• Tidak ada hasil yang ditemukan

Struktur Ruang dan Waktu Novel Maryam 1 Struktur Ruang

Tabal 4.9 Data Perjuangan Perempuan dalam Bidang Hukum

4.2 Analisis Realitas Fiks

4.2.3 Realita Fiksi Novel Maryam 1 Struktur Plot Novel Maryam

4.2.3.3 Struktur Ruang dan Waktu Novel Maryam 1 Struktur Ruang

Penggunaan ruang tempat dalam novel ini meliputi Bandara Selaparang, tempat pesawat Maryam mendarat; Surabaya, tempat Maryam kuliah; Jakarta, tempat Maryam bekerja dan bertemu dengan Alam hingga akhirnya menikah; Gerupuk, kampung halaman Maryam; Gegarung, tempat keluarga Maryam tinggal setelah diusir dari Gerupuk; Sumbawa tempat keluarga Umar sebelum pindah ke Mataram; Bali, tempat Maryam berbulan madu; dan Lombok, di Gedung Transito tempat pengungsian kaum Ahmadi.

Gerupuk, merupakan salah satu latar tempat dalam novel ini. Gerupuk digambarkan berada di pinggir pantai, dengan ombak tinggi. wisatawan berkunjung ke sana karena tertarik dengan ombak tersebut untuk berselancar. Gerupuk tidak mempunyai pantai yang berpasir putih seperti umumnya pantai- paitai lain yang berjajar di pesisir pulau Lombok. Di sana hanya ada dermaga tempat para nelayan menjual hasil tangkapannya. Tokoh Maryam banyak menghabiskan hidupnya tinggal di sini, mulai dari lahir sampai dia tamat SMA.

Gerupuk hanyalah kampung kecil di sudut timur pesisir selatan Lombok. Nyaris tak dikenal. Peta-peta wisata hanya menggambarkan Kuta sebagai satu-satunya nama tempat disepanjang garis pantai itu. Baru tahun-tahun belakangan, ketika orang-orang asing mulai mengetahui ada ombak tinggi di kampung ini, Gerupuk mulai di datangi. Itu pun hanya oleh mereka yang ingin mencari kepuasan berdiri di papan selancar, menakhlukkan ombak yang bergulung tinggi...

Tak ada keistimewaan lain yang ditawarkan Gerupuk selain ombak tinggi itu. Ia tak punya pantai indah beerpasir putih, sebagaimana pantai- pantai lain yang berjajar di pesisir ini. Gerupuk adalah deretan erahu- perahu nelayan, Bau amis ikan, dan nelayan-nelayan yang berkulit legam. Setiap orang hidup dari tangkapan ikan, udang, atau teripang. (My, 2012:41)

Gegerung, merupakan latar yang juga banyak muncul di dalam novel. Gegerung adalah tempat tinggal kebanyakan orang Ahmadi, termasuk keluarga Maryam setelah mereka mengalami pengusiran di Gerupuk. Perumahan di Gegarung ini khusus dibangun oleh orang-orang Ahmadi yang terusir dari kampung mereka. Rumah ini dibangun dari hasil sumbangan yang dikumpulkan oleh organisasi. “Meski terpisah dari rumah-rumah penduduk lain, tanah yang dihuni orang-orang Ahmadi itu termasuk kampung Gegerung. Sekitar satu setengah kilometer jauhnya dari perkampungan utama Gegarung, dipisahkan oleh sawah-sawah padi dan sungai”. (My, 2012:83)

Latar Gedung Transito muncul setelah keluarga Ahmadi diusir dari Gegarung dan mesjid organisasi dilarang untuk dipergunakan. Latar cerita terpusat di Gedung transito. Mulai dari Maryam yang bolak-balik ke gedung tersebut, kehidupan para pengungsi, sampai seluruh kegiatan keagamaan kaum Ahmadi yang terpusat di sana, sejak mesjid organisasi tidak boleh dipergunakan lagi. Mereka mengadakan pengajian, dan sholat bersama di gedung tersebut. Keadaan gedung tersebut juga dipaparkan secara jelas.

Gedung Transito kian hari terasa kian sesak. Barang-barang bertambah: baju dan aneka perkakas. Kamar sempit yang disekat dengan kain itu, kini terlihat penuh tumpukan barang. Enam bayi telah lahir di pengungsian ini...(My, 2012:266)

Lalu wartawan-wartawan itu minta izin untuk berkelilng ke seluruh ruangan. Mengambil gambar ruangan besar yang disekat- sekat untuk menjadi kamar, mewawancarai orang-orang yang bertemu di dalam. Lalu mereka keluar ke arah dapur. Melihat orang-orang memasak di dapur yang digunakan bersama-sama, juga mengintip kamar mandi dan tempat mencuci. (My, 2012:269)

Penggunaan ruang cerita dalam novel Maryam terjadi dalam dua masa, yaitu masa kini dan masa lalu. Masa kini dan masa lalu dapat diidentifikasi dari dua pola, yakni penanda tahun dan penanda waktu.

4.2.3.3.2 Struktur Waktu

Penanda tahun terlihat dari pencantuman nama bulan yang diikuti tahun untuk menandai tindakan dan kejadian. Misalnya, cerita dimulai dari Januari 2005 dengan ditandai oleh kepulangan Maryam ke kampung halamannya karena bercerai dengan Alam. Hal ini dapat diidentifikasi pada pengalihan struktur waktu cerita, dari masa kini ke masa lalu dalam proses pernikahan Alam dengan Maryam yang diceritakan secara mundur pada akhir tahun 2000. sebagaimana terlihat dalam kutipan berikut ini.

Januari 2005. Apa yang diharapkan oleh orang yang terbuang pada sebuah kepulangan?ucapan maaf, uangkapan kerinduan, atau tangis kebahagiaan?

Tidak semuanya bagi Maryam. Ia pulang tanpa membawa harapan. Ia bahkan tak punya bayangan apa yang akan dijumpainya di kampung halaman. Ia tak berpikir apakah kedatangannya amasih ada yang menantikan, atau malah akan menghidupkan kembali sisa kemarahan. Ia juga tidak tahu apa yang akan dilakukannya di sana. Akankah ia hanya singgah sesaat lalu segera kembali terbang entah ke mana atau akankah ia tinggal selamanya? Entahlah ... Ia hanya ingin pulang. Itu saja. (My, 2012:13)

Di samping penggunaan penanda tahun, novel Maryam juga menggunakan penanda waktu, seperti pagi, siang, sore, dan malam. Secara keseluruhan, penanda waktu siang mendominasi struktur waktu cerita. Penanda waktu yang lain juga digunakan tetapi waktu penggunaan tidak terus-menerus, bergantung pada keperluan, misalnya waktu malam untuk pengajian, istirahat, dan memberi nasehat kepada anak. Waktu sore digunakan untuk beribadah, pengajian, dan pelaksaaan pernikahan. Waktu pagi digunakan untuk berangkat bekerja, jalan- jalan, dan memulai aktifitas.

Penggunaan penanda waktu tidak hanya didominasi oleh penanda waktu kekinian. Novel Maryam memiliki penanda waktu masa lalu. Hal ini dapat diidentifikasi dari penghubungan keadaan Maryam masa kini dengan keadaan Maryam masa lalu. Hal ini terlihat dari karakter Maryam yang mengenang masa kecilnya saat ia bersama teman-temannya menjajakan gelang dan kalung untuk sekedar menambah uang jajan. Hal ini terlihat dari kutipan sebagai-berikut:

...Ada juga yang tak butuh waktu terlalu lama untuk membeli. Mereka tersentuh oleh wajah memelas anak itu. Cepat-cepat membeli artinya juga segera bisa menikmati liburan mereka tanpa diganggu oleh pedagang kecil itu lagi. Karena jika tidak, anak itu akan mengikutinya sampai dagangan itu dibeli. Semua anak yang melihat akhinya mengikuti cara itu. Maryam pun demikian, tak peduli apa yang dikatakan turis-turis itu. Tak mengambil hati pada apa yang mereka katakan, yang penting barang harus terjual. Anak-anak senang tiap hari mendapat uang. Jauh lebih senang lagi pemilik toko yang memasok barang. (My, 2012:189)

Berdasarkan penjelasan di atas, deskripsi ruang cerita novel Maryam melibatkan kota-kota utama di Pulau Lombok dalam struktur waktu masa kini dan masa lalu, baik dengan penanda tahun maupun penanda waktu. Struktur ruang

cerita tidak dideskripsikan secara terperinci sehingga keadaan kota tidak dapat diidentifikasi secara konkret. Hal ini disebabkan penceritaan lebih berpusat pada pemunculan dan pemecahan masalah sehingga pendeskripsian ruang cerita hanya terbatas pada kondisi rumah, pemandangan alam sekitar pantai, Gedung Transito, dan halamannya.

Sebaliknya, struktur waktu ditampilkan dengan konkret sehingga diperoleh informasi akurat bahwa kejadian dalam novel dimulai tahun cerita dimulai dari tahun 1993, bulan terakhir tahun 1995, Oktober 1997, awal tahun 2000, Januari 2005, Juni 2008, hingga Januari 2011. Perjalanan hidup Maryam juga disebutkan, misalnya tahun ia lulus sekolah, kuliah, pernikahan sengan Alam, perceraiannya dengan Alam, pernikahanya dengan Umar, penyerbuan terhadap pengikut Ahmadi, hingga saat berada di pengungsian. Perakhir, pengiriman surat permohonan Maryam yang ketiga kepada Bapak Gubernur untuk meminta keadilan atas apa yang telah menimpa pengikut Ahmadi.