• Tidak ada hasil yang ditemukan

Miskonsepsi IPA fisika siswa kelas V SD Negeri semester 2 se-Kecamatan Berbah Sleman tahun 2015.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Miskonsepsi IPA fisika siswa kelas V SD Negeri semester 2 se-Kecamatan Berbah Sleman tahun 2015."

Copied!
236
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

MISKONSEPSI IPA FISIKA SISWA KELAS V SD NEGERI SEMESTER 2 SE-KECAMATAN BERBAH SLEMAN TAHUN 2015

Oleh: Ardi Wibowo NIM: 121134018

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya pemahaman konsep IPA Fisika pada siswa kelas V yang mengakibatkan terjadinya miskonsepsi. Penyebab miskonsepsi salah satunya adalah jenis pekerjaan orang tua. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan miskonsepsi IPA Fisika siswa kelas V SD Negeri semester 2 se-Kecamatan Berbah, Sleman dan mengetahui adanya perbedaan miskonsepsi IPA Fisika dilihat dari pekerjaan orang tua siswa kelas V SD negeri semester 2 se-Kecamatan Berbah, Sleman.

Jenis penelitian ini adalah kuantitatif deskriptif dengan metode survei. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas V Sekolah Dasar negeri se-Kecamatan Berbah, Sleman yang berjumlah 436 siswa. Sampel dalam penelitian ini adalah 205 siswa yang ditetapkan menggunakan ketentuan Krejcie dan Morgan. Pengambilan sampel di setiap sekolah dilakukan dengan menggunakan teknik simple random sampling. Instrumen penelitian ini menggunakan soal pilihan ganda dan uraian. Data dianalisis menggunakan analisis deskriptif dan uji nonparametrik.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada siswa kelas V SD negeri semester 2 yang mengalami miskonsepsi IPA Fisika pada KD yang diujikan. Terbukti dari 20 soal pilihan ganda yang diujikan, 50 % lebih dari 205 siswa mengalami miskonsepsi pada item 3, 5, 8, 9, 12, 13, 16, 17, dan 19, sedangkan untuk soal uraian yang diujikan, terlihat 30 % lebih dari 205 siswa mengalami miskonsepsi pada item 1, 3, 4, dan 5. Siswa mengalami miskonsepsi pada konsep gaya, pesawat sederhana, cahaya, proses pembentukan batuan dan struktur bumi. Siswa dominan mengalami miskonsepsi pada konsep cahaya. Hasil uji hipotesis pada instrumen soal pilihan ganda dan uraian didapatkan taraf signifikansi lebih kecil dari taraf signifikansi yang ditentukan (0,000 < 0,05) maka H0 ditolak. Berdasarkan hasil uji hipotesis dapat

disimpulkan adanya perbedaan miskonsepsi IPA Fisika dilihat dari jenis pekerjaan orang tua siswa kelas V SD negeri semester 2 se-Kecamatan Berbah.

(2)

ABSTRACT

MISCONCEPTION ABOUT SCIENCE PHISICS IN THE SECOND SEMESTER FIFTH GRADERS OF STATE ELEMENTARY SCHOOLS IN BERBAH

DISTRICT OF SLEMAN REGENCY IN 2015 By:

Ardi Wibowo NIM: 121134018

This research triggered by the lack of understanding the concept of science phisics on the kids grade who has resulted in misconception. Cause misconception one of these is kinds of work parents. This research attempts to describe misconception about science physics in the second semester fifth graders of state elementary schools in Berbah district of Sleman Regency.

Type of this research is descriptive quantitative with the survey method. The population of the research is graders of state of elementary schools in the Berbah district of Sleman Regency which were 436 students. The sample in this research is 205 students who set using provisions Krejcie and Morgan. The sample in each school conducted using simple random sampling technique. Research instruments it uses about multiple choice and the discussion. The data were analyzed using descriptive analysis and nonparametrik test.

This research result indicates that there are many the second semester fifth graders of state elementary schools experienced misconception about science physics in tested KD. Proven from 20 about multiple choice tested, 50 % more than 205 students had misconception on items 3 , 5 , 8 , 9 , 12 , 13 , 16 , 17 , and 19, while he damaged about the descriptive tested, looks more than 30 % 205 students had miskonsepstion on items 1, 3, 4, and 5. Students had misconception to the concept of light. The result of the hypothesis test on multiple choice and descriptive instrument obtained standard of significance smaller than standard significance determined (0,000 < 0,05) so H0 rejected. Based on the result of the hypothesis test can concluded exst differences misconception about science physics seen from of parents employment of the second semester fifth graders of state elementary schools in Berbah district of Sleman Regency

(3)

MISKONSEPSI IPA FISIKA SISWA KELAS V SD NEGERI SEMESTER 2 SE-KECAMATAN BERBAH SLEMAN TAHUN 2015

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh

ARDI WIBOWO 121134018

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)
(5)
(6)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Dengan mengucap syukur alhamdulilah, peneliti persembahkan karya tulis ini kepada:

1. Allah SWT yang telah memberikan kesehatan, kemudahan, dan kelancaran dalam mengerjakan skripsi ini.

2. Kedua orang tua tercinta “Bapak Paidi dan Ibu Rita Aryani” yang telah memberikan kasih sayang dan cintanya dengan penuh ketabahan dan kesabaran, serta selalu memberikan dukungan berupa material maupun

spiritual.

3. Kakakku Diar Yuniarti dan adikku Dini Rahayu yang selalu memberikan

dukungan dan semangat dalam membuat karya tulis ini.

4. Dosen pembimbing bu Ika dan bu Kintan yang telah sabar dalam membimbing saya dalam menyelesaikan karya tulis ini.

5. Lilik Hermawati yang selalu memberikan motivasi. 6. Teman-teman kelompok payung.

7. Sahabat dan teman-teman yang selalu ada saat susah maupun senang.

(7)

MOTTO

“Banyak kegagalan dalam hidup ini

dikarenakan orang-orang tidak menyadari betapa dekatnya

mereka dengan keberhasilan saat mereka menyerah”.

(Thomas Alva Edison)

“Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia

maka wajib baginya memiliki ilmu,

dan barang siapa yang menghendaki kehidupan akherat,

maka wajib baginya memiliki ilmu,

dan barang siapa menghendaki keduanya

maka wajib baginya memiliki ilmu ”.

(8)
(9)
(10)

ABSTRAK

MISKONSEPSI IPA FISIKA SISWA KELAS V SD NEGERI SEMESTER 2 SE-KECAMATAN BERBAH SLEMAN TAHUN 2015

Oleh: Ardi Wibowo NIM: 121134018

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya pemahaman konsep IPA Fisika pada siswa kelas V yang mengakibatkan terjadinya miskonsepsi. Penyebab miskonsepsi salah satunya adalah jenis pekerjaan orang tua. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan miskonsepsi IPA Fisika siswa kelas V SD Negeri semester 2 se-Kecamatan Berbah, Sleman dan mengetahui adanya perbedaan miskonsepsi IPA Fisika dilihat dari pekerjaan orang tua siswa kelas V SD negeri semester 2 se-Kecamatan Berbah, Sleman.

Jenis penelitian ini adalah kuantitatif deskriptif dengan metode survei. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas V Sekolah Dasar negeri se-Kecamatan Berbah, Sleman yang berjumlah 436 siswa. Sampel dalam penelitian ini adalah 205 siswa yang ditetapkan menggunakan ketentuan Krejcie dan Morgan. Pengambilan sampel di setiap sekolah dilakukan dengan menggunakan teknik simple random sampling. Instrumen penelitian ini menggunakan soal pilihan ganda dan uraian. Data dianalisis menggunakan analisis deskriptif dan uji nonparametrik.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada siswa kelas V SD negeri semester 2 yang mengalami miskonsepsi IPA Fisika pada KD yang diujikan. Terbukti dari 20 soal pilihan ganda yang diujikan, 50 % lebih dari 205 siswa mengalami miskonsepsi pada item 3, 5, 8, 9, 12, 13, 16, 17, dan 19, sedangkan untuk soal uraian yang diujikan, terlihat 30 % lebih dari 205 siswa mengalami miskonsepsi pada item 1, 3, 4, dan 5. Siswa mengalami miskonsepsi pada konsep gaya, pesawat sederhana, cahaya, proses pembentukan batuan dan struktur bumi. Siswa dominan mengalami miskonsepsi pada konsep cahaya. Hasil uji hipotesis pada instrumen soal pilihan ganda dan uraian didapatkan taraf signifikansi lebih kecil dari taraf signifikansi yang ditentukan (0,000 < 0,05) maka H0 ditolak.

Berdasarkan hasil uji hipotesis dapat disimpulkan adanya perbedaan miskonsepsi IPA Fisika dilihat dari jenis pekerjaan orang tua siswa kelas V SD negeri semester 2 se-Kecamatan Berbah.

(11)

ABSTRACT

MISCONCEPTION ABOUT SCIENCE PHISICS IN THE SECOND SEMESTER FIFTH GRADERS OF STATE ELEMENTARY SCHOOLS IN

BERBAH DISTRICT OF SLEMAN REGENCY IN 2015 By:

Ardi Wibowo NIM: 121134018

This research triggered by the lack of understanding the concept of science phisics on the kids grade who has resulted in misconception. Cause misconception one of these is kinds of work parents. This research attempts to describe misconception about science physics in the second semester fifth graders of state elementary schools in Berbah district of Sleman Regency.

Type of this research is descriptive quantitative with the survey method. The population of the research is graders of state of elementary schools in the Berbah district of Sleman Regency which were 436 students. The sample in this research is 205 students who set using provisions Krejcie and Morgan. The sample in each school conducted using simple random sampling technique. Research instruments it uses about multiple choice and the discussion. The data were analyzed using descriptive analysis and nonparametrik test.

This research result indicates that there are many the second semester fifth graders of state elementary schools experienced misconception about science physics in tested KD. Proven from 20 about multiple choice tested, 50 % more than 205 students had misconception on items 3 , 5 , 8 , 9 , 12 , 13 , 16 , 17 , and 19, while he damaged about the descriptive tested, looks more than 30 % 205 students had miskonsepstion on items 1, 3, 4, and 5. Students had misconception to the concept of light. The result of the hypothesis test on multiple choice and descriptive instrument obtained standard of significance smaller than standard significance determined (0,000 < 0,05) so H0 rejected. Based on the result of the hypothesis test can concluded exst differences misconception about science physics seen from of parents employment of the second semester fifth graders of state elementary schools in Berbah district of Sleman Regency

(12)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat

dan karunia-Nya, peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V SD Negeri Semester 2 Se-Kecamatan

Berbah Sleman Tahun 2015”.

Adapun skripsi ini ditulis guna memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar (S.Pd) di Universitas

Sanata Dharma. Peneliti menyadari bahwa tanpa ada bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, skripsi ini tidak dapat tersusun. Untuk itu dalam

kesempatan kali ini peneliti menyampaikan terima kasih kepada:

1. Rohandi, Ph.D. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan izin penelitian.

2. Ibu Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd. Ketua Program Studi Penddikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma.

3. Ibu Maria Melani Ika Susanti, M.Pd. Dosen pembimbing I yang dengan

penuh kesabaran dalam membimbing, memberi dorongan, dan memberi motivasi dalam penelitian skripsi ini.

4. Ibu Kintan Limiansih, S.Pd., M.Pd. Dosen pembimbing II yang dengan sabar telah meluangkan waktu untuk membimbing dan memberi saran dalam penelitian skripsi ini.

(13)
(14)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMANMOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Batasan Masalah ... 6

D. Rumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian... 7

F. Manfaat Penelitian ... 7

G. Definisi Operasional ... 8

BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Pustaka ... 10

1. Konsep ... 10

2. Konsepsi ... 11

3. Miskonsepsi ... 12

(15)

5. Cara Mendeteksi Adanya Miskonsepsi ... 19

6. Hubungan Miskonsepsi dengan Jenis Pekerjaan Orang Tua ... 21

7. Hakikat Pembelajaran IPA ... 23

8. Pembelajaran IPA di SD Kelas V Semester 2 ... 27

B. Penelitian yang Relevan ... 36

C. Kerangka Berpikir ... 41

D. Hipotesis Penelitian ... 42

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 43

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 44

1. Tempat Penelitian ... 44

2. Waktu Penelitian ... 44

C. Populasi dan Sampel ... 45

1. Populasi ... 45

2. Sampel... 46

D. Variabel Penelitian ... 49

E. Teknik Pengumpulan Data ... 49

F. Instrumen Penelitian ... 50

G. Teknik Pengujian Instrumen ... 52

1. Validitas ... 52

2. Reliabilitas ... 60

H. Teknik Analisis Data ... 61

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 67

1. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian ... 67

2. Deskripsi Responden Penelitian ... 68

3. Deskripsi Miskonsepsi IPA Fisika ... 70

4. Perbedaan Miskonsepsi dilihat dari Jenis Pekerjaan Orang Tua ... 100

5. Uji Hipotesis Penelitian ... 104

(16)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 113

B. Keterbatasan Penelitian ... 113

C. Saran... 114

DAFTAR REFERENSI ... 115

(17)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian ... 44

Tabel 3.2 Populasi Penelitian... 45

Tabel 3.3 Krejcie dan Morgan ... 46

Tabel 3.4 Data Sampel Penelitian ... 48

Tabel 3.5 Pedoman Wawancara... 52

Tabel 3.6 Ketentuan Pelaksanaan Revisi Instrumen ... 54

Tabel 3.7 Hasil Validitas Muka ... 56

Tabel 3.8 Hasil Validitas Soal Pilihan Ganda... 58

Tabel 3.9 Hasil Validitas Soal Esai ... 59

Tabel 3.10 Koefisien Reliabilitas... 60

Tabel 3.11 Hasil Analisis Uji Reliabilitas Soal Pilihan Ganda ... 60

Tabel 3.12 Hasil Analisis Uji Reliabilitas Soal Uraian ... 61

Tabel 4.1 Jenis Pekerjaan Orang Tua ... 69

Tabel 4.2 KD dan Nomor Item Soal yang Mewakili pada Instrumen Pilihan Ganda... 70 Tabel 4.3 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika pada Item 1 Soal Uraian ... 91

Tabel 4.4 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika pada Item 4 Soal Uraian ... 93

Tabel 4.5 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika pada Item 2 Soal Uraian ... 94

Tabel 4.6 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika pada Item 3 Soal Uraian ... 96

Tabel 4.7 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika pada Item 5 Soal Uraian ... 98

Tabel 4.8 Uji Normalitas pada Instrumen Soal Pilihan Ganda ... 100

Tabel 4.9 Uji Normalitas pada Instrumen Soal Uraian ... 102

Tabel 4.10 Hasil Uji Homogenitas pada Instrumen Soal Pilihan Ganda ... 104

Tabel 4.11 Hasil Uji Homogenitas pada Instrumen Soal Uraian ... 104

Tabel 4.12 Uji Hipotesis pada Instrumen Soal Pilihan Ganda ... 105

Tabel 4.13 Uji Rank pada Instrumen Sola Pilihan Ganda ... 106

Tabel 4.14 Uji Hipotesis Soal Uraian ... 107

(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Penerapan gaya gravitasi ... 28

Gambar 2.2 Penerapan gaya gesek ... 28

Gambar 2.3 Garis medan magnet antara dua kutub magnet senama dan tidak senama ... 29 Gambar 2.4 Alat yang menggunakan prinsip tuas golongan pertama ... 30

Gambar 2.5 Alat yang menggunakan prinsip tuas golongan kedua ... 30

Gambar 2.6 Alat yang menggunakan prinsip tuas golongan ketiga ... 31

Gambar 2.7 Contoh penggunaan prinsip bidang miring ... 31

Gambar 2.8 Jenis katrol ... 32

Gambar 2.9 Literature Map Penelitian-penelitian Relevan... 40

Gambar 3.1 Rumus Product Moment ... 57

Gambar 4.1 Pie Chart Jenis Pekerjaan Orang Tua Siswa ... 69

Gambar 4.2 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V SD Negeri Semester 2 Se-Kecamatan Berbah Untuk Seluruh KD... 71

Gambar 4.3 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika pada Item 1 Soal Pilihan Ganda ... 72

Gambar 4.4 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika pada Item 2 Soal Pilihan Ganda ... 73

Gambar 4.5 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika pada Item 3 Soal Pilihan Ganda ... 74

Gambar 4.6 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika pada Item 4 Soal Pilihan Ganda ... 75

Gambar 4.7 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika pada Item 5 Soal Pilihan Ganda ... 76

Gambar 4.8 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika pada Item 6 Soal Pilihan Ganda ... 76

(19)

Ganda ... 78 Gambar 4.11 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika pada Item 9 Soal Pilihan

Ganda ... 78

Gambar 4.12 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika pada Item 10 Soal Pilihan Ganda ... 79 Gambar 4.13 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika pada Item 11 Soal Pilihan

Ganda ... 80 Gambar 4.14 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika pada Item 12 Soal Pilihan

Ganda ... 81 Gambar 4.15 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika pada Item 13 Soal Pilihan

Ganda ... 82 Gambar 4.16 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika pada Item 14 Soal Pilihan

Ganda ... 83 Gambar 4.17 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika pada Item 15 Soal Pilihan

Ganda ... 83 Gambar 4.18 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika pada Item 16 Soal Pilihan

Ganda ... 84 Gambar 4.19 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika pada Item 17 Soal Pilihan

Ganda ... 85 Gambar 4.20 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika pada Item 18 Soal Pilihan

Ganda ... 86 Gambar 4.21 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika pada Item 19 Soal Pilihan

Ganda ... 87 Gambar 4.22 Persentase Miskonsepsi IPA Fisika pada Item 20 Soal Pilihan

Ganda ... 88 Gambar 4.23 Persentase Miskonsepsi Siswa pada Soal Uraian Untuk Semua

KD. ... 89 Gambar 4.24 Histogram Skor Siswa pada Instrumen Soal Pilihan Ganda ... 101 Gambar 4.25 Histogram Jenis Pekerjaan Orang Tua pada Instrumen Soal

(20)

Gambar 4.26 Histogram Skor Siswa pada Instrumen Soal Uraian... 102 Gambar 4.27 Histogram Jenis Pekerjaan Orang Tua pada Instrumen Soal

(21)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat-surat ... 119

Lampiran 1.1 Surat Izin Penelitian dari Universitas Sanata Dharma ... 120

Lampiran 1.2 Surat Rekomendasi Izin Penelitian dari Kantor... 121

Lampiran 1.3 Surat Izin Penelitian dari BAPPEDA Kab. Sleman... 122

Lampiran 1.4 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian dari UPTD Kec. Berbah ... 123

Lampiran 2 Data Penelitian ... 124

Lampiran 2.1 Rangkuman Data SD Negeri di Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman ... 125

Lampiran 2.2 Data hasil tes siswa kelas V ... 126

Lampiran 2.3 Data sekolah dan jenis pekerjaan orang tua ... 132

Lampiran 2.4 Hasil validitas isi instrumen pilihan ganda dan uraian ... 138

Lampiran 2.5 Rekapan Data Miskonsepsi Untuk Instrumen Soal Pilihan Ganda ... 144

Lampiran 2.6 Rekapan Data Miskonsepsi Untuk Instrumen Soal Uraian ... 151

Lampiran 3 Instrumen Penelitian ... 155

Lampiran 3.1 Kisi-kisi Instrumen Soal Pilihan Ganda untuk Expert Judgment ... 156

Lampiran 3.2 Kisi-kisi Instrumen Soal Uraian untuk Expert Judgment ... 171

Lampiran 3.3 Petunjuk Pengisian Soal dan Identitas Responden ... 180

Lampiran 3.4 Soal Pilihan Ganda Penelitian ... 182

Lampiran 3.5 Soal Uraian Penelitian ... 187

Lampiran 4 Hasil Validasi Ahli ... 188

Lampiran 4.1 Permohonan Izin Validasi Ahli ... 189

Lampiran 4.2 Hasil Rekap Nilai Expert Judgment Instrumen Pilihan Ganda ... 190

Lampiran 4.3 Hasil Rekap Nilai Expert Judgment Instrumen Uraian ... 198

Lampiran 5 Hasil Validitas dan Reliabilitas ... 200

Lampiran 5.1 Hasil Validitas Instrumen Soal Pilihan Ganda Uji Empiris ... 201

Lampiran 5.2 Hasil Reliabilitas Instrumen Soal Pilihan Ganda... 204

(22)
(23)

BAB I PENDAHULUAN

Bab I memberikan gambaran kepada pembaca mengenai landasan penelitian ini. Pada bab ini membahas mengenai latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, dan definisi operasional.

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah usaha sadar dan bertujuan untuk mengembangkan kualitas manusia (Djamarah, 2005: 22). Demi mengembangkan manusia

yang berkualitas, maka pendidikan sangat penting untuk diberikan kepada siswa. Ahmadi (2014: 45) mengungkapkan bahwa pendidikan penting diberikan untuk siswa karena pendidikan sebagai transmisi pengetahuan

atau proses membangun manusia menjadi berpendidikan.

Salah satu cara yang digunakan untuk memberikan pendidikan kepada siswa yaitu melalui sekolah. Pernyataan tersebut dilandasi dengan pendapat

Triwiyanto (2014: 75) bahwa sekolah adalah kelompok layanan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal

pada setiap jenjang dan jenis pendidikannya. Sekolah membekali pengetahuan pada siswa melalui berbagai macam mata pelajaran. Mata pelajaran yang diadakan di sekolah-sekolah Indonesia menurut Kurikulum

(24)

pendidikan jasmani dan olahraga, keterampilan atau kejuruan, serta muatan

lokal (Mulyasa, 2007: 12).

Berdasarkan penjelasan sebelumnya, Ilmu Pengetahuan Alam

merupakan salah satu mata pelajaran yang akan diajarkan kepada siswa melalui jenjang sekolah dasar. Sapriati (2009: 2.3) berpendapat bahwa pendidikan IPA di sekolah dasar bertujuan agar siswa menguasai

pengetahuan, fakta, konsep, prinsip, proses penemuan, serta memiliki sikap ilmiah, yang akan bermanfaat dalam mempelajari diri dan alam sekitar.

Samatowa (2011: 3) berpendapat bahwa dalam Ilmu Pengetahuan Alam dibahas tentang gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis yang

didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia. Pendapat tersebut senada dengan pernyataan Wonorahardjo (2010: 11) bahwa Ilmu Pengetahuan Alam ini sifatnya lebih pasti karena gejala

yang diamati relatif nyata dan terukur. Berdasarkan kedua pendapat dapat disimpulkan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam merupakan ilmu yang sifatnya pasti karena didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang relatif

nyata dan terukur.

IPA berisi tentang konsep yang berkaitan dengan kehidupan

sehari-hari, maka penting untuk siswa memahaminya. Faktanya masih banyak ditemui siswa yang sulit memahami konsep-konsep yang ada pada mata pelajaran IPA khususnya Fisika. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) khususnya

Fisika merupakan suatu pelajaran yang mempelajari konsep-konsep dari suatu konsep yang sederhana sampai konsep yang lebih kompleks (Ratama,

(25)

pengetahuan yang paling mendasar, karena berhubungan dengan perilaku

dan struktur benda. Dalam mata pelajaran IPA Fisika, guru telah mengajarkan konsep dasar, namun masih banyak siswa yang memiliki

pemahaman konsep rendah terhadap materi yang dipelajari, sehingga terjadi salah konsepsi.

Rendahnya pemahaman siswa tentang konsep IPA Fisika dibuktikan

berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 30 Maret 2015 terhadap salah seorang guru kelas V SD negeri di Kecamatan Berbah. Salah seorang guru

mengatakan bahwa menemui suatu kendala pada pembelajaran IPA Fisika yaitu rendahnya pemahaman konsep pada suatu materi, sehingga masih

banyak siswa mendapat nilai di bawah KKM yang ditentukan. Pemahaman konsep siswa yang rendah dapat dilihat juga berdasarkan hasil kinerja Indonesia pada pemetaan Trends in International Mathematics and Science

Studies and Progress in International Reading Literacy Study (TIMSS & PIRLS) 2011 bidang literasi sains, Indonesia mendapat peringkat 40 dari 42 negara yang di data (Baswedan, 2014: 17). Literasi sains sendiri merupakan

pengetahuan dan pemahaman konsep serta proses ilmiah yang diperlukan untuk pengambilan keputusan personal, partisipasi dalam kegiatan publik

dan budaya, dan produktivitas ekonomi. Dengan literasi sains dimaksudkan bahwa seorang dapat bertanya, menemukan, atau menentukan jawaban terhadap pertanyaan yang diturunkan dari rasa ingin tahu tentang

pengalaman sehari-hari (Rustaman, 2012: 1.40). Berdasarkan gagasan sebelumnya dapat dikatakan bahwa rendahnya peringkat Indonesia pada

(26)

karena literasi sains merupakan pemahaman konsep yang diperlukan untuk

pengambilan keputusan.

Fakta lain yang menunjukkan bahwa masih banyak siswa yang

memiliki salah konsepsi ditunjukkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Suryanto dan Yuni (2002) dengan judul “Pemahaman Murid Sekolah Dasar

Terhadap Konsep-Konsep Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Berbasis Biologi: Suatu Diagnosis Adanya Miskonsepsi”. Penelitian ini bertujuan untuk (1)

mengetahui pemahaman murid sekolah dasar terhadap konsep-konsep IPA

berbasis biologi, (2) mengidentifikasi adanya miskonsepsi, dan (3) mencari penyebab miskonsepsi berdasarkan pola jawaban yang diberikan. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa miskonsepsi masih banyak terjadi pada konsep-konsep yang diteliti. Jika digunakan kriteria 75% sebagai ambang batas pemahaman konsep yang benar maka hanya ditemukan suatu konsep

yaitu konsep tentang bernapas yang dapat dipahami dengan baik oleh murid. Berdasarkan analisis terhadap pola jawaban yang diberikan murid ternyata dapat disimpulkan bahwa miskonsepsi yang terjadi antara lain disebabkan

karena dalam memahami suatu konsep, murid mengandalkan pada pengalaman sehari-hari dan hasil pemikiran logis.

Berdasarkan data yang dituliskan, jelas bahwa pemahaman konsep siswa masih rendah. Untuk itu penelitian tentang miskonsepsi pada pembelajaran IPA Fisika perlu dilaksanakan karena banyak konsep siswa

yang tidak cocok dengan konsep ilmiah, selain itu konsep yang salah pada siswa dapat bertahan lama dan sulit diperbaiki. Hal ini biasanya disebabkan

(27)

beberapa persoalan yang sedang mereka hadapi dalam kehidupan mereka

(Suparno, 2005: 3).

Berdasarkan kenyataan latar belakang yang sudah diungkapkan, maka

peneliti tertarik untuk melaksanakan penelitian dengan judul “Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V SD Negeri Semester 2 se-Kecamatan Berbah, Sleman Tahun 2015”. Alasan peneliti melaksanakan penelitian di Kecamatan Berbah karena berdasarkan hasil wawancara dengan guru SD kelas V di Kecamatan Berbah, mengatakan bahwa tidak sedikit siswa yang

mengalami miskonsepsi pada IPA Fisika kelas V semester 2. Hal tersebut dikarenakan IPA Fisika memuat materi yang sangat banyak dan luas

cakupanya, sehingga siswa kesulitan untuk menyerap semua materi dengan baik. Dengan dilakukannya penelitian ini, dapat diketahui miskonsepsi yang terjadi pada siswa dan perbedaan miskonsepsi dilihat dari pekerjaan orang

tua, sehingga cepat dilakukan penanganan kepada siswa yang mengalami miskonsepsi. Dengan dilakukan penanganan, diharapkan pemahaman siswa kembali ke konsep ilmiah yang sudah ditetapkan para ahli.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka peneliti mengungkapkan beberapa

masalah yang mendasari penelitian ini yaitu sebagai berikut: 1. Prestasi sains Indonesia rendah.

2. Rendahnya pemahaman konsep siswa pada suatu materi IPA Fisika.

(28)

C. Batasan Masalah

Agar penelitian lebih terarah atau tidak terlalu luas, maka peneliti membuat batasan masalah. Masalah yang diteliti akan dibatasi sebagai

berikut:

1. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri semester 2 se-Kecamatan Berbah, Sleman.

2. Penelitian ini fokus pada miskonsepsi IPA Fisika.

3. Perbedaan miskonsepsi IPA Fisika dilihat dari pekerjaan orang tua siswa.

4. Peneliti fokus pada SK dan KD sebagai berikut : a. SK (Standar Kompetensi)

5. Memahami hubungan antara gaya, gerak, dan energi, serta fungsinya.

6. Menerapkan sifat-sifat cahaya melalui kegiatan membuat suatu

karya atau model.

7. Memahami perubahan yang terjadi di alam dan hubungannya dengan penggunaan sumber.

b. KD (Kompetensi Dasar)

5.1 Mendeskripsikan hubungan antara gaya, gerak dan energi melalui

percobaan (gaya gravitasi, gaya gesek, gaya magnet)

5.2 Menjelaskan pesawat sederhana yang dapat membuat pekerjaan lebih mudah dan lebih cepat.

6.1 Mendeskripsikan sifat-sifat cahaya.

6.2 Membuat suatu karya/model, misalnya periskop atau lensa dari

(29)

7.1 Mendeskripsikan proses pembentukan tanah karena pelapukan.

7.3 Mendeskripsikan struktur bumi.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah yang sudah disampaikan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Apakah ada miskonsepsi IPA Fisika siswa kelas V SD Negeri semester 2 se-Kecamatan Berbah, Sleman?

2. Apakah ada perbedaan miskonsepsi IPA Fisika dilihat dari pekerjaan orang tua siswa kelas V SD Negeri semester 2 se-Kecamatan Berbah,

Sleman?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk

1. Mengetahui adanya miskonsepsi IPA Fisika siswa kelas V SD Negeri semester 2 se-Kecamatan Berbah, Sleman.

2. Mengetahui adanya perbedaan miskonsepsi IPA Fisika dilihat dari

pekerjaan orang tua siswa kelas V SD Negeri semester 2 se-Kecamatan Berbah, Sleman.

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat teoritis:

(30)

2. Manfaat praktis:

a. Bagi guru

Penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi guru agar

kedepannya lebih berhati-hati dalam mengajarkan konsep IPA Fisika sehingga miskonsepsi pada siswa dapat diminimalisir.

b. Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan untuk lebih meningkatkan kualitas pembelajaran.

c. Bagi peneliti

Penelitian ini merupakan sarana untuk belajar dan mengembangkan

pengetahuan peneliti yang telah berproses dalam penelitian.

G. Definisi Operasional

Definisi operasional berisi tentang istilah-istilah yang digunakan

dalam penelitian ini. Definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

1. Miskonsepsi adalah suatu konsep yang tidak sesuai dengan pengertian

ilmiah atau pengertian yang diterima pakar dalam bidang itu. Miskonsepsi pada soal pilihan ganda dapat dideteksi dari jawaban

yang salah namun siswa tersebut yakin benar dengan jawabannya. 2. Ilmu Pengetahuan Alam adalah ilmu pengetahuan yang membahas

tentang gejala alam yang sifatnya lebih pasti karena didasarkan pada

percobaan dan pengamatan manusia secara terukur.

3. Miskonsepsi Ilmu Pengetahuan Alam adalah pemahaman yang salah

(31)

4. Miskonsepsi IPA Fisika adalah pemahaman yang salah tentang konsep

IPA Fisika.

5. Siswa Kelas V SD adalah siswa yang berada pada tingkat kelas V SD

negeri se-Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman dengan rata-rata umur 10-11 tahun.

6. Pekerjaan orang tua adalah sesuatu yang dilakukan oleh setiap orang

(32)

BAB II

LANDASAN TEORI

Pada bagian ini berisi tentang kajian pustaka, penelitian yang relevan, kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian.

A. Kajian Pustaka

Kajian pustaka merupakan uraian hasil pengkajian peneliti terhadap berbagai referensi yang dijadikan acuan dalam penelitian. Kajian pustaka

misalnya dapat mengkaji beberapa hal sebagai berikut.

1. Konsep

Konsep adalah satuan arti yang mewakili sejumlah objek yang memiliki ciri-ciri yang sama. Orang yang memiliki konsep mampu mengadakan abstraksi terhadap objek-objek yang dihadapi, sehingga

objek ditempatkan dalam golongan tertentu. Konsep dapat dilambangkan dalam bentuk suatu kata (lambang bahasa) (Djamarah, 2011: 30).

Basleman dan Mappa (2011: 67) menyatakan bahwa konsep diperoleh dari kejadian yang dijumpainya, baik positif maupun negatif.

Sekali memperoleh konsep, peserta belajar akan mampu mengenal hal atau kejadian dan mampu memberikan defnisi verbal dari konsep tersebut.

Djamarah (2011: 31) berpendapat bahwa konsep dibedakan atas konsep konkret dan konsep yang harus didefinisikan. Konsep konkret

(33)

fisik. Konsep ini mewakili benda tertentu, seperti meja, kursi, mobil, dan

sebagainya. Konsep yang didefinisikan adalah konsep yang mewakili realitas hidup, tetapi tidak langsung menunjuk pada realitas dalam

lingkungan hidup fisik, karena realitas itu tidak berbadan. Misalnya, saudara sepupu, dan sebagainya, adalah kata-kata yang tidak dapat dilihat dengan mata biasa, bahkan dengan mikroskop sekalipun.

Berdasarkan pendapat yang sudah disampaikan para ahli dapat dikatakan bahwa konsep adalah satuan arti baik positif maupun negatif

yang diperoleh si penerima konsep dari kejadian yang dijumpainya.

2. Konsepsi

Pemahaman setiap murid terhadap suatu konsep disebut dengan konsepsi (Berg dalam Suryanto, 2002: 13). Contohnya jika dua kutub magnet yang sama yaitu utara dan utara didekatkan, maka akan

didapatkan murid yang mempunyai pemahaman berbeda satu sama lain tentang konsep magnet tersebut. Ada yang memiliki pemahaman bahwa magnet saling tolak menolak, ada juga murid yang memiliki pemahaman

bahwa magnet tidak mau menyatu, ada juga yang memiliki pemahaman magnet saling mendorong atau memberi gaya.

Hal yang sama dikatakan oleh (Rustaman, 2012: 2.6) bahwa konsepsi seseorang berbeda dengan konsepsi orang yang lain. Konsepsi berasal dari kata to conceive yang artinya cara menerima. Sementara

Budi (1992: 114-115) menyatakan bahwa konsepsi adalah sebagai kemampuan memahami konsep, baik yang diperoleh dari indera maupun

(34)

Berdasarkan pendapat yang sudah disampaikan oleh ahli dapat

disimpulkan bahwa konsepsi adalah suatu pemahaman seseorang terhadap konsep.

3. Miskonsepsi

Suparno (2005: 4) menyatakan bahwa miskonsepsi atau salah konsep menunjuk pada suatu konsep yang tidak sesuai dengan

pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima pakar dalam bidang itu. Fowler (dalam Suparno, 2005: 5) menjelaskan bahwa miskonsepsi

adalah sebagai pengertian yang tidak akurat akan konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang salah, kekacauan

konsep-konsep yang berbeda, dan hubungan hirakis konsep-konsep yang tidak benar. Suparno (2005: 15) memberikan contoh miskonsepsi sebagai berikut, jika seorang mendorong suatu kereta dan kereta itu

bergerak, siswa mengatakan ada suatu gaya bekerja pada kereta itu. Tetapi bila kereta itu tidak bergerak, siswa mengatakan tidak ada gaya yang bekerja pada kereta tersebut, meskipun orang itu mendorong

kereta dengan gaya yang besar. Menurut fisika, meskipun kereta tidak bergerak, tetap ada gaya yang bekerja.

Budi (1992: 114-115) mengungkapkan bahwa kesalahan konsep atau miskonsepsi adalah terjadi perbedaan konsepsi antara orang yang satu dengan yang lain dalam mempelajari konsep untuk menangkap

(35)

Berdasarkan beberapa pendapat yang sudah disebutkan, dapat

disimpulkan bahwa miskonsepsi adalah pemahaman konsep seseorang yang berbeda dengan konsep-konsep ilmiah yang sudah ditetapkan

sebelumnya oleh ahli.

4. Penyebab Miskonsepsi

Suparno (2005: 29) mengungkapkan bahwa penyebab miskonsepsi

dapat diringkas dalam lima kelompok, yaitu: siswa, guru, buku teks, konteks, dan metode mengajar. Untuk lebih jelasnya, akan dijelaskan

sebagai berikut: a. Siswa

Miskonsepsi yang berasal dari siswa dapat dikelompokkan dalam beberapa hal, antara lain:

1) Prakonsepsi atau konsep awal siswa

Banyak siswa sudah mempunyai konsep awal atau prakonsepsi tentang suatu bahan sebelum siswa mengikuti pelajaran formal di bawah bimbingan guru. Konsep awal ini

sering kali mengandung miskonsepsi. Salah konsep awal ini jelas akan menyebabkan miskonsepsi pada saat mengikuti

pelajaran fisika berikutnya, sampai kesalahan itu diperbaiki. Prakonsepsi ini biasanya diperoleh dari orang tua, teman, sekolah awal, dan pengalaman di lingkungan siswa. Misalnya

dari pengalaman kehidupan sehari-hari yaitu tentang terbit dan terbenamnya matahari. Siswa berpendapat bahwa matahari yang

(36)

berjalan di atas bumi, dan akhirnya terbenam di barat.

Miskonsepsi siswa tersebut bahwa mataharilah yang mengelilingi bumi. Konsep yang diutarakan oleh siswa tersebut

salah, konsep yang benar bahwa bumi yang mengelilingi matahari.

2) Pemikiran Asosiatif Siswa

Asosiasi siswa terhadap istilah-istilah sehari-hari kadang-kadang juga membuat miskonsepsi (Arons dalam Suparno,

2005: 35). Contohnya, siswa mengasosiasikan gaya dengan aksi atau gerakan. Gaya oleh banyak siswa dianggap selalu

menyebabkan gerakan. Maka jika siswa tidak tidak melihat suatu benda bergerak, mereka memastikan tidak ada gaya. 3) Pemikiran Humanistik

Siswa kerap kali memandang semua benda dari pandangan manusiawi (Gilbert dalam Suparno, 2005: 36). Tingkah laku benda dipahami seperti tingkah laku manusia yang hidup,

sehingga tidak cocok. Misalnya miskonsepsi siswa akan kekekalan energi. Seorang bila bekerja secara terus menerus

atau bermain secara terus menerus akan merasa lelah dan lapar. Dari pengalaman sebagai manusia yang menjadi lapar dan kehabisan energi bila terus bekerja, siswa beranggapan bahwa

kekekalan energi itu tidak mungkin terjadi. Energi yang ada pasti berkurang dan lenyap. Siswa tidak mudah untuk keluar

(37)

4) Reasoning yang tidak lengkap/ salah

Miskonsepsi juga dapat disebabkan oleh reasoning atau penalaran siswa yang tidak lengkap atau salah (Comins dalam

Suparno, 2005: 38). Alasan yang tidak lengkap dapat disebabkan karena logika yang salah dalam mengambil kesimpulan, sehingga terjadi miskonsepsi. Misalnya, siswa

mengetahui bahwa bumi termasuk planet, siswa tersebut menganggap bahwa semua planet yang ada di tata surya kita

sama seperti bumi. Berarti planet-planet tersebut terdapat tumbuh-tumbhan, air, gaya, gravitasi, batu-batu keras, dan

lain-lainnya.

5) Instuisi yang salah

Intuisi yang salah dan perasaan siswa juga dapat

menyebabkan miskonsepsi. Intuisi adalah suatu perasaan dalam diri seseorang, yang secara spontan mengungkapkan sikap atau gagasannya tentang sesuatu sebelum secara obyektif dan

rasional diteliti. Contoh siswa kadang-kadang mempunyai instuisi bahwa benda yang besar akan jatuh bebas lebih cepat

daripada benda yang kecil. Pemikiran instuitif ini sering membuat siswa tidak kritis dan mengakibatkan miskonsepsi. 6) Tahap perkembangan kognitif siswa

Perkembangan kognitif siswa yang tidak sesuai dengan bahan yang digeluti dapat menjadi penyebab adanya

(38)

tahap operational concrete bila mempelajari sesuatu bahan yang

abstrak sulit menangkap dan sering salah mengerti tentang konsep tersebut.

7) Kemampuan siswa

Kemampuan siswa juga mempunyai pengaruh pada miskonsepsi siswa. Siswa yang kurang berbakat fisika atau

kurang mampu dalam mempelajari fisika, sering mengalami kesulitan menangkap konsep yang benar dalam proses belajar.

8) Minat belajar siswa

Secara umum dapat dikatakan, siswa yang berminat pada

fisika cenderung mempunyai miskonsepsi lebih rendah daripada siswa yang tidak berminat pada fisika. Suparno (2005: 42) mengungkapkan bahwa siswa yang tidak berminat dalam

belajar, bila salah menangkap suatu bahan, sering kali siswa tidak berminat mencari mana yang benar dan mengubah konsep yang salah. Akibatnya, merekan akan lebih mudah menagalami

kesalahan atau miskonsepsi. b. Guru

Miskonsepsi siswa dapat terjadi pula karena miskonsepsi yang dibawa oleh guru fisika. Guru yang tidak menguasai bahan atau mengerti bahan fisika secara tidak benar, akan menyebabkan siswa

(39)

c. Buku

1) Buku Teks

Buku teks juga menyebabkan miskonsepsi. Entah karena

bahasanya sulit dimengerti atau karena penjelasannya tidak benar, miskonsepsi tetap diteruskan. Para peneliti menemukan bahwa beberapa miskonsepsi datang dari buku teks (Lona dalam

Suparno, 2005: 44).

2) Buku Fiksi Sains (Science Fiction)

Seringkali pengarang membuat gagasan fisika kurang berdasarkan kaidah ilmu yang sesungguhnya. Misalnya

gerak-gerakan tokoh fiksi di udara bebas yang kadang-kadang tidak mengindahkan hukum fisika. Akibatnya, dalam diri anak tertanam nilai dan pengertian yang tidak benar.

3) Kartun (Cartoon)

Gambar-gambar kartun dalam majalah sains sering kali dapat memunculkan dan menyebabkan miskonsepsi pada siswa

bila tidak mengindahkan hukum dan teori fisika yang berlaku. d. Konteks

1) Pengalaman

Pengalaman siswa dapat menyebabkan miskonsepsi. Kita dapat melihatnya dalam kasus kekekalan energi. Dalam

kehidupan sehari-hari, siswa mengalami, bahwa mereka akan merasa lelah setelah bekerja keras. Motor akan kehabisan bahan

(40)

kembali. Tampak bahwa energi hilang dan tidak kekal. Di sini

siswa berpikir tentang kekelan energi dalam pengertian yang terbatas dan tidak dalam pengertian luas (Stavy dalam Suparno,

2005: 47).

2) Bahasa Sehari-hari

Beberapa miskonsepsi datang dari bahasa sehari-hari yang

mempunyai arti lain dengan fisika (Gilbert dalam Suparno, 2005: 48). Misalnya, dalam bahasa sehari-hari siswa mengerti

dan menggunakan istilah berat dan kg. Tetapi dalam fisika, berat adalah suatu gaya, dan satuannya adalah Newton.

3) Teman Lain

Orang muda sangat senang belajar dalam kelompok bersama teman-teman kelompoknya. Kelompok sering

didominasi oleh beberapa orang yang suaranya vokal. Bila siswa yang dominan atau vokal itu mempunyai miskonsepsi, maka jelas mereka dapat mempengaruhi siswa lain dalam hal

miskonsepsi.

4) Keyakinan dan Ajaran Agama

Keyakinan atau agama siswa dapat juga menjadi penyebab miskonsepsi dalam bidang fisika (Commins dalam Suparno, 2005: 49). Keyakinan ataupun ajaran agama yang diyakini

(41)

e. Metode Mengajar

Beberapa metode mengajar yang digunakan guru, terlebih yang menekankan satu segi saja dari konsep bahan yang digeluti,

meskipun membantu siswa menangkap bahan, tetapi sering mempunyai dampak jelek yaitu memunculkan miskonsepsi siswa.

5. Cara Mendeteksi Adanya Miskonsepsi

Suparno (1998: 121-128) mengungkapkan cara bagi seorang peneliti atau seorang guru mendeteksi miskonsepsi siswa, yaitu melalui :

a. Peta Konsep

Peta konsep dapat digunakan untuk mendeteksi miskonsepsi

siswa dalam bidang fisika. Peta konsep yang mengungkapkan hubungan berarti antara konsep-konsep dan menekankan gagasan-gagasan pokok, yang disusun hirarkis, dengan jelas dapat

mengungkap miskonsepsi siswa digambakan dalam peta konsep tersebut. Biasanya miskonsepsi dapat dilihat dalam proposisi yang salah dan tidak adanya hubungan lengkap antar konsep (Novak

dalam Suparno, 2005 : 121).

b. Tes Multiple Choice dengan Reasoning Terbuka

Beberapa peneliti menggunakan pertanyaan pilihan ganda digabungkan dengan alasan yang sudah tertentu. Jadi alasan-alasannya sudah dipilihkan. Model ini dipilih, biasanya dengan

alasan untuk lebih memudahkan menganalisis. Kelemahan model ini adalah alasan siswa yang tidak tercantum dalam pilihan itu, tidak

(42)

c. Tes Esai Tertulis

Dari tes tersebut dapat diketahui miskonsepsi yang dibawa siswa dan dalam bidang apa. Setelah ditemukan miskonsepsinya, dapatlah

beberapa siswa diwawancarai untuk lebih mendalami, mengapa mereka mempunyai gagsan seperti itu.

d. Wawancara Diagnosis

Wawancara dapat berbentuk bebas dan terstruktur. Dalam wawancara bebas, guru atau peneliti memang bebas bertanya kepada

siswa dan siswa dapat dengan bebas menjawab. Sedangkan dalam wawancara terstruktur, pertanyaan sudah disiapkan dan urutannya

pun secara garis besar sudah disusun, sehingga memudahkan dalam praktiknya.

e. Diskusi dalam Kelas

Dalam kelas siswa diminta untuk mengungkapkan gagsan mereka tentang konsep yang sudah diajarkan atau yang hendak diajarkan. Dari diskusi di kelas itu dapat dideteksi juga apakah

gagasan mereka itutepat atau tidak. f. Praktikum dengan Tanya Jawab

Praktikum yang disertai dengan tanya jawab antara guru dengan siswa yang melakukan praktikum juga dapat digunakan untuk mendeteksi apakah siswa mempunyai miskonsepsi tentang konsep

pada praktikum itu atau tidak. Selama praktikum, guru selalu bertanya bagaimana konsep siswa dan bagaimana siswa menjelaskan

(43)

Berdasarkan pendapat ahli dapat disimpulkan bahwa cara untuk

mendeteksi miskonsepsi pada siswa adalah dengan menggunakan peta konsep, tes pilihan ganda, tes esai, wawancara diagnosis, diskusi dalam

kelas dan praktikum dengan tanya jawab. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tes pilihan ganda dan esai untuk mendeteksi miskonsepsi pada siswa. Dalam tes pilihan ganda, peneliti memberikan alasan yang

harus diisi oleh siswa berupa opsi yakin benar dan tidak yakin benar terhadap jawaban yang dipilih.

6. Hubungan Miskonsepsi dengan Jenis Pekerjaan Orang Tua

Miskonsepsi yang dialami siswa berhubungan dengan orang tua.

Suparno (2005: 35) juga menegaskan bahwa miskonsepsi akan lebih banyak lagi, jika yang mempengaruhi pembentukan konsep pada anak tersebut mempunyai banyak miskonsepsi, seperti orang tua, tetangga,

dan lain-lain. Hal ini diperkuat dalam aliran konvergensi yang diungkapkan oleh Husdarta (2010: 22) bahwa pertumbuhan dan perkembangan yang dialami anak adalah pengaruh dari unsur

lingkungan dan pembawaan atau eksternal dan internal, kedua pengaruh itu dimisalkan dengan dua garis yang bertemu atau bergabung pada satu

tempat kemudian menjadi satu garis yang kuat.

Berdasar pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa orang tua dapat mempengaruhi miskonsepsi siswa. Rand Conger dalam Yusuf

(2009: 54) mengemukakan bahwa orang tua yang mengalami tekanan ekonomi atau perasaan tidak mampu mengatasi masalah finansialnya,

(44)

akhirnya mempengaruhi masalah siswa, seperti prestasi belajar rendah.

Ahmadi (1991: 83-84) menyatakan bahwa keadaan ekonomi miskin akan menyebabkan kurangnya alat-alat belajar, kurangnya biaya yang

disediakan oleh orang tua, dan tidak mempunyai tempat belajar yang baik sedangkan keadaan ekonomi kaya memiliki keadaan yang sebaliknya.

Berdasar pendapat ahli dapat dikatakan bahwa tekanan ekonomi keluarga dapat menyebabkan masalah pada siswa seperti miskonsepsi

dan menyebabkan prestasi belajar rendah, hal ini dikarenakan kurangnya fasilitas seperti alat belajar dan biaya yang didapatkan siswa.

Tekanan ekonomi orang tua dipengaruhi oleh jenis pekerjaan orang tua. Jenis pekerjaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah yang mempunyai ciri (sifat, keturunan, dan sebagainya) yang khusus,

sedangkan pekerjaan adalah barang apa yang dilakukan (diperbuat, dikerjakan dan sebagainya), tugas kewajiban, hasil bekerja, perbuatan (Depdikbud, 1994: 410-488). Jadi yang dimaksud dengan jenis

pekerjaan adalah suatu bentuk atau macam kegiatan yang dilakukan seseorang untuk memperoleh penghasilan.

Dalam penelitian ini pekerjaan yang dipakai meliputi PNS, wiraswasta, dan buruh. Tentu saja antara PNS, wiraswasta, dan buruh mempunyai tingkat penghasilan yang berbeda yang akhirnya

(45)

7. Hakikat Pembelajaran IPA

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sering disebut dengan singkat sebagai Sains. Dalam bahasa Inggris: Science berasal dari bahasa latin “scientia” yang berarti (1) pengetahuan tentang, atau tahu tentang; (2)

pengetahuan, pengertian, paham yang benar dan mendalam. Ilmu atau

Science mengalami perluasan dan merujuk ke pengetahuan alam yang sifatnya lebih pasti karena gejala yang diamati relatif nyata dan terukur, (Wonorahardjo, 2010: 11).

Samatowa (2011: 3) berpendapat bahwa ilmu pengetahuan alam merupakan terjemahan dari kata bahasa inggris yaitu natural science,

artinya ilmu pengetahuan alam. IPA ini membahas tentang gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia.

Iskandar (2001: 2-3) juga menambahkan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) disebut sebagai ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam. Ilmu pengetahuan alam sebagai disiplin ilmu disebut juga sebagai produk IPA yang bentuknya berupa fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan teori-teori IPA. Fakta dalam pembelajaran IPA merupakan pernyataan tentang benda-benda yang benar-benar ada, dan peristiwa yang benar-benar terjadi serta sudah dikonfirmasi secara objektif. Konsep dalam IPA adalah suatu ide yang menghubungkan beberapa fakta yang telah ada. IPA mempunyai suatu prinsip yang bersifat analitik sebab merupakan penggabungan dari konsep-konsep Ilmu Pengetahuan.

(46)

mengamati, mengukur, menarik kesimpulan, mengendalikan variabel, merumuskan hipotesis, membuat grafik dan tabel data, membuat definisi operasional, dan melakukan eksperimen. Keterampilan proses dalam IPA juga memuat kegiatan melakukan penelitian dan mengkomunikasikan hasil penelitiannya. Aspek-aspek keterampilan proses menurut Iskandar (2001:51) memuat beberapa hal yaitu: 1) mengamati, yang merupakan proses pengumpulan informasi dengan mempergunakan semua alat indra, 2) pengklasifikasian, merupakan kegiatan mengklasifikasi adah kegiatan mengatur atau menyusun obyek-obyek, kejadian-kejadian, atau informasi ke dalam golongan atau kelas dengan mempergunakan cara tertentu untuk sistem tertentu, 3) pengukuran, yang merupakan kegiatan mengukur hasil pengamatan dengan jalan membandingkan dengan suatu standar yang telah ditetapkan, 4) pengidentifikasian dan pengendalian variabel, yaitu untuk menandai karakteristik obyek atau faktor dalam kejadian atau peristiwa yang tetap dan yang berubah di dalam kondisi yang berbeda-beda, 5) perumusan hipotesis, dilakukan untuk memberikan dugaan tentang hubungan alasan yang mungkin ditemukan di dalam percobaan atau penelitian, 6) perancangan eksperimen dan penyimpulan hasil eksperimen ialah suatu proses yang disusun dengan memuat langkah-langkah percobaan yang harus dilakukan. Perancangan eksperimen dilakukan agar mendapatkan data yang baik sehingga hasil nya dapat memuaskan,

(47)

Berdasarkan pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa IPA

adalah ilmu pengetahuan yang membahas tentang gejala alam yang sifatnya lebih pasti karena didasarkan pada percobaan dan pengamatan

manusia secara terukur yang dikatakan sebagai keterampilan proses serta sebagai produk IPA yang bentuknya berupa fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan teori-teori IPA.

a. Pengaruh belajar IPA

Purnomo (2008: 269) mengungkapkan bahwa pengalaman

belajar dalam kurikulum IPA membantu siswa untuk: (1) menjalani kehidupan sehari-hari secara efektif, (2) memahami dunianya dan

hal-hal yang mempengaruhinya, (3) memanfaatkan kesempatan untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatif, fleksibel, dan inovatif, (4) mengembangkan pengertian tentang konsep-konsep

IPA, (5) menilai dan menggunakan produk teknologi IPA, (6) memahami bahwa karier dalam IPA dan teknologi sangat cocok bagi pria dan wanita, (7) membuat penilaian tentang isu-isu yang

berkenaan dengan lingkungan alam dan buatan, (8) bertanggung jawab terhadap perbaikan kualitas lingkungan, (9) memberikan

pemecahan pada dilema moral sehubungan dengan isu-isu IPA dan teknologi, dan (10) menyiapkan diri untuk studi pada tingkatan yang lebih lanjut.

b. Fungsi IPA atau sains bagi manusia

Wonorahardjo (2010: 12-14) mengungkapkan beberapa fungsi

(48)

1) Sains membantu manusia berpikir dalam pola sistematis

Karena belajar sains sangat berurusan dengan logika dan matematika, tentu saja sains sangat membantu kita berpikir lebih

sistematis, terutama dalam hal menghadapi permasalahan di dunia dan menyangkut alam.

2) Sains dapat menjelaskan gejala alam serta hubungan satu sama

lain antar gejala alam

Karena sains merupakan kumpulan pengetahuan mengenai

alam, kita dapat dengan mudah merujuk ke penjelasan alam untuk menjelaskan gejala-gejala alam di sekitar kita.

3) Sains dapat digunakan untuk meramalkan gejala alam yang akan terjadi berdasarkan pola gejala alam yang dipelajari

Salah satu sifat sains adalah kausatif. Jika ada hukum alam

berarti gejala alam dapat dijamin akan mengikuti hukum alam tersebut. Misal dalam meramal letusan gunung berapi, dinas meteorologi dan geofisika akan mengamati pola aktivitas

gunung tersebut dan meramalkan kapan terjadi letusan dan dengan demikian dapat diambil langkah evakuasi penduduk di

sekitarnya.

4) Sains digunakan untuk menguasai alam dan mengendalikannya demi kepentingan manusia

Dengan serangkaian pengamatan serius mengenai gejala alam dan dengan demikian sifat-sifatnya diketahui manusia,

(49)

dengan tujuan tertentu yang berkatan dengan kepentingan

manusia sendiri. Fungsi sains inilah yang paling terasa manfaatnya bagi manusia. Kita bayangkan saja seandainya

listrik tidak ditemukan oleh Thomas Alfa Edison, mungkin sampai sekarang kita masih menggunakan lampu minyak. 5) Sains digunakan untuk melestarikan alam karena sumbangan

ilmunya mengenai alam

Karena dari pengamatan dan analisis yang mendalam

mengenai alam ilmuwan akan tahu sampai dimana alam dapat dimanfaatkan dan sampai dimana alam justru dirusak oleh

aktivitas manusia. Dengan pengetahuan inilah sebenarnya alam yang sudah terlanjur rusak dapat direhabilitasi dan dijaga dari pihak pelaku yang tidak bertanggung jawab.

Berdasarkan pendapat ahli dapat disimpulkan bahwa IPA memiliki dampak yang besar terhadap diri manusia. Dengan adanya IPA, manusia dapat menjadi pribadi yang berpikir sistematis dan

manusia dapat memahami gejala alam sekitar guna menangani kelangsungan hidupnya di dunia.

8. Pembelajaran IPA di SD Kelas V Semester 2

Ada beberapa materi yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut :

a. Gaya

Gerakan mendorong atau menarik yang menyebabkan benda

(50)

mempengaruhi benda tersebut. Gaya terhadap suatu benda dapat

mengakibatkan benda bergerak, berubah bentuk, dan berubah arah (Sulistyanto, 2008: 89).

Azmiyawati (2008: 82-90) mengungkapkan bahwa gaya dibedakan menjadi 3 yaitu:

1). Gaya Gravitasi

Gaya gravitasi bumi sering disebut juga gaya tarik bumi. Gaya gravitasi bumi menyebabkan benda-benda yang ada di bumi

tidak terlempar ke angkasa luar. Selain itu, gaya gravitasi membuat kita dapat berjalan di atas tanah. Gaya gravitasi juga

menyebabkan semua yang ada di bumi mempunyai berat sehingga tidak melayang-layang di udara. Penerapan gaya gravitasi berupa kelapa jatuh dari pohonnya dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 2.1 Kelapa jatuh dari pohonnya Sumber gambar: Azmiyawati (2008: 82) 2). Gaya Gesek

Gaya gesek merupakan gaya yang menimbulkan hambatan ketika dua permukaan benda saling bersentuhan. Penerapan gaya

gesek antara lantai dan box dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 2.2 Gesekan antara lantai dan box

(51)

3). Gaya Magnet

Gaya tarik pada magnet dapat menarik benda-benda tertentu. Bahan dari besi atau baja dapat ditarik magnet. Bahan

dari plastik dan kayu tidak dapat ditarik magnet. Magnet mempunyai dua kutub. Pada keadaan bebas, magnet akan selalu menunjuk ke arah utara dan selatan. Ujung magnet yang

mengarah ke utara disebut kutub utara, sedangkan ujung magnet yang mengarah ke selatan disebut kutub selatan. Gambar garis

medan magnet antara dua kutub magnet senama dan tidak senama dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 2.3 Garis medan magnet antara dua kutub magnet senama dan tidak senama

Sumber gambar: Azmiyawati (2008: 84)

b. Pesawat Sederhana

Semua jenis alat yang digunakan untuk memudahkan pekerjaan

manusia disebut pesawat. Kesederhanaan dalam penggunaannya menyebabkan alat-alat tersebut dikenal dengan sebutan pesawat

sederhana (Sulistyanto, 2008: 109).

Pesawat sederhana dikelompokkan menjadi empat jenis, yaitu tuas, bidang miring, katrol, dan roda berporos (Sulistyanto, 2008:

(52)

1) Tuas

Tuas lebih dikenal dengan nama pengungkit. Berdasarkan posisi atau kedudukan beban, titik tumpu, dan kuasa, tuas

digolongkan menjadi tiga, yaitu sebagai berikut : a) Tuas golongan pertama

Pada tuas golongan pertama, kedudukan titik tumpu

terletak di antara beban dan kuasa. Contoh alat yang menggunakan prinsip tuas golongan pertama dapat dilihat

pada gambar berikut:

Gambar 2.4 Alat yang menggunakan prinsip tuas golongan pertama

Sumber gambar: Azmiyawati (2008: 99) b) Tuas golongan kedua

Pada tuas golongan kedua, kedudukan beban terletak di antara titik tumpu dan kuasa. Contoh alat yang menggunakan prinsip tuas golongan kedua dapat dilihat pada gambar

berikut:

Gambar 2.5 Alat yang menggunakan prinsip tuas golongan kedua

(53)

c) Tuas golongan ketiga

Pada tuas golongan ketiga, kedudukan kuasa terletak di antara titik tumpu dan beban. Contoh alat yang menggunakan

prinsip tuas golongan ketiga dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 2.6 Alat yang menggunakan prinsip tuas golongan ketiga

Sumber gambar: Azmiyawati (2008: 100)

2) Bidang Miring

Bidang miring adalah permukaan rata yang menghubungkan dua tempat yang berbeda ketinggiannya.

Azmiyawati (2008: 101) mengungkapkan bidang miring tergolong pesawat sederhana karena dapat mempermudah pekerjaan yang dilakukan oleh manusia. Contoh penggunaan

bidang miring dapat dilihat pada gambar sebagai berikut:

Gambar 2.7 Contoh penggunaan prinsip bidang miring Sumber gambar: Azmiyawati (2008: 101) 3) Katrol

(54)

penghubungnya. Azmiyawati (2008: 103) mengatakan ada beberapa jenis katrol sebagai berikut:

a). Katrol tetap : katrol yang tidak berubah posisinya ketika digunakan untuk memindahkan benda.

b). Katrol bebas : katrol yang berubah posisinya ketika digunakan untuk memindahkan benda.

c). Katrol rangkap : katrol yang terdiri dari lebih dari satu katrol yang disusun berjajar.

d). Katrol ganda atau takal : katrol yang terdiri dari beberapa katrol yang disatukan

Untuk lebih memperjelas pengertian, dapat dilihat penggolongan jenis katrol pada gambar sebagai berikut:

Gambar 2.8 Jenis katrol

Sumber gambar: Azmiyawati (2008: 103) 4) Roda Berporos

Roda berporos merupakan roda yang dihubungkan dengan

sebuah poros yang dapat berputar bersama-sama.

c. Sifat - sifat Cahaya

Benda-benda yang ada di sekitar kita dapat kita lihat apabila ada cahaya yang mengenai benda tersebut. Cahaya yang mengenai benda

(55)

d. Periskop

Periskop adalah sejenis teropong yang biasanya terdapat pada

kapal selam untuk mengamati keadaan di permukaan laut. Periskop

dapat digunakan untuk melihat benda yang berada di atas batas

pandang (Sulistyanto, 2008: 139).

e. Proses terbentuknya tanah

Tanah berasal dari batuan. Batuan akan mengalami pelapukan menjadi butiran yang sangat halus. Lama-kelamaan

butiran-butiran halus ini bertambah banyak dan terbentuklah tanah (Azmiyawati, 2008: 124).

Azmiyawati (2008: 125) mengungkapkan terdapat tiga jenis batuan yang menyusun lapisan kerak bumi dilihat dari proses terbentuknya yaitu sebagai berikut:

1) Batuan Beku (Batuan Magma/Vulkanik)

Batuan beku adalah batuan yang terbentuk dari magma yang membeku.

2) Batuan Endapan (Batuan Sedimen)

Batuan endapan adalah batuan yang terbentuk dari endapan

hasil pelapukan batuan. Batuan ini dapat pula terbentuk dari batuan yang terkikis atau dari endapan sisa-sisa binatang dan tumbuhan.

3) Batuan Malihan (Metamorf)

Batuan malihan (metamorf) berasal dari batuan sedimen

(56)

mengalami perubahan karena mendapat panas dan tekanan dari

dalam Bumi. Jika mendapat panas terus menerus, batuan ini akan berubah menjadi batuan malihan.

f. Proses Pembentukan Tanah karena Pelapukan Batuan

Batuan memerlukan waktu jutaan tahun untuk berubah menjadi tanah. Batuan menjadi tanah karena pelapukan. Batuan dapat

mengalami pelapukan karena berbagai faktor, di antaranya cuaca dan kegiatan makhluk hidup. Pelapukan yang disebabkan oleh faktor

cuaca ini disebut pelapukan fisika. Adapun makhluk hidup yang menyebabkan pelapukan, misalnya pepohonan dan lumut. Pelapukan

yang disebabkan oleh aktivitas makhluk hidup ini disebut pelapukan biologi (Azmiyawati, 2008: 128)

g. Susunan Bumi

Dalam susunan bumi, peneliti membahas tentang selimut bumi dan lapisan penyusun bumi.

1) Selimut Bumi

Berbicara tentang Bumi, kita tidak boleh melupakan selubung udara yang menyelimuti Bumi. Selubung udara itu

disebut atmosfer. Azmiyawati (2008: 139-140) mengungkapkan bahwa atmosfer terdiri atas lapisan troposfer, stratosfer, mesosfer, dan termosfer.

Lapisan troposfer terbentang sejauh 10 km dari permukaan bumi. Lapisan troposfer merupakan lapisan yang paling dekat

(57)

lapisan troposfer terdapat lapisan stratosfer. Lapisan stratosfer

berjarak 10–50 km di atas permukaan bumi. Udara di lapisan stratosfer sangat dingin dan tipis. Lapisan di atas stratosfer yaitu

mesosfer. Lapisan mesosfer berjarak 50-80 km di atas permukaan bumi.

Lapisan di atas mesosfer yaitu lapisan termosfer. Lapisan

termosfer terbentang pada ketinggian 80–500 km di atas permukaan bumi. Di lapisan ini terjadi efek cahaya yang disebut

aurora. Lapisan yang paling jauh dari permukaan bumi yaitu lapisan eksosfer. Eksosfer ada di ketinggian 700 km di atas

permukaan bumi. Setelah lapisan eksosfer adalah angkasa luar. (Azmiyawati, 2008: 139-140)

2) Lapisan Penyusun Bumi

Azmiyawati (2008: 141) mengungkapkan ada tiga lapisan penyusun Bumi yaitu :

a) Kerak

Kerak adalah lapisan terluar permukaan bumi yang berupa batuan keras dan dingin setebal 15–60 km.

b) Selubung atau Mantel

Selubung atau mantel merupakan lapisan di bawah kerak yang tebalnya mencapai 2.900 kilometer. Lapisan

(58)

c) Inti

Inti terdiri atas dua bagian, yaitu inti luar dan inti dalam. Lapisan inti luar merupakan satu-satunya lapisan

cair. Lapisan ini mempunyai tebal ±2.255 kilometer, sedangkan lapisan inti dalam setebal ±1.200 kilometer. Inti dalam merupakan bola logam yang padat dan mampat,

bersuhu sangat panas sekitar 4.500°C.

B. Penelitian yang Relevan

Peneliti menemukan beberapa penelitian relevan atau mempunyai keterkaitan dengan judul penelitian. Penelitian tersebut antara lain :

Penelitian pertama oleh Norika (2014) dengan judul “Pemahaman dan

Miskonsepsi Konsep Gaya pada Siswa di Empat SMA Swasta di Yogyakarta”. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dan deskriptif

kualitatif. Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui miskonsepsi apa yang banyak terjadi pada siswa dalam memahami konsep gaya.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa miskonsepsi yang banyak

dijumpai pada siswa di empat SMA di Daerah Istimewa Yogyakarta adalah gaya akhir untuk menentukan/menetapkan penentuan gerak, tidak dapat

membedakan antara kecepatan dengan percepatan, dengan menghilangnya dorongan, kehilangan/menerima dorongan aslinya, hanya perantara/peralatan yang aktif yang menyebabkan gaya lebih besar,

(59)

Penelitian tersebut mendukung penelitian yang dilakukan oleh peneliti

karena sama-sama meneliti tentang miskonsepsi materi gaya pada IPA Fisika. Pembedanya adalah jika penelitian tersebut mendeteksi miskonsepsi

materi gaya pada siswa SMA, sedangkan peneliti melakukan penelitian tentang miskonsepsi materi gaya ditambah pesawat sederhana, sifat-sifat cahaya, periskop, proses terbentuknya tanah, proses pembentuan tanah

karena pelapukan batuan dan susunan bumi pada siswa kelas V Sekolah Dasar.

Penelitian yang kedua oleh Suryanto dan Yuni (2002) dengan judul

“Pemahaman Murid Sekolah Dasar Terhadap Konsep-Konsep Ilmu

Pengetahuan Alam (IPA) Berbasis Biologi: Suatu Diagnosis Adanya Miskonsepsi”. Jenis penelitian ini adalah kualitatif. Penelitian ini bertujuan

untuk (1) mengetahui pemahaman murid sekolah dasar terhadap

konsep-konsep IPA berbasis biologi, (2) mengidentifikasi adanya miskonsep-konsepsi, dan (3) mencari penyebab miskonsepsi berdasarkan pola jawaban yang diberikan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa miskonsepsi masih banyak terjadi pada konsep-konsep yang diteliti. Jika digunakan kriteria 75%

sebagai ambang batas pemahaman konsep yang benar maka hanya dtemukan suatu konsep yaitu konsep tentang bernapas yang dapat dipahami dengan baik oleh murid. Berdasarkan analisis terhadap pola jawaban yang

Gambar

Gambar 2.1 Kelapa jatuh dari pohonnya
Gambar 2.3 Garis medan magnet antara dua kutub magnet
Gambar 2.4 Alat yang menggunakan prinsip tuas golongan
Gambar 2.6 Alat yang menggunakan prinsip tuas golongan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari penelitian ini manfaat yang diperoleh oleh peneliti menjadi sadar bahwa perlu adanya pemahaman konsep yang benar dalam memberikan materi sehingga tidak terjadi

Berdasarkan uji kruskal-wallis diketahui signifikansi instrumen pilihan ganda nilai p = 0,657, sedangkan untuk instrumen uraian nilai p = 0, 729, artinya bahwa tidak ada perbedaan

Seluruh siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Cangkringan yang telah membantu mengisi instrumen penelitian berupa soal-soal tentang IPA Fisika dengan materi

miskonsepsi siswa. Siswa yang kurang berbakat atau kurang mampu dalam mempelajari materi, sering mengalami kesulitan menangkap konsep yang benar dalam proses belajar.

konsep yang telah digambarkan siswa itu benar atau salah.. dapat lebih mengetahui tentang miskonsepsi yang dialami siswa,. penggunaan peta konsep ini dapat

MISKONSEPSI IPA FISIKA SISWA KELAS V SEMESTER 2 SD NEGERI SE – KECAMATAN GODEAN KABUPATEN SLEMAN.. GRACIA KRISTI MAHARANI Universitas

Hasil yang didapatkan peneliti pada soal pilihan ganda memperoleh harga sig( 2-.tailed ) 0,891 serta pada soal uraian memperoleh harga sig( 2-.tailed ) 0,292, karena kedua

bayangan yang dapat kita lihat dalam cermin, tetapi di tempat bayangan tersebut tidak terdapat cahaya pantul  Yakin Benar  Tidak Yakin Benar Sifat bayangan yang dibentuk oleh