• Tidak ada hasil yang ditemukan

Struktur Fisik, Ras, dan Relasi Gender Novel Maryam 1 Struktur Fisik

Tabal 4.9 Data Perjuangan Perempuan dalam Bidang Hukum

4.2 Analisis Realitas Fiks

4.2.3 Realita Fiksi Novel Maryam 1 Struktur Plot Novel Maryam

4.2.3.2 Struktur Fisik, Ras, dan Relasi Gender Novel Maryam 1 Struktur Fisik

Keberadaan tokoh cerita dalam novel Maryam dapat diidentifikasi dari deskripsi fisik, ras, dan relasi gender. Novel Maryam digerakkan oleh tokoh Maryam. Tokoh Maryam dikonotasikan sebagai penggerak alur utama dalam teks. Pengarang memberikan kapasitas ruang lebih sehingga tokoh ini mampu mengeksplorasi peranannya secara maksimal. Tokoh Maryam memiliki kapabilitas dalam menghadapi lingkungan sosialnya dengan kreasi sehingga mempermudah langkah dalam mengambil posisi di tengah-tengah lingkungannya.

Maryam adalah tokoh utama wanita dalam novel ini yang namanya juga dijadikan sebagai judul. Maryam adalah sosok wanita yang cerdas, tegar, kuat,

keras kepala, namun ia juga seorang wanita biasa yang ramah, penyayang, lembut dan perasa. Maryam awalnya adalah seorang Ahmadi yang baik, hingga akhirnya ia keluar dari Ahmadi saat menikah dengan Alam secara diam-diam. Setelah menyadari kekeliruannya menikah dengan Alam, dia kembali lagi menjadi keluarga Ahmadi dan menikah dengan Umar. “Maryam menikah dengan Alam tanpa memberitahu orangtuanya lagi. Semua sudah jelas, pikirnya” (My, 2012:40). Alam adalah penyebab konflik dalam cerita ini. Konflik cerita mulai bergerak dengan memunculkan tokoh Alam secara flashback dalam kehidupan Maryam. Pertemuannya dengan Maryam sampai kepada kandasnya pernikahan Maryam dengan Alam. Alam digambarkan sebagai seorang laki-laki yang tidak tegas dalam mengambil keputusan. Semua keputusan bergantung pada ibunya. Dia bekerja sebagai karyawan di perusahaan konstruksi. Dia bukan orang Ahmadi. Sebenarnya, Alam juga sosok yang penyayang dan perhatian.

Pak Khairuddin juga ikut membangun alur cerita. Pak Khairuddin adalah sosok ayah yang sangat luar biasa. Dengan sikapnya yang tegas dan cukup keras, namun ia juga seorang ayah yang penyayang. Ia juga peduli terhadap orang lain dan pribadi yang mandiri. Dia generasi kedua dalam keluarganya yang memeluk Ahmadi. “Maryam ingat bapaknya selalu menyumbang banyak. Sudah sepatutnya bagi orang yang punya usaha sendiri hingga bisa membeli pikap…Bapak dan ibu Maryam memberikan dengan penuh keikhlasan, katanya untuk tabungan akhirat” (My, 2012:64).

Umar adalah anak Pak Ali dan Bu Ali. Umar terlahir dalam keluarga Ahmadi. Umar adalah seorang anak yang penurut, pekerja keras, dan penyayang.

Hal ini dapat dilihat saat ayahnya meninggal dunia, Umar menemani ibunya di rumah dan meneruskan usaha ayahnya yang akhirnya semakin maju. Umar aktif memperjuangkan nasib pengikut Ahmadi yang terusir dari kampungnya sendiri. Umar sempat berkuliah di Udayani Jurusan Sastra Inggris. Dia tidak sempat menyelesaikan skripsinya karena ayahnya meniggal dunia. Dia menikah dengan Maryam, semula dia menikah hanya untuk membahagiakan ibunya, namun pernikahan itu berubah menjadi pernikahan yang penuh cinta. “Bersama seseorang yang awalnya dinikahi hanya untuk membahagiakan ibunya” (My, 2012:180) .

4.2.3.2.2 Struktur Ras

Struktur ras tokoh cerita dalam novel Maryam adalah orang Lombok yang bersuku Sasak. Ini dapat diidentifikasi dengan menggunakan beberapa bahasa daerah yang digunakan di dalam novel ini. Juga setelan sarung Sasak yang dipergunakan Maryam ketika dia menikah dengan Umar. Misalnya dalam percakapan Maryam dan Nur di bawah ini:

“Sai aran side?” tanya salah saru perempuan itu pada Maryam (My, 2012:191).

“Berembe kabar, Nur?” tanya Maryam. Sengaja ia gunakan bahasa Sasak agar mereka cepat akrab kembali sebagaimana dulu saat masih bertetangga.

“Solah,” jawab Nur (My, 2012:192).

Dalam upacara perkawinan Maryam dan Umar ditampilkan menu makanan khas Lombok yaitu pelecing. Juga menjadi menu utama di restoran yang mereka kunjungi di Praya. Pelecing adalah makanan khas Lombok, berupa kangkung dan sambal, disajikan bersama ayam bakar yang dikenal sebagai ayam

taliwung. Ini semua merujuk kepada ras masyarakat Lombok. Lokasi yang terdapat dalam novel ini juga merujuk kepada keberadaan masyarakat Lombok.

Maryam tidak menamakan anaknya dengan nama-nama agama, menunjukkan bahwa dia mencintai tanah kelahirannya. Dia memberi nama anaknya Mandalika, nama yang berasal dari Lombok. Nama itu diambil dari cerita Mandalika. Cerita yang sering didengarnya di Gerupuk. Tentang seorang putri cantik yang diperebutkan dua raja dari dua kerajaan besar. Perang besar akan terjadi. Tapi Mandalika memilih pergi. Mengorbankan diri agar perang tidak terjadi. Tragedi ini diabadikan dengan upacara Nyale. Nyale adalah upacara di pantai selatan Lombok yang lahir dari legenda Putri Mandalika. Digelar setahun sekali, biasanya pada bulan Februari atau Maret. Saat itu cacing laut muncul di permukaan dan masyarakat memburunya.

4.2.3.2.3 Relasi Gender

Prinsip relasi gender yang menimbulkan pro dan kontra adalah tingkatan kedudukan kaum minoritas dan mayoritas. Secara global, kaum minoritas (di dalam novel ini diwakili oleh pengikut Ahmadiyah), lebih rendah kedudukannya dari kaum mayoritas (di dalam novel ini diwakili oleh umat Islam keseluruhan). Ajaran Ahmadi dianggap sesat dan mereka diusir dari rumahnya sendiri. Bahkan mayatnya pun tidak boleh dikuburkan di pemakaman umum. Posisi prinsip relasi gender tersebut dapat diidentifikasi dari kutipan berikut ini.

Sesaat kemudian terdengar suara berisik dari arah jalan. Barisan orang- orang muncul. Memasuki jalan kecil. “Usir! Usir!” teriak mereka.

Terdengar bunyi „brak‟ dan „klontang‟. Mereka melempar sesuatu ke rumah yang dilewati. Rumah orang tua Maryam nomor empat dari ujung

jalan. Itu artinya mereka akan segera sampai.semua orang kini berdiri bersiap-siap. Pintu rumah ditutup rapat. Ibu Maryam mengunci dari dalam. Hanya laki-laki yang ada di luar. (My:224-225)

Relasi gender antara anak dan orang tua terlihat dalam dua pola, yaitu anak yang patuh kepada orang tuanya dan anak yang melawan kepada orang tuanya. Anak yang patuh kepada orang tuanya dapat dilihat dari hubungan relasi gender antara Umar dengan ibunya. Dia mau menikahi Maryam yang sudah janda demi untuk membahagiakan ibunya. Dia juga memilih berhenti kuliah setelah ayahnya meniggal, demi menemani ibunya dan melanjutkan usaha yang telah dirintis ayahnya. Contoh lain adalah Maryam yang setelah bercerai dari Alam. Dia memenuhi keinginan orang tuanya untuk menikah dengan pemuda sesama Ahmadi, yaitu Umar.

Relasi gender anak yang melawan kepada orang tuanya dapat dilihat dalam kehidupan Gamal. Setelah dia pulang dari Banten untuk menyelesaikan penelitian skripsinya, Gamal kehilangan kepercayaannya terhadap ajaran Ahmadi. Setiap kali diajak oleh ibunya untuk pengajian, dia tidak mau. Katanya karena banyak tugas yang harus diselesaikannya. Dia juga sering tidak pulang ke rumah. Dia sering menginap di rumah kawannya. Sampai akhirnya, dia pergi meninggalkan rumah dan tidak pernah kembali lagi. Seperti pada kutipan berikut:

Gamal benar-benar tak pulang. Bapak-ibunya telah putus asa mencari. Datang ke kampus. Bertemu dosen-dosen dan mahasiswa-mahasiswa. Tak ada yang tahu soal Gamal. Lagi pula, semua teman seangkatannya sudah jarang berada di kampus. Semua sibuk mengerjakan tugas akhir, bahkan banyak yang sudah lulus. Orang tuanya juga datang ke teman-teman SMP atau SMA, ke siapa pun yang mereka anggap kenal dengan Gamal. Tak ada yang tahu. (My: 29)

Secara keseluruhan, relasi gender dalam novel Maryam terjadi antara suami dengan istri, baik dalam keluarga sesama Ahmadi maupun keluarga yang berbeda keyakinan. Di dalam keluarga Ahmadi, konflik suami-istri tidak pernah terjadi. Pernikahan berjalan langgeng dan bahagia. Sebaliknya, dalam keluarga yang menikah berbeda keyakinan, konflik suami-istri tidak dapat diredam yang selalu diakhiri perceraian.

4.2.3.3 Struktur Ruang dan Waktu Novel Maryam