• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perusakan Lingkungan dan Mata Pencaharian Lokal

Pengoperasian perkebunan kelapa sawit di bagian Boven Digoel ini telah berdampak pada kerusakan lingkungan alam. Berbagai dampak dari kehadiran perkebunan, termasuk penggundulan hutan, perubahan iklim lokal, hilangnya keanekaragaman hayati serta pencemaran air dan darat.

[Perusahaan] babat hutan, ambil kayu-kayu yang bisa diproduksi dalam pabrik itu. Jadi kayu yang tidak diproduksi itu tidak bisa diambil, yang produksi itu diambil begitu. Akhirnya kita lihat kejadian itu cuaca langsung tidak bagus, berubah. Yang tadi ada bicara itu seperti ikan-ikan banyak mati sekali, pabrik itu kan dia dudukkan di sungai, di pinggir Sungai Digul. Jadi banyak sekali ikan-ikan mati, kemarau panjang yang kebakaran itu. Kebakaran itu seperti kita punya rawa sagu, biasa orang asli Papua kan makan sagu, pada saat itu juga terbakar habis. Terpaksa kita mau makan dari mana lagi. BA

Burung pun Tak Ada Lagi 88

Kehadiran perusahaan juga mengubah pola makan masyarakat adat setempat. Penggundulan hutan yang marak terjadi di wilayah mereka membuat mereka sulit mendapatkan sagu, pisang, dan hasil buruan, makanan-makanan pokok yang biasanya tinggal mereka ambil dari hutan adat mereka. Akibatnya, masyarakat adat, terutama anak-anak, kini mulai mengonsumsi nasi dan makanan ringan yang dibawa masuk oleh perusahaan ke kampung mereka.

Sekarang kita sudah lepas makanan alam, karena kita ini su kerja di perusahaan.

Kita yang datang ini karyawan. Jadi kita pung makanan alam itu sudah mulai hilang, babi su mulai hilang, sagu hilang. BR

Dulu saya masih kaki merah [tanpa alas kaki] sudah hidup di hutan, makan buah di hutan, makan rotan. Sa pergi berburu dengan om saya. Babi di belakang rumah dulu masih dapat, sekarang sudah susah karena pengaruh bunyi-bunyian suara kendaraan perusahaan. Jadi, binatang takut, mereka lari ke dalam hutan. Kalau dekat-dekat rumah sudah tidak ada. BN

Dulu orang tua saya tu kasih makan dari alam, sekarang tu anak anak sudah makan jajajan banyak, dibawa sama perusahaan ... dulu pisang bagus di Boven, sebelum perusahaan masuk. Sekarang pisang tidak bagus-bagus. Ada hanya satu satu yang bagus. Baru, anak anak kita sekarang makan nasi, kalau makan sagu perut sakit. Orang tua dulu tinggal di hutan, tapi badan besar besar, pikiran bagus. Tapi ini, tinggal di rumah batu tapi pikiran kosong. BA

“Dulu masih anak-anak, kita dikasih makan sagu dan kita kasih minum ASI;

anak anak badengar [patuh dengan perkataan orang tua]. Tapi jaman sekarang ini perusahaan masuk. Saya punya 3 anak, saya kasih makan sagu, jadi mereka dengar. Tapi, saya pung anak yang bungsu ini tidak badengar karena kasih susu kaleng, bikin bodoh. Pengaruh makanan-makanan ringan kah ini apa?

Perusahaan ada bawa. Kita punya suara hati cuma alam yang tahu. BG

Tak hanya itu, masyarakat adat setempat juga kini tak bisa lagi menikmati keindahan alam mereka. Burung-burung hutan sudah mulai hilang setelah karyawan perusahaan dengan sengaja memburu dan membunuh burung ini. Dulunya, wilayah hutan adat mereka adalah lokasi di mana burung-burung hutan ini suka berkumpul dan bermain.

Mendengarkan Suara Perempuan Adat 89

2014 itu bapak pernah jalan. Burung-burung itu cari hutan, jalan berkerumun, berkelompok-kelompok. Bapak pernah pergi sama langsung bilang, “Hari ini saya punya tanah rusak, kasih keluar mobil. Saya mau lihat saya tanah yang sudah rusak, tanah dan hutan yang sudah rusak.” Langsung dikasih keluar mobil, ada sopir yang mengantar untuk jalan keliling dusun itu. Burung-burung yang tinggal kelompok-kelompok saja, jadi mobil jalan dong tidak terbang, langsung dong geser saja, mobil lewat ... Jadi Bapak pulang, Bapak dia menangis karena pergi lihat burung-burung yang sedang cari tempat ....

Jadi, ranting kayu yang patah begini, dorang [burung-burung] naik itu malam hari, dong tinggal saja di kayu-kayu itu. Dong berlindung di kayu-kayu saja, burung-burung itu. Ada kalanya dong tidur saja di tanah, tidak di atas pohon .... Akhirnya, dorang langsung buat kamp-kamp begitu, perusahaan buat untuk karyawan masuk. Karyawan masuk, burung-burung yang ada itu langsung dong musnahkan. Binatang yang di dalam lain hanya tinggal terdampar saja begitu ... Malam itu karyawan-karyawan tinggal jalan, ada yang pakai kayu, busur, senapan. Dong bunuh binatang itu kasih habis. Sekarang saya pergi lihat, itu sudah tidak ada semua, binatang sudah sepi. Tidak ada burung yang suara lagi. Tinggal lihat pohon kelapa sawit saja. BA

Seperti diutarakan BA, kerusakan lingkungan alam dan perubahan iklim lokal akibat perkebunan kelapa sawit menyebabkan merajalelanya wabah malaria,

Di Kampung Subur ini, sudah kena malaria mix [tropika dan tertiana], sampe geger otak...Dulu hutan masih ada, penyakit habis di hutan, tapi ini hutan su tidak ada...Anak yang meninggal itu kan pengaruh malaria berdarah. Yang langsung dikenal, langsung badan semua panas, langsung mencret, itu sampai anak saya juga meninggal. Terus kita masuk itu wabah masih serang terus.

Sampai nanti kita masuk di 2012, perusahaan masuk ini. Itu kita mulai merasa berat, perubahan besar sekali. Cuaca mulai berubah itu lain-lain, seperti musim panas, kita tidak kenal musim panas, musim hujan juga. Kita mau kenal yang mana panas, yang mana hujan juga salah-salah. Jadi datangnya penyakit itu malaria, itu bahasa medisnya mix 1, 2 dan 3. Bisa bikin anak itu macam stres kah, begitu. Tahu malaria mix itu dari medis yang biasa bicara.

Kehadiran perkebunan kelapa sawit juga membuat masyarakat adat setempat kini kesulitan untuk mengenali batas-batas wilayah mereka. Mereka

Burung pun Tak Ada Lagi 90

juga sulit untuk melihat tanda-tanda alam karena burung-burung penanda musim sudah mulai hilang.

Sampai saat ini baru kita rasa, alam yang dulu kita rasa ada, dia punya tanda-tanda alam. Kita dengar suara suara burung berarti itu musim panas. Sekarang ini musim panas, tidak ada tanda-tanda alam, sudah rusak dengan masuknya perusahaan. Air sudah tercemar. Dulu udara bagus, sekarang sudah rusak ....

Mama sudah tidak bisa hafal [batas-batas] lagi. Dulu kan ada batas-batas.

Ada kali, dari kali ini ke kali itu punya orang. Yang ini rawa sagu, batas ini, ada marga lain. Jadi kita tahu batas-batas itu dari rawa, kali, pohon, itu yang bisa kita tahu. Sekarang sudah tidak bisa kenal lagi, karena sawit semua ....

Itu ke sana pergi lihat, pohon kelapa sawit saja, jadi di situ mama tidak tahu mama punya batas. Sudah tidak tahu. BG

Aih, tidak kenal [batas-batas wilayah]. Habis kan kali-kali kecil sudah tutup semua, kita mau kenal apa? Tanah sudah tutup semua, pohon semua sama, kita mau kenal apa? Jadi, sawit yang sekarang sudah tanam itu sudah tinggi, hampir 2 meter lah. BA

Limbah perkebunan yang dibuang ke sungai-sungai sekitar juga membuat masyarakat adat tak bisa lagi mengandalkan hasil pancingan untuk menambah pendapatan mereka.

Kami makan dari hasil Sungai Kio. Orang tua besarkan kami dengan ambil ikan, udang di sungai .... Saat ini Sungai Kio sudah rusak, tidak ada ikan yang mau korek [makan umpan] cacing, padahal dulu hanya cacing. Sekarang harus pakai daging udang. Kalau cacing, biar sampai busuk tidak ada ikan yang makan. BN

Saya suka pancing di Kali Digul. Pancing pake pisang masak, dapat gurame dan kura-kura. Sekarang perusahaan masuk, Kali Digul sudah tidak baik.

Kita pancing sudah susah dapat. BM

Dulu lihat kali yang begitu indah itu. Bukan kali indah lagi ini, air kabur yang turun. Yang dulu kan jernih, kita bisa lihat ikan di dalam. Udang ada jalan, ikan ada jalan. Tapi pergi lihat kali yang namanya ada Kali Mil itu, dulu itu air jernih, kita bisa lihat ikan udang jalan di bawah, tapi sekarang sayang.

Pergi lihat air kabur .... Macam Kali Bian itu, dia punya ikan itu jalan di atas kulit air, ikan koloso itu jalan, ini saya sendiri yang amati. Kalau kita buang

Mendengarkan Suara Perempuan Adat 91

pancing itu dapat. Itu ikan terlihat. Kalau sekarang, perusahaan ada itu, perusahaan ada setengah mati. Ikan, buaya, itu semua hilang .... Penghasilan sangat berkurang itu. Penghasilan yang dulu itu ikan banyak. Sekarang bisa jalan satu hari, satu atau dua ekor itu cukup. Yang dulu kita bisa isi sampai noken penuh, tidak mampu pikul, biasa teman-teman bantu isi dalam tali baru pikul bawa pulang. Penghasilan yang dulu itu bisa kita ambil banyak. Tapi penghasilan yang sekarang tidak bisa kita ambil yang banyak-banyak lagi. Ada kalanya sampai dapat dua, tiga; yang dulu biasa sampai 20-50 ekor itu sudah tidak ada. BA

Respons Komunitas terhadap Ekspansi Industri