• Tidak ada hasil yang ditemukan

Memetakan Kebar: Topografi, Ekologi, dan Demografi

Lembah Kebar dikenal dengan nama ‘niek jirouw’, yang berarti ‘tanah datar’

atau ‘lembah’ dalam bahasa kelompok masyarakat adat di wilayah tersebut, masyarakat Mpur. Lembah Kebar terletak di bagian kepala burung Provinsi Papua Barat, diapit oleh pegunungan Tamrau di utara dan pegunungan Arfak di selatan. Lembah ini berupa padang rumput sabana dan hutan-hutan yang masih asli dengan sistem sungai yang kaya yang membuat tanah sekitarnya menjadi subur. Ada banyak sungai besar yang mengairi lembah ini termasuk Sungai Kasi, Api, dan Apriri.

Lembah Kebar dihuni oleh sejumlah suku seperti Mpur, Ireres and Miyah, dimana bahasa yang digunakan menggunakan dialek campuran. Di dalam Suku Mpur sendiri terdapat tujuh kelompok marga. Suku-suku ini memiliki hubungan perdagangan, sosial, dan ekonomi yang kuat satu sama lain, termasuk juga hubungan pernikahan antar suku. Tanggung jawab lembah Kebar jatuh pada Suku Mpur, namun peran suku ini dalam kehidupan masyarakat adat yang lebih luas tidak dapat diremehkan. Orang-orang Mpur berada di garis depan dalam melawan perluasan wilayah operasi PT. BAPP karena banyak tanah adat dan sumber daya mereka yang menjadi target ‘eksplorasi’ dan pembukaan lahan.

Burung pun Tak Ada Lagi 124

Suku Mpur terdiri dari tujuh sub-suku:

1. Mpur Ajiw terdiri dari Marga Anari, Awori, Atai, Aremi, Aropi, Awabiti, Ayeri, Abiri, dan Arwam.

2. Mpur Mawabit, terdiri dari Marga Jambuani, Asimi dan Api.

3. Mpur Dru, terdiri dari Marga Ariks, Kebar, Anjai dan Ajoi.

4. Mpur Manabuat, terdiri dari Marga Wasabiti, Inam, Awuri, Amawi, dan Duri.

5. Mpur Maniun, terdiri dari Marga Neori, Majiwi, Ambuak, Rumbesu, Bame, Bijanawi dan Waniopi.

6. Mpur Masam, terdiri dari Marga Maniun dan Manimbu.

7. Mpur Mawabuan, terdiri dari Marga Ajembuani, Asentwoi, Asiar, Ajokwapi, Mafiti, Songgreri, Ani dan Amuapon.1

Masyarakat adat yang tinggal di Lembah Kebar sangat dekat dengan alam mereka. Kedekatan ini terlihat jelas ketika mereka bercerita tentang alam mereka. Mereka memandang hutan sebagai ibu yang memberi kehidupan dan kesehatan bagi mereka, nenek moyang mereka, dan anak cucu mereka.

Tanah dan hutan ini adalah mama saya yang selalu saya hidup dan makan dari situ. Tanpa hutan dan tanah, sa mati. Sa dan keluarga, dan orang lain yg tinggal di rumah hidup di tanah dan air. KA

Bagi saya, hutan itu adalah kehidupan bagi saya dari nenek moyang juga hidup di hutan. Sebelum ada obat, pasti obat-obatan ambil dari hutan. Sebelum ada tanaman semua ambil dari hutan. Mereka dulu hidup di hutan, sampai sekarang ini kami harus hidup di hutan. Biar ada tanaman sekarang, tapi makanan pokok ada di hutan. Di hutan juga ada tali buat minum air minum seperti tali rotan, tali susu, enau dan banyak lagi. KR

Kedekatan ini juga terlihat dari kemampuan mereka mengolah tanaman-tanaman hutan menjadi obat alami untuk menyembuhkan berbagai penyakit,

1 Suara Papua, 8 December 2019, “Lembah Kebar dalam Deru Perubahan Simbolik: Analisa Kepentingan Aksi Tolak PT. BAPP,” <suarapapua.com/2019/12/08/lembah-kebar-dalam-deru-perubahan-simbolik-analisa-kepentingan-aksi-tolak-pt-bapp/>.

Mendengarkan Suara Perempuan Adat 125

menjadi alat tradisional yang mereka mereka dalam mencari kebenaran tentang sesuatu hal, dan dalam menyampaikan pesan kepada sesama mereka.

Ini juga gambar ramuan daun merah ‘nibua bi’. Kalau bahasa Indonesia biasa bilang daun sagu. Ini kalau sakit pakai kita pung ramuan, sakit batuk, rematik, darah mati, panas. [Daun] ini hidup sendiri di hutan. KM

“Daun gatal ada 3 macam: daun gatal babi dan daun gatal biasa. Dulu orang tua sakit, tidak ada obat, jadi pakai daun gatal untuk gosok. Kegunaan pohon kayu susu dipakai untuk obat malaria. Getah itu dipakai untuk mengobati batuk. KX

[Simbol diri saya] pohon kayu besi. [Pohonnya] tumbuh sendiri. Kita orang Papua ada semua kayu besi. [Kayunya] dipakai untuk membangun rumah, dipakai jadi obat untuk mencari kebenaran lewat dia pu getah.Tangan dimasukkan ke getah. Kalau tangannya terbakar, berarti orangnya bersalah.

Kalau tidak terjadi apa-apa, berarti dia yang benar. KZ and RO

[Simbol diri saya] tali pesanan. Dulu orang tra bisa baca tulis, belum ada surat, belum ada bolpoin. Dulu misi Injil, mereka jalan, ikat tali untuk berjalan.

Misalnya ada ikat, maka ini sudah 3 hari, maka kembali 3 hari [kemudian]. RG Dalam kesehariannya, masyarakat adat di Lembah Kebar hidup dengan memanfaatkan kekayaan alam yang ada di hutan adat mereka. Para perempuan adat biasanya berkebun menanam makanan-makanan pokok lokal, seperti petatas, kasbi, pisang, rica, gedi, kangkung, dan lain-lain dengan tujuan untuk dikonsumsi keluarga dan dijual di kampung mereka bila produksinya berlebih.

Mereka juga memiliki kebun yang berisi pohon-pohon berbuah untuk dijual, seperti pisang, pepaya, kelapa, matoa, dan langsat.

Mama punya kebun pisang dan keladi. Dia punya hasil buahnya untuk dimakan dan mama usaha sampingan dengan bikin kripik lalu dijual. Buahnya juga kalau ada keluarga yang datang, kami kasih. Pisang 1 bungkus besar 5000, yang kecil 1000. KQ

Selain berkebun, mereka juga memanfaatkan hasil hutan mereka dengan berburu binatang liar, seperti babi dan rusa, memancing berbagai ikan di sungai-sungai yang mengelilingi kampung mereka, seperti gastor, gabus toraja,

Burung pun Tak Ada Lagi 126

nila, dan lele. Beberapa binatang ini juga mereka ternakkan dan pelihara di belakang rumah mereka untuk menambah pendapatan mereka.

Dari hasil babi ini kita jaga baik berarti hidup semua. Kalau ada yang butuh, maka beli babi. Kalau babi sedang, 3 juta, 5 juta, 8 juta, 10 juta. Dari hasil babi itu kita dapat kaget karena dong datang, langsung dapat uang besar. KK Mereka juga menjual kayu-kayu berkualitas yang banyak ditemukan di hutan-hutan adat mereka, seperti kayu besai dan matoa, ketika ada permintaan dari orang-orang yang ingin membangun rumah. Selain itu, mereka juga menjual Rumput Kebar yang banyak tumbuh liar di wilayah. mereka. Rumput ini hanya terdapat di wilayah Kebar dan memiliki banyak manfaat bagi kesehatan sehingga sering digunakan masyarakat adat sebagai obat alami, terutama untuk penyubur kandungan.2 Beberapa perempuan juga mengolah hasil hutan mereka menjadi noken dan dompet rajut.

Saya menikah tahun 1998. Tinggal dengan laki [suami] 5 tahun, tidak dapat anak sampai sa pu bapa punya orang-orang, dong, marah bapa. Kaka perempuan yang di Atai ini, dia kasih obat, Rumput Kebar ini sudah. Akhirnya saya dapat anak. Sa pu anak 7. KP

Saya biasa jual Rumput Kebar dapat 100 ribu. Kalau 1 kilo biasa 500 ribu satu kantong plastik. KR

Selain memanfaatkan hasil alam, banyak dari mereka juga memiliki pekerjaan lain dengan menjadi pegawai tetap di kantor-kantor pemerintahan, menjadi pejabat kampung, atau juga menjadi pegawai honorer atau paruh waktu di posyandu, sekolah, dan gereja. Di waktu-waktu luang, Sebagian juga berjualan makanan di depan rumah mereka seperti donat maupun membuka kios dan menjual sembako dan minuman-minuman ringan yang mereka beli dari Manokwari.

2 Bursatriannyo, 2 Desember 2013, “Rumput Kebar Peningkat Kesuburan Kandungan,” Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, <perkebunan.litbang.pertanian.go.id/rumput-kebar-peningkat-kesuburan-kandungan/>. A. I. Rusyawardani dkk., 2020, Effect of kebar grass (biophytum petersianum) extract on the seminiferous tubules in male mice (mus musculus) treated with 2,3,7,8-tetrachlorodibenzo-p-dioxin (tcdd). Advances in Animal and Veterinary Sciences 8, no. 5: 519-523, <nexusacademicpublishers.

com/table_contents_detail/4/1410/html>.

Mendengarkan Suara Perempuan Adat 127