• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keterbatasan KPS — kebutuhan akan rancangan kontrak dan peraturan yang efektif

Kemampuan KPS untuk menciptakan insentif bagi perbaikan pemeliharaan mungkin terbatas dalam situasi tertentu. Hal ini mungkin terjadi dalam hal:

• KPS yang dibiayai pengguna, dalam hal perusahaan KPS yang bersangkutan merupakan penyedia monopoli, atau dalam KPS yang dibiayai pemerintah, apabila standar kualitas dan keselamatan tidak ditetapkan, dipantau dan dilaksanakan dengan saksama. Engel, Fischer, dan Galetovic [#74] mencatat pentingnya pemantauan yang efektif guna mencapai manfaat potensial dari perbaikan pemeliharaan.

• Kontraktor tidak menanamkan modal atau kepentingan inansial yang signiikan dalam proyek terkait, sehingga kontraktor akan memilih untuk melepaskan diri dari kontrak dibandingkan mengeluarkan biaya pemeliharaan yang mahal. Risiko ini dijelaskan lebih jauh dalam Bab 1.4.2: Hal-hal yang Perlu Dipertimbangkan Pemerintah, mengenai bahaya proyek yang dibiayai dengan utang yang terlalu tinggi.

• Menjelang akhir periode kontrak, ketika kontraktor mengetahui bahwa mereka tidak akan meraih manfaat dari investasi pemeliharaan tambahan.

Keterbatasan-keterbatasan ini dapat dimitigasi melalui rancangan kontrak yang tepat sebagaimana dijelaskan lebih lanjut dalam Bab 3.4: Menyusun Rancangan Kontrak KPS.

Referensi Utama: Tantangan Infrastruktur dan Solusi yang Ditawarkan KPS

Referensi Keterangan

Foster, V. & C. Briceño-Garmendia (eds.) (2010) Africa’s Infrastructure: A Time for Transformation, Washington, DC: World Bank French Version: Infrastructures africaines: Une transformation impérative

Menyajikan hasil studi Diagnostik Infrastruktur Negara Afrika atau Africa Infrastructure Country Diagnostic (AICD), sebuah kajian komprehensif mengenai sektor infrastruktur di Afrika. Memerinci tantangan yang dihadapi dalam penyediaan infrastruktur di Afrika, dengan informasi kinerja per sektor. Organization for Economic Co-Operation and Development (2007)

Infrastructure to 2030 Volume 2: Mapping Policy for Electricity, Water and Transport, Paris, France: OECD French Version: Les infrastructures à l’horizon 2030 (Volume 2): Electricité, eau et transports : quelles politiques?

Menyajikan hasil studi 'kebutuhan infrastruktur global', mengkaji tren dan tantangan dalam sektor listrik, air dan transportasi, dan memberikan rekomendasi kebijakan. Mencakup estimasi kebutuhan infrastruktur di negara-negara OECD, serta mempertimbangkan peranan KPS dalam memenuhi kebutuhan tersebut.

Bent Flyvbjerg, Mette Holm & Søren Buhl (2002) Underestimating Costs in Public Works Project: Error or Lie? Journal of the American Planning Association, 68(3) 279-295

Studi global atas 258 proyek transportasi menemukan bahwa biaya aktual rata-rata 28 persen lebih tinggi dibandingkan biaya yang dianggarkan – 65 persen lebih tinggi dalam kasus proyek- proyek di luar Eropa dan Amerika Utara. Makalah ini memberikan penjelasan teknis, psikologis dan politis mengenai hasil-hasil tersebut.

Bent Flyvbjerg, Mette Holm & Søren Buhl (2005) How (In)accurate Are Demand Forecasts in Public Works Projects? The Case of Transportation, Journal of the American Planning Association, 71(2) 131-146

Studi atas 210 proyek transportasi di 14 negara ini menemukan bahwa sembilan dari sepuluh proyek jalur kereta api

melaporkan estimasi arus lalu lintas yang terlalu tinggi sebesar rata-rata 106 persen. Akurasi proyeksi arus lalu lintas juga bervariasi untuk jalan, tetapi secara rata-rata estimasi arus lalu lintas jalan ternyata terlalu rendah.

Bent Flyvbjerg (2007) Policy and Planning for Large Infrastructure Projects: Problems, Causes, and Cures, Environment and Planning B: Planning and Design, 34, 578- 597

Menyajikan ringkasan hasil dan pelajaran yang dapat ditarik dari berbagai studi tersebut di atas, dan karya serupa lainnya – mengapa estimasi biaya dan manfaat proyek infrastruktur berskala besar umumnya tidak akurat.

Tanzi, V. & H. Davoodi (1998) Roads to Nowhere: How Corruption in Public Investment Hurts Growth (Economic Issues 12) Washington, DC: International Monetary Fund

Berkaca pada analisa antar-negara, mengajukan argumen bahwa korupsi menghambat pertumbuhan, dengan meningkatkan investasi publik sementara mengurangi produktivitas – meningkatkan pengeluaran investasi, tetapi membelanjakan pengeluaran yang lebih rendah untuk operasional dan pemeliharaan.

World Bank (2008) Deterring Corruption and Improving Governance in the Water Supply & Sanitation Sector: A Sourcebook

Bab 6 menjelaskan masalah korupsi dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek bermodal besar.

Advisory Council for the American Society of Civil Engineers (2009) 2009 Report Card for America’s Infrastructure, Washington, D.C.

Menetapkan 'peringkat' dan menjelaskan keadaan berbagai jenis infrastruktur di Amerika Serikat. Termasuk estimasi biaya bagi pengguna dan pemerintah akibat standar pemeliharaan yang buruk.

PricewaterhouseCoopers (2005) Delivering the PPP Promise: A Review of PPP Issues and Activity, London

Bab 2 secara ringkas dan jelas menjabarkan keunggulan dan kelemahan penggunaan KPS.

Eggers, W. D. & T. Startup (2006) Closing the Infrastructure Gap: The Role of Public-Private Partnerships, New York: Deloitte

Menelaah kasus KPS, menjelaskan manfaat umum KPS dibandingkan pengadaan tradisional. Juga mengkaji bagaimana pasar KPS umumnya berkembang, mempertimbangkan pengalaman KPS di beberapa sektor (dengan fokus pada negara-negara maju).

Referensi Utama: Tantangan Infrastruktur dan Solusi yang Ditawarkan KPS

Referensi Keterangan

Eduardo Engel, Ronald Fischer & Alexander Galetovic (2008) Public- Private Partnerships: When and How, IDEAS, Centro de Economía Aplicada, Universidad de Chile, Documento de Trabajo 257

Menjelaskan dalam situasi bagaimana KPS dapat memberikan nilai yang lebih baik dibandingkan pengadaan publik tradisional, serta menelaah beberapa argumen umum tetapi lemah mengenai KPS. Juga menjelaskan persyaratan kelembagaan untuk mencapai suatu program KPS yang sukses.

Ronald Fischer (2011) The Promise and Peril of PPPs: Lessons from the Chilean Experience, Working Paper 11/0483, London School of Economics

Menggunakan pengalaman Chile dan negara-negara berkembang lainnya untuk menelaah manfaat dan masalah potensial KPS, serta menawarkan rekomendasi untuk mengatasi masalah-masalah yang umum terjadi. Tim Irwin (2007) Government Guarantees Allocating and Valuing

Risk in Privately Financed Infrastructure Projects, World Bank

Bab 2 menjelaskan "pelajaran dari sejarah' pemberian jaminan pemerintah untuk proyek infrastruktur swasta, dengan kisah

peringatan mengenai pemerintah yang terkena eksposur iskal yang signiikan. Bab 3 menjelaskan alasan pemerintah dapat

mengambil keputusan yang buruk sewaktu menyediakan penjaminan.

Abrantes de Sousa, M. (2011) Managing PPPs for Budget Sustainability: The Case of PPPs in Portugal, from Problems to Solutions, ppplusofonia blogspot, October 30, 2011

Menjelaskan pengalaman KPS Portugal, termasuk adopsi KPS

dalam waktu singkat tanpa pengendalian iskal yang kuat dan risiko iskal terkait. Juga mempertimbangkan bagaimana

pengelolaan KPS yang lebih baik dapat berkontribusi dalam menyelesaikan masalah utang eksternal Portugal.

House of Lords, Select Committee on Economic Affairs (2010) Private Finance Projects and Off- Balance Sheet Debt (HL Paper 63-I) London

Menyajikan ringkasan hasil penyelidikan Select Committee mengenai penggunaan PFI. Menjelaskan program PFI Kerajaan Inggris, metode penilaian kesepadanan nilai dengan biaya proyek PFI, dan bukti dari saksi-saksi dan laporan mengenai pencapaian PFI pada praktiknya.

House of Lords, Select Committee on Economic Affairs (2010) Government Response to Private Finance Projects and Off-Balance Sheet Debt (HL Paper 114) London

Menjabarkan respon HM Treasury atas laporan Select Committee, memberikan perincian dan komentar lebih jauh mengenai praktik-praktik dan pencapaian PFI di Kerajaan Inggris.

Gupta, P., P. Gupta & T. Netzer (2009) Building India: Accelerating Infrastructure Projects, Mumbai, India: McKinsey and Company

Menjelaskan titik kemacetan dalam penyediaan infrastruktur di India dan kemungkinan solusi yang tersedia, termasuk menyoroti beberapa manfaat KPS.

National Audit Ofice (2003) PFI: Construction Performance, Report by the Comptroller and Auditor General HC 371, Session 2002-2003, 5 February, London

Membandingkan proyek-proyek PFI di Kerajaan Inggris dengan survei sebelumnya mengenai proyek konstruksi yang dilaksanakan melalui pengadaan publik, dan menemukan bahwa proporsi proyek PFI yang selesai tepat waktu dan sesuai anggaran lebih tinggi jumlahnya.

National Audit Ofice (NAO) (2009) Performance of PFI Construction, London

Memperbaharui laporan sebelumnya, menambahkan pengalaman hingga tahun 2008.

Infrastructure Partnerships Australia (2007) Performance of PPPs and Traditional Procurement in Australia, Sydney, Australia

Membandingkan 21 proyek KPS dengan 31 proyek infrastruktur yang dilaksanakan melalui pengadaan tradisional, dan

menemukan bahwa kelebihan biaya dan penundaan proyek KPS rata-rata lebih rendah.

Colin Dufield (2008) Report on the Performance of PPP Projects in Australia when compared with a representative sample of traditionally procured infrastructure projects, Melbourne, Australia: University of Melbourne

Membandingkan kinerja biaya dan waktu 25 proyek KPS dengan 42 proyek yang dilaksanakan melalui pengadaan tradisional sepanjang serangkaian pencapaian proyek.

1.4 Pembiayaan KPS

Pengalihan tanggung jawab untuk mengumpulkan pembiayaan investasi infrastruktur ke sektor swasta merupakan salah satu perbedaan besar KPS dengan pengadaan konvensional. Dalam kasus seperti ini, pihak swasta dalam KPS bertanggung jawab untuk mengidentiikasi investor dan menyusun struktur keuangan proyek. Akan tetapi, praktisi sektor pemerintah perlu memahami struktur pembiayaan swasta untuk infastuktur dan mempertimbangkan implikasi potensial struktur tersebut bagi pemerintah. Bab ini:

• Memberikan pengenalan umum mengenai kemungkinan struktur pembiayaan swasta yang tersedia untuk proyek KPS (Bab 1.4.1).

• Menyoroti pokok masalah yang perlu dipertimbangkan pemerintah dalam pengadaan KPS yang dibiayai swasta – dalam arti, cara-cara yang mungkin perlu ditempuh oleh pemerintah untuk memfasilitasi atau mengendalikan prosedur yang ditempuh pihak swasta dalam mengumpulkan pembiyaan, untuk memastikan proyek terkait dapat dilaksanakan dengan sukses (Bab 1.4.2).

• Menjelaskan berbagai peran pembiayaan pemerintah yang berbeda-beda dalam KPS – yaitu, mengapa dan bagaimana permerintah dapat terlibat langsung dalam pembiayaan KPS (Bab 1.4.3) Bab Pembiayaan KPS dalam buku Farquharson et al mengenai KPS di pasar berkembang [#95, Bab 5), memberikan tinjauan umum yang bermanfaat mengenai beberapa topik yang dibahas dalam bab ini.

Kemitraan Pemerintah Swasta: Prinsip-Prinsip Kebijakan dan Pembiayaan karya E.R. Yescombe [#295], dan Investasi Sektor Swasta: Pembiayaan Proyek, Proyek KPS dan Risikonya karya Jeffrey Delmon [#58] merupakan sumber-sumber paling komprehensif yang mencakup berbagai topik pembiayaan KPS. Bab-bab yang relevan dalam buku-buku tersebut, sekaligus tautan ke sumber-sumber tambahan disajikan sepanjang bab ini untuk mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai pokok-pokok permasalahan spesiik.

Referensi Utama: Tantangan Infrastruktur dan Solusi yang Ditawarkan KPS

Referensi Keterangan

Gassner, K., A. Popov & N. Pushak (2009) Does Private Sector Participation Improve Performance in Electricity and Water Distribution?, Trends and Policy Options, No 6, World Bank

Analisa ekonometri komprehensif atas lebih dari 1.200 fasilitas umum di 61 negara berkembang dan transisi. Menemukan

bahwa partisipasi sektor swasta meningkatkan eisiensi dan

standar layanan. Marin, P. (2009) Public-Private Partnerships for Urban Water

Utilities: A Review of Experience in Developing Countries (Trends and Policy Options No. 8) World Bank

Mengkaji pengalaman 65 KPS di sektor air di negara

berkembang, menemukan perbaikan eisiensi dan kualitas

layanan yang konsisten. Jose Luis Guasch (2004) Granting and Renegotiating Infrastructure

Concessions: Doing it Right, World Bank

Menjelaskan secara terperinci bagaimana rancangan KPS yang buruk dan lemahnya pelaksanaan dapat menyebabkan negosiasi ulang dan meningkatkan biaya. Disusun berdasarkan kajian atas pengalaman di Amerika Latin dan Karibia. Di negara- negara tersebut sebagian besar KPS harus dinegosiasi ulang dalam jangka waktu singkat setelah pemberian kontrak. Frauendorfer, R. & R. Liemberger (2010) The Issues and Challenges

of Reducing Non-Revenue Water, Manila, Philippines: Asian Development Bank

Bab 'menyulihdayakan aktivitas pengelolaan air

nonpendapatan" (halaman 34-37) menjelaskan bagaimana kontrak berbasis kinerja dapat digunakan untuk membantu memperbaiki standar pemeliharaan.

1.4.1 Struktur Pembiayaan KPS

Sebagian besar pihak swasta dalam kontrak KPS merupakan badan usaha spesiik yang dibentuk khusus untuk KPS tersebut – seringkali disebut sebagai lembaga khusus atau Special Purpose Vehicle (SPV). Badan usaha tersebut menggalang dana melalui kombinasi ekuitas – yang ditanamkan oleh pemegang saham badan usaha – dan utang dari bank, atau melalui obligasi atau instrumen keuangan lainnya. Struktur pembiayaan merupakan kombinasi dari ekuitas dan utang, serta hubungan kontraktual antara pemegang saham dan kreditur.

Gambar 1.4: Struktur Umum Proyek KPS menggambarkan struktur kontrak dan pembiayaan yang umum bagi proyek KPS. Dalam hal ini, hubungan kontraktual utama pemerintah adalah dengan badan usaha. Struktur ini mungkin dilengkapi dengan perjanjian langsung antara badan pemerintah yang berwenang dengan kreditur; walaupun seringkali hubungan ini terbatas pada ketentuan-ketentuan yang menguntungkan kreditur yang diatur dalam perjanjian KPS, seperti hak turut campur atau jaminan pembayaran utang senior.

Penanam modal awal, yang mengembangkan proposal KPS, pada umumnya disebut sebagai pemegang saham proyek. Pada umumnya penanam modal dapat berupa pengembang proyek, perusahaan teknik atau konstruksi, perusahaan manajemen infrastruktur, dan pemodal swasta. Kreditur dalam proyek PPP di negara-negara berkembang dapat mencakup bank umum, bank pembangunan dan lembaga keuangan multilateral dan bilateral, dan investor lembaga seperti dana pensiun.

Sebagaimana disajikan dalam Gambar 1.4: Struktur Umum Proyek KPS, pada gilirannya badan usaha menjalin kontrak dengan berbagai perusahaan untuk mengelola rancangan dan konstruksi (umumnya dikenal sebagai Kontrak Teknik, Pengadaan dan Konstruksi atau Kontrak Engineering, Procurement and Construction "EPC"), dan operasi dan pemeliharaan (operations and maintenance, "O&M"). Kontraktor- kontraktor tersebut mungkin merupakan ailiasi dari penanam modal. Buku Yescombe mengenai pembiayaan KPS mencakup contoh-contoh struktur KPS untuk berbagai jenis KPS [#295, bab 1.4].

Gambar 1.4: Struktur Umum Proyek KPS

Badan Usaha Perjanjian Pemegang Saham Penanam Modal Kontraktor EPC Kreditur Kontrak EPC Perjanjian Kredit Kontrak O & M Perjanjian KPS Perjanjian langsung Badan Pelaksana Pemerintah Kontraktor O & M

Sebagaimana dijelaskan dalam bab pembiayaan KPS Farquharson et al [#271, halaman 53], investasi modal menganut prinsip “pertama masuk, terakhir keluar” – dalam arti, setiap kerugian proyek pertama- tama ditanggung oleh penanam modal, dan kreditur hanya menanggung kerugian apabila investasi modal hilang sama sekali. Hal ini berarti, penanam modal menanggung risiko yang lebih tinggi dibandingkan pemberi utang, dan membutuhkan imbal hasil investasi yang lebih tinggi.

Pada umumnya, tujuan dari pemegang saham proyek dan penasihat mereka dalam menyusun suatu struktur keuangan adalah meminimalkan biaya pembiayaan proyek. Karena ekuitas lebih mahal dibandingkan utang, pemegang saham proyek menggunakan proporsi utang yang tinggi untuk membiayai suatu proyek.