• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan dalam KPS

Dalam dokumen ppp reference guide bahasa indonesia version 0 (Halaman 138-142)

Sebagian besar negara mewajibkan proyek KPS memenuhi kriteria kelayakan dan kelaikan ekonomi. Seringkali hal ini terjadi karena pemenuhan kriteria tersebut merupakan persyaratan untuk seluruh proyek pemerintah berskala besar, sebagaimana dijelaskan di atas. Dalam kesempatan lain, persyaratan tersebut ditetapkan secara khusus untuk proyek-proyek KPS. Bagaimanapun juga, isi dari penilaian tersebut pada umumnya sama. Contohnya:

• Di Filipina, seluruh proyek infrastruktur berskala besar wajib melewati proses penilaian kelayakan dan kelaikan yang terstruktur dengan baik, yang diruaikan dalam manual referensi terperinci [#205].

Proses serupa pada umumnya juga diwajibkan untuk proyek-proyek KPS.

• Di Chile, Undang-Undang Konsesi tahun 2010 menetapkan bahwa evaluasi sosial atas proyek KPS potensial harus mendapatkan persetujuan Menteri Perencanaan. Evaluasi sosial merupakan salah satu

dokumen yang harus diperiksa oleh Dewan Konsesi sebelum mengizinkan suatu proyek dilaksanakan dalam bentuk KPS.

• Di Indonesia, panduan yang diterbitkan oleh Penjaminan Infrastruktur Indonesia, sebuah badan

usaha milik negara, menetapkan kriteria yang menjadi dasar penilaian atas permintaan penjaminan proyek-proyek KPS. Kriteria tersebut mencakup kelayakan teknis, kelaikan ekonomi, dan daya tarik sosial dan lingkungan hidup.

Tantangan yang umum dihadapi dalam penilaian proyek – seperti bias optimisme – juga terjadi dalam penilaian KPS (lihat Bab 1.3.2 Perencanaan dan Seleksi Proyek yang Lemah), dan harus dihadapi. Bendahara Kerajaan Inggris menerbitkan materi panduan tentang mengatasi bias optimisme. Badan pelaksana juga harus mengingat bahwa pekerjaan yang dilaksanakan dalam menilai kelaikan proyek juga

menjadi dasar bagi penilaian KPS selanjutnya. Deinisi proyek merupakan dasar pengembangan model keuangan KPS serta analisa kelaikan komersial dan iskal, serta analisa kuantitatif kesepadanan nilai

dengan biaya. Penilaian atas kelayakan teknis, keberlanjutan sosial dan lingkungan hidup merupakan

dasar analisa risiko. Estimasi biaya dan permintaan yang dikembangkan untuk mendukung penilaian

kelaikan ekonomi juga akan memberikan masukan awal untuk penyusunan model keuangan dan analisa kesepadanan nilai dengan biaya.

3.2.2 Penilaian Kelaikan Komersial

Setelah suatu proyek dinyatakan layak, langkah selanjutnya adalah mepertimbangkan apakah proyek

tersebut menarik bagi pasar apabila disusun menggunakan struktur KPS? Secara umum, pihak swasta

akan memandang suatu proyek menarik secara komersial apabila proyek tersebut menawarkan imbal hasil keuangan yang layak, dan membebankan tingkat risiko yang pantas bagi pihak swasta.

Penilaian imbal hasil pada umumnya melibatkan analisa keuangan – yaitu, membangun suatu model keuangan proyek dan memeriksa arus kas proyek, imbal hasil, dan kemantapan keuangan. Buku panduan

KPS ADB [#8, halaman 17-18] menyajikan tinjauan singkat mengenai analisa keuangan yang umum diterapkan dalam KPS. Bab mengenai penyusunan struktur keuangan oleh Yescombe [#295] menyajikan

penjelasan yang lebih komprehensif.

Apabila pendapatan dari tarif pengguna melebihi biaya ditambah imbal hasil atas modal yang layak seara komersial, maka proyek tersebut umumnya dipandang menarik secara komersial (dengan syarat risiko yang terkait juga dipandang pantas). Apabila pendapatan dari tarif pengguna tidak mencapai tingkat tersebut, pemerintah dapat menggunakan analisa keuangan tersebut untuk menilai kontribusi

pemerintah yang diperlukan – yang pada gilirannya perlu dinilai sebagai bagian dari analisa iskal yang dibahas dalam Bab 2.4.1: Penilaian Implikasi Fiskal Proyek KPS.

Pemerintah juga umumnya melakukan penilaian minat mitra potensial atas KPS yang diusulkan sebelum memasarkan proyek tersebut. Penilaian ini dapat semata-mata berupa pertimbangan apakah sebelumnya proyek serupa telah dilaksanakan bersama mitra swasta di negara atau wilayah tersebut. Penilaian ini juga dapat meliputi pengujian minat pasar melalui pengenalan ke pasar – yaitu, membawakan presentasi mengenai parameter utama proyek kepada investor potensial (pada umumnya terdiri dari konsep dan struktur awal proyek yang dikembangkan dalam tahap penyusunan struktur yang dijelaskan dalam Bab 3.3: Penyusunan Struktur Proyek KPS) guna mendapatkan pertanyaan dan komentar.

Sumber-sumber di bawah ini menyajikan panduan lebih lanjut mengenai pengenalan ke pasar:

• Bab mengenai pengelolaan hubungan timbal balik dengan sektor swasta karya Farquharson et al

[#95, Bab 8], yang meliputi ‘10 tips terbaik’ untuk melaksanakan kegiatan pengenalan ke pasar yang

berhasil.

• Makalah 4P mengenai ‘pengujian pasar eksploratif’ [#229], yang mencakup berbagai tips, panduan

praktis, dan sebuah studi kasus mengenai kegiatan pengenalan KPS ke pasar di Kerajaan Inggris.

• Bab mengenai analisa opsi pengadaan karya Grimsey dan Lewis [#121, halaman 409-411], yang

menguraikan kegiatan pengenalan ke pasar atas contoh proyek hipotesis untuk pengadaan rumah sakit dalam bentuk KPS.

• Buku Panduan KPS Singapura [#216, halaman 56-57], yang mewajibkan badan pelaksana melakukan pengenalan ke pasar sebelum pra-kualiikasi, dan menetapkan jenis informasi yang harus dibagikan

pada tahap ini.

Pengenalan ke pasar dapat dilakukan oleh badan pemerintah secara langsung, atau didelegasikan kepada konsultan transaksi. Konsultan transaksi yang berpengalaman cenderung mengenal peserta lelang potensial untuk berbagai jenis proyek KPS – pemerintah dapat memanfaatkan hubungan tersebut dengan menggunakan konsultan transaksi untuk menilai minat pasar, yang dapat menghasilkan umpan

balik dari pasar yang lebih jujur dan spesiik dibandingkan yang dapat dihasilkan oleh badan pemerintah

yang tidak berpengalaman. Apabila konsultan transaksi lokal yang berpengalaman tidak tersedia, pemerintah dapat mempekerjakan jasa konsultan dari organisasi keuangan multilateral, seperti jasa

konsultan KPS IFC dan dukungan yang diberikan oleh fasilitas konsultasi KPS Multilateral Investment Fund (MIF).

3.2.3 Penilaian Kesepadanan Nilai dengan Biaya

Tujuan utama sebagian besar pemerintah dalam melaksanakan KPS adalah mencapai kesepadanan nilai dengan biaya dalam menyediakan infrastruktur yang dibutuhkan. ‘Kesepadanan nilai dengan biaya’ berarti mencapai kombinasi manfaat dan biaya yang optimal dalam menyediakan layanan yang dibutuhkan pengguna. Sebagian besar program KPS yang berhasil mensyaratkan penilaian apakah KPS memiliki kemungkinan untuk menawarkan nilai yang lebih tinggi kepada publik dibandingkan dengan pengadaan publik konvensional – seringkali disebut sebagai ‘analisa kesepadanan nilai dengan biaya’. Perbandingan kesepadanan nilai dengan biaya dapat dilakukan untuk proyek KPS yang diusulkan secara khusus. Perbandingan tersebut juga dapat dilakukan pada tingkat program, untuk proyek- proyek yang memiliki karakteristik serupa. Contohnya, manual Bendahara Kerajaan Inggris mengenai

penilaian kesepadanan nilai dengan biaya [#237] menjelaskan bagaimana kesepadanan nilai dengan

biaya seharusnya dinilai baik pada tingkat program maupun proyek – tetapi metodologi tersebut pada akhirnya dipandang berat sebelah dan dibatalkan oleh pemerintah.

Analisa kesepadanan nilai dengan biaya atau Value for Money (VFM) pada umumnya melibatkan kombinasi pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Analisa VFM kualitatif melibatkan pemeriksaan ulang

atas pertimbangan untuk menggunakan KPS – yaitu, mempertanyakan apakah proyek yang diusulkan merupakan jenis yang kemungkinan sesuai untuk pembiayaan swasta, dan apakah tersedia persyaratan

yang diperlukan agar KPS dapat mencapai kesepadanan nilai dengan biaya – contohnya, struktur KPS telah disusun dengan baik, dan diharapkan terjadi semangat persaingan. Hal ini seringkali terjadi pada tahap yang relatif dini dalam pengembangan KPS – oleh karena itu, analisa VFC kualitatif mungkin merupakan bagian dari ‘Penyaringan’ KPS yang dijelaskan dalam Bab 3.1.2: Penyaringan Potensi KPS.

Beberapa program KPS juga mensyaratkan penilaian VFM kuantitatif. Penilaian ini pada umumnya

melibatkan perbandingan opsi KPS yang dipilih dengan suatu ‘Pembanding Sektor Publik’ atau Public Sector Comparator (“PSC”) – yaitu, keadaan proyek tersebut apabila dijalakan melalui pengadaan konsensional. Perbandingan tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara. Cara yang paling umum

adalah membandingkan biaya iskal kedua opsi tersebut – membandingkan biaya yang disesuaikan

dengan risiko yang harus ditanggun pemerintah apabila mengadakan proyek yang sama melalui pengadaan tradisional, dengan perkiraan biaya KPS yang harus ditanggung pemerintah (pra-pengadaan) atau penawaran lelang KPS aktual (pasca-pengadaan). Alternatif lain adalah membandingkan kedua opsi tersebut berdasarkan biaya-manfaat ekonomis – yaitu, mempertimbangkan manfaat KPS yang diharapkan secara kuantitatif dibandingkan dengan pengadaan konvensional dengan mempertimbangkan biaya tambahan yang timbul.

Analisa VFM - terutama penggunaan metodologi ‘pembanding sektor publik’ kuantitatif – telah menjadi

topik perdebatan secara luas. Beberapa pihak mempertanyakan nilai dan relevansi pendekatan PSC,yang dapat terlihat lebih ‘ilmiah’ dibandingkan kenyataannya, dan berpotensi menyesatkan pembuat keputusan; atau sebaliknya, analisa ini mungkin dihasilkan terlambat untuk memberikan masukan nyata

bagi pengambilan keputusan. Laporan World Bank mengenai analisa Kesepadanan Nilai dengan Biaya [#293] menyajikan bukti-bukti atas praktik yang diterapkan oleh beberapa negara, dan tren mengenai

ruang lingkup analisa kesepadanan nilai dengan biaya dan keunggulan relatif pendekatan kuantitatif dan kualitatif.

Pembahasan lebih lanjut mengenai pendekatan untuk menilai kesepadanan nilai dengan biaya, dan keunggulan dan kelemahan relatif pendekatan tersebut, lihat juga:

• Bab ‘seleksi proyek’ Farquharson et al [#95, halaman 41-43], yang menguraikan analisa kesepadanan

nilai dan biaya dan analisa manfaat vs. biaya secara singkat, dan mempertimbangkan manfaat pendekatan kualitatif dibandingkan dengan kuantitatif.

• Artikel Grimsey dan Lewis mengenai KPS dan Kesepadanan Nilai dengan Biaya [#119, halaman 347- 351] mencakup bab mengenai ‘pendekatan terhadap kesepadanan nilai dengan biaya’, menguraikan

contoh pendekatan berbagai negara.

• Publikasi OECD mengenai KPS [#194, halaman 71-72], yang juga menjelaskan berbagai metode yang

digunakan oleh berbagai negara, dalam spektrum kompleksitas, dari semata-mata menggantungkan diri pada kompetisi, hingga analisa lengkap mengenai manfaat vs. biaya atas berbagai opsi pengadaan.

• Buku petunjuk World Bank untuk KPS dalam Penyediaan Jalan dan Jalan Raya menyajikan satu bab mengenai kesepadan nilai dengan biaya dan PSC [#282], yang menguraikan logika di balik analisa

kesepadanan nilai dengan biaya, dan bagaimana PSC diterapkan.

Sisa bab ini secara singkat menjelaskan dan menyajikan sumber daya lebih lanjut bagi pembaca mengenai metodologi penilaian kesepadanan nilai dengan biaya secara kualitatif dan kuantitatif.

Dalam dokumen ppp reference guide bahasa indonesia version 0 (Halaman 138-142)