melakukan FTA terhadap positive face LGA LGA melakukan FTA terhadap

negative = face LGA

IB melakukan FTA terhadap = negative

Tabel 4: Tuturan LGA dan IB dengan FTA Positive Face Mitra Tutur dan Positive Face Penutur

Tuturan Situasi Analisis FTA

LGA: “Aku kira, istri

Kak Indra tahu kalau Kak Indra suka sama cowok, gitu…”

LGA ingin memperlihatkan bahwa penutur memberi penilaian negatif terhadap IB (mitra tutur), seperti merendahkan, atau mempermalukan dgn langsung berkata “suka sama cowok”.

Tuturan ini menunjukkan adanya FTA terhadap positive

face IB. LGA langsung

menjatuhkan mitra tutur dengan kosakata yang jelas “suka sama cowok” (suka sesama jenis) IB: “Astaghfirullah, ya

enggaklah..” itu adalah hal yang tabu, sehingga IB menganggap “suka sama cowok” penutur merespon tuturan sebelumnya dengan berkata “Astaghfirullah, ya

enggaklah..”

Tuturan tersebut menunjukkan adanya FTA terhadap positive

face LGA karena IB (penutur)

ingin memperlihatkan bahwa citra diri mitra tuturnya mengenai hal tersebut salah. LGA: “Kalau misalnya

tahu, gimana?” LGA sebagai penutur memberikan situasi yang tidak diinginkan mitra tuturnya. Tentu saja, IB tidak menginginkan situasi tersebut terjadi, IB tetap menginginkan istrinya tidak mengetahui pribadi IB yang sebenarnya, yaitu suka sesama jenis.

Tuturan tersebut merupakan FTA terhadap negative face IB karena IB merasa ruang privasinya semakin “terjajah” karena secara tidak langsung diminta mengakui bahwa mitra tutur suka sesama jenis.

IB: “Ya bahayalah,

kehidupan aku bisa ancur, kita bisa cerailah, bisa

selesailah hidup aku gitu. Kamu mau ancurin hidup orang di atas kesenangan kamu gitu? Ngeliat orang lain ancur gitu? Kok kamu tega..”

IB secara tidak langsung telah mengakui kesalahannya dan merendahkan dirinya. Meskipun penutur tidak menjawab pertanyaan mitra tuturnya dengan relevan (relevansi tidak dibahas secara detail dalam penelitian ini), penutur telah secara tidak langsung memberi tahu kepada para penonton bahwa dia benar-benar penyuka sesama jenis dan khawatir jika istrinya mengetahui hal tersebut.

Tuturan ini merupakan FTA terhadap positive face IB. Dengan kata lain, penutur tidak menghargai citra dirinya dan malah merendahkan citra dirinya jika perbuatannya diketahui istrinya.

Dari analisis tersebut didapatkan kesimpulan bahwa LGA telah melakukan FTA yang mengarah ke ancaman pada ruang privasi atau negative face IB. Dengan kata lain, rekaman ini merupakan rekaman yang sudah membuat publik memasuki ranah privasi IB. Sejalan dengan LGA, IB melakukan pernyataan yang mengandung FTA yang mengancam citra dirinya sendiri atau ruang privasinya.

Secara singkat perilaku ancaman dari ketiga segmen pokok yang diambil adalah sebagai berikut: Gambar 1: Model Tindakan Mengancam Muka Antara LGA dengan IB

IB

-

+

LGA

-

+

= IB melakukan FTA terhadap positive face IB

= IB melakukan FTA terhadap positive face LGA LGA melakukan FTA terhadap

negative = face LGA

IB melakukan FTA terhadap = negative

face IB

Garis panah pada gambar di samping memperlihatkan bahwa FTA yang dilakukan LGA konsisten terhadap negative face IB, sedangkan FTA yang dilakukan IB menyebar dan tidak konsisten. Dari gambar tersebut, terlihat, posisi yang paling banyak ditunjuk oleh tanda panah sebagai perwakilan ancaman adalah pihak IB.

Pengejaran LGA kepada IB untuk meminta maaf dilakukan dalam bentuk pertanyaan “Kalau

misalnya Kak Indra ngrasa nggak salah, ngapain takut?” dengan variasi berupa “Jadi kakak merasa nggak salah?” sebanyak 8 kali dalam rekaman berdurasi 12 menit tersebut menimbulkan kecurigaan

bahwa LGA memang bermaksud mendapatkan pengakuan dari IB bahwa IB bersalah dan ingin meminta maaf. Permintaan maaf tersebut kemudian dirasa cukup dan rekaman pun berhenti sampai pada kalimat tersebut. Dari analisis tersebut, diduga LGA sengaja melakukan penyebaran rekaman tersebut karena akhir rekaman tersebut menjadi bukti kuat untuk menuntut IB dan membawanya ke ranah hukum dengan melaporkan IB ke Polda Metro Jaya (pojoksatu.id). Dugaan tersebut juga diperkuat dengan munculnya berita tentang pelaporan LGA dan rekaman tersebut pada tanggal yang sama di media online tersebut, yaitu 29 Januari 2016.

KESIMPULAN & SARAN

LGA telah melakukan FTA yang mengarah ke ancaman pada ruang privasi atau negative face IB. Dengan kata lain, rekaman ini merupakan rekaman yang sudah membuat publik memasuki ranah privasi IB. Sebaliknya, IB sebagai pihak yang merasa terancam berusaha untuk menyelamatkan ‘muka’ dengan melakukan pernyataan yang mengandung FTA yang mengancam citra dirinya sendiri atau ruang privasinya.

Ancaman yang dilakukan LGA tersebut berfokus adanya harapan dari LGA agar IB meminta maaf dan mengakui kesalahannya karena telah melakukan pelecehan seksual yang dilakukan kepada LGA. Akan tetapi, dari kekonsistenan LGA untuk menyerang negative face IB agar meminta maaf menimbulkan kecurigaan bahwa percakapan tersebut sudah memiliki tujuan untuk mengejar pengakuan IB. Dengan demikian, FTA yang dilakukan dengan durasi yang tidak sebentar dapat dilakukan untuk memojokkan tersangka agar membuat tersangka mengakui kesalahannya.

DAFTAR PUSTAKA

Brown, Penelope dan Stephen, C. Levinson. 1987. Politeness, Some Universals in Language Usage. Cambridge: Cambridge University Press.

Cruse, Alan. 2000. Meaning in Language: An Introduction to Semantics and Pragmatics. New York: Oxford University Press.

Mey, Jacob L. 1993. Pragmatics: An Introduction. Oxford: Blackwell. Muhadjir. 2016. Semantik dan Pragmatik. Tangerang: PT Pustaka Mandiri.

Romli, Asep Syamsul M. 2012. Jurnalistik Online: Panduan Mengelola Media Online. Bandung: Nuansa.

---. 2013. “Pengertian Media Massa” yang terdapat dalam situs komunikasi.uinsgd.ac.id yang diakses pada tanggal 9 April 2016.

KONSTRUKSI RESIPROKAL DALAM BAHASA JERMAN DAN VARIASI MAKNANYA