• Tidak ada hasil yang ditemukan

3 ETNOBOTANI MASYARAKAT SUKU MANGGARA

1. Tumbuhan Penghasil Pangan

Jumlah spesies tumbuhan pangan yang dibudidayakan masyarakat Suku Manggarai adalah sebanyak 45 spesies (Wawo 1998), sedangkan yang diambil secara langsung dari hutan sebanyak 40 spesies. Sebanyak 6 spesies untuk memenuhi kebutuhan karbohidrat (Gambar 3.3), 14 buah, 26 sayur dan 6 spesies memiliki kegunaan yang sama untuk buah dan sayur. Hal ini sesuai dengan pendapat (Zhang et al. 2013), bahwa pemanfaatan tumbuhan hutan melengkapi jumlah spesies yang dibudidayakan di kebun dan pekarangan sehingga merupakan strategi memenuhi kebutuhan hidup.

Gambar 3.3 Spesies tumbuhan penghasil karbohidrat yang diambil dari hutan

Uwi (Dioscorea alata)

Raut (Dioscorea hispida)

Cue (Dioscorea pentaphylla)

Engal (Dioscorea sp)

Menurut para orang tua Manggarai, makanan utama yang merupakan makanan pokok pada awalnya adalah jenis umbi-umbian (Tabel 3.8). Namun saat ini masyarakat sudah mulai menggantinya dengan beras. Hal ini sesuai dengan pendapat Lawang (2004) bahwa sawah di Manggarai baru dimulai sekitar tahun 1960-an. Pada wilayah kampung yang di pinggir hutan masyarakat memanfaatkan padi dari hasil menanam pada lahan sempit di kemiringan dekat sungai, padi ladang dan juga umbi-umbian sebagai makanan pokok namun menganggap beras memiliki prestis yang lebih tinggi sehingga pada acara adat atau syukuran keluarga menggunakan beras untuk makanan pesta. Dalam kehidupan sehari-hari beras acap kali disimpan untuk keperluan khusus dan umbi-umbian merupakan makanan pokok sehari-hari dan menurut masyarakat umbi-umbian memiliki rasa yang lebih enak.

Tabel 3.8 Spesies tumbuhan sumber karbohidrat pangan utama No Nama Ilmiah Nama Lokal Sumber Pemanfaatan

Liar Budidaya* 1 Arenga pinnata Tuak Liar Budidaya* 2 Colocasia esculenta Keladi - Budidaya* 3 Dioscorea alata Uwi Liar Budidaya* 4 Dioscorea esculenta Tese Liar Budidaya* 5 Dioscorea hispida Raut Liar -

6 Dioscorea pentaphylla Cue Liar -

7 Dioscorea sp Engal Liar -

8 Ipomoea batatas Tete - Budidaya* 9 Manihot utilissima Tete - Budidaya* 10 Solanum tuberosum Kentang - Budidaya*

11 Xanthosoma sp Teko - Budidaya*

Keterangan: * = sumber data dari penelitian Wawo (1998)

Jenis umbi-umbian yang dimanfaatkan sebanyak 10 spesies. Dari 10 spesies tersebut 5 spesies diantaranya merupakan tumbuhan liar dari hutan, 2 spesies dari tumbuhan liar tersebut sudah mulai dibudidayakan. Umbi-umbian yang dibudidayakan di kebun masyarakat umumnya di tanam pada lahan agroforestry dengan tumbuhan utama kopi serta tanaman pelindung sengon dan dadap. Apabila kebun kopi yang dibuka pertama kali berasal dari hutan maka tanaman pelindung kopi adalah dari pohon-pohon hutan yang sengaja dibiarkan tumbuh secara alami.

Pada saat paceklik atau gagal panen, masyarakat mencari tumbuhan pangan sumber karbohidrat dalam hutan. Saat paceklik sumber karbohidrat dimanfaatkan secara berurutan mulai dari uwi (Dioscorea alata), tese (Dioscorea esculenta), cue (Dioscorea pentaphylla), raut (Dioscorea hispida), engal (Dioscorea sp.) dan terakhir pohon tuak (Arenga pinnata) untuk sagu (Gambar 3.3). Umbi liar beracun raut (Dioscorea hispida) yang merupakan makanan salah satu makanan saat paceklik juga digunakan sebagai pestisida nabati. Penggunaan umbi beracun untuk pestisida nabati dan makanan saat paceklik juga dilakukan oleh masyarakat sekitar Hutan Wonosadi Gunung Kidul (Purnomo et al. 2012).

Satu spesies pohon untuk pemenuhan karbohidrat dengan cara menebang adalah tuak (Arenga pinnata). Pemanfaatan pohon ini untuk pangan bila sudah tidak ada lagi sumber karbohidrat pada saat musim paceklik. Masyarakat melakukan upacara silih racang cola apabila akan menebang pohon tuak (Arenga pinnata)

untuk pembuatan sagu untuk menghormati pohon tuak sebagai benteng terakhir bahan pangan. Masyarakat tidak memanfaatkan buah kolang-kaling karena tidak boleh mengambil bagian dari tuak untuk makanan kecuali saat terpaksa. Hal ini sesuai dengan pendapat Turner et al. (2011), bahwa tumbuhan liar berkontribusi pada pemenuhan kebutuhan pangan, survival, dan keberlanjutan pengetahuan ekologi tradisional.

Gambar 3.4 Beberapa jenis sayur yang diambil dari hutan

Hutan di pegunungan Ruteng merupakan sayur dan buah. Sebanyak 25 spesies tumbuhan hutan untuk sayur yang sebagian besar adalah dari jenis herba (Tabel 3.9). Jenis sayur-sayuran tersebut dapat dipanen sepanjang tahun. Sayuran dari hutan umumnya memiliki rasa asam, beberapa memiliki rasa sedikit getir seperti pucuk daun tikel (Asplenium nidus) dan daun Ficus variegata. Jenis sayuran yang paling disukai adalah selada (Nasturtium officinale). Jenis sayuran yang dimasak saat pesta adalah daun ndusuk (Melastoma setigerum) sehingga saat ada pesta selalu tersedia sayur ndusuk terutama pada wilayah kampung yang jauh dari kota. Daun ndusuk berserat kasar namun masyarakat percaya bahwa daun tersebut dapat meluruhkan lemak daging sehingga tidak mengganggu kesehatan.

Masyarakat memanen sayur untuk memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari namun beberapa spesies dijual untuk mendapatkan uang, yaitu: selada (Nasturtium officinale) dan markis (Passiflora flavicarva). Sayuran tersebut dijual di pinggir jalan raya trans Flores seharga Rp. 5 000 per satu ikat. Jenis yang sudah dibudidayakan di pekarangan adalah markis (Passiflora flavicarva) yang juga menghasilkan buah yang dijual seharga Rp. 5 000 per satu ikat sebanyak 10 buah.

Jenis buah yang dimanfaatkan sebanyak 14 spesies yang umumnya dapat dipanen sepanjang tahun terutama untuk jenis-jenis ficus. Beberapa spesies penghasil buah juga menghasilkan sayur, yaitu: labe (Ficus fistula), lento (Ficus fulva), ara (Ficus variegata), markis (Passiflora flavicarva), kempo (Palaquium obovatum) dan pane (Amomum sp) sehingga berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan.

Konang (Strobilanthes crispus)

Milos (Begonia isoptera)

Tabel 3.9 Spesies tumbuhan hutan penghasil sayur dan buah

No Nama Ilmiah Nama Lokal Kegunaan

1 Alpinia aenea Cia Sayur

2 Amomum sp Pane Buah, sayur

3 Asplenium nidus Tikel Sayur

4 Begonia isoptera Milos Sayur

5 Begonia muricata Lungar Sayur

6 Bischofia javanica Uwu Sayur

7 Calophyllum soulattri Ntorang Buah

8 Celtis tetandra Namut Sayur

9 Cyathea tenggerensis Puni Sayur

10 Cyrtandra cuneata Rempo Sayur

11 Diplazium esculentum Saung Kenda Sayur 12 Elaeocarpus floribundus Damu Buah 13 Elaeocarpus sphaericus Ninto Buah 14 Elatostachys verrucosa Lowe api Buah 15 Embelia ardisia Wase mere meki Sayur

16 Ficus benyamina Ruteng Sayur

17 Ficus fistula Labe Buah, sayur

18 Ficus fulva Lento Buah, sayur

19 Ficus punctata Menca Buah

20 Ficus variegata Ara Buah, sayur

21 Garcinia dulcis Ngampur Buah

22 Justicia sp Lawi Sayur

23 Mangifera applanata Pau Poco Buah 24 Medinilla speciosa Kuncang Sayur 25 Melastoma setigerum Ndusuk Sayur 26 Nasturtium officinale Selada Sayur 27 Palaquium obovatum Kempo Buah, sayur 28 Passiflora flavicarva Markis Buah, sayur 29 Polygonum chinense Longe Sayur 30 Polystichum aculeatum Paku mundung Sayur

31 Polystichum sp Paku Sayur

32 Strobilanthes crispus Kunang Sayur 33 Syzygium laxiflora Mpui Merik Buah 34 Tabermontana sphaerocarpa Boto Sayur

Beberapa spesies penghasil buah juga dimanfaatkan kayunya untuk bangunan, yaitu: kempo (Palaquium obovatum), ntorang (Calophyllum soulattri), ngampur (Garcinia dulcis), damu (Elaeocarpus floribundus), ninto (Elaeocarpus sphaericus) dan mpui merik (Syzygium laxiflora) sehingga pemanfaatannya sebagai kayu bangunan dapat mengurangi ketersedian pangan hutan.

Gambar 3.5 Beberapa jenis buah yang diambil dari hutan 2. Bahan Minuman

Masyarakat memanfaatkan 5 spesies tumbuhan hutan untuk bahan minuman (Tabel 3.10). Tumbuhan sebagai bahan minuman utama adalah pohon tuak (Arenga pinnata). Air nira dari pohon ini dapat diminum secara langsung namun umumnya dimasak untuk menjadi minuman tradisional tuak dan gula merah. Air nira yang difermentasi untuk tuak akan memiliki rasa asam dan kurang baik untuk kesehatan lambung sehingga masyarakat mencampurkan kulit kayu damer (Pterospermum diversifolium) agar sedikit berasa rasa pahit dan menghilangkan rasa asam.

Tabel 3.10 Spesies tumbuhan hutan untuk minuman

No Nama Ilmiah Nama

Lokal Keterangan

1 Ampelocissus sp Wase lerep Menampung air batang liana 2 Arenga pinata Tuak Air nira pohon enau

3 Caesalpinia sappan Cepang Pewarna merah minuman 4 Cinnamomum burmanii Ndingar Memberi aroma khas 5 Pterospermum diversifolium Damer Memberi rasa pahit air tuak

Beberapa spesies bahan minuman lainnya dipercaya memiliki khasiat obat. Air dalam batang liana lerep (Ampelocissus sp) dipercaya dapat memberikan rasa segar pada seluruh badan sehingga dapat menyembuhkan penyakit sariawan. Kulit kayu atau rating dari cepang (Caesalpinia sappan) dicampurkan ke dalam air minuman sehingga memiliki warna merah dan dipercaya dapat membersihkan ginjal dan ndingar (Cinnamomum burmanii) dipercaya sebagai obat asma.

Ara (Ficus variegata) Labe (Ficus fistula)