• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bahan ajar kognosi-COMPILATION

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Bahan ajar kognosi-COMPILATION"

Copied!
158
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Sejarah Farmakognosi

Secara harfiah, farmakognosi berarti ilmu pengetahuan tentang obat, yang merupakan bagian dari ilmu seni pengobatan sejak manusia pertamakali mulai untuk mengobati berbagai macam penyakit. Pada mulanya farmakognosi muncul dari jampi-jampi suku Vodoo yang tanpa disadari telah ikut menyelamatkan resep-resep tidak tertulis dari dukun / leluhur.

Istilah pharmacognosy diperkenalkan pertama kali oleh C.A. Seydler, seorang mahasiswa kedokteran di Halle/ Saale, Jerman pada tahun 1815 dalam disertasinya yang berjudul “ Analectica Pharmacognostica”. Pharmacognosy terdiri dari 2 (dua) kata Yunani yaitu pharmakon = obat dan gnosis = ilmu pengetahuan. Pengertian yang lebih luas tentang farmakognosi dijelaskan oleh FlÜckiger, menurutnya farmakognosi adalah penggunaan terpadu dari berbagai disiplin ilmu dengan obyek pengetahuan mengenai obat yang diperlukan, dipandang dari berbagai sudut. Namun menurut penelitian sejarah baru, istilah farmakognosi telah ditemukan lebih awal yaitu penggunaan kata pharmakognosis oleh J.A. Schmidt (1811) dalam bukunya yang berjudul “ Lehrbuch der Materia Medica”.

1.2. Pengertian Farmakognosi , Ruang Lingkup dan Kaitannya dengan Ilmu lain Farmakognosi adalah ilmu terapan yang menguraikan tentang segi biologi, biokimia, ekonomi, mengenai obat alami dan kandungannya. Dalam arti yang lebih luas, farmakognosi

Tujuan Instruksional Umum :

Setelah membaca dan mendiskusikan topik ini dikelas selama 40 menit, mahasiswa dapat menjelaskan tentang perkembangan farmakognosi dan hal – hal umum yang berkaitan dengan farmakognosi secara benar dan tepat (C2)

Tujuan Instruksional Khusus :

 Setelah melakukan diskusi mahasiswa dapat menjelaskan tentang sejarah singkat farmakognosi

 Setelah melakukan diskusi mahasiswa dapat menjelaskan tentang pengertian – pengertian farmakognosi, ruang lingkup dan kaitannya dengan ilmu lain.

 Setelah melakukan diskusi mahasiswa dapat menjelaskan tentang obat gubal dan simplisia

(2)

mencakup pengetahuan mengenai sejarah distribusi, budidaya, pengumpulan, pemilihan, penyediaan, perdagangan, identifikasi evaluasi, pengawetan dan penggunaan obat dan kandungan yang bernilai ekonomis yang berpengaruh terhadap kesehatan manusia dan hewan. Termasuk didalamnya adalah obat gubal dan sediaan galenik atau isolatnya dari bahan yang cari penyiapannya agak kompleks misalnya allergen, ekstrak allergen, antibiotika, produk biologi, penambah rasa dan rempah-rempah.

Farmakognosi sangat terkait dengan ilmu-ilmu kedokteran, pertanian, fisika, dan kimia. Untuk menggeluti bidang farmakognosi maka seseorang harus memiliki pengetahuan tentang biologi yang meliputi botani, zoology, fisiologi, anatomi, morfologi, histology, klasifikasi, kimiawi tanaman, ekologi dan genetika.

1.3. Obat Gubal dan Simplisia

Obat gubal adalah obat dari tumbuhan atau hewan yang terdiri dari bahan alam yang hanya mengalami proses pengumpulan dan pengeringan Arti istilah bahan alami adalah seluruh tumbuhan atau herba dan bagiannya termasuk cairan tumbuhan, ekstrak dan hasil ekskresi yang tidak mengalami perubahan molekul / struktur molekul atau sama dengan yang terdapat di alam. Obat gubal makin jarang dipakai dalam pengobatan. Yang sering digunakan adalah turunannya atau ekstraknya. Istilah kandungan utama (chief constituent) digunakan untuk menamai turunannya tadi tanpa memperhatikan apakah yang menimbulkan khasiat tersebut dalam keadaan tunggal atau campuran.

Farmakope Indonesia, Departemen Kesehatan RI (Keputusan Menteri Kesehatan RI No: 230/Menkes.IX/1976) dan Dirjen POM (Keputusan Dirjen POM Depkes RI No : 4308/D/SK/V/1984) mengemukakan batasan mengenai simplisia.

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain , berupa bahan yang dikeringkan.

Definisi simplisia digolongkan atas :

Bahan Diskusi :

(3)

1. Simplisia nabati ialah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman.

Eksudat tanaman ialah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau isi sel dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya atau zat-zat nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya dan belum berupa zat kimia murni;

2. Simplisia hewani ialah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni;

3. Simplisia pelikan/mineral ialah simplisia yang berupa bahan pelikan/ mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni.

Diantara ketiga golongan itu, simplisia nabati merupakan jumlah terbanyak yang digunakan untuk bahan obat. Penyiapan simplisia nabati merupakan suatu proses memperoleh simplisia dari tanaman sumbernya di alam. Proses ini meliputi pengumpulan (collection), pemanenan (harvesting), pengeringan (drying), pemilihan (garbling), serta pengepakan, penyimpanan dan pengawetan (packaging, storage, and preservation).

1.4. Tatanama Simplisia

Pemberian nama suatu simplisia umumnya berdasarkan atas gabungan nama spesies diikuti dengan nama bagian tanaman.

Sebagai contoh : daun dewa dengan nama spesies Gynura procumbens maka nama simplisianya disebut Gynurae Procumbensis Folium . Folium artinya daun

Nama Tanaman Nama Bagian Tanaman

Gynurae procumbensis Folium

Namun tidak semuanya teks mengikuti aturan seperti diatas, misalnya :

 Guazuame Folium : nama genus dari Guazuma ulmifolia diikuti Folium

 Calami Rhizome : menunjukan penyebutakan nama berdasar nama belakang dari spesies (Acorus calamus)

Tabel 1. Nama Latin dari Bagian Tanaman yang digunakan dalam tatanama simplisia

Nama latin Bagian Tanaman

Amilum Pati

Bulbus Umbi Lapis

(4)

Flos Bunga

Folia Daun

Folium Daun

Fructus Buah

Herba Seluruh tanaman

Lignum Kayu

Radix Akar

Rhizome Rimpang

Semen Biji

Thallus Bagian dari tanaman Rendah

Tubera Umbi

BAB II

Bahan Diskusi :

Carilah beberapa contoh simplisia yang mengikuti aturan tatanama diatas serta kegunaanya. (minimal 2

(5)

KEDUDUKAN HUKUM DAN MUTU OBAT YANG BERASAL DARI

TUMBUHAN, HEWAN DAN MINERAL

2.1. Bentuk – Bentuk Obat Tradisional

Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan tersebut, yang secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Dalam penggunaannya maupun dalam perdagangan ada beberapa macam bentuk obat – obat tradisional yaitu : rajangan, serbuk, pil, dodol/jenang, pastiles, kapsul, tablet, cairan obat dalam, sari jamu, parem, pilis, tapel, koyok, cairan obat luar, dan salep/krim.

a. Rajangan

Rajangan adalah sediaan obat tradisional berupa potongan simplisia, campuran simplisia, atau campuran simplisia dengan sediaan gelanik, yang penggunaanya dilakukan dengan pendidihan atau penyeduhan dengan air panas.

b. Serbuk

Serbuk adalah sediaan obat tradisional berupa butiran homogen dengan derajat halus yang cocok; bahan bakunya berupa simplisia, sediaan galenik atau campurannya.

c. Pil

Pil adalah sediaan padat obat tradisional berupa massa bulat, bahan bakunya berupa serbuk simplisia, sediaan galenik, atau campurannya.

d. Dodol/jenang

Dodol/ jenang adalah sediaan padat obat tradisional; bahan bakunya berupa serbuk simplisia, sediaan galenik atau campurannya.

Tujuan Instruksional Umum :

Setelah membaca dan mendiskusikan topik ini dikelas selama 60 menit, mahasiswa dapat menjelaskan tentang bentuk – bentuk obat asal bahan alam, peraturan tentang produksi obat tradisional, serta peraturan tentang distribusi obat tradisional secara tepat dan benar (C2)

Tujuan Instruksional Khusus :

 Setelah melakukan diskusi mahasiswa dapat menjelaskan tentang bentuk-bentuk obat asal bahan alam

 Setelah melakukan diskusi mahasiswa dapat menjelaskan peraturan tentang produksi obat tradisional

(6)

e. Pastiles

Pastiles adalah sediaan padat obat tradisional berupa lempengan pipih, umumnya berbentuk segi empat; bahan bakunya berupa campuran serbuk simplisia, sediaan gelenik, atau campuran keduanya.

f. Kapsul

Kapsul adalah sediaan obat tradsional yang terbungkus cangkang keras atau lunak; bahan bakunya terbuat dari sediaan galenik dengan atau tanpa bahan tambahan

g. Tablet

Tablet adalah sediaan obat tradisional padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih, silindris, atau bentuk lain, kedua permukaannya rata atau cembung, terbuat dari sediaan galenik dengan atau tanpa bahan tambahan.

h. cairan obat dalam

Cairan Obat dalam adalah sediaan obat tradisional berupa larutan emulsi atau suspensi dalam air; bahan bakunya berasal dari serbuk simplisia atau sediaan galenik dan digunakan sebagai obat dalam

i. sari jamu

Sari jamu adalah cairan obat dalam dengan tujuan tertentu diperbolehkan mengandung etanol

j. Parem

Parem adalah obat tradisional dalam bentuk padat, pasta atau seperti bubur yang digunakan dengan cara melumurkan pada kaki dan tangan atau pada bagian tubuh lain

k. Pilis

Pilis adalah obat tradisional dalam bentuk padat atau pasta yang digunakan dengan cara mencoletkan pada dahi

l. Tapel

Tapel adalah obat tradisional dalam bentuk padat, pasta atau seperti bubur yang digunakan dengan cara melumurkan pada seluruh permukaan perut

m.Koyok

Koyok adalah sediaaan oabat tradisional berupa pita kain yang cocok dan tahan air yang dilapisi dengan serbuk simplisia dan atau sediaan galenik, digunakan sebagai obat luar dan pemakaiannya ditempelkan pada kulit.

(7)

Cairan obat luar adalah sediaan obat tradisional berupa larutan suspensi atau emulsi ; bahan bakunya berupa simplisia, sediaan galenik dan digunakan sebagai obat luar

o. salep/krim.

Salep/ krim adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan ; bahan bakunya berupa sediaan galenik yang larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep/krim yang cocok dan digunakan sebagai obat luar.

1.2. Peraturan tentang Produksi Obat Tradisional

Sebelum menjelaskan lebih lanjut tentang peraturan – peraturan di bidang produksi obat tradisional, terlebih dahulu kita harus tahu apa itu produksi / memproduksi.

Memproduksi adalah membuat, mencampur, mengolah, mengubah bentuk, mengisi, membungkus dan atau memberi penandaan obat tradisional untuk diedarkan

(Permenkes No. 246/Menkes/Per/V/1990)

Industri obat tradisional (IOT), Industri Kecil Obat tardisional (IKOT), usaha jamu racikan, dan usaha jamu gendong merupakan tempat memproduksi obat tradisional.

a. Industri Obat Tradisional adalah isndustri yang memproduksi obat tradisional dengan total asset diatas Rp. 600.000.000, - tidak termasuk harga tanah dan bangunan.

b. Industri Kecil Obat Tradisional adalah industri yang meproduksi obat tradisional dengan total asset tidak lebih dari Rp. 600.000.000,- tidak termasuk harga tanah dan bangunan

c. Usaha Jamu Racikan adalah usaha peracikan, pencampuran, dan atau pengolahan obat tradisional dalam bentuk rajangan, serbuk, cairan, pilis, tapel, atau parem dengan skala kecil, dijual di satu tempat tanpa penandaan dan atau merk dagang.

d. Usaha Jamu Gendong adalah usaha peracikan, pencampuran, pengolahan dan pengedaran obat tradisional dalam bentuk cairan, pilis, tapel, atau parem tanpa penandaan dan atau merk dagang serta dijajakan untuk langsung digunakan.

Bahan Dsikusi :

1. Apa perbedaan Parem, Pilis dan Tapel !

2. Apa yang dimaksud dengan simplisia,

(8)

Obat tradisional yang diproduksi untuk tujuan diedarkan baik di wilayah Indonesia maupun di luar negeri terlebih dahulu harus didaftarkan sebagai persetujuan menteri kecuali untuk obat tradisional hasil prosuksi :

1. Industri Kecil Obat Tradisional dalam bentuk rajangan, pilis, tapel dan parem 2. Usaha jamu racikan

3. Usaha jamu gendong

Untuk Obat yang Wajib daftar, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1. secara emprik terbukti aman dan bermanfaat untuk digunakan manusia

2. bahan obat tradisional dan proses produksi yang digunakan memenuhi persyaratan yang ditetapkan

3. tidak mengandung bahan kimia sintetik atau hasil isolasi yang berkhasiat sebagai obat

4. tidak mengandung bahan yang tergolong obat keras atau narkotik

Untuk dapat memenuhi persyaratan tersebut diatas industri obat tradisioanl (IOT) dan Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) wajib melaksanakan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB)

(Keputusan Menteri Kesehatan RI No : 659/Menkes/SK/X/1991 tentang Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik)

Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik adalah suatu pedoman yang menjelaskan cara memperoduksi obat tradisional agar didapat produk yang aman dengan sifat dan mutu yang dihasilkan sesuai dengan yang dikehendaki. Produk yang bermutu adalah produk yang memenuhi spesisikasi, identitas dan karekteristik yang telah ditetapkan . Produk yang aman adalah produk yang tidak mengandung bahan-bahan yang dapat membahayakan kesehatan /

Bahan Diskusi

1. Sebutkan beberapa bahan kimia sintetik yang mungkin ditambahan pada sediaan obat tradisional !

(9)

keselamatan manusia seperti menimbulkan penyakit atau keracunan. CPOTB menjelaskan persyaratan yang harus dipenuhi tentang penanganan bahan baku obat tradisional dan seluruh mata rantai pengolahan sampai menjadi produk akhir termasuk personalia yang terlibat dalam pembuatan bahan baku. Ruang lingkup CPOTB adalah personalia, bangunan, peralatan, sanitasi dan hygiene, pengolahan dan pengemasan, pengawasan mutu, inspeksi diri, dokumentasi dan penanganan terhadap hasil pengamatan produk di peredaran .

Beberapa Peraturan Lain di Bidang Produksi :

1. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 570/D/SK/1977 Tentang Larangan Memproduksi dan Mengedarkan Obat Tradisional yang dipakai secara intravaginal, sebagai suppositoria, atau tetes mata

2. Surat Edaran Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, No:3694/D/80 tertanggal 29 Nopember 1980 tentang Peningkatan mutu Obat Tradisional yang benbentuk kapsul atau tablet

3. Keputusan Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan RI No:06605/D/SK/X/84 tentang Tata Cara Produksi Obat Tradisional dari Bahan Alam dalam Sediaan bentuk Kapsul atau Tablet

4. Surat Edaran Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan No:1572/D/80 tertanggal 17 Mei 1980 tentang pencantuman bulan dan tahun pembuatan pada pembungkus

5. Surat Edaran Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan No:1655/DD-AW/VII/86 tertanggal 28 Juli 1986 tentang larangan menggunakan kata-kata Jamu ”Peluntur”

6. Surat Edaran Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan MakananNo:2326/DD/XII/80 tertanggal 31 Desember 1980 tentang Pencantuman bulan, tahun dan jumlah batch pada kode produksi

7. Surat Edaran Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan No:1464/DD-PR/VII/1983 tertanggal 5 Juli 1983 tentang Obat Tradisional yang mengandung Etanol

Tugas :

(10)

Sebelum menjelaskan lebih lanjut tentang peraturan – peraturan di bidang produksi obat tradisional, terlebih dahulu kita harus tahu apa itu distribusi / Mengedarkan

Mengedarkan adalah menyajikan, menyerahkan memiliki atau menguasai persediaan ditempat penjualan, dalam Perusahaan Obat Tradisional atau di tempat lain, termasuk kendaraan dengan tujuan untuk dijual, kecuali jika persediaan ditempat tersebut hanya untuk dipergunakan sendiri.

(Permenkes No. 246/Menkes/Per/V/1990)

Obat tradisional yang didistribusikan bisa obat tradisional lokal, simplisia impor atau obat tradisional untuk ekspor.

Simplisia Impor

Simplisia impor yang diedarkan di wilayah Indonesia harus didaftarkan pada Departemen Kesehatan RI kecuali simplisia impor untuk keperluan lembaga-lembaga ilmu pengetahuan dan pendidikan yang telah disetujui Dirjen POM. Pada pendaftran simplisia impor harus disebutkan :

1. Nama asing, ditulis dalam huruf asing dan huruf latin 2. Nama latin tumbuh-tumbuhan asal dan hewan asal

3. Nama latin simplisia (semua nama latin harus sesuai dengan tatanama latin menurut farmakope Indonesia )

4. Nama familia dari tumbuh-tumbuhan asal dan hewan asal 5. Khasiat atau kegunaan dari simplisia yang bersangkutan 6. pemerian (tentang bau dan rasa)

7. uraian tentang makroskopik (bentuk, ukuran warna, sifat patahan atau irisan melintang dan ciri-ciri khas lainnya)

8. Uraian mikroskopik (susunan histologis)

9. cara identifikasi kimia (reaksi warna, reaksi pengendapan dan analisa kwalitatif dengan KLT)

10. syarat kemurnian (bahan organik asing, kadar abu, kadar abu yang larut dalam asam, dan sebagainya)

11. penetapan kadar sari yang larut dalam air dan etanol 95% 12. penetapan kadar

13. daerah asal dan tempat tumbuh 14. cara pengolahan simplisia

(11)

Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan RI No:4308/D/SK/V/1984 tentang tata cara pendaftaran simplisia impor).

Gambar 1. Skema Perijinan Obat Tradisional

Penjelasan Skema :

Obat tradisional didaftarkan ke DIRJEN POM dengan kriteria sesuai dengan persyaratan obat wajib daftar. Bila tidak memenuhi persyaratan maka ditolak sedangkan bila sudah memenuhi persyaratan disetujui dan dikeluarkan no pendaftaran . Obat tradsional yang sudah mendapat no. Pendaftaran diijikan beredar dengan syarat setiap tahun harus menyampaikan informasi Bila 2 tahun berturut – turut tidak menyampaikan informasi maka no. Pendaftaran akan dibatalkan. Pendaftaran obat tradisional juga akan dibatalkan jika terjadi salah satu dari hal-hal berikut :

1. obat tradsional yang bersangkutan tidak lagi memenuhi persyaratan obat wajib daftar 2. penandaan obat tradsional yang bersangkutan menyimpang dari yang disetujui

3. mengandung bahan lain yang tidak tercantum dalam komposisi sebagaimana yang dilaporkan dalam permohonan pendaftaran

4. selama 2 tahun berturut – turut IKOT dan IOT tidak menyampaikan informasi.

(12)

Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat di Peraturan Menteri Kesehatan RI No:246/Menkes/Per/V/1990 tentang Izin Usaha Industri Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradsional

Beberapa Peraturan Lain di Bidang Distirbusi:

1. Keputusan Menteri Kesehatan RI No:1147/D/SK/IV/81 tentang larangan produksi dan distribusi obat tradisional yang digunakan sebagai pelancar haid dan sejenisnya yang berisi simplisia Angelicae sinensis Radix dan/atau Ligustici Rhizoma

2. Surat Edaran Direktorat Jenderal Pengawan Obat dan Makanan No:02767/D/IX/87 tertanggal 10 September 1987 dan No:1826/DD/VIII/87 tertanggal 25 Agustus 1987 tentang larangan penjualan obat tradisional yang dikaitkan dengan hadiah atau undian 3. Surat Edaran Direktorat Jenderal Pengawan Obat dan Makanan No:PO.02.04.5.00075 tertanggal 9 Januari 1995 tentang penertiban terhadap peredaran obat tradsional asing yang tidak terdaftar.

BAB III

VARIABILITAS DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS

BAHAN ALAM

Bahan Diskusi:

Mengapa ijin edar suatu obat tradisional bisa dibatalkan. Jelaskan!

Tujuan Instruksional Umum :

Setelah membaca dan mendiskusikan topik ini dikelas selama 100 menit, mahasiswa dapat menjelaskan tentang Variabilitas dan Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Bahan Alam secara tepat dan benar (C2)

Tujuan Instruksional Khusus :

 Setelah melakukan diskusi mahasiswa dapat menjelaskan tentang pengaruh faktor biologi dan geografi bahan alam farmasi terhadap kualitas bahan alam

 Setelah melakukan diskusi mahasiswa dapat menjelaskan tentang pengaruh faktor genetika terhadap kualitas bahan alam

(13)

Secara faktual, kebanyakan senyawa aktif dari tumbuhan dikelompokkan kedalam golongan metabolit sekunder, Yaitu senyawa yang disintesis oleh tumbuhan bukan untuk kebutuhan dasarnya yakni tumbuh dan berkembang, melainkan untuk mempertahankan eksistensi dan keberlanjutan spesiesnya dalam berinteraksi dengan ekosistem. Sebagai senyawa aktif untuk berinteraksi dengan ekosistem, biosintesis metabolit sekunder memiliki karakteristik yang bersifat adaptif (bereaksi terhadap rangsang), spesifik (ekspresi respon terhadap rangsang bersifat khas) dan variatif ( rangsang yang sama terhadap organ yang berbeda pada satu spesies tumbuhan yang berbeda dapat menghasilkan respon yang berbeda). Secara alamaih, kualitas senyawa bioaktif dalam tumbuhan hidup ditentukan oleh faktor internal yaitu genetik dan umur tanaman, serta dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti klimatik, geografi, hama dan penyakit, dan lain – lain. Selain kedua faktor tersebut, waktu panen dan penanganan pasca panen juga dapat berpengaruh terhadap kualitas simplisia.

3.1 Faktor Biologi dan Geografi

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi adalah : a. temperatur

Temperatur merupakan faktor utama yang mengatur pertumbuhan dan proses metabolisme dalam tumbuhan. Perubahan temperatur secara berkala dan pergantian musim berpengaruh terhadap senyawa bioaktif yang dihasilkan oleh tumbuhan Misalnya pada tanaman Matricaria chamomilla, kandungan minyak atsirinya (kamazulen) paling tinggi adalah pada tanaman yang ditanam pada temperatur siang hari 250 C, atau malam hari pada temperatur 150 C.

(14)

c. curah hujan, ketersediaaan air d. ketinggian di atas permukaan laut e. iklim

f. angin

g. keadaan tanah (fisik, kimia, mikrobiologi termasuk cemaran pestisida) h. kandungan nutrisi termasuk kandungan mineral

Produksi minyak atsiri pada tanaman Cymbopogum winterianus diinduksi oleh Mn, Mo, Mg dan B

i. jamur, bakteri dan virus

Berkurangnya kadar vinvaleukoblastin dari tanaman Vinca rosea karena terinfeksi virus. Berkurangnya kadar morfin dari tanaman Papaver somniverum kerena pertumbuhan jamur.

j. keberadaan serangga (Hama) k. Adanya hewan herbivora

l. Banyaknya tanaman per area penanaman (planting density) m. Adanya kompetisi dengan tanaman lain

3.2 Faktor Bahan Baku Simplisia

(15)

Gambar 2. Sumber Simplisia

Dibandingkan dengan tanaman budidaya, tanaman liar sebagai sumber simplisia mempunyai beberapa kelemahan untuk dapat menghasilkan simplisia dengan mutu yang memenuhi standar tetap yang dikehendaki. Hal ini disebabkan karena :

a. unsur tanaman pada waktu pengumpulan tanaman atau organ tanaman sulit atau tidak dapat ditentukan oleh pengumpul. Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia sering dipengaruhi oleh umur tanaman pada waktu pengumpulan simplisia yang bersangkutan. Ini berarti aktivitas biologis yang dikehendaki dari suatu simplisia sering berubah apabila umur tanamn dari suatu pengumpulan ke waktu pengumpulan lain tidak sama.

b. Jenis (spesies) tanaman yang dikehendaki sering tidak tetap dari satu waktu pengumpulan ke waktu pengumpulan berikutnya. Sering timbul kekeliruan akan jenis tanamn yang dikehendaki. Dua jenis tanaman dalam satu marga kadang mempunyai bentuk morfologi yang sama dari pengamatan seseorang (pengumpul) yang sering bukan seorang ahli / seorang yang berpengalaman dalam mengenal jenis tanaman yang dikehendaki sebagai sumber simplisia. Perbedaan jenis suatu tanaman akan berarti perbedaan kandungan senyawa aktif .

c. Perbedaan lingkungan tempat tumbuh jenis tanaman yang dikehendaki. Satu jenis tanaman liar sering tumbuh pada tempat tumbuh dan lingkungan yang berbeda (ketinggian, keadaan tanah, cuaca yang berbeda). Simplisia yang diperoleh dari satu

Tanaman obat (sumber simplisia)

Tumbuhan Liar Tumbuhan

Budidaya

Hutan

Lahan Liar

Tanaman Pagar

Tanaman Hias Produksi

Simplisia

Tumpan g sari

Tanaman Perkebunan

(16)

jenis tanaman sama tetapi berasal dari dua lingkungan dapat mengandung senyawa aktif dominan yang berbeda. Misalnya tanaman D. Myoporoides di daerah Australia utara kandungan skopolamina yang dominan, sedangkan di Australia selatan kandungan hiosiamina yang dominan.

Jika simplisia diambil dari tanaman budidaya maka keseragaman umur, masa panen dan galur tanaman dapat dipantau. Namun tanaman budidaya juga ada kerugiannya. Pemeliharaan rutin menyebabkan tanaman menjadi manja, mudah terserang hama sehingga pemeliharaan ekstra diperlukan untuk mencegah serangan parasit. Penggunaan pestisida untuk ini membawa konsekuensi tercemarnya simplisia dengan residu pestisida. (Sehingga perlu pemeriksaan residu pestisida).

3.3. Faktor Proses Pembuatan Simplisia

Tahapan pembuatan simplisia meliputi tahap pengumpulan (panen), pencucian dan sortasi, perajangan dan pengepakan serta penyimpanan.

a. Pengumpulan Bahan Baku

Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia dapat bervariasi tidak hanya bergantung dari organ tanaman yang digunakan untuk simplisia, tetapi juga bergantung dari umur tanaman serta waktu pengumpulan dalam setahun dan bahkan waktu pengumpulan dalam sehari. Pemilihan organ tanaman yang dikumpulkan dan penentuan waktu waktu tertentu untuk panen bertujuan untuk memperoleh kadar senyawa bioaktif semaksimal mungkin dalam simplisia yang bersangkutan.

WAKTU PENGUMPULAN

Waktu panen suatu organ tanaman dari datu jenis tanaman obat sangat berhubungan erat dengan pembentukan senyawa bioaktif dalam organ tanaman tersebut. Waktu yang tepat untuk panen adalah pada saat senyawa bioaktif berada dalan jumlah maksimal pada organ tanaman yang dikumpulkan. Organ Tanaman yang dipilih bergantung dari umur tanaman tersebut. Adapun garis besar pedoaman panen adalah sebagai berikut :

1. Biji

Pengambilan biji dapat dilakukan pada saat mulai mengeringnya buah atau sebelum semuanya pecah. Contoh : Biji Jarak

Bahan Diskusi:

(17)

2. Buah

Pemanenan buah tergantung tujuan dan pemanfaatan kandungan senyawa bioaktifnya  Saat menjelang masak

Contoh : piper (bila dipanen saat masak  busuk timbul efek samping : hipertensi)

 Setelah benar- benar masak Contoh : Adas

 Dengan melihat perubahan warna, tingkat kekerasan, kadar air, bentuk dan lain-lain.

Contoh Belimbing wuluh ; timun

3. Daun atau Herba

Saat proses fotosintesis maksimal, yaitu saat mulai berbunga atau buah menjadi masak. Pada saat ini proses fotosintesis berhenti sementara

Contoh : Herba meniran, Daun jati belanda

4. Pucuk Daun

Pemanenan pucuk daun dilakukan pada saat warna pucuk daun belum berubah menjadi seperti warna daun tua

Contoh : ginseng

5. Bunga

Pemanenan bunga tergantung tujuan dan pemanfaatan kandungan senyawa bioaktifnya

 Saat menjelang penyerbukan

 Saat masih kuncup (melati)  Saat bunga mekar (mawar)

6. Kulit Batang / Kortex

Hanya dilakukan pada tanaman yang sudah cukup umur, saat panen yang palin baik adalah awal musim kemarau. Contok : Kina

7. Umbi Lapis

Pemanenan dilakukan pada akhir pertumbuhan karena merupakan tanaman semusim. Contoh : Bawang merah

8. Rimpang

(18)

9. Akar

Dipanen saat proses pertumbuhan berhenti. Untuk pohon akar besar tidak boleh diambil semua). Contoh : Akar Pule, Kelembak

TEKNIK PENGUMPULAN

Panen dapat dilakukan dengan tangan, tanpa atau dengan menggunakan mesin. Apabila pengumpulan dilakukan secara manual langsung (pemetikan) maka ketrampilan pemetik dalam menentukan dan memetik organ yang sesuai dari tanaman sangat penting diperhatikan. Dalam hal ini pengalaman memegang peranan penting. Ketrampilan diperlukan untuk memperoleh simplisia yang benar dan tepat (misalnya kalau diperlukan daun muda, tidak terpetik daun tua dan ranting) serta tidak merusak tanaman induk (terutama untuk tanaman yang dipanen organya beberapa kali). Alat yang digunakan untuk memetik (misalnya pisau) juga dipilih yang sesuai dan tepat. Alat dari logam tidak digunakan jika merusak secara kimiawi senyawa aktif dalam simplisia (misalnya : simplisia yang mengandung golongan fenol, glikosida).

Cara pemanenan mekanik dengan menggunakan mesin diperlukan apabila dari segi pertimbangan ekonomi keadaaan simplisia yang dikumpulkan dapat dilaksanakan. Penggunaan mesin-mesin biasanya digunakan untuik memanen simplisia dari tanaman sekali panen.

b. Sortasi Basah

Sortasi basah bertujuan untuk membersihkan benda- benda asing yang berasal dari luar.

c. Pencusian

Pencucian terutama dilakukan terhadap simplisia organ tanman bawah tanah untuk mencuci sisa-sisa tanah yang melekat. Untuk simplisia jumlah besar umumnya digunakan teknik dengan mengaliri air pada simplisia yang ditempatkan di atas alat seperti

jaring-Sortasi Basah

Tanah

Kerikil

Bagian tanaman lain

Bagian lain tanaman

Rumput

(19)

jaring. Air yang digunakan dapat dari berbagai sumber namun tetap harus memperhatikan kemungkinan adanya pencemaran

Menurut Frazier (1978) pencucian sayuran sebanyak satu kali mengurangi jumlah mikroba sebesar 25%, sebanyak tiga kali mikroba berkurang 58%. Bakteri-bakteri pencemar air contohnya : pseudomonas, proteus, escherichia, bacillus, dll.

d. Pengubahan Bentuk

Pengubahan bentuk bertujuan untuk memperluas permukaan.

e. Pengeringan

Tujuan pengeringan organ tanaman atau tanaman yang dipanen adalah untuk mendapatkan simplisia yang awet, tidak rusak dan dapat digunakan atau disimpam dalam jangka waktu relatif lama dengan cara mengurangi kandungan air dan mengehntikan reaksi enzimatik yang mungkin dapat menguraikan senyawa bioaktif dan menurunkan mutu atau merusak simplisia itu. Air dalam sel dan jaringan tumbuhan yang ada setelah sel atau jaringan itu mati akan merupakan media pertumbuhan jamur. Demikian pula enzim-enzim tertentu dalam sel akan menguraikan senyawa bioaktif tertentu, sesaat

Pencucian (sumber Air)

Mata Air Air Sumur Air PAM

(20)

setelah sel mati dan selama sel atau organ tersebut masih mengandung jumlah air tertentu yang memungkinkan reaksi enzimatik berlansung.

Pada tanaman hidup (sebelum pemetikan) pertumbuhan jamur dan reaksi enzimatis yang merusak itu tidak terjadi karena adanya keseimbangan antara proses-proses metabolisme pada sintesa, transformasi dan penggunaan isi sel. Keseimbangan ini hilang segera setelah sel mati. Dalam beberapa hal proses enzimatik ini justru dikehendaki setelah pemetikan. Sebelum proses pengeringan organ tanaman dibiarkan dalam kondisi suhu dan kelembaban tertentu untuk berlangsungnya reaksi enzimatik. Atau pengeringan dilakukan perlahan-lahan agar reaksi enzimatik masih berlangsung selam proses pengeringan. Proses enzimatik disini masih diperlukan untuk membebaskan kandungan kimia yang dikehendaki dari ikatan kompleksnya di dalam tanaman. Pengeringan dapat dilakukan secara alamiah atau dengan buatan .

PENGERINGAN ALAMIAH

Bergantung dari zat aktif yang dikandung dalam organ tanaman yang dikeringkan, dapat dilakukan dengan dua cara pengeringan :

1. Panas sinar matahari langsung

Cara ini dilakukan untuk mengeringkan organ tanamn yang relatif keras (kayu, kulit kayu, biji, dan lai-lain) dan mengandung senyawa bioaktif yang relatif stabil.

2. Tidak dikenai sinar matahari langsung

Dapat juga dengan diangin-anginkan ditempat teduh (bunga) atau ditutup dengan kain hitam (daun, rimpang). Digunakan kain hitam karena kain hitam dapat menyerap panas bukan sinarnya sehingga uv terhalang (uv dapat merusak zat aktif).

Pengeringan

Alamiah Buatan

Matahari Oven max 600 C

Langsung Tidak Langsung FERME

NTASI CEP

AT LAM

(21)

Pada kedua cara tersebut untuk tempat pengeringan digunakan dasar pengering berlubang-lubang (anyaman bambu, kain kasa) bukan terbuat dari logam, karena logam akan beraksi dan menguraikan senyawa bioaktif tertentu yang dikehendaki. Letak tempat pengeringan diatur sedemikian rupa sehingga memungkinkan terjadinya sirkulasi udara dengan baik.

PENGERINGAN BUATAN

Pada cara pengeringan ini digunakan alat yang dapat diatur suhu, kelembaban, tekanan dan sirkulasi udaranya. Misalnya Oven.

Berikut ini faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan:  Waktu pengeringan.

 Suhu

 Kelembaban udara dan kelemban bahan

 Ketebalan bahan yang dikeringkan  Sirkulasi udara

 Luas permukaan bahan

Baik cara pengeringan alamiah maupun buatan, derajat kekeringan simplisia yang dapat dicapai setelah proses pengeringan tergantung pada jenis organ yang dikeringkan dan daei usaha untuk mencapai tingkat kekeringan setinggi mungkin tanpa merusak senyawa aktif , sehingga kadar air yang tersisa relatif rendah untuk tidak memungkinkan pertumbuhan jamur dan berlangsungnya reaksi enzimatik.

f. Sortasi kering

Sortasi setelah pengeringan sebenarnya merupakan tahap akhir penyiapan simplisia. Tujuan sortasi disini adalah memisahkan benda-benda asing seperti bagian-bagian tanaman yang masih ada dan tertinggal pada simplisia kering,. Proses ini dilakukan sebelum simplisia dibungkus kemudian disimpan.

g. Pengepakan dan penyimpanan Bahan Diskusi:

(22)

Mutu simplisia akan menjadi turun kalau kondisi penyimpanan tidak diperhatikan. Tujuan penyimpanan yang baik dari suatu simplisia adalah untuk mencegah menurunnya mutu simplisia dalam masa penyimpanan.

Wadah yang bersih, kedap udara diperlukan untuk simplisia. Kekedapan terhadap udara luar diperlukan untuk mencegah masuknya kelembaban udara yang tinggi dari luar ke dalam wadah. Udara tropik dengan kelembaban tinggi memudahkan peetumbuhan jamur. Wadah dari logam tidak dianjurkan karena dalam beberapa hal berpengaruh terhadap kadar senyawa aktif. Wadah dari plastik tebal kualitas baik atau dari gelas berwarna gelap relatif baik. Pengaruh- pengaruh luar yang perlu dicegah antara lain masuknya serangga, sinar matahari langsung, dan kotoran udara lain.

Ruang penyimpanan simplisia yang telah diwadahi juga perlu diperhatikan. Suhu rendah, kelembaban relatif rendah, tekanan udara dalam ruang relatuf tinggi dari tekanan uadar luar atau sistem sirkulasi udara yang baik, adalah kondisi ruang yang dianjurkan. Disamping itu perlu juga diatur letak dan susunan wadah di dalam ruang sehingga memudahkan orang mencari simplisia yang diperlukan.

BAB IV

STANDARISASI DAN SPESIFIKASI SIMPLISIA DAN EKSTRAK

Bahan Diskusi:

Apa upaya yang dilakukan agar dicapai kualitas tanaman obat yang optimal! Jelaskan.

Tujuan Instruksional Umum :

Setelah membaca dan mendiskusikan topik ini dikelas selama 100 menit, mahasiswa dapat menjelaskan tentang standarisasi, parameter – parameter standarisasi dan metode pengukuran standarisasi secara tepat dan benar (C2)

Tujuan Instruksional Khusus :

 Setelah melakukan diskusi mahasiswa dapat menjelaskan tentang pengertian standarisasi

(23)

parameter-4.1 STANDARISASI SIMPLISA DAN EKSTRAK

Seperti sudah dijelaskan pada bab sebelumnya, secara alamiah kualitas senyawa bioaktif dalam tumbuhan hidup ditentukan oleh faktor internal yaitu genetik dan umur tanaman, serta dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti klimatik, geografi, hama dan penyakit, dan lain – lain. Selain kedua faktor tersebut, waktu panen dan penanganan pasca panen juga dapat berpengaruh terhadap kualitas simplisia. Berdasarkan uraian singkat tentang fenomena metabolit sekunder diatas, kadar senyawa bioaktif dalam tumbuhan atau simplisianya cenderung fluktuatif. Oleh karena itu, sebelum dilakukan formulasi dan manufaktur sediaan obat alami, kadar senyawa bioaktif harus dibakukan atau distandarisasi. Tujuannya adalah untuk memperoleh keseragaman komponen aktif, keamanan, kualitas dan manfaat obat yang dimaksud.

Apa itu standarisasi ???

Standarisasi adalah proses merumuskan, menetapkan, menerapkan, merevisi standard yang dilaksankan secara tertib dan kerjasama semua pihak

(menurut SSN 1998)

Standard adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan, yang disusun berdasarkan konsesus semua pihak terkait dengan memperhatikan syarat-syarat kesehatan, keamanan, keselamtan, lingkungan, perkembangan IPTEK serta berdasarkan pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya.

(24)

a. Pre-Farm

Teknologi produksi benih/bibit unggul tumbuhan obat, secara konvensional ataupun bioteknologis.

b. On-Farm

Teknologi budidaya tumbuhan obat yang mengacu ”Good Agriculture Practices” c. Off-Farm

Teknologi panen yang mempehatikan kandungan senyawa aktif berkhasiat obat maupun parameter kualitas lainnya yang dipersyaratkan

d. Teknologi Pasca panen/pengolahan yang menghasilkan simplisia yang memenuhi persyaratan.

e. Teknologi ekstrak standar, guna mendapatkan ekstrak yang tervalidasi kandungan senyawa katif atau senyawa marker, serta sifat-sifat fisiknya.

f. Teknologi pengujian khasiat dan toksisiitas pada tingkat pre klinik yang memenuhi persyaratan validitas (Herbal terstandar)

g. Teknologi pegujian khasiat dan toksisitas pada tingkat klinik yang memenuhi persyaratan validitas (Fitofarmaka)

h. Teknologi produksi obat-obat herbal yang mengacu pada ”Good Manufacturing Practice”

STANDARISASI SIMPLISIA

Apabila sejak penyediaan bibit sudah diterapkan standarisasi, maka tanaman tersebut akan menghasilkan simplisia dengan kandungan senyawa bioaktif yang tidak fluktuatif. Budidaya yang menrapkan kaidah Good Agricultural Practice (GAP) akan menghasilkan simplisia yang memenuhi persyaratan kualitas. Persyaratan yang harus dipenuhi adalah kemurnian simplisia (tidak dipalsu atau dicampur simplisia lainnya, tidak mengandung pestisida berbahaya, logam berat dan senyawa toksik lainnya), persyaratan kadar senyawa aktif , maupun persyaratan lain yang ditetapkan oleh farmakope Indonesia, Materia Medica Indonesia atau standar acuan lainnya.

(25)

kimiawi maupun secara rekayasa genetika guna mendapatkan bibit yang mampu menghasilkan senyawa aktif dengan yield tinggi.

STANDARISASI EKSTRAK

Awal mula diperkenalkannya produk herbal berbentuk herbal terstandar terjadi di tahun 1992 di Eropa, dengan diberlakukannya Hukum Jaminan Mutu Eropa (European Guaranteed Potency Law). Sejak itu, banyak pihak melihat bahwa penetapan standarisasi obat herbal merupakan tonggak penting bagi konsumen maupun pengobat tradisional dengan keyakinan lebih besar akan khasiat obat herbal. Aturan tersebut dibuat dalam upaya memberikan jaminan Bahwa obat herbal tidak hanya cerita empirik tetapi memang ada kandungan khasiat yang dapat dipertanggung jawabkan.

Pengertian umum ekstrak terstandar yang dianut di berbagi Negara belum ada keseragaman. Namun demikian yang paling umum berlaku adalah berdasarkan dua jenis acuan yaitu berdasarkan kandungan senyawa aktif dimana prinsip aktivitas biokimianya sudah diketahui dan berdasarkan senyawa penanda, apabila kandungan senyawa aktifnya belum diketahui atau tidak terdeteksi dengan peralatan analisa yang ada, sehingga perlu menggunakan senyawa penanda yang ada dalam tanaman obat tersebut.sebagai tolak ukur terkandungnya senyawa aktif yang memberikan efek atau khasiat sebagai obat.

Kegunaan ekstrak oabt herbal yang terstandar anatara lain : mempertahankan konsistensi kandungan senyawa aktif dari setiap batch yang diproduksi, pemekatan kandungan senyawa aktif pada ekstrak sehingga dapat mengurangi secara signifikan volume permakaian per dosis, sementara dosis yang diinginkan terpenuhi, serta ekstrak yang diketahui kadar senyawa aktifnya ini dapat dipergunakan sebagai bahan pembuatan formula lain secara mudah seperti sediaan cair , kapsul, tablet dan lain-lain.

Parameter yang ditetapkan dalam standarisasi ekstrak antara lain : parameter non spesifik (susut pengeringan dan bobot jenis, kadar air, kadar abu, sisa pelarut, residu pestisida, cemaran logam berat, cemaran mikroba) dan parameter spesifik (identitas, organoleptik, senyawa terlarut pada pelarut polar dan non polar serta profil kromatografi).

HERBAL TERSTANDAR DAN FITOFARMAKA

(26)

4.2. PEMERIKSAAN MUTU SIMPLISIA / PARAMETER-PARAMETER STANDARISASI

Beberapa hal yang harus diperhatikan sehubungan dengan pemeriksaan mutu simplisia adalah :

1. Simplisia harus memenuhi persyaratan umum edisi terakhir dari buku-buku acuan yang dikeluarkan oleh Deoartemen Kesehatan RI seperti Farmakope Indonesia, dan Materia Medika Indonesia. Jika tidak tercantum maka harus memnuhi persyaratan seperti yang disebut pada paparan atau monografinya.

2. Tersedia contoh sebagai simplisia pembanding yang setiap periode tertentu harus diperbaharui.

3. Harus dilakukan pemeriksaan mutu fisi secara tepat yang meliputi : kandungan air, termakan serangga atau hewan lain, ada tidaknya pertumbuhan kapang dan perubahan warna atau perubahan bau

4. Dilakukan pemeriksaan lengkap yang terdiri dari pemeriksaan organoleptik ( warna, bau, rasa), makroskopik dan mikroskopik( pemeriksaan bentuk luar, morfologinya, maupun anatominya), pemeriksaan fisika (kelarutan, indeks bias, bobot jenis, titik lebur, rotasi optik, rekristalisasi, mikrosublimasi) dan kimiawi(reaksi warna, pengendapan, pendesakan, penggaraman, rekasi kompleks), kromatografi (KCKT, KLT, Kolom, Kertas, Gas) serta uji biologi (penetapan angka kuman, pencemaran, dan percobaan terhadap binatang)

Bahan Diskusi:

Apa Manfaat dari standarisasi obat tradisional ? Apa perbedaan jamu, herbal terstandar dan fitofarmaka

(27)

4.2. METODE PENGUKURAN PARAMETER - PARAMETER STANDARISASI Pada dasarnya standarisasi meliputi tiga bidang yaitu botani, fisiko-kimia dan farmakologi. Botani dan fisiko-kimia pada prakteknya merupakan pengujian untuk identitas simplisia dan pengujian terhadap mutu dan kualitasnya. Uji farmakologi dipersyaratkan untuk obat herbal terstandar dan fitofarmaka. Pengujian untuk identitas dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa simplisia yang diuji benar- benar merupakan simplisia yang diinginkan sedangkan pengujian terhadap kualitas dimaksudkan untuk mengontrol apabila terhadap kerusakan simplisia tersebut. Dibawah ini akan dijelaskan beberapa metode pengukuran parameter standarisasi.

a. Organoleptik

Pengujian organoleptik meliputi pengujian morfologi yaitu bentuk dan warna disertai bau dan rasa. Pengujian ini dapat dilakukan langsung oleh penguji dengan cepat dan sederhana.

b. Makroskopik

Pengujian ini pada umumnya dilakukan dengan mata telanjang atau dengan bantuan kaca pembesar terhadap berbagai organ tanaman yang digunakan untuk simplisia.

c. Mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik pada umumnya meliputi pemeriksaan irisan bahan dan serbuk dan meliputi pemeriksaan terhadap kandungan sel masing-masing jaringan dan pemeriksaan anatomi jaringan itu sendiri. Untuk dapat melihat kandungan sel dapat langsung di bawah mikroskop atau setelah dilakukan pewarnaan. Pemeriksaan anatomi jaringan dapat dilakukan setelah dilakukan penetesan pelarut tertentu seperti kloral hidrat untuk menghilangkan kandungan sel seperti amilum dan protein sehingga akan dapat terlihat jelas di bawah mikroskop.

Pemeriksaan mutu

Identifikasi Analisis Bahan Kemurnian

Organoleptik. Makroskopik,mikros kopik, biologi, fisika, kimiawi

Penetapan:

macam kandungan aktif Kadar kandungan aktif standarisasi

(28)

d. Fluoresensi

Bahan-bahan tertentu daapt diperiksa dalam bentuk potongan tipis di bawah sinar UV dengan panjang gelombang 350-366 nm dan akan memberikan fluoresensi yang spesifik. Misalnya akar kelembak (Rheum officinale) berfluoresensi kecoklatan, sedangkan kelembak (Rheum rhaponticum) berfluoresensi ungu. Uji Fluoresensi ini dapat dilakukan terhadap ekstrak, atau larutan yang dibuat dari simplisia

e. Kelarutan

Pengujian kelarutan dilakukan terutama untuk simplisia yang berupa eksudat tanaman. Misalnya gom arab seluruhnya larut dalam air dingin.

f. Reaksi Warna, Pengendapan dan reaksi lain

Reaksi warna dapat dilakukan terhadap simplisia yang telah diserbuk atau ekstraknya. Reaksi pengendapan harus dilakukan terhadap ekstrak simplisia dan larutan atau ekstrak yang diuji harus jernih. Selain rekasi warna warna dan pengendapan terdapat reaksi tau metode lain sejenis yang dapat digunakan untuk standarisasi. Salah satunya mikrosublimasi yang digunakan untuk memisahkan konstituen mudah menguap dalam bentuk kristal yang selanjutnya dapat diuji titik lebur dan reaksi warnanya.

g. Kromatografi

Kromatografi lapisan tipis (KLT) merupakan salah satu cara pengujian yang utama dalam standarisasi simplisia. Cara ini mempunyai tingkat kepekaan yangh cukup tinggi, cepat, sederhana, dan realtif murah sehingga dapat dilakukan oleh berbagai pihak yang memrlukannya. Namun akan lebih baik bagi perusahaan atau instansi yang mampu untuk melengakapinya dengan kromatografi lainnya (KCKT,Gas, dan lain-lain).

h. Penetapan Kadar

Dalam farmakope, pada setiap monografi simplisia penetapan kadar selalu dimaksudkan untuk zat berkhasiat dan untuk mengontrol mutu simplisia dalam hubungannya dengan khasiat yang dicantumkan. Zat berkhasiat itu sendiri dalam simplisia dapat berupa zat tunggal atau campuran. Syarat untuk dapat diterapkannya pengujian yang berupa zat berkhasiat ini adalah telah diketahui secara pasti kadar minimal zat berkhasiat yang harus dikandung suatu simplisia.

Pemeriksaan mikroskopik, makroskopik dan organoleptik diperlukan untuk permulaan kebenaran

(29)

Selain zat berkhasiat terdapat kadar lain yang seringkali dipersyaratkan pada monografi setiap simplisia yaitu kadar sari. Kadar sari ini dipersyaratkan untuk simplisia yang belum diketahui secara pasti zat berkhasiat yang dikandungnya. Kadar yang lain adalah kadar abu untuk mengontrol jumlah pencemaran benda-benda anorganik seperti tanah dan pasir yang seringkali terikut dalam simplisia. Untuk menghindari terjadinya reaksi enzimatik, cemaran mikroba dan produk toksiknya serta mencegah pertumbuhan jamur pada umumnya simplisia nabati dikontrol pula dengan batas kadar airnya.

i. Cemaran mikroba dan aflatoksin

Beberapa penelitian di Indonesia terhadap obat tradisional menunjukkan adanya cemaran mikroba yang kemungkinan dapat terjadi pada proses pembuatannya atau memang telah terdapat pada simplisia sebagai bahan bakunya. Tetapi jenis yang diketemukan harus dilihat apakah bersifat toksik pada tubuh atau metabolitnya yang toksik. Seperti Aspergillus flavus merupakan mikroba jenis jamur yang tidak menimbulkan penyakit (toksik) tapi metabolitnya aflatoksin dapat menyebabkan keracunan. Cara penetapan aflatoksin dapat dilihat pada buku-buku standar (AOAC)

j. Cemaran logam berat

(30)

I. MINYAK ATSIRI

I.1 KARAKTERISTIK DAN SUMBER

Minyak yang terdapat di alam dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu minyak mineral (mineral oil), minyak nabati dan hewani yang dapat dimakan (edible fat) dan minyak atsiri (essential oil). Minyak atsiri dikenal juga dengan nama minyak eteris atau minyak terbang (essential oil, volatile oil) dihasilkan oleh tanaman dan seringkali terdapat bersama-sama dengan resin dan gum. Minyak atsiri tertentu seperti minyak almond diperoleh melalui prores hidrolisis suatu glikosida. Minyak tersebut pada suhu kamar mudah menguap tanpa mengalami dekomposisi, mempunyai rasa getir, berbau wangi sesuai dengan bau tanaman penghasilnya, umumnya larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air.

Dalam tanaman, minyak atsiri mempunyai 3 fungsi, yaitu:

1. Membantu proses penyerbukan dengan menarik beberapa jenis serangga atau hewan 2. Mencegah kerusakan tanaman oleh serangga atau hewan

3. Sebagai cadangan makanan dalam tanaman

Penggunaan minyak atsiri dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1. Bidang Pengobatan

Minyak atsiri yang mengandung fenol dalam jumlah yang cukup besar seperti minyak cengkeh dan timol digunakan sebagai antiseptik. Beberapa jenis minyak atsiri juga digunakan sebagai karminativum (minyak jahe, minyak adas, minyak eucalyptus), analgetik (minyak cengkeh), counterirritant (minyak eucalyptus), sedatif (minyak biji pala) dan obat cacing (minyak atsiri pada temu hitam). Minyak atsiri yang berasal dari spesies tanaman seperti Mellissa officinalis, Rosmarinus officinalis, Mentha piperitha, Tujuan Instruksional Umum :

Setelah selesai membahas & mendiskusikan pokok bahasan ini selama 200 menit, mahasiswa semester III Jurusan Farmasi FMIPA UNUD dapat menjelaskan manfaat, sumber-sumber minyak atsiri dan resin termasuk deskripsi, konstituen aktifnya dan penggunaannya secara benar (C2)

Tujuan Instruksional Khusus :

 Mahasiswa dapat menjelaskan Definisi Minyak atsiri, sumber-sumbernya, deskripsi secara makroskopik dan mikroskopik, konstituen aktif dan penggunaannya dengan benar (C2)

(31)

Matricaria chammomilla, Foeniculum vulgare, Carum carvi, dan Citrus aurantium diketahui mempunyai efek farmakologis sebagai antispasmodik. Minyak lavender, rosemary dan bergamot umumnya juga digunakan sebagai aromaterapi. Untuk memberikan aksi terapetiknya, minyak atsiri digunakan dengan cara dihirup (minyak eucalyptus), untuk berkumur (timol), dan diminum (minyak peppermint).

2. Industri Makanan dan Minuman, Kosmetik, serta Rokok

Minyak atsiri dalam industri digunakan dalam pembuatan kosmetik, parfum misalnya minyak mawar, ”flavoring agent” dalam bahan pangan atau minuman misalnya minyak lemon dan sebagai pencampur rokok kretek. Karena dapat mengahambat respirasi dan transport elektron pada beberapa varietas bakteri, minyak atsiri juga sering dimanfaatkan sebagai pengawet makanan.

Minyak atsiri merupakan salah satu hasil sisa dari proses metabolisme dalam tanaman yang terbentuk karena reaksi antara berbagai persenyawaan kimia dengan adanya air. Minyak tersebut disintesa dalam sel glandular (glandular cell) pada jaringan tanaman dan ada juga yang terbentuk dalam pembuluh resin (resin duct), misalnya minyak terpentin dari pohon pinus. Secara umum tempat penyimpanan minyak atsiri dalam bagian tanaman adalah:

 Pada rambut kelenjar, terutama pada suku Labiatae misalnya Mentha piperitha dan Lavandula intermedia.

 Dalam saluran minyak (vittae), terutama pada suku Umbelliferae misalnya Foeniculum vulgare dan Carum carvi.

 Pada mahkota bunga, terutama pada suku Rosaceae misalnya Rosa alba dan Rossa gallica.

 Dalam rongga sisogen/lisogen pada batang, terutama pada suku Pinaceae misalnya Pinus palustris dan Pinus maritima.

Tanaman yang menghasilkan minyak atsiri diperkirakan berjumlah 150-200 spesies. Beberapa tanaman penghasil minyak atsiri dapat dilihat pada Tabel I.1, I.2, I.3, I.4, I.5 dan I.6 Tabel I.1. Minyak atsiri yang berasal dari daun tanaman.

Nama minyak Tanaman penghasil Negara asal Citronella (sereh) Cymbopogon nardus R. Ceylon

Patchouly (nilam) Pogostemon cablin Benth Malaysia, Indonesia Cajuput (kayu putih) Melaleuca leucadendron L. Indonesia

Bay leaf Pimenta ocris Dominika

Cassia Cinnamomum cassia L Cina

Cedar leaf Thuya accidentalis Vermont

(32)

Tabel I.2. Minyak atsiri yang berasal dari bunga tanaman.

Nama minyak Tanaman penghasil Negara asal Cananga (kenanga) Cananga odorata Hook Indonesia

Champaka (cempaka) Michelia champaca L. Madagaskar, Filipina

Clove (cengkeh) Caryophyllus aromaticus L. Indonesia, Madagaskar, Zanzibar

Basil Ocimum basilicum L. Madagaskar

Chamomile Matricaria chamomilla L Jerman, Hongaria

Lavandin Lavandula vera D.C Perancis

Lavender Lavandula officinalis Chaix Perancis, Rusia Marjoran Origanum majorana L. Perancis, Afrika

Rose (mawar) Rose alba L. Bulgaria, Turki

Rosemary Rosmarinus officinalis L. Tunisia

Sage Salvia scalera L. Rusia, Perancis

Tabel I.3. Minyak atsiri yang berasal dari biji tanaman.

Nama minyak Tanaman penghasil Negara asal

Caraway Carum carvi L. Belanda, Rusia

Cardamon Elettaria cardamomum L. India

Carrot seed Daucus carota L. Amerika, Eropa Celery seed (seledri) Apium graveolens L. Inggris, India

Croton Croton triglium L. India, Ceylon

Cumin Cuminum cyminum L. Maroko, India

Dill Antherium graveolens L. Eropa Tengah

Tabel I.4. Minyak atsiri yang berasal dari kulit buah atau buah tanaman. Nama minyak Tanaman penghasil Negara asal

Juniper Juniperus communis L. Hongaria, California Lemon (sitrum) Citrus medica L. California

Pepper (Lada) Piper nigrum L. Ceylon, Cina, Madgaskar Pimenta Pimenta officinalis Lindley Jamaika, Inggris

Vanilla Vanilla planifolia

Coriander (ketumbar) Carandum sativum L. Eropa Tengah Anise (adas) Pimpinella anisum L. Rusia, Eropa Grape fruit Citrus decumana L. Florida, Texas Fennel Foeniculum vulgare Mill. Eropa Tengah, Rusia

Tabel I.5. Minyak atsiri yang berasal dari akar atau rhizoma tanaman. Nama minyak Tanaman penghasil Negara asal

Vetiver (akar wangi) Vetiveria zizanoides Indonesia, Lousiana Turmeric (kunyit) Curcuma longa Amerika Selatan Sarsaparila Smilax officinalis Afrika Barat

Ginger Zingiber officinalis Jamaika

Sassafras Sassafras albidum Ohio

Valerian Valeriana officinalis Kanada

(33)

Costus root Saussurea lappa Pegunungan Himalaya

Orris root Iris florentina Italia, Maroko

Tabel I.6. Minyak atsiri yang berasal dari batang atau kulit batang tanaman. Nama minyak Tanaman penghasil Negara asal

Bois de rose Anima rosaedora Amazone

Champor Cinnamomum champora L. Foemosa, Jepang

Birh tar Betula alba L. Rusia

Cade Juniperus oxycedrus L. Spanyol

Cedar wood Juniperus virginiana L. Amerika Tenggara Cinnamon Cinnamomum zeylanicum Perancis, Indocina

Sandal wood Santalum album Mysore, Inggris

Guaiac wood Bulnesia sarmmienti Argentina, Paraguay

Ada beberapa metode yang digunakan untuk memperoleh minyak atsiri dari tanaman. Untuk bahan yang keras seperti biji, batang, kulit batang dan akar, perlu diserbuk terlebih dahulu untuk mempermudah penyarian. Setelah diserbuk, dilakukan penyarian dengan menggunakan salah satu dari metode dibawah ini.

1. Destilasi air. Prinsip teknik destilasi adalah: serbuk bahan dipanaskan, kemudian uap dari serbuk bahan tersebut dilewatkan pada pendingin atau kondensor sehingga akan mengahasilkan tetesan atau destilat. Pada destilasi air semua serbuk bahan harus terendam dalam air, karena air akan masuk kedalam sel-sel minyak dan membawa keluar minyak atsirinya. Teknik ini tidak baik digunakan untuk bahan-bahan yang mudah tersabunkan, mempunyai titik didih tinggi (minyak akar wangi) dan mudah terhidrolisa.

2. Destilasi uap dan air. Pada teknik ini, air tidak langsung bercampur dengan serbuk bahan.

3. Metode Ekstraksi. Metode ini menggunakan pelarut mudah menguap, misalnya benzen dan PE. Dalam metode ini, suhu 50ºC harus dipertahankan selama proses ekstraksi. Beberapa persyaratan untuk pelarut yang digunakan adalah: melarutkan sempurna komponen minyak atsiri dalam tanaman, titik didih rendah, tidak bercampur dengan air, inert, bila diuapkan tidak meninggalkan residu, dan tidak mudah terbakar. 4. Metode Ecuelle. Metode ini khusus digunakan untuk pembuatan minyak atsiri citrus.

Buah citrus digelindingkan melalui suatu parit yang mempunyai duri-duri tajam yang cukup panjang untuk menembus epidermis dan merobek kelenjar minyak yang terdapat di kulit bagian luar. Minyak atsiri yang menetes ke dalam parit kemudian dikumpulkan dan dipisahkan dengan pemusingan.

(34)

lemak panas maupun lemak dingin. Lemak dingin (Enflurage a’froid) digunakan untuk mengambil minyak atsiri dari bunga yang masih meneruskan proses fisiologi setelah dipetik, misalnya bunga melati dan sedap malam. Sedangkan metode lemak panas (Enflurage a’chaud) digunkan untuk mengambil minyak atsiri dari bunga yang tidak meneruskan proses fisiologinya setelah dipetik, misalnya bunga mawar, akasia, lemon, mimosa. Bunga ditaburkan diatas lempengan lemak yang beralur sehingga minyak atsirinya diserap oleh lemak. Selanjutnya lemak dipanaskan kemudian diekstraksi dengan etanol, lemak dipisahkan dengan cara pendinginan pada suhu 15ºC kemudian diikuti dengan destilasi sehingga minyak atsiri terpisah.

Bahan diskusi : kendala apa saja yang menghambat perkembangan minyak

atsiri di Indonesia.

I.2. KOMPOSISI KIMIA

Secara umum, konstituen utama dalam minyak atsiri berdasarkan asal usul biosintesisnya ada 2 yaitu:

1. Turunan Terpen (Hidrokarbon) yang terbentuk lewat jalur biosinteis asam asetat-mevalonat

2. Senyawa aromatik (Oxygenated hydrocarbon) terutama fenil propanoid yang terbentuk lewat jalur biosinteis asam sikhimat-fenil propanoid

Pada umumnya, kedua golongan senyawa tersebut mengandung terpen. Gambar I.1. Jalur metabolisme umum

Steroid Porfirin Alkaloid Asam nukleat

Terpenoid

Asam yang larut Asam amino Protein dalam air

Berbagai senyawa N dan S

Asam mevalonat Asetat Flavonoid

Lipid tak tersabunkan Piruvat

Asam sikhimat Lipid tersabunkan Karbohidrat

(35)

TERPEN

Komposisi minyak atsiri dapat berupa campuran kompleks dan senyawa tunggal misalnya pada minyak mustard (hampir 93% alil isotiosianat) dan minyak cengkeh (hampir 80% eugenol). Senyawa terpenoid atau terpen adalah senyawa-senyawa yang tersusun dari satuan-satuan C5 yang bercabang atau isopren (C5H8). Berdasarkan banyaknya satuan isopren

yang digabung, senyawa terpen dapat dibagi menjadi:

Secara garis besar, minyak atsiri dapat digolongkan menjadi: 1. Senyawa hemiterpen

Tersusun dari 1 satuan isopren. 2. Senyawa monoterpen

Merupakan produk kondensasi 2 satuan isopren, misalnya pada menthol 3. Senyawa sesquiterpen

Merupakan produk kondensasi 3 satuan isopren, misalnya kadinen (Bisiklis sesquiterpen) 4. Senyawa diterpen

Merupakan produk kondensasi 4 satuan isopren 5. Senyawa sesterterpen

Merupakan produk kondensasi 5 satuan isopren 6. Senyawa triterpen

Merupakan produk kondensasi 6 satuan isopren dan senyawa ini paling banyak terdapat dalam minyak atsiri.

7. Senyawa politerpen, misalnya karet.

Rantai molekul terpen dalam minyak atsiri dapat berada dalam 2 bentuk yairu rantai terbuka (alifatis) dan rantai melingkar (siklis).

Terpen alifatis hanya terdapat pada beberapa jenis komponen minyak atsiri yang mengandung gugus hidroksil dan karbonil, misalnya geraniol dan sitronelol.

Geraniol (C10H18O)

Merupakan senyawa monoterpen dan mengandung 1 gugus –OH. Bentuk aldehid dari geraniol adalah geranial, yang merupakan komponen utama dalam minyak jeruk dan minyak lemon.

Sitronelol (C10H20O)

(36)

yang mengandung gugus keton dan terdapat dalam kamfer. Hidrokarbon atau terpen terdapat dalam semua minyak atsiri.

1. Monoterpen monosiklis

 Limonen, terdapat dalam:

a. Minyak citrus (Oleum citrum), berasal dari kulit buah Citrus aurantium (Rutaceae)

b. Minyak mentha (Oleum mentha), berasal dari herba Mentha spicata L., Mentha piperitha L., Mentha aquatica L. (Labiatae)

c. Minyak myristica (Oleum myristicae), berasal dari biji Myristica fragrans (Myristicaceae)

d. Minyak carvi (Oleum carvi), berasal dari buah Carum carvi (Umbelliferae)

e. Minyak Thymi (Oleum Thymi), berasal dari herba Thymus vulgaris L. (Labiatae)

f. Cardamom, berasal dari buah Elettara cardamomum (Lingiberaceae) g. Corriander, berasal dari buah Coriandrum sativum L. (Umbelliferae)  Paralimen, terdapat dalam:

a. Corriander, berasal dari buah Coriandrum sativum L. (Umbelliferae) b. Minyak Thymi (Oleum Thymi), berasal dari herba Thymus vulgaris

L. (Labiatae)

c. Minyak myristica (Oleum myristicae), berasal dari biji Myristica fragrans (Myristicaceae)

d. Minyak cinnamommi, berasal dari Cinnamomum Loureirii dan Cinnamomum ceylanicum L. (Lauraceae).

2. Monoterpen bisiklis

 Pinen, terdapat dalam:

a. Minyak conifer, berasal dari Pinus palustris Miller (Pinaceae/Coniferae)

b. Minyak lemon, berasal dari Citrus lemon L. (Rutaceae) c. Minyak anisi (Oleum anisi / minyak adas), berasal dari

buah Pimpinella anisum (Umbelliferae)

(37)

e. Minyak orange (minyak jeruk), berasal dari bunga Citrus aurantium L. (Rutaceae)

f. Corriander, berasal dari buah Coriandrum sativum L. (Umbelliferae)

g. Minyak Thymi (Oleum Thymi), berasal dari herba Thymus vulgaris L. (Labiatae)

h. Minyak myristica (Oleum myristicae), berasal dari biji Myristica fragrans (Myristicaceae)

 Sabinen, terdapat dalam:

a. Cardamom, berasal dari buah Elettara cardamomum (Lingiberaceae) b. Minyak lemon, berasal dari kulit buah Citrus lemon L. (Rutaceae) 3. Monoterpen asiklis

 Myrcen/mirsen, terdapat dalam:

a. Minyak lemon, berasal dari Citrus lemon L. (Rutaceae)

b. Minyak myristica (Oleum myristicae), berasal dari biji Myristica fragrans (Myristicaceae)

4. Sesquiterpen

 Cadinen, terdapat dalam: tanaman

Juniperus oxycedrus (Pinaceae)

 β-caryophyllen, terdapat dalam:

a. Minyak Cinae, berasal dari tanaman Artemisia cina (Compositae)

b. Minyak cengkeh, berasal dari tanaman Eugenia caryophyllata (Myrtaceae)

c. Minyak cinnamommi, berasal dari Cinnamomum Loureirii dan Cinnamomum ceylanicum L. (Lauraceae)

d. Minyak mentha (Oleum mentha), berasal dari herba Mentha spicata L., Mentha piperitha L., Mentha aquatica L. (Labiatae)

Minyak terpentin (Turpentine Oil) adalah minyak atsiri hasil hidrolisa oleoresin yang berasal dari Pinus palustris Miller dan spesies lain dari Pinus L. (suku Pinaceae) yang mengandung terpen. Minyak terpentin merupakan cairan tak berwarna, mempunyai bau dan rasa yang karakteristik.

(38)

Fenil propanoid merupakan senyawa yang mengandung cincin fenil (C6) yang

melekat pada rantai samping C3, C2, dan C1.

Struktur C6 – C3 : Sinamaldehid, anetol dan eugenol

Struktur C6 – C2 : Fenil etil alkohol

Struktur C6 – C1 : Metil salisilat

GOLONGAN Oxygenated hydrocarbon

Minyak atsiri yang termasuk golongan ini adalah: 1. Minyak atsiri alkohol

Yang termasuk minyak atsiri alkohol, antara lain: minyak mentha, minyak cardamom, minyak coriander, minyak mawar, minyak juniper, minyak buah jeruk. Berdasarkan strukturnya, minyak atsiri alkohol dibagi menjadi:

 Alkohol asiklis, antara lain: geraniol, linalool, citronellol

 Alkohol monosiklis, antara lain: menthol, α-terpineol  Alkohol disiklis, antara lain: borneol

 Alkohol sesquiterpen, antara lain: zingiberol 2. Minyak atsiri aldehid

Aldehida terpen berasal dari metabolisme asetat sedangkan aldehid aromatis terjadi dari prekursor fenil propanoid. Beberapa jenis minyak atsiri golongan ini yang banyak dipakai dalam pengobatan adalah Oleum cinnamommi, oleum citronella, minyak jeruk dan minyak lemon. Berdasarkan strukturnya, minyak atsiri aldehid dibagi menjadi:

 Aldehid asiklis, antara lain: citral, geranial, neral, citronelal

 Aldehid siklis atau aromatis, antara lain: sinamaldehid, anisaldehid dan vanilin 3. Minyak atsiri keton

Minyak atsiri keton terdapat dalam kamfor, Mentha spicata (spearmint), Carvi fructus. Berdasarkan strukturnya, minyak atsiri keton dibagi menjadi:

 Keton terpen monosiklis, antara lain: menthon, carvon, piperiton, pulegon, diosfenol

 Keton disiklis (bisiklis), antara lain: kamfor, fenchone, thujone. 4. Minyak atsiri fenol

(39)

 Eugenol, yang terdapat dalam minyak cengkeh dan minyak mircyia

 Thymol dan carvacrol, yang terdapat dalam minyak thymi

 Creosol dan guaiacol, yang terdapat dalam kreosol, pine tar dan juniper tar 5. Minyak atsiri eter fenol

Beberpa minyak eter fenol yang penting adalah:

 Anethol, yang terdapat dalam Anisi fructus dan Foeniculi fructus

 Safrole, yang terdapat dalam Sassafras lignum dan pala

 Myristician, yang terdapat dalam pala

6. Minyak atsiri oksida, misalnya Sineol yang terdapat dalam Eucalyptus oil dan Cajuput oil

7. Minyak atsiri ester

Beberapa minyak atsiri ester yang penting adalah:  Alil isotiosianat, yang terdapat dalam minyak mustard

 Metil salisilat, yang terdapat dalam minyak lavender, minyak rosemarry, minyak bergamot, minyak mustard dan minyak gondopuro.

Minyak atsiri dalam penyimpanan juga dapat mengalami reaksi esterifikasi sehingga baunya menjadi lebih wangi.

Tanggapan bau yang dihasilkan oleh minyak atsiri ditentukan oleh: 1. Struktur molekul konstituen penyusunnya

2. Stereokimia dari konstituen tersebut, yaitu isomer geometri dan adanya enantiomer.

Tabel I.7. Komposisi kimia beberapa minyak atsiri

No Nama minyak atsiri Nama tananam Komposisi kimia yang penting 1 Terpen/sequiterpen

(40)

Otto of rose

Geraniol, sitronelol (70-75% alkohol), ester

(41)

Thyme

Setelah keton dipisahkan, mengandung safrol, terpen Apiol (dimetoksi safrol) Dill-apiol (dimetoksi safrol) Myristicin (metoksi safrol), terpen, alkohol, fenol

Bahan diskusi : Bagaimana peranan senyawa terpen dalam minyak atsiri

(42)

Minyak atsiri dari tiap tanaman penghasilnya mempunyai bau yang khas. Minyak atsiri yang baru diekstrak dan masih segar biasanya tidak berwarna atau berwarna kekuning-kuningan, kemerah-merahan, hijau atau biru. Jika minyak dibiarkan lama diudara dan kena cahaya matahari pada suhu kamar, maka minyak tersebut dapat mengabsorpsi oksigen udara sehingga warnanya dapat menjadi lebih gelap. Minyak atsiri juga cenderung mempunyai indeks bias tinggi, bersifat optis aktif, mempunyai rotasi spesifik dan tidak dapat bercampur dengan air. Umumnya minyak atsiri larut dalam alkohol dan pelarut organik lainnya, kurang larut dalam alkohol encer.

Bahan diskusi : Mengapa daya larut minyak atsiri semakin kecil jika

mengandung banyak senyawa terpen.

I.3.2. SIFAT KIMIA

Sifat kimia minyak atsiri ditentukan oleh konstituen kimia yang dikandungnya terutama konstituen hidrokarbon tidak jenuh (terpen), dan senyawa senyawa yang tergolong senyawa ”oxygenated hydrocarbon”. Perubahan sifat kimia minyak atsiri merupakan ciri kerusakan minyak yang mengakibatkan penurunan kualitas minyak atsiri. Ada beberapa proses yang dapat mengakibatkan perubahan sifat kimia minyak atsiri yaitu proses oksidasi, hidrolisa, resinifikasi (polimerisasi) dan penyabunan.

1. Reaksi Oksidasi

Reaksi oksidasi minyak atsiri terutama terjadi pada ikatan rangkap pada senyawa terpen. Proses ini dapat dicegah dengan penambahan antioksidan, misalnya hidrokinon, mono etil eter, dan etil galat. Disamping itu, ada beberapa jenis minyak atsiri mengandung antioksidan alamiah yang belum diketahui strukturnya. Antioksidan merupakan senyawa yang mudah teroksidasi jika terkena oksigen udara tetapi sifatnya akan kembali seperti semula apabila proses oksidasi selesai. Proses oksidasi dapat mengakibatkan perubahan bau dan penurunan jumlah konstituen kimia dalam minyak atsiri., misalnya pada minyak lemon, kadar citral berkurang karena adanya proses oksidasi yang mengubah citral menjadi asam atau resin.

2. Reaksi Hidrolisis

Gambar

Gambar 1. Skema Perijinan Obat Tradisional
Gambar 2. Sumber Simplisia
Tabel I.1. Minyak atsiri yang berasal dari daun tanaman.
Tabel I.4. Minyak atsiri yang berasal dari kulit buah atau buah tanaman.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan

Sedangkan obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan

Obat tradisional merupakan bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut

Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan- bahan tersebut, yang

Obat tradisional adalah bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan- bahan tersebut, yang secara

Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut

Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut

Bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan, hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan tersebut yang secara tradisional telah digunakan untuk