• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODOLOGI PENELITIAN A Pendekatan Metodolog

D. Prinsip Mudharabah Pada Nilai Teleologikal

Nilai teleologikal merupakan bentuk akuntabilitas dari laporan pembiayaan

mudharabah yang harus

dipertanggungjawabkan. Bentuk

pertanggungjawaban yang seharusnya

diatur dalam ketentuan pembiayaan

mudharabah tersebut adalah

pertanggungjawaban secara vertikal dan horisontal. Bentuk petanggungjawaban (akuntabilitas) dari seluruh kegiatan transaksi mudharabah secara vertikal adalah wujud kehambaan kita terhadap Allah SWT. Dalam konsepsi Islam, hal tersebut dikenal dengan dimensi tauhid.

adalah proses interaksi muamalah secara administratif maupun normatif kepada setiap pelaku transaksi maupun pada lingkungan yang melingkupinya.

Filosofi teleologikal diturunkan menjadi konsep dasar ethicaldan holistic welfare. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa kerangka penyusunan PSAK 105 seharusnya berpijak pada nilai-nilai etika baru yang membawa sebuah regulasi pada kesejahteraan secara utuh (holistic). Artinya PSAK 105 tersebut seharusnya mampu mengakomodasi nilai-nilai etika Islam secara penuh, bukan parsial.

Berdasarkan nilai etika profetik teradapat beberapa kondisi atas kebijakan professional yang dapat dievaluasi dari PSAK 105 (Musdalifa dan Abdullah, 2013).

Pertama, cakupan stakeholders yang tidak sekedar pemilik modal atau pengelola dana. Sehingga pertimbangan teknisnya tidak sekedar materi tetapi juga aspek kemanusiaan. Kedua, harus dimunculkan perspektif keadila dengan memutar dana tidak hanya kepada orang kaya tetapi juga

kepada pihak yang selama ini

termarginalkan. Ketiga, hendaknya

disampaikan orientasi tanggungjawab

tidak sekedar sesama manusia, tetapi juga kepada Tuhan YME. Nilai-nilai etika tersebut berorientasi kepada terbentuknya

regulasi yang membebaskan dan

menyebarkan nilai kesejahteraan.

Kesejahteraan yang dimaksud

merupakan kesejahteraan yang muncul akibat seimbangnya antara materi dengan

intuisi normatif ( holistic welfare). Al

Qur’an sudah menjelaskan prinsip

keseimbangan antara kebutuhan spiritual dengan materi (ekonomi). Sehingga holistic welfare merupakan bentuk akumulatif atas seluruh proses derivasi ilmu sosial profetik. Holistic welfare dan ethical akan membentuk teleologikal. Teleologikal akan terwujud dengan baik apbila prinsip

filosofi humanis, emansipatoris dan

transendental telah diletakkan pada proporsi yang benar.

Empat filosofi yang tergambar dalam ilmu sosial profetik tersebut tidak bisa difahami secara terpisah, namun merupakan satu kesatuan yang utuh dan saling terjait untuk menciptakan sebuah keseimbangan antara meteri dan filosofi. Sehingga apabila ada salah satu dari ke empat prinsip tersebut tidak terpenuhi maka dengan sendirinya transformasi nilai tidak terwujud (Afifudin, 2004). Secara sederhana bentuk penerapan nilai filosofis

ilmu sosial profetik dalam

mentransformasi nilai Islam pada standar transaksi mudharabah PSAK 105 adalah sebagai berikut :

Pengakuan dan Pengukuran PSAK 105

Humanis Emansipatoris Transendental Teleologikal

Materi (Empirik) Nilai Syariah

(Normatif)  Objektivitas Transaksi  Akuntabilitas  Kesejahteraan  Keadilan Gambar 2

Pola Transformasi Nilai dengan Ilmu Sosial Profetik

IlmuSosial Profetik Keseimbangan Semu KESIMPULAN

Akuntansi merupakan salah satu ilmu sosial yang keberadaannya selalu berkembang mengikuti putaran perekonomian. Aktivitas bisnis dari setiap entitas, melibatkan interaksi sosial kemasyarakatan yang harus dicatat

transaksinya dengan akuntansi. Proses

pencatatan itu sendiri melibatkan dua hal penting yaitu aturan secara teknis dalam sebuah standar baku yang berterima umum, dan juga harus sejalan dengan sifat manusia sebagai pelaku interaksi yang memiliki kepentingan duniawi dan ukhrawi. Oleh

karena itu, diperlukan suatu metode

pengukuran transaksi yang memiliki aturan teknis baku dan mengandung nilai-nilai kemanusiaan.

Beragam jenis transaksi yang

menggunakan metode akuntansi. Pembahasan dalam penelitian ini hanya melihat bentuk transaksi yang dilandasi prinsip kerja sama antara pemili modal dengan pengelolanya. Proses kerja sama tersebut dalam akuntansi

diatur dalam PSAK’59 dan PSAK 05

(akuntansi mudharabah).

Pada kenyataannya transaksi

mudharabah yang diatur dalam PSAK 59

masih banyak mengandung nilai-nilai

kapitalisme, karena proses pembentukannya yang bersifat rekonstruktif. Sehingga nilai syariah yang seharusnya dibawa belum banyak terlihat. Oleh karena itu kemudian digantikan PSAK yang mengatur transaksi syariah secara tersendiri dalam PSAK 105. Sebagai aturan pengganti harusnya sudah

banyak terdapat perubahan aturan maupun

nilai dasar. Termasuk juga adanya

keseimbangan antara nilai syariah dengan aturan teknis yang ada. Oleh karena itu perlu adanya peninjauan atas keberadaan nilai

syariah tersebut dengan menggunakan

metode transformasi ilmu sosial profetik. Berdasarkan sudut pandang ilmu sosial

profetik tersebut terdapat beberapa

pernyataan tentang keberadaan nilai humanis, emansipatoris, transendental dan teleologikal

dalam PSAK 105. Nilai humanis dalam PSAK 105 dilihat berdasarkan kesesuaian prinsip teknisnya dengan konsep dasar instrumental

dan socio-economic. Berdasarkan konsep

dasar instrumental, PSAK 105 mampu

memberikan informasi sebagai sebagai

sebuah simbol kerjasama secara kebersamaan atas dasar saling memberikan keridhoan.

Sedangkan secara socio-economic masih

terlihat adanya kepentingan dalam

menentukan prinsip bagi hasil dengan menggunakan dua pendekatan yang berbeda yaitu net revenue sharing dan profit sharing.

Sehingga nilai humanismenya masih belum sepenuhnya terjadi, walaupun sudah lebih

baik dari pada PSAK’59.

Pada sudut pandang emansipatoris, belum terlihat adanya upaya pembebasan orientasi hasil dari bisnis tersebut selain pada keuntungan yang bersifat materi. Berdasarkan konsep dasar critical memandang prinsip bagi hasil dan bagi kerugian merupakan warisan

dari karakter akuntansi keuangan

konvensional yang masih dijalankan oleh

transaksi mudharabah. Sedangkan dari

konsep dasar justice,menganggap apa yang melekat pada konsep konvensional tersebut sebagai wujud tereduksinya keadilan karena

masih mengutamakan materi. Padahal konsep keadilan harusnya mengarah pada suatu keadilan yang menyeluruh, tidak sekedar pada satu tujuan.

Nilai transendental memandang bahwa suatu ilmu harus berkembang dengan memanfaatkan keilmuan lain yang bersifat

empirik (kauniyyah) dan non empirik

(qauliyyah) secara bersama-sama. Konteks tersebut belum bisa diadopsi oleh PSAK 105

karena kemunculannya lebih banyak

didominasi dari proses rekonstruksi

akuntansi konvensional. Sehingga masih lebih berorientasi pada proses bisnis dan belum menyeimbangkannya dengan nilai syariah. Hal ini terlihat dari upaya konsep dasar

rational-intuitif dalam memberikan derivasi nilai syariah yang belum terlihat aplikasinya.

Segala yang sudah terlihat dari tiga prinsip filosofis yang ada dalam ilmu sosial

profetik tersebut dapat terlihat pola

akuntabilitasnya yang juga belum seimbang. Prinsip teleologikal, lewat konsep dasar

ethical memandang dimensi etis yang dimiliki

PSAK 105 masih membawa proses

akuntabilitas yang bersifat rasional dan teknikal. Segala bentuk pertanggungjawaban

kerja sama belum menunjukkan

keseimbangannya dengan nilai normatif agama maupun konstruksi nilai sosial dari berbagai disiplin ilmu yang lain. Sehingga masih membawa bentuk akuntabilitas yang dominan secara horisontal, dan kerjasama yang baru menghasilkan kesejahteraan semu. Padahal kesejahteraan yang menjadi tujuan akhir dari kerjasama tersebut seharusnya kesejahteraan yang dapat dimaknai secara

holistic (holistic welfare). Artinya, kesejahteraan yang tidak sekedar dinikmati

dari sisi materi saja tetapi juga non materi (kepercayaan, kedamaian, kejujuran dan kebenaran).

Berdasarkan kajian ilmu sosial profetik tersebut, PSAK 105 sudah lebih baik dalam

membawa nilai syariah dari pada PSAK’59

yang digantikannya, walaupun dalam

pengakuan dan pengukuran transaksinya masih cenderung berorientasi pada materi. Pada prinsipnya, ketika keseimbangan antara

materi dan nilai normatif tersebut

ditransformasikan dengan ilmu sosial

profetik, hasilnya masih mengarah pada dominasi unsur materi.

DAFTAR PUSTAKA

Adnan, Muhammad Ahyar. 2002.

Pengembangan Nilai-Nilai Islam dalam Kajian Ilmu Ekonomi, Millah, Vol II, No.2 pp 1 – 8.

Afifudin. 2004. Ilmu Sosial Profetik : Pembiayaan Mudharabah Bank Syariah.

Kajian PSAK’59. Tesis, Magister Sains Akuntansi, Program Pasca Sarjana Universitas Brawijaya, Malang.

Al Qur’an dan Terjemahannya. 2002.

Departemen Agama Republik

Indonesia, Penerbit Fajar Mulia,

Surabaya.

Baydoun, Nabil and Roger Willet. 1994.

Islamic Accounting Theory, The AAANZ, Annual Conference.

Burrel, G. dan G. Morgan. 1979. Sociological Paradigm and Organisational Analysis. Ashgate Publishing Company. USA.

Chua, Fai Fong, 1986. Radical Development in

Accounting Thought, Journal The

Accounting Review, Vol LXI, No.4. Oktober.

Giddens, Anthony. 2001. Tumbal Modernitas

: Ambruknya Pilar-Pilar Keimanan.

Penerjemah Muhammad Yamin,

Penerbit IRCISOD, Yogyakarta.

Harahap, Sofyan Safri. 2001a. Menuju

Perumusan Teori Akuntansi Islam.

Pustaka Kuantum, Jakarta.

Harahap, Sofyan Safri. 2001b. Akuntansi Islam, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta.

Harahap, Sofyan Safri. 2003. Menilai

Perkembangan Penerapan Akuntansi Syariah,Media Akuntansi, Edisi 33, Mei. Jakarta.

Heriyanto, Husain. 2003. Paradigma Holistic : Dialog Filsafat, Sains, dan Kehidupan Menurut Shadra dan Whitehead, Penerbit Teraju, Jakarta.

Kuntowijoyo. 1998. Paradigma Islam ;

Interpretasi Untuk Aksi, Penerbit Mizan, Bandung.

Nasution, Khoirudin. 2002. Wilayah Kajian dan Filsafat Ekonomi Islam, Millah, Vol II No.2.

Partanto, Pius A dan M. Dahlan Al Barry. 2001.

Kamus Istilah Populer. Penerbit ARKOL, Surabaya.

Ratmono, Dwi. 2004. Pengungkapan Islamic Value dalam Pelaporan Keuangan Bank Syariah Menurut Paradigma Akuntansi

Syariah Filosofis Teoritis dan PSAK’59,

Proceeding, Simposium Nasional Sistem Ekonomi Islami II, PPBEI FE Unibraw, Malang.

Salim, Agus. 2001. Teori dan Paradigma Penelitian Sosial dari Denzin Guba dan Penerapannya, Penerbit PT Tira Wacana, Yogyakarta.

Standar Akuntansi Keuangan No.59. 2002.

Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Bank Syariah, Penerbit IAI dan Salemba Empat, Jakarta.

Standar Akuntansi Keuangan No.59. 2002.

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Akuntansi Perbankan Syariah, Penerbit IAI dan Salemba Empat, Jakarta.

Standar Akuntansi Keuangan No.101. 2006.

Penyajian Laporan Keuangan Syariah, Penerbit IAI, Jakarta.

Standar Akuntansi Keuangan No.105. 2007.

Akuntansi Mudharabah, Penerbit IAI, Jakarta.

Triyuwono, Iwan. 2000. Organisasi dan Akuntansi Syariah, Penerbit Lembaga Kajian Islam dan Sosial, Yogyakarta. Triyuwono, Iwan. 2002a. Sinergi Oposisi Biner

; Formulasi Tujuan Dasar Laporan

Keuangan Akuntansi Syariah,

Proceding Simposium Nasional Sistem Ekonomi Islami I. P3EI – FE UII, Yogyakarta.

Triyuwono, Iwan. 2002b. Prinsip Dasar Teori Akuntansi Syariah, Prosiding, Seminar

Shari’a Accounting Event, KiAMI, FSI –

SM, FE UI. Jakarta.

Triyuwono, Iwan. 2002c. Kritik Atas Teori Konsep yang Digunakan Dalam Standar Akuntansi Perbankan Syariah. Seminar

Musyawarah Nasional Forum

Silahturahmi Studi Ekonomi Islam, BEM FE Unibraw, Malang.

Wiroso, 2011. Akuntansi TransaksiSyariah, IAI, Jakarta.

Yusanto, Muhammad Ismail dan Muhammad

Karabet Wijayakusuma, 2002.

Menggagas Bisnis Islami, Penerbit Gema Insani Press, Jakarta.

INFORMASI AKUNTANSI UNTUK MENUNJANG