• Tidak ada hasil yang ditemukan

Opsi imbalan yang dapat ditawarkan pada saks

Dalam dokumen Hukum Pidana dalam Perspektif. pdf (Halaman 176-179)

Jan Crjns

3. Hukum Belanda tentang kesepakatan dengan saksi dalam perkara pidana

3.4 Opsi imbalan yang dapat ditawarkan pada saks

Ada pembatasan penting berkenaan dengan imbalan apa yang dapat ditawarkan jaksa-penuntut umum kepada saksi yang diminta

memberi keterangan. Beberapa dari pembatasan tersebut dalam kita temukan tercantum dalam peraturan perundang-undangan, sedangkan

Jan Crijns

Kejaksaan Agung (Aanwjzing toezeggingen aan getuigen in strafzaken) yang disinggung di atas. Pembatasan terpenting ialah larangan untuk menawarkan imbalan imunitas (kekebalan) mutlak terhadap penuntutan pidana, dalam arti saksi kemudian tidak akan dituntut atas kejahatan

terhadap mana ia berkedudukan sebagai tersangka. Pembatasan ini,

dengan kata lain, berarti bahwa saksi dengan siapa jaksa-penuntut umum membuat kesepakatan bagaimana pun juga tetap akan dituntut atas tindak pidana yang disangkakan terhadapnya. Terutama situasi di atas oleh banyak saksi yang mempertimbangkan tawaran jaksa-penuntut umum untuk bekerjasama dipandang sebagai hambatan paling berat. Kiranya jelas bahwa peluang dan kesediaan untuk bekerjasama dengan jaksa-penuntut umum akan turut meningkat bilamana OM sebagai kontra-prestasi bagi saksi yang bersedia memberikan kesaksian memiliki kewenangan menawarkan kekebalan mutlak dari proses pidana. Opsi yang menjadi penting untuk dipikirkan, satu dan lain, karena sebenarnya OM tidak dapat menjamin bahwa pengurangan pidana yang djanjikan oleh jaksa-penuntut umum akan benar terwujud. Karena kewenangan nyata untuk mengurangi pidana yang akan djatuhkan mutlak ada pada hakim yang memeriksa perkara pidana di mana saksi sekaligus diperiksa sebagai terdakwa. Sekalipun hakim, dalam kasus-kasus di mana saksi memberikan kerjasamanya, umumnya bersedia memenuhi janji yang diberikan jaksa-penuntut umum, tidak dapat dipungkiri bahwa saksi/ terdakwa untuk beberapa waktu tetap berada dalam kebimbangan.

Pembatasan lain yang sama pentingnya sebagaimana termuat dalam peraturan perundang-undangan ialah bahwa tawaran pengurang- an pidana dibatasi pada 50% dari pidana yang, tanpa adanya tawaran memberikan kesaksian, umumnya dituntut oleh jaksa-penuntut umum atas kejahatan tersebut. Demikian, bilamana biasanya untuk kasus-kasus serupa, jaksa-penuntut umum menuntut 16 tahun penjara, maka ia sebagai imbalan atas kesaksian yang diberikan hanya dapat menawaran pengurangan hukuman sebanyak-banyaknya untuk 8 tahun. Menuntut pidana penjara yang sekadar simbolis – dalam kasus ini misalnya satu tahun – dalam rangka mengenyampingkan (menyelundupi) larangan menawarkan imunitas mutlak dari tuntutan pidana atas dasar alasan

di atas karena itu mutlak tidak dibenarkan. Bila dibandingkan dengan

sistem hukum (negara) lain yang memungkinkan penawaran imunitas (mutlak), maka sistem Belanda dapat dikatakan sangat kaku. Sebaliknya dimungkinkan untuk menawarkan imbalan dalam bentuk-bentuk lain kepada saksi demi kesediaannya memberikan kesaksian, misalnya tidak dituntutnya penyitaan keuntungan yang diperoleh secara melawan hukum sampai dengan (jumlah) maksimal 50%. Di samping itu juga, jaksa- penuntut umum dapat menawarkan imbalan-imbalan ringan lainnya,

Kesepakatan dengan saksi dalam proses pidana kesepakatan dengan saksi ...

disiplin/tatatertib yang lebih lunak atau yang berada lebih dekat dengan

tempat kediaman keluarga saksi.

Selanjutnya di dalam Petunjuk Pelaksanaan yang sudah disinggung di atas dapat kita temukan datar imbalan atau keuntungan (yang melawan hukum) yang tidak boleh ditawarkan kepada saksi. Butir pertama sudah disebutkan di atas: larangan menawarkan/memberikan imunitas penuh dari tuntutan pidana. Juga dilarang menawarkan imbalan di masa depan yang secara materiil akan berakibat kekebalan dari tuntutan pidana, seperti janji tidak akan dilakukannya penyidikan-penuntutan atas masa lalu kriminal dari saksi. Selanjutnya yang disebutkan sebagai tawar an atau janji yang melawan hukum ialah janji-janji berkenaan dengan apa yang akan termuat sebagai tuntutan jaksa; tidaklah mungkin untuk dalam perundingan melakukan tawar-menawar ihwal tindak pidana manakah yang akan didakwakan atau dituntut dan mana yang akan dikeluarkan dari surat dakwaan/tuntutan tersebut. Di samping itu, sejak kasus- Karman yang terkenal juga jelas bahwa OM dilarang untuk menawarkan imbalan tidak akan mengeksekusi pidana perampasan kemerdekaan yang djatuhkan hakim. Janji demikian nyata bertentangan dengan pembagian kewenangan dan pengaturan tanggung jawab dalam keseluruhan proses

peradilan pidana.12 Dalam butir ke lima juga disebutkan bahwa imbalan

inansial dilarang mutlak; jual beli keterangan saksi nyata-nyata perbuat- an melawan hukum. Butir terakhir menyebutkan bahwa jaksa-penuntut umum tidak diperkenankan menjanjikan perlindungan isik terhadap saksi, terkecuali berupa kesepakatan bahwa jaksa-penuntut umum yang bersangkutan akan menghubungkan saksi dengan pihak yang diberi kewenangan untuk itu (Dinas Perlindungan Saksi Kepolisian Nasional/

Dienst getuigenbesherming van het Korps Landeljke Politiediensten). Sebagaimana telah disebutkan di muka kiranya dianggap tidak bjak untuk menga itkan perlindungan isik saksi sepenuhnya terhadap pemenuhan janjinya untuk memberi keterangan di muka persidangan.

Terutama karena sudah merupakan tugas penguasa untuk bagaimanapun

juga bertanggung jawab atas keamanan saksi, terlepas dari soal apakah mereka memenuhi kesepakatan yang sebelumnya dibuat atau tidak.

Beranjak dari apa yang diuraikan di atas dapat dikatakan ada cukup banyak batasan yang mengatur kesepakatan yang dapat dibuat antara jaksa-penuntut umum dengan saksi. Sebaliknya cukup tersedia ruang gerak bagi jaksa-penuntut umum, yakni berangkat dari asas oportunitas (the principle of discretionary powers). Asas ini pula yang

sebenarnya melingkupi keseluruhan aspek pelaksanaan tugas-tugas yang dipercayakan kepada jaksa-penuntut umum. Sepanjang ia mematuhi batasan yang ada, jaksa-penuntut umum bebas memutuskan imbalan apa

Jan Crijns

yang akan ia tawarkan kepada saksi. Berkaitan dengan itu, satu-satunya

batasan umum terpenting muncul dari asas proportionalitas. Pertama-

tama haruslah ada proporsionalitas (kesebandingan) antara, pada satu pihak, kejahatan yang disangkakan terhadap saksi dengan, pada lain pihak, kejahatan yang dengan bantuan keterangan yang diberikan saksi

tersebut dapat dituntut serta dituntaskan dengan baik. Dengan kata

lain, kesepakatan dengan saksi kiranya hanya layak dipertimbangkan untuk dibuat apabila yang dihadapi adalah kasus-kasus yang relatif besar dan penting. Di samping itu juga hanya dengan saksi-saksi yang untuk dirinya sendiri hanya diancam dengan tindak pidana yang relatif ringan (digambarkan pula dengan logika ‘ikan besar, ikan/umpan kecil’). Berikutnya, juga harus ada kese padanan (proportionalitas) antara, pada satu pihak, bobot imbalan yang akan diberikan di masa depan dengan, pada lain pihak, seberapa perlunya mendapatkan keterangan saksi untuk dapat menjaring terdakwa lainnya. Dengan kata lain, imbalan yang ditawarkan harus berdayaguna.

Dalam dokumen Hukum Pidana dalam Perspektif. pdf (Halaman 176-179)