• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tabel 25 Pendapatan petani dari PHBM

7.4 Kinerja LMDH/KTH dalam Implentasi PHBM

LMDH atau KTH merupakan lembaga yang dengan sengaja dibentuk untuk melaksanakan program PHBM. Kehadiran LMDH di dalam masyarakat diharapkan dapat menjadi wadah bagi berbagai aktivitas sosial ekonomi masyarakat desa hutan. Dalam LMDH umumnya terdiri dari beberapa kelompok tani hutan (KTH) di suatu desa. Anggota dari KTH adalah para petani penggarap yang melaksanakan kegiatan mulai menanam bibit sekaligus menanam tanaman pangan dengan sistem tumpangsari. Petani juga bertugas memelihara tanaman dan mengamankan hutan di lahan (blok) garapannya.

Implementasi PHBM tidak dapat berhenti setelah terbentuknya LMDH di setiap desa hutan. Kelembagaan yang telah dibangun itu masih lemah. Lembaga baru yang sudah dibentuk tidak otomatis dapat berfungsi secara optimal, masih diperlukan adanya kelengkapan struktur pengurus dan pemenuhan kebutuhan kelembagaan yang ada. Aktivitas kelompok sangat dipengaruhi kemampuan pengurus untuk dapat menggerakkan roda organisasi dalam menampung aspirasi dan dinamika masyarakat. Lembaga yang kuat dapat melakukan bargaining position dengan pihak lain, seperti: Perhutani, pemerintah desa, dan para pihak yang terlibat dalam program PHBM.

LMDH dalam PHBM hanyalah salah satu lembaga (institusi) dari sekian institusi yang turut berperan dan menentukan tingkat keberhasilan pencapaian tujuan PHBM. Institusi lainnya yang berpengaruh adalah Perhutani, pemerintah daerah setempat, lembaga swadaya masyarakat, dan komunitas bisnis (investor, pengusaha).

Sebagai sebuah sistem, PHBM menuntut optimalisasi, pengakuan dan kejelasan peran, status dan sifat dari masing-masing institusi yang terlibat dalam implementasi. Perlu disadari bahwa kontribusi yang diberikan oleh institusi- institusi itu memiliki dampak yang signifikan bagi keberhasilan program. Peran

90 lembaga menjadi kunci sekaligus energi bagi berjalannya sistem PHBM dan membuahkan hasil yang diharapkan bersama.

Sebuah organisasi LMDH tidak akan dapat membangun dan memberdayakan komunitasnya, jika organisasi itu sendiri tidak mampu beradaptasi dengan dinamika perubahan yang berlangsung sangat cepat. Oleh karena itu, hal yang paling penting untuk segera dilakukan adalah penguatan institusi. Penguatan LMDH menjadi titik penting bagi upaya mewujudkan tujuan dari implementasi PHBM.

LMDH mempunyai potensi menjadi lembaga yang mampu memberikan peluang bagi petani untuk bisa mengakses sumber daya alam di hutan sekitranya. Potensi ini sangat bergantung pada usaha dan kerja keras dari seluruh jajaran pengurus lembaga dan anggota kelompok tani hutan untuk mampu melakukan perubahan. Peningkatan kesejahteraan rakyat hanya dapat terwujud jika semua lembaga yang terkait berkomitmen untuk melakukan perubahan sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan.

Di wilayah Perhutani BKPH Parung Panjang, terdapat 8 LMDH, dan 27 KTH. Daftar LMDH/KTH dalam wilayah BKPH Parung Panjang dapat dilihat dalam lampiran. LMDH merupakan wadah atau lembaga bagi masyarakat untuk memudahkan pengaturan, koordinasi dan pengorganisasian. Setiap desa dibentuk Lembaga LMDH yang terdiri dari kelompok-kelompok Tani Hutan (KTH). Masing-masing kelompok tani hutan ini membentuk pengurus. Setiap KTH dan LMDH mempunyai anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, yang memuat ketentuan-ketentuan dalam turut mengelola kawasan hutan bersama Perum Perhutani.

Proses implementasi PHBM berlangsung tidak seragam dan dipengaruhi berbagai faktor baik internal lembaga maupun eksternal. Di tiga desa penelitian aktivitas LMDH berbeda-beda kondisinya. Aktivitas kelompok tani yang paling aktif terdapat di LMDH Flora Jaya di Desa Babakan. Ketua LMDH Flora Jaya merupakan petani penggarap yang kegiatan sehari-harinya bekerja di lahan hutan garapannya sekaligus melakukan pemantauan wilayah hutan yang menjadi tanggung jawabnya. Giliran jaga hutan setiap hari juga diberlakukan bagi seluruh petani di blok-blok yang menjadi wilayah garapan petani masing-masing.

LMDH Flora Jaya berusaha melaksanakan fungsi dan tugasnya manajemen lembaga sebaik mungkin. Aktivitas LMDH untuk urusan administrasi diselenggarakan di rumah pengurus LMDH. Kelengkapan administrasi, AD ART,

91 kegiatan-kegiatan lembaga, rapat dicatat dan diarsipkan. Meskipun belum tertata rapih, dokumentasi dari setiap kegiatan sudah tercatat. Permasalahan- permasalahan yang timbul di dalam lembaga diusahakan diselesaikan secara internal lembaga sebelum dibawa ke pihak luar. Termasuk penanganan masalah pencurian skala kecil oleh anggota kelompok.

Penyelesaian kasus pencurian kayu skala kecil yang dilakukan oleh anggota KTH diproses dan diselesaikan secara internal dalam LMDH. Anggota KTH yang mencuri diberikan pemahaman tentang pentingnya kebersamaan dalam menjaga hutan yang menjadi tanggung jawab bersama antara Perhutani dengan kelompok tani. Mereka harus membuat surat pernyataan yang berisi pernytaan tidak akan melakukan pencurian lagi baik di wilayah garapannya atau di wilayah lainnya. Surat pernyataan diketahui oleh pengurus LMDH.

KTH di kampung Hajere, Desa Tapos lebih dahulu terbentuk dan melakukan pembinaan dalam kegiatan kelompok sebelum adanya LMDH di Desa Tapos. Kegiatan kerja sama dengan Perhutani sudah dilakukan oleh KTH andalan yang lebih dahulu terbentuk. Hubungan antara KTH dan LMDH di Desa Tapos kurang harmonis, KTH dengan LMDH terlihat berjalan sendiri-sendiri. Pengurus KTH merasa lebih berpengalaman daripada LMDH yang baru dibentuk belum lama.

Menurut serorang Ketua LMDH, PHBM dianggap masih didominasi mandor Perhutani. Tidak ada transparansi, mandor seenaknya saja tidak memberikan informasi atau berkomunikasi dengan baik kepada penggarap pada saat kegiatan seperti penanaman, penebangan. Uang bagi hasil penjarangan tidak jelas waktu pembagiannya. LMDH hanya kebagian capainya saja, tanggung jawab terhadap keamanan hutan tidak sebanding dengan bagi hasil yang diterima. Aktivitas LMDH d iselenggarakan di rumah ketua LMDH. Beberapa tahun sebelumnya sebenarnya sudah tersedia kantor LMDH di salah satu Kantor Kepala Desa Tapos. Sekarang tidak ada lagi kantor LMDH karena dipakai untuluan keperluan lain sehingga aktivitas LMDH dijalankan di rumah ketuanya.

Mundurnya beberapa penggerak KTH Hajere menjadi indikasi adanya permasalahan dalam pelaksanaan PHBM di lapangan. Ketua KTH Hajere sudah mundur sejak 2008 yang lalu tidak mau lagi meneruskan menjadi ketua KTH, kemudian diganti ketua yang baru. Menurut Ketua yang mengundurkan diri, sampai saat ini tidak ada perkembangan aktivitas yang bisa dilakukan setelah PHBM berjalan selama lima tahun. Bersama dengan para tokoh di desa Tapos

92 dan petani lainnya, mereka mendirikan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) sebuah institusi baru yang dibentuk untuk dapat mengakses salah satu program bantuan modal usaha tani dari Kementerian Pertanian.

LMDH Ciomas sudah lama terbentuk, aktivitas petani disamping tumpangsari banyak juga penduduk yang mengembangkan ternak lebah madu. Pengurus LMDH Ciomas beberapa kali mengajukan usulan usaha produktif budidaya lebah madu. Bentuk usulannya adalah disediakannya kawasan hutan yang akan ditanami pohon yang menghasilkan bunga untuk konsumsi lebah. Sampai sekarang usulan tersebut belum direalisasikan.

Aktivitas LMDH baik untuk urusan administrasi, pertemuan, rapat ada di rumah ketua LMDH. Sebagai Ketua LMDH Ciomas, disamping menjadi pengelola LMDH juga pegiat dalam Forum Komunikasi PHBM. Tetapi usulan yang disampaikan dalam pelbagai forum di Bogor, dan Jawa Barat belum ada tanggapan untuk membantu mengembangkan LMDH yang dikelolanya..

Pembangunan kelembagaan merupakan suatu proses untuk memperbaiki kemampuan suatu lembaga dalam menggunakan sumberdaya yang tersedia berupa manusia dan dana secara efektif. Keefektifan lembaga tergantung pada lokasi aktivitas dan teknologi yang digunakan oleh suatu lembaga. Konsep keefektifan diartikan sebagai kemampuan suatu lembaga dalam mendefinisikan seperangkat standar dan menyesuaikannya dengan tujuan operasionalnya (Israel, 1987).

Dalam penguatan PHBM perlu dilakukan pendekatan komprehensif, antara lain melalui pendekatan sistem sosial budaya, pendekatan pengembangan ekonomi wilayah, dan pendekatan kelembagaan. Dalam pendekatan kelembagaan, disyaratkan adanya mekanisme untuk mengkonversikan aspirasi dan kebutuhan objektif masyarakat. Diperlukan pula kelengkapan kebutuhan kelembagaan, mobilisasi untuk memenuhi tuntutan kebutuhan masyarakat, dan pengaturan wahana struktural organisasi, serta adanya teladan birokrasi dalam melakukan penguatan kapasitas. Dalam konteks perubahan sosial, proses implementasi sistem PHBM dilaksanakan dengan dinamis, tidak seragam di semua wilayah. Implementasi PHBM tidak berada di dalam ruang yang hampa dan steril dari beragam intervensi dan kepentingan.

Lembaga-lembaga yang terlibat dalam pengelolaan hutan sistem PHBM: masyarakat desa hutan (MDH) termasuk di dalamnya petani hutan dan masyarakat secara umum, baik yang merupakan anggota KTH/LMDH maupun

93 yang bukan anggota. Perum Perhutani sebagai badan usaha milik negara yang mendapatkan mandat pengelolaan hutan di Jawa. Pemerintah Desa, Kecamatan, dan pemerintah daerah, petani, dinas / instansi atau pihak terkait yang lain, LSM, investor, pedagang hasil pertanian dan hasil hutan.

Pelaksanaan pembangunan hutan dapat berjalan dengan baik, dengan adanya dukungan dari berbagai pihak. Sumberdaya hutan perlu dikelola dengan bijaksana dengan memperhatikan kepentingan banyak pihak. Hutan tidak menjadi objek saja tetapi sebagai bagian dari subjek pengelolaan Perum Perhutani. Tanggung jawab pembangunan hutan tidak hanya di tangan Perhutani, tetapi juga di tangan instansi/pihak terkait dan masyarakat desa hutan.

Masyarakat Desa Hutan (MDH) adalah masyarakat yang tinggal di dalam dan atau sekitar hutan. Masyarakat desa hutan yang memperoleh kesempatan dan kepercayaan untuk terlibat dalam pengelolaan hutan akan merasa ikut memiliki. Dengan demikian masyarakat akan termotivasi diri untuk ikut menjaga kelestarian sumberdaya hutan meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam pengelolaan hutan.

MDH meliputi petani hutan yang tergabung dalam kelompok tani hutan (KTH) di tiap blok atau petak, tokoh masyarakat yang memiliki pengaruh besar terhadap masyarakat dan kebijakan di masyarakat desa. Kedekatan geografis masyarakat dengan hutan mau tidak mau haurs berinteraksi dengan hutan baik langsung maupun tidak langsung. MDH tidak hanya berinteraksi dengan hutan tapi juga yang mendapatkan akibat secara langsung dari pengelolaan hutan yang dilakukan.

Adanya kelembagaan seperti KTH /LMDH dan aktivitas lembaga tersebut membantu keamanan hutan. Kebakaran hutan merupakan ancaman keamanan yang paling membayakan, sekarang kejadian kebakaran semakin jarang terjadi. Jika ada kebakaran misalnya mereka langsung terlibat dan segera melaporkan kepada Perhutani sehingga dapat ditangani dengan cepat sebelum kebakaran meluas.

Pencurian kayu yang biasa dilakukan oleh petani dapat dikurangi meskipun masih terjadi pencurian. Dengan adanya tanggung jawab sosial untuk menjaga keamanan hutan yang menjadi wilayah garapannya pencurian kayu semakin jarang ditemukan. Sebagian besar anggota kelompok tani merasa mempunyai tanggung jawab keamanan di wilayah garapannya masing-masing, sehingga kasus pencurian di wilayah mereka semakin berkurang.

94 LMDH dituntut untuk terus menerus berada dalam proses pembelajaran, memperbaharui dirinya dan mengembangkan kreativitas-kreativitas sosial ekonomi dalam mewujudkan tujuannya. Dengan demikian LMDH sebagai motivator dan stimulator pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa hutan, tidak tertinggal jauh dari arus perubahan itu sendiri. Masyarakat desa hutan dibekali kemampuan untuk dan memahami potensi diri dan lingkungannya, dibekali kemampuan untuk merumuskan dan merencanakan tujuan yang ingin dicapainya. Kemampuan lain untuk “menjual” nilai tambah yang dimilikinya, dan kesempatan untuk dapat menjalin kemitraan dan kerjasama dengan lembaga, institusi, organisasi lainnya.

Optimalisasi kelembagaan yang menjadi tahapan sangat kritis itu, memerlukan energi yang sangat besar untuk dilakukan. dalam optimalisasi kelembagaan ini, diperlukan adanya peningkatan kapasitas kelembagaan yang terlibat dalam PHBM, baik itu Perum Perhutani, jajaran institusi pemerintah, dan lembaga terkait lainnya, sehingga semua penyelenggaraan kegiatan terkoordinasikan dengan baik, sinergis dan secara berkelanjutan. Masalahnya, masing-masing institusi tersebut memiliki kepentingan dan alur kerja sendiri atau ego sektoral yang terkadang sulit untuk diselaraskan.

Untuk bisa berkembang LMDH dituntut untuk terus menerus dalam proses pembelajaran, memperbaharui dirinya dan mengembangkan kreativitas- kreativitas sosial ekonomi dalam mewujudkan amanah yang dibebankan kepadanya. Dengan demikian LMDH sebagai motivator dan pendorong pemberdayaan masyarakat desa hutan, mampu mengantisipasi arus perubahan yang terus berlanjut.

LMDH dan masyarakat desa hutan perlu dibekali kemampuan untuk mengenali, menggali dan memahami potensi diri dan lingkungannya. Lembaga ini juga mampu untuk merumuskan dan merencanakan tujuan yang ingin dicapainya, mengevaluasi kinerjanya, dan mampu menjual nilai tambah yang dimilikinya. LMDH harus memiliki kemampuan dan kesempatan untuk dapat menjalin kemitraan dan kerjasama dengan lembaga, institusi, organisasi serta warga bangsa lainnya.

Proses penyusunan rencana dilakukan secara bersama oleh semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan hutan, dengan proses yang partisipatif. Semua pihak yang terlibat duduk bersama, saling terbuka dan berkomitmen sama untuk mewujudkan kelestarian hutan dan kesejahteraan masyarakat. Dalam proses

95 tersebut dapat digali potensi dan peluang, kendala-kendala yang ada dalam melaksanakan pembangunan hutan, sehingga dapat dicari jalan keluar yang terbaik yang menguntungkan semua pihak yang terlibat. Alternatif pemecahan masalah ini yang kemudian disusun sebagai rencana partisipatif dalam pengelolaan hutan. Rencana partisipatif ini menjabarkan kegiatan-kegiatan dalam pengelolaan hutan yang meliputi kegiatan teknik kehutanan, pengembangan kelembagaan, pengembangan ekonomi dan sosial kemasyarakatan.

Menurut Awang (2001), sangat penting untuk memperkuat organisasi masyarakat pengelola social forestry agar mereka memahami dengan benar hak dan kewajiban atas sumberdaya hutan. Dengan institusi sosial yang kuat, piranti organisasi dan norma-norma yang benar yang dibangun di dalam institusi sosial masyarakat program community forestry dapat berlangsung dengan baik. Kelembagaan bukan hanya sebatas pada membentuk organisasi masyarakat, tetapi harus lebih menjangkau batas-batas yuridiksi atas lahan, permodalan, dukungan kebijakan, dan pemberdayaan yang demokratis.

Penguatan institusi lokal harus dilaksanakan sebagai sarana untuk meleburkan peran dan tanggung jawab semua pihak (Perum Perhutani, masyarakat, pemda, investor). Pengembangan institusi bisa dimulai dari proses membangun mekanisme lembaga musyawarah di tingkat desa, kelompok kerja kehutanan di tingkat kecamatan sampai kabupaten. Diperlukan fasilitasi munculnya peraturan daerah dan peraturan lokal tentang desentralisasi dan devolusi pengelolaan sumber daya hutan yang sesuai dengan kondisi nyata di lapangan.

Devolusi pengelolaan hutan diharapkan dapat mendekatkan perencanaan dan pengawasan pada masyarakat desa hutan (MDH), Perhutani, dan pemerintahan lokal sekaligus secara bertahap mengubah struktur Perhutani dari “penguasa” menjadi pelayan publik. Dengan demikian akan mendekatkan struktur kekuasaan dengan struktur sosial dan pemerintahan lokal. Kebijakan yang dilaksankan harus disesuaikan dengan kondisi spesifik lokal daerah.

Kendala utama dalam pengembangan lembaga adalah terhentinya atau terputusnya proses pengembangan kelembagaan, yang akhirnya mengalami kegagalan. Proses pengembangan kelembagaan merupakan rangkaian dari proses panjang, rumit meskipun tidak berurutan, harus ada dalam sebuah proses

96 pemberdayaan masyarakat. Diperlukan komitmen kuat, kesabaran, dan keuletan luar biasa untuk dapat terus menerus mengembangkan lembaga.

Para pihak yang berkaitan dengan program PHBM selain Perum Perhutani adalah pemerintahan desa, investor, LSM, Forum Komunikasi PHBM. Perum Perhutani merupakan pihak yang diberi kewenangan oleh negara melalui Departemen Kehutanan untuk melakukan pengelolaan hutan di wilayah hutan negara. Perhutani memiliki perangkat yang dapat menjangkau seluruh kawasan hutan dan memahami kondisi hutan yang dikelolanya. Perhutani harus terlibat langsung sebagai pengelola dan penerima manfaat ekonomi dari produksi hasil hutannya.

Pemerintah desa sebagai pemangku wilayah administratif memiliki kewenangan dalam pengambilan kebijakan di wilayahnya serta memiliki kekuatan sosial dalam mengatur masyarakatnya. Pada umumnya di desa hutan para perangkat desa atau yang biasa disebut perangkat desa merupakan tokoh yang memiliki pengaruh dan sebagai panutan bagi masyarakat yang desa.

Investor merupakan pihak yang menginvestasikan atau menanamkan modalnya untuk kegiatan pengelolaan hutan, baik untuk pengembangan tanaman kayu maupun hasil hutan nonkayu. Investor mempunyai peran yang sangat potensial untuk bisa mengembangkan program. Pelaku bisnis mempunyai keterlibatan yang tidak langsung dengan hutan tapi merupakan pihak yang memiliki peran besar dalam pemasaran hasil hutan. Pihak lain yang berperan dalam pemasaran hasil pertanian dan kehutanan adalah koperasi petani. Koperasi petani berfungsi sebagai penampung produk pertanian dari para petani dan penyedia kebutuhan para petani seperti pupuk, benih, obat-obatan pemberantas hama dan lain-lain.

Lembaga swadaya masyarakat merupakan lembaga yang dapat mendampingi petani dalam melakukan negosiasi dengan pihak lain melalui advokasi. LSM dapat pula dapat menjadi mediator yang menjembatani kepentingan petani dan pihak luar. Fasilitasi dapat juga dilakukan lembaga ini untuk mengakses sumber daya alam, modal, dan pasar.

Forum Komunikasi PHBM (FK PHBM) adalah lembaga desa yang mewakili kepentingan masyarakat desa hutan untuk memberi masukan-masukan berkaitan dengan pelaksanaan program PHBM. FK PHBM berfungsi melakukan koordinasi dan mengkomunikasikan informasi-informasi yang berkait dengan pengelolaan hutan dalam pelaksanaan PHBM. FK PHBM mempunyai tugas

97 untuk membina, mengawasi, mengevaluasi LMDH dan KTH dalam pengelolaan hutan.