• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bagan 5.1 Perjuangan Perempuan dalam Bidang Ekonomi Perjuangan Perempuan

5.3.1.3 Meningkatkan Taraf Hidup

Manusia dalam kehidupannya senantiasa menginginkan kesejahteraan. Manusia menginginkan agar seluruh kebutuhan hidupnya terpenuhi. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya tersebut, manusia melakukan suatu kegiatan dalam bentuk usaha. Banyak usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan taraf hidup manusia. Mulai dari meningkatkan tingkat pendidikan, harta, tahta atau jabatan dan status sosial serta masih banyak faktor lain yang menjadikan manusia selalu berlomba-lomba meningkatkan taraf hidupnya demi mencapai kesempurnaan hidup.

Melalui tingkat pendidikan yang biasanya sekolah hanya sampai lulus SMP dan SMA lalu kerja atau nikah, kini berusaha meningkatkan pendidikan hingga kuliah dan mendapatkan gelar sarjana atau bahkan hingga sampai ke

jenjang S2 dan S3. Hal ini dapat meningkatkan taraf hidup manusia tentunya, banyak orang percaya bahwa kalau pendidikan yang didapatkan semakin tinggi maka semakin besar pula kesempatan hidupnya untuk meningkat. Hal ini terutama terjadi pada mereka yang bergelar PNS (Pegawai Negeri Sipil), karena tingkat pendidikan merupakan hal yang sangat berpengaruh dalam peningkatan golongan jabatan seorang PNS, dan bila golongan jabatan meningkat maka itu berarti menandakan sebuah peningkatan taraf hidupnya, apalagi bagi PNS Guru atau Dosen yang telah mendapatkan sertifikasi.

Meningkatkan taraf hidup dengan harta, harta bisa didapatkan dengan cara bekerja, bekerja apa saja terutama dengan cara yang halal dapat meningkatkan taraf hidup manusia, mulai dari kerja yang bersifat individu/kelompok atau wiraswasta hingga bekerja kepada institusi pemerintahan yang berbasis negeri atau PNS. Bekerja merupakan salah satu cara agar manusia dapat mencukupi kebutuhan hidup, dengan bekerja bisa mendapatkan uang untuk membeli makanan guna menghilangkan rasa lapar, uang bisa digunakan untuk membeli sandang guna menutupi tubuh dan juga dengan uang seseorang bisa mendapatkan papan (tempat tinggal) atau bisa disebut dengan rumah. Itulah tiga hal yang merupakan kebutuhan primer manusia yaitu, pangan, sandang dan papan.

Perjuangan perempuan dalam meningkatkan taraf hidup dapat dalam novel Entrok melalui tokoh Sumarni dan 86 melalui tokoh Anisa, Bu Danti, dan Cik Aling. Entrok dalam teks bisa diartikan sebagai simbol wanita sekaligus sebagai simbol perubahan. Hal itu didasarkan pada pembacaan atas teks secara mendalam. Entrok tersebut merupakan simbol wanita memiliki makna ganda, baik ketika ia

berdiri sebagai simbol yang utuh dan independent tanpa dikaitkan dengan teks, maupun ketika dikaitkan dengan teks secara keseluruhan. Jika dikaitkan dengan teks, entrok tersebut adalah simbol peran wanita yang terbatas hanya di ruang domestik (privat). Simbol entrok dalam teks juga dapat dimaknai sebagai simbol perubahan peran wanita dari ruang domestik ke ruang publik dan dari wanita tradisional menjadi wanita modern.

Benda bernama entrok yang ada dihadirkan lewat tokoh Tinah dalam teks menjadi sebuah motif yang selanjutnya mampu merubah pandangan tokoh Sumarni tentang kerja keras. Keinginan yang kuat untuk memiliki entrok membuat tokoh Sumarni menjadi pekerja keras dengan mendobrak pakem ilok ora ilok sekaligus perlahan-lahan bisa lepas dari kemiskinan yang dapat dilihat pada kutipan novel berikut,

Pagi itu kami berangkat ke pasar, tanpa menyinggung rencanaku nguli. Simbok sudah yakin aku tak akan melakukan hal yang ra ilok. Padahal dalam hati aku tetapbertekad akan nguli. Akan kutinggalkan Simbok saat dia sibuk mengupas singkong-singkong Nyai Dimah. Aku akan pergi sebentar-sebentar. Setiap selesai ngangkat barang, aku akan kembali sebentar mengupas singkong. Imbok akan mengira aku kebelet atau bermain dengan anak-anak pasar (En, 2010:35).

Dalam perkembangan selanjutnya, tokoh Sumarni memiliki kapabilitas dalam menghadapi lingkungan sosial di sekitarnya dengan penuh kreasi. Pada akhirnya dia tumbuh menjadi wanita dengan pribadi yang ulet dan memiliki keinginan yang kuat untuk terus maju. Meskipun begitu, dia tetap tidak bisa sepenuhnya lepas dari sikap pasrah, nrima, ikhlas, dan sabar dalam menghadapi situasi tertentu sebagai laku wanita Jawa.

Dilihat dari status ibu bekerja, tampak bahwa ibu bekerja lebih berani daripada ibu rumah tangga dalam mengemukakan pendapat. Hal ini dipahami barangkali karena ibu bekerja terbiasa dala posisi dituntut untuk lebih mandiri dalam mengambil keputusan terkait hal-hal yang dihadapi di tempat kerja. Selain itu, ibu bekerja lebih berani berjuang untuk mencapai kesejahteraan. Dengan kata lain, ibu bekerja mendapatkan wawasan berkenaan dengan hal-hal berkaitan dengan perbaikan kesejahteraan.

Anisa bekerja di kantor pengadilan sebagai juru ketik, sama dengan Arimbi. Anisa adalah pegawai negeri yang menerima gaji setiap bulannya. Suaminya juga adalah seorang pegawai negeri. Gaji mereka berdua sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Anisa mendapatkan uang sampingan untuk meningkatkan taraf hidupnya. Dari hasil sampingan tersebut Anisa bisa membeli sebuah rumah mewah, mobil, dan berlibur bersama keluarganya setiap tahun, seperti pada penggalan novel berikut ini,

Sepanjang malam Arimbi memikirkan kata-kata Anisa. Pantas saja dia punya semuanya, kata Arimbi dalam hati. Arimbi menyebutnya satu per satu. Rumah, mobil… bahkan ada dua mobil di rumahnya, handphone bagus, jam tangan bagus, tas dan sepatu yang macam-macam bentuknya, bisa jalan-jalan, bisa naik pesawat. Arimbi ingat Bu Danti dan segala yang dia punyai. Mobil Bu Danti lebih bagus daripada Anisa. Honda jazz warna merah. Pasti rumahnya juga lebih bagus daripada rumah Anisa. Bu Danti tidak berlibur ke Bandung, tetapi ke Singapura. Jangan-jangan itu juga jatah dari pengacara, pikir Arimbi (86, 2011:71).

Bu Danti bekerja di kantor pengadilan. Dia juga seorang pegawai negeri. Selain itu, Bu Danti memegang jabatan struktural sebagai ketua seksi panitera persidangan. Bu Danti adalah atasan Arimbi dan Anisa. Bu Danti menyelewengkan jabatan yang dianugerahkan kepadanya. Melalui jabatan ini, Bu