KONTRAK ASURANSI
A. Kontrak dan Asuransi
Hukum kontrak (contract of law, overeenscomstrecht) merupakan ”perangkat hukum yang hanya mengatur aspek tertentu dari pasar dan mengatur jenis perjanjian tertentu” (Lawrence M. Friedman, 2001 : 196). Menurut Michael D. Bayles mengartikan bahwa hukum kontrak adalah sebagai aturan hukum yang berkaitan dengan pelaksanaan perjanjian atau persetujuan (Michael D. Bayles, 1987 : 143).
Hukum kontrak dapat dikatakan sebagai keseluruhan kaidah‐kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Hukum kontrak diatur dalam buku III KUHPdt, yang terdiri dari 18 Bab, mulai dari pasal 1233 sampai dengan pasal 1864 (632 pasal). Adapun hal‐hal yang diatur dalam buku III ini, sebagai berikut:
a. Perikatan pada umumnya (pasal 1233 sampai dengan pasal 1312) yang meliputi: sumber perikatan; prestasi; penggantian biaya, rugi, dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perikatan; dan jenis‐jenis perikatan.
b. Perikatan yang dilahirkan dari perjanjian (pasal 1313 sampai dengan pasal 1351) yang meliputi ketentuan umum, syarat‐syarat sahnya perjanjian; akibat perjanjian, dan penafsiran perjanjian.
c. Hapusnya perikatan (pasal 1381 sampai dengan pasal 1456) yang hapusnya dapat disebabkan oleh: karena pembayaran; penawaran pembayaran tunai yang diikuti dengan penyimpanan atau penitipan; pembaruan utang; perjumpaan utang atau kompensasi; percampuran utang; pembebasan utang; musnahnya barang terutang; kebatalan atau pembatalan; berlakunya syarat batal; kedaluarsa.
d. Jual beli (pasal 1457 sampai dengan pasal 1540) yang meliputi: ketentuan umum; kewajiban sipenjual; kewajiban sipembeli; hak membeli kembali; jual beli piutang, dan lain‐lain hak tak bertubuh.
e. Tukar menukar (pasal 1541 sampai dengan pasal 1546).
f. Sewa menyewa (pasal 1547 sampai dengan pasal 1600) yang meliputi: ketentuan umum; aturan‐aturan yang sama berlaku terhadap penyewaan rumah dan penyewaan tanah, aturan khusus yang berlaku bagi sewa rumah dan perabot rumah.
g. Persetujuan untuk melakukan pekerjaan (pasal 1601 sampai dengan pasal 1617) yang meliputi: ketentuan umum; persetujuan perburuhan pada umumnya; kewajiban majikan; kewajiban buruh; macam‐macam cara berakhirnya hubungan kerja yang diterbitkan karena perjanjian; dan pemborongan pekerjaan.
h. Persekutuan (pasal 1618 sampai dengan pasal 1652) yang meliputi: ketentuan umum; perikatan antara para sekutu; perikatan para sekutu terhadap pihak ketiga; dan macam‐macam cara berakhirnya persekutuan.
i. Badan hukum (pasal 1653 sampai dengan pasal 1665).
j. Hibah (pasal 1666 sampai dengan pasal 1693) yang meliputi: ketentuan umum; kecakapan untuk memberikan hibah dan menikmati keuntungan dari suatu hibah; cara mengibahkan sesuatu; penarikan kembali dan penghapusan hibah.
k. Penitipan barang (pasal 1694 sampai dengan pasal 1739) yang meliputi: penitipan barang pada umumnya dan macam penitipan; penitipan barang sejati; sekestrasi dan macamnya.
Dasar-dasar asuransi jiwa dan asuransi kesehatan
l. Pinjam pakai (pasal 1740 sampai dengan pasal 1753) yang meliputi: ketentuan umum; kewajiban orang yang menerima pinjaman; dan kewajiban orang meminjamkan. m. Pinjam meminjam (pasal 1754 sampai dengan pasal 1769) yang meliputi: pengertian
pinjam meminjam; kewajiban orang yang meminjamkan; kewajiban sipeminjam; dan meminjam dengan bunga.
n. Bunga tetap atau abadi (pasal 1770 sampai dengan pasal 1773).
o. Perjanjian untung‐untungan (pasal 1774 sampai dengan pasal 1791) yang meliputi: pengertiannya (dalam pengertian inilah yaitu pada pasal 1774 menyebutkan bahwa pertanggungan atau asuransi menjadi bagian dari perjanjian untung‐untungan); persetujuan bunga cagak hidup dan akibatnya; perjudian dan pertaruhan.
p. Pemberian kuasa (pasal 1792 sampai dengan pasal 1819) yang meliputi: sifat pemberina kuasa; kewajiban sikuasa (penerima kuasa); kewajiban pemberi kuasa; dan macam‐macam cara berakhirnya pemberian kuasa.
q. Penanggung utang (pasal 1820 sampai dengan pasal 1850) yang meliputi: sifat penanggungan, akibat‐akibat penanggungan antara siberutang dan sipenanggung; akibat‐akibat penanggungan antara siberutang dan sipenanggung, dan antara para penanggung sendiri; hapusnya penanggungan utang.
r. Perdamaian (pasal 1851 sampai dengan pasal 1864). Perdamaian atau perjanjian perdamaian merupakan perjanjian yang dibuat oleh para pihak yang bersengketa. Kedua belah pihak sepakat untuk mengakhiri suatu konflik atau perselisihan yang timbul diantara mereka, baru dikatakan sah damai jika dibuat dalam bentuk tertulis.
1. Pengertian kontrak
Kontrak atau perjanjian adalah suatu persetujuan yang mengikat secara hukum antara dua pihak atau lebih. Perjanjian itu meliputi suatu janji atau serangkaian janji untuk melakukan satu atau beberapa tindakan, dimana janji atau janji‐janji tersebut dibuat oleh hanya satu pihak pada kontrak, atau semua pihak yang terlibat.
Istilah kontrak sering diartikan sebagai suatu perjanjian yang dapat dipaksakan secara hukum (an agreement enforceable at law) dan banyak juga suatu perjanjian yang tidak dapat dipaksakan didepan hukum, sebagai contoh apabila seorang setuju untuk makan malam di rumah makan dan mengingkari janji atau kontrak tersebut, dalam hal ini hukum tidak dapat dipaksakan dalam perjanjian tersebut. Apabila suatu kontrak dengan bentuk perjanjian khusus, maka dapat dipaksakan secara hukum.
Pengadilan sering menyatakan bahwa sebuah kontrak memerlukan suatu “wujud kesepakatan bersama (manifestation of mutual assest)” untuk menyatakan ide dari persetujuan dan untuk memperjelas bahwa hukum tidak mencoba untuk menegaskan pernyataan pikiran yang aktual dari pihak‐pihak yang melakukan kontrak. Hukum hanya berkaitan dengan kata‐kata atau tindakan‐tindakan yang dapat dilihat. Biasanya adanya kata sepakat dapat dibuktikan dengan pembuatan tawar menawar dari masing‐masing pihak.
65 Kontrak Asuransi
2. Asuransi adalah perjanjian
Pasal 246 KUHD dan UU No. 2 Tahun 1992 Bab‐I, pasal 1, menyebutkan bahwa asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian ..., dan perjanjian ini harus dibuat secara tertulis dalam suatu akte yang dinamakan polis (pasal 255 KUHD). Sebagai suatu perjanjian ia tunduk pada ketentuan‐ketentuan yang terdapat dalam buku III KUHPdt yang dimulai dari pasal 1313.
Pasal 1313 (Buku‐III, Bab‐2, Bagian‐1) KUHPdt menyebutkan bahwa: “suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.
Dalam hal perjanjian asuransi pihak‐pihak yang saling mengikat diri tersebut adalah penanggung dan tertanggung. Setelah kedua belah pihak saling mengikatkan diri maka antara kedua belah pihak terjadi suatu perikatan. Perikatan adalah hubungan hukum antara dua pihak yang saling mengikatkan diri melalui perjanjian.
Dalam perjanjian atau persetujuan kedua belah pihak saling berjanji untuk memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu janji yang demikian itu dinamakan perjanjian atas beban. Bila kewajiban itu hanya ada pada satu pihak saja, maka perjanjian tersebut dinamakan perjanjian cuma‐cuma.
Perjanjian atau persetujuan adalah suatu peristiwa, sesuatu yang kongkrit yang dapat kita lihat, kita dengar bahkan kalau perjanjian itu dituangkan dalam suatu naskah dan dapat dijadikan pegangan.
Sebaliknya suatu perikatan adalah suatu hubungan hukum. Sesuatu yang abstrak, jadi tidak dapat kita lihat atau kita dengar. Hubungan kedua belah pihak dalam suatu perikatan adalah hubungan hukum, karena hak kedua belah pihak dijamin oleh hukum atau undang‐undang.
Kata kontrak yang sering kita jumpai dalam kehidupan sehari‐hari, adalah perjanjian atau persetujuan yang mempunyai arti lebih sempit, karena yang dimaksud disini adalah perjanjian atau persetujuan yang tertulis saja.
Kontrak sering diartikan sebagai suatu perjanjian. Ada kontrak yang dapat dipaksakan dan tidak dapat dipaksakan didepan hukum, tetapi kontrak dalam asuransi sangat berbeda dalam penerapannya.
Salah satu aspek yang amat penting dalam kontrak adalah pelaksanaan kontrak itu sendiri, bahkan dapat dikatakan justru pelaksanaan kontrak inilah yang menjadi tujuan orang‐orang mengadakan kontrak, karena dengan pelaksanaan kontrak tersebut pihak‐pihak yang membuatnya akan dapat memenuhi kebutuhannya, kepentingannya serta pengembangannya.
Kontrak kalau dilihat dari wujudnya merupakan rangkaian kata‐kata yang mengandung janji‐janji atau kesanggupan‐kesanggupan yang diucapkan atau Dasar-dasar asuransi jiwa dan asuransi kesehatan
dituangkan dalam bentuk tulisan oleh pihak‐pihak yang membuat kontrak, dan dalam kontrak tercantum hak‐hak dan kewajiban‐kewajiban dari pihak yang membuatnya.
Dalam kontrak asuransi jiwa, disebutkan bahwa kontrak yang dilakukannya yaitu antara Penanggung (Perusahaan asuransi) dengan Pemegang Polis. Pemegang polis adalah orang atau badan hukum yang mengadakan penjanjian tersebut. Sedangkan Tertanggung adalah orang atas jiwanya diadakan pertanggungan, artinya secara individu Tertanggung dapat menjadi atau dalam kedudukan sebagai Pemegang polis. Adapun yang dimaksud Penanggung adalah Badan usaha perusahaan asuransi itu sendiri, jadi bukan dalam bentuk perorangan atau individu.
3. Bentuk Kontrak (Contract form)
Terdapat sejumlah alasan‐alasan teknis untuk menyatakan bahwa kontrak informal harus dibuat secara tertulis, sebab manusia sering tidak dapat dipercaya. Kontrak yang dibuat secara tertulis akan lebih aman bagi para pihak dan juga lebih mudah untuk membuktikannya.
Dalam praktek khususnya pada kontrak asuransi yang temporer pada umumnya kontrak yang ditegakkan secara lisan, contoh pada asuransi cargo, sehingga jika terjadi klaim maka proses pembuktiannya akan dapat menimbulkan sengketa.
Sebuah kesepakatan dapat menjadi ilegal karena kesepakatan itu pertentangan dengan hukum, dilarang oleh UU. Pertentangan aturan‐aturan yang dinyatakan secara jelas, melawan kebijaksanaan umum atau kepentingan umum. Adapun kesepakatan dapat dikatakan elegal seperti: kesepakatan dalam pengendalian perdagangan atau monopoli; kesepakatan yang sangat memberatkan; Kesepakatan dalam judi/pertaruhan dan kesepakatan‐kesepakatan untuk merugikan atau menghilangkan nyawa orang lain adalah merupakan kesepakatan‐kesepakatan yang tidak sah secara umum. Hukum tidak akan membantu pihak manapun juga dalam sebuah kesepakatan yang tidak sah, dalam kedua belah pihak tidak dapat memaksa pihak lain yang manapun juga untuk memenuhi perjanjian dalam kontrak tersebut.
Namun bagaimana pun juga UU kadang‐kadang dibuat atau ditulis untuk melindungi pihak‐pihak tertentu, sebagai contoh yang menentukan keabsahan kontrak asuransi adalah kontrak yang dikeluarkan oleh penanggung, sedangkan pemegang polis, tertanggung atau termaslahat diwajibkan untuk memenuhi atau mematuhi aturan‐aturan dalam kontrak tersebut. Bentuk dari kontrak tersebut menjadi kontrak sepihak (unilateral contract).