• Tidak ada hasil yang ditemukan

PSAK 105 merupakan aturan untuk transaksi mudharabah secara khusus yang diterbitkan sebagai pengganti aturan yang

telah dibuat dalam PSAK’59. Hal ini dilakukan mengingat masih terdapat selisih pemahaman dalam penafsiran

PSAK’59 pada perlakuan akuntansi

mengenai pengakuan (recognition),

pengukuran (measurement), penyajian

(presentation) dan pengungkapan (disclosure). Selisih pemahaman tersebut terjadi karena masih banyak kepentingan yang harus diakomodasi oleh PSAK

tersebut, tetapi terkendala dengan

perumusan prinsip syariah secara

normatif. Artinya, terdapat perbedaan mendasar antara konsep normatif dari nilai syariah, dengan proses aplikasi yang

sudah terjadi pada kondisi riil.

Berdasarkan kondisi tersebut maka dalam upaya untuk menyusun suatu aturan, hendaknya dilakukan pembahasan secara terpisah antara nilai dasar aturannya dengan praktek riil yang sesungguhnya.

Oleh karena itu, PSAK’59 dipandang perlu

ada penyesuaian kembali, baik secara nilai normatifnya maupun dalam kondisi teknis pada standar akuntansinya.

Pernyataan Standar Akuntansi

Keuangan secara umum memiliki tujuan untuk mengatur (regulasi) perlakuan akuntansi yang berlaku umum. Demikian juga dengan PSAK 105, yang memiliki tujuan secara lebih spesifik mengatur tentang transaksi mudharabah. Hal ini terlihat pada PSAK 105 par.1 :

Pernyataan ini bertujuan untuk

mengatur pengakuan, pengukuran,

penyajian dan pengungkapan transaksi mudharabah.

Berdasarkan pernyataan tersebut terlihat bahwa PSAK 105 memiliki maksud

untuk mengatur seluruh komponen

transaksi mudharabah pada bank syariah. Namun ada transaksi mudharabah yang dikecualikan dalam aturan PSAK 105, sebagaimana terlihat pada paragraf 3 :

Pernyataan ini tidak mencakup pengaturan perlakuan akuntansi atas

obligasi syariah (sukuk) yang

Walaupun ada akad yang dikecualikan aturannya oleh PSAK 105, akan tetapi pada prinsipnya asumsi yang digunakan tetap berorientasi pada prinsip going concern, sebagaimana terlihat pada Kerangka Dasar Penyajian dan Pelaporan Laporan Keuangan paragraf 4 :

Asumsi dasar konsep akuntansi bank syariah sama dengan asumsi dasar konsep akuntansi keuangan secara umum, yaitu konsep kelangsungan usaha (going concern) dan dasar akrual. Pendapatan untuk tujuan penghitungan bagi hasil menggunakan dasar kas.

Proses bisnis berdasarkan prinsip

going concern tersebut memang harus selalu berjalan dari waktu ke waktu. Hal

itu pula yang menyebabkan

pertumbuhan transaksi dalam kondisi riil selalu berkembang. Oleh karena itu, standar akuntansi yang mendukung juga

harus mengikuti perkembangannya.

Munculnya PSAK 105 sebagai pengganti

PSAK’59 (PSAK 05 par.42), merupakan

contoh dari proses pergeseran kebijakan akuntansi. Standar akuntansi harus

mampu mengakomodasi beragam

kondisi yang terjadi pada dunia praktek. Menurut Adnan (2002), perkembangan standar akuntansi syariah dilandasi oleh tiga hal utama. Pertama, kondisi riil (faktual) yang terus berjalan harus diiringi dengan perubahan regulasi dalam bidang perbankan. Kedua, bank syariah harus melakukan transaksi dengan prinsip-prinsip syariah yang benar-benar mengandung nilai syariah.

Ketiga, bisnis perbankan syariah tidak hanya bertumpu pada salah satu proses

(system, transaksi, pembukuan), tetapi menjadi satu kesatuan yang terikat dalam bingkai nilai-nilai syariah yang bersifat utuh.

B. Pengakuan dan Pengukuran PSAK 105 Pada Tingkat Struktur

PSAK 105 memberikan pedoman dalam pengelolaan pembukuan untuk

perbankan syariah dengan prinsip

mudharabah. Pengertian mudharabah

menurut PSAK 105 par. 4 :

Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (pemilik dana) meyediakan seluruh dana, sedangkan pihak ke dua

(pengelola dana) bertindak selaku

pengelola, dan keuntungan dibagi diantara

mereka sesuai dengan kesepakatan

sedangkan kerugian finansial hanya

ditanggung oleh pemilik dana.

Dalam transaksi mudharabah lebih ditekankan pada aspek kerja sama yaitu antara pemilik modal (shahibul maal) dan pengelola dana (mudharib) dengan hasil keuntungan (nisbah bagi hasil) diukur berdasarkan nilai profit (profit sharing) yang disepakati di muka. Posisi shahibul maal dan mudharib tergantung pada jenis kesepakatannya. Mudharabah menurut PSAK 105 dibedakan menjadi tiga jenis,

yaitu mudharabah mutlaqah (investasi

tidak terikat), mudharabah muqayadah

(investasi terikat) dan mudharabah

musytarakah (investasi bersama).

Pengakuan dan pengukuran

transaksi mudharabah secara garis besar di bagi dalam dua bagian yaitu pada saat bank bertindak sebagai shahibul maal atau sebagai mudharib. Sehingga pengakuan

dan pengukuran pada tingkat struktur dapat dipahami dari dua pendekatan.

Pertama, sebagai shahibul maal, dimana

dana yang akan digunakan untuk

pembiayaan sepenuhnya berasal dari

bank. Sedangkan nasabah (mudharib)

hanya memiliki keahlian dalam mengelola dana tersebut. Pada kontek pengakuan dan

pengukuran, pencatatan akuntansinya

dibedakan menjadi dua yaitu akuntansi untuk pemilik dana dan akuntansi untuk pengelola dana.

Pengakuan dan pengukuran pada

posisi entitas selaku pemilik dana

mencatat dana syirkah temporer yang disalurkan oleh pemilik dana diakui sebagai investasi mudharabah pada saat pembayaran kas atau penyerahan asset non kas. Sedangkan pengukuran investasi mudharabahnya yang berbentuk kas diukur sebesar jumlah yang diberikan saat pembayaran, sedangkan yang non kas diukur sebesar nilai wajar asset non kas saat penyerahan. Pengakuan penghasilan usaha mudharabah dilihat berdasarkan

laporan bagi hasil atas realisasi

penghasilan usaha dari pengelola dana.

Apabila entitasbertindak selaku

pengelola dana, maka pada saat dana diterima diakui sebagai dana syirkah temporer sebesar jumlah kas atau nilai wajar asset non kas yang diterima. Pada akhir periode, dana syirkah temporer diukur sebesar nilai tercatat. Jika entitas menyalurkan dana syirkah temporer mutlaqah yang diterima, maka diakui sebagai asset. Jika entitas menyalurkan dana syirkah temporer muqayadah yang diterima, maka entitas tidak mengakui

sebagai asset, karena entitas tidak

memiliki hak untuk menggunakan asset atau melepas asset tersebut, kecuali dengan syarat-syarat yang ditetapkan oleh pemilik dana. Apabila ada hak pihak ketiga atas bagi hasil dana syirkah temporer yang sudah diumumkan tetapi belum dibagikan, maka dana diakui sebagai kewajiban sebesar bagi hasil yang menjadi hak pemilik dana. Sedangkan jika terjadi kerugian karena kelalaian pengelola, maka diakui sebagai beban pengelola dana.

Dalam prinsip mudharabah,

pekerjaan merupakan hak eksklusif dari pengelola dana. Pemilik dana hanya

diperkenankan untuk melakukan

pengawasan, sehingga yang melakukan pembagian hasil usaha adalah mudharib

(Wiroso, 2011: 350). Secara konsep, nisbah yang umumnya disepakati dalam bentuk prosentase, harus disepakati oleh kedua pihak yang sama-sama ridho. Dengan demikian, tidak diijinkan salah satu pihak memaksa pihak kedua untuk menyetujui nisbah yang dibuat tanpa landasaan kerelaan keduanya. Sangat dianjurkan dalam penentuan kesepakatan nisbah untuk melakukan tawar-menawar. Selain itu dalam prinsip bagi hasilnya, PSAK 105 memperbolehkan menggunakan prinsip bagi hasil atau bagi laba.

Berdasarkan PSAK 105 par. 11

menyatakan, pembagian hasil usaha

mudharabah dapat dilakukan berdasarkan prinsip bagi hasil atau bagi laba. Sumber lain yang mendukung diperbolehkannya kedua prinsip pencatatan tersebut adalah DSN MUI no.15/DSN-MUI/IX/2000.

Lebih lanjut diungkapkan dalam PSAK 105 par.10 bahwa Jika dari

pengelolaan dana mudharabah

menghasilkan keuntungan, maka porsi jumlah bagi hasil untuk pemilik dana dan pengelola dana ditentukan berdasarkan nisbah yang disepakati dari hasil usaha yang diperoleh selama periode akad. Jika

dari pengelolaan dana mudharabah

menimbulkan kerugian, maka kerugian finansial menjadi tanggungan pemilik

dana. Padaparagraph 11 juga

menyampaikan prinsip pembagian hasil usaha.Pembagian hasil usaha mudharabah dapat dilakukan berdasarkan prinsip bagi hasil atau bagi laba. Jika berdasarkan prinsip bagi hasil, maka dasar pembagian hasil usaha adalah laba bruto (gross profit) bukan total pendapatan usaha (omset). Sedangkan jika berdasarkan prinsip bagi laba, dasar pembagian adalah laba neto (net profit) yaitu laba bruto dikurangi beban yang berkaitan dengan pengelolaan dana mudharabah.

C. Konsep Interpretif Pada Pembiayaan Mudharabah

Dasar intepretasi atas pembiayaan

mudharabah dibatasi pada posisi

pengakuan (recognition) dan pengukuran (measurement) dari standar akuntansi pada PSAK 105. Intepretasi tersebut akan dilakukan dengan membangun sebuah jembatan yang dapat menghubungkan antara praktek riil dalam penerapan aturan di dalam standar yang berlaku,

dengan nilai syariah Islam yang

seharusnya melekat sebagai jiwa yang

menghidupkan aturan tersebut.

Pendekatan yang digunakan untuk

mengintepretasikan pengakuan dan

pengukuran supaya memiliki nilai syariah yang kaffah dengan dimensi Ilmu Sosial Profetik (Triyuwono, 2002).

Secara umum konsep intepretasi dengan pendekatan dimensi ilmu sosial profetik tidak lain merupakan sebuah

transformasi (pembebasan). Dimensi

syariah yang utama adalah, bagaimana

sebuah standar bisa melakukan

transformasi pada nilai-nilai pembebasan sebagai wujud dari fitrah manusia. Sehingga nilai nilai yang terkandung di dalam ketetuan standar mudharabah PSAK 105, seharusnya mampu mencerminkan aspek kerja sama yang tidak sekedar berorientasi materi, namun memiliki dasar

filosofis humanis, emansipatoris,

transendental dan teleologikal.

METODOLOGI PENELITIAN