KEKERABATAN ANTARA BAHASA MELAYU SIAK DENGAN BAHASA MINANGKABAU: ANALISIS LEKSIKOSTATISTIK
SKRIPSI
DIKERJAKAN OLEH : NAMA : SITI RAHMA
NIM : 150702047
PROGRAM STUDI SASTRA MELAYU FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2019
KEKERABATAN ANTARA BAHASA MELAYU SIAK DENGAN BAHASA MINANGKABAU ANALISIS : LEKSIKOSTATISTIK
OLEH : SITI RAHMA
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “Kekerabatan Antara bahasa Melayu Siak dengan bahasa Minangkabau Analisis:Leksikostatistik”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui presentase kekerabatan, waktu pisah dan prediksi usia bahasa. Teori yang digunakan adalah teori Gorys Keraf dan 200 kosakata Swadesh. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dan kuantitatif. Penilitian ini dilakukan di dua daerah yaitu Daerah pertama untuk bahasa Melayu Siak terletak di Desa Sungai Mempura, Kecamatan Mempura, Kabupaten Siak, Provinsi Riau. Daerah kedua untuk bahasa Minangkabau terletak di Nagari Situmbuk, Kecamatan Salimpaung, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekerabatan bahasa Melayu Siak dengan bahasa Minangkabau Berdasarkan penetapan kata kerabat, terdapat 58 tergolong identik, 19 kata berkorespondensi fonemis, 11 kata kemiripan secara fonetis dan 36 kata dengan satu fonem berbeda. Maka total keseluruhan kata berkerabat adalah 124 dan terdapat 76 kata yang tidak berkerabat dari 200 kosakata dasar dan tingkat bahasa keluarga dengan persentase 62%. Waktu pisah yang diperoleh yaitu 1.101 tahun atau sekitar abad 12. Prediksi usia kedua bahasa 882− 954 sebelum Masehi (dihitung dari tahun 2019).
Kata Kunci : Kekeraban, bahasa Melayu Siak, bahasa Minangkabau dan Leksikostatistik
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah Subhanahu Wataala, karena berkat limpahan rahmat, hidayah, dan karunia-Nya yang telah memberikan anugerah, kesempatan dan pemikiran kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Kekerabatan Antara Bahasa Melayu Siak Dengan Bahasa Minangkabau Analisis : Leksikostatistik”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk program Stara-1 di program studi Sastra Melayu, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.
Skripsi ini terdiri dari lima bab, yaitu I pendahuluan, yang mencakup latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian. Bab II konsep, landasan teori dan tinjauan pustaka. Bab III metode penelitian yang mencangkup metode dasar, lokasi sumber penelitian, instrumen penelitian, metode pengumpulan data dan metode menganalisis data. Bab IV pembahasan, yang membahas tahapan kekerabatan bahasa melayu siak dengan bahasa minangkabau analisis leksikostatistik. Bab V membahas simpulan dan saran.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan skripsi ini, masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Akhir kata penulis hanya bisa berharap, bahwa dibalik ketidaksempurnaan penulisan ini dapat memberikan manfaat atau bahkan hikmah bagi penulis, pembaca dan bagi seluruh kalangan yang membutuhkan.
Medan, Oktober 2019 Penulis,
Siti Rahma NIM : 150702047
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah Subhanahu wata’ala, yang telah memberi karunia kesehatan, kesempatan, kekuatan dan kasih sayang sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kekerabatan Antara bahasa Melayu Siak dengan bahasa Minangkabau Analisis : Leksikostatistik”.
Penulis juga mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada semua pihak yang sudah banyak membantu penyusunan skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung. Penulisan dengan ketulusan hati mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Budi Agustono, M.S., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Dr. Rozanna Mulyani, M.A., Selaku Ketua Program Studi Sastra Melayu Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Dra. Mardiah Mawar Kembaren, M.A. Ph.D., selaku Sekretaris Jurusan Program Studi Sastra Melayu Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Drs. Baharuddin M.hum, sebagai dosen Pembimbing yang telah banyak mengorbankan waktu dan tenaga serta memberikan perhatiannya dan motivasi untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak dan Ibu Staf Pengajar Program Studi Sastra Melayu Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengajaran selama penulis mengikuti perkuliahan.
6. Kepada rekan-rekan tata usaha kak Tri Dayani dan bang Prayogo yang telah membantu penulis mengurus keperluan administrasi selama penyusunan skripsi.
7. Terkhusus yang paling teristimewa kepada kedua orang tua yang sangat penulis sayangi dan cintai, ayahanda (alm) Syafaruddin dan Ibunda (almh) Mardiani yang
telah mendoakan dari kejauhan, merekalah yang selalu menjadi motivasi dan alasan utama penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
8. Terkhusus yang paling teristimewan kepada nenek Hj. Ra’ainah dan tante Masniar yang telah yang telah membantu penulis dalam bentuk perhatian, kasih sayang, semangat, serta doa yang tidak henti-hentinya mengalir demi kelancaran dan kesuksesan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, dan merekalah yang selalu menjadi motivasi dan alasan utama penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
9. Kepada saudara-saudara penulis sayangi yang telah memberikan dorongan dan masukkan atas kendala yang dialami penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
10. Kepada abang kandung yang penulis sayangi, Muhammad Razmi yang selalu memberi suport serta semangat kepada penulis.
11. Kepada abangda Syuhada Zen yang selalu membantu, dan selalu ada saat dibutuhkan dan selalu memberi motivasi dalam mengerjakan skripsi ini.
12. kepada teman-temanku, yang telah berjuang memberi bantuannya dan selalu memberi semangat kepada penulis Dara, Nuja, Dedek, Wiwin, Atika, Kim Dan semua rekan-rekan seperjuangan stambuk 2015 yang tidak bisa disebutkan namanya satu per satu menjadi teman berjuang bersama selama proses pembuatan skripsi.
13. Kepada sahabat-sahabat yang disayangi, Dina, putri khairani, putri alfiah, aprilia, yang telah memberikan nasihat-nasihat dan semngat kepada penulis.
14. Serta masih banyak lagi pihak-pihak yang sangat berpengaruh dalam proses penyelesaian skripsi yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi isi maupun penyajiannya karena itu penulis berharap kiranya pembaca memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
Akhir kata penulis berharap semoga seluruh pihak yang berjasa kepada penulis, senantiasa dilimpahkan Rahmat dan Karunia-nya dan semoga skrispsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Medan, Oktober 2019 Penulis,
Siti Rahma 150702047
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
UCAPAN TERIMAKASIH ... iii
DAFTAR ISI... vi
DAFTAR PETA ... viii
DAFTAR TABEL. ... ix
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG. ... x
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 5
1.3 Tujuan Penelitian ... 5
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis. .... ... 5
1.4.2 Manfaat Praktis. ... ... 6
1.5 Anggapan Dasar. ... 6
1.6 Sejarah Singkat Siak. ... 6
1.7 Sejarah Singkat Minangkabau. ... 9
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep 2.1.1 Kekerabatan Bahasa ... 13
2.1.2 Tingkat Kekerabatan ... 13
2.1.3 Bahasa Melayu Siak ... 14
2.1.4 Bahasa Minangkabau ... 15
2.2 Landasan Teori 2.2.1 Asumsi Dasar Leksikostatistik ... 16
2.2.2 Teknik Leksikostatistik ... 19
2.3 Tinjauan Pustaka ... 24
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Dasar ... 28
3.2 Lokasi Sumber Data Penelitian ... 29
3.3 Instrumen Penelitian ... 29
3.4 Metode Pengumpulan Data ... 29
3.5 Metode Analisis Data ... 31
BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Mengumpulkan Kosa Kata Dasar. ... 34
4.2 Menghitung Kata Kerabat 4.2.1 Glos Yang Tidak Diperhitungkan ... 64
4.2.2 Pengisolasian Morfem Terikat ... 65
4.2.3 Penetapan Kata Kerabat Dalam BMS Dengan BM ... 66
4.2.4 Identik Antara BMS Dengan BM ... 106
4.2.5 Korespondensi Fonemis Dalam BMS Dengan BM ... 109
4.2.6 Kemiripan Secara Fonetis ... 115
4.2.7 Satu Fonem Berbeda Antara BMS Dengan BM ... 118
4.3 Persentase Kata Kerabat ... 123
4.4 Waktu Pisah BMS dan BM ... 124
4.5 Menghitung Jangka Kesalahan ... 126
4.6 Menghitung Prediksi Usia Kedua Bahasa... 127
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 129
5.2 Saran ... 130
DAFTAR PUSTAKA ... 131
LAMPIRAN I DAFTAR KOSAKATA SWADESH ... 132
LAMPIRAN II DATA INFORMAN ... 142
LAMPIRAN III DOKUMENTASI PENELITIAN ... 143
LAMPIRAN IV SURAT PENELITIAN ... 147
DAFTAR PETA
1. Peta I Kabupaten Siak ... 7 2. Peta II Kabupaten Tanah Datar ... 10
DAFTAR TABEL
1. Tabel 1.7 ... 11
2. Tabel 2.1.2. ... 14
3. Tabel 2.2.1.4 ... 18
4. Tabel 2.2.2.1 ... 20
5. Tabel 2.2.2.2 ... 21
6. Tabel 2.2.2.3 ... 21
7. Tabel 2.2.2.4 ... 22
8. Tabel 4.1.1 ... 34
9. Tabel 4.1.A... 59
10. Tabel 4.1.B ... 60
11. Tabel 4.1.C ... 61
12. Tabel 4.2.2 ... 65
13. Tabel 4.2.3 ... 67
14. Tabel 4.2.4 ... 106
15. Tabel 4.2.5 ... 109
16. Tabel 4.2.6 ... 115
17. Tabel 4.2.7 ... 118
18. Tabel 4.3 ... 123
DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN
LAMBANG :
Ø : Fonem kosong/lesap ŋ : Tanda fonemis veler (ng) ɲ : Tanda fonemis nasal (ny)
? : Konsonan glotal atau hamzah
SINGKATAN
BMS : Bahasa Melayu Siak BM : Bahasa Minangkabau
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kekerabatan adalah hubungan antara dua bahasa atau lebih yang diturunkan dari sumber bahasa induk yang sama yang disebut bahasa purba. Kekerabatan dalam istilah linguistik diartikan sebagai hubungan antara dua bahasa atau lebih yang diturunkan dari sumber yang sama (KBBI, 2008 : 23).
Bahasa berkerabat adalah bahasa yang memiliki hubungan antara bahasa yang satu dengan bahasa yang lain. Hubunngan ini bisa jadi merupakan asal dari induk yang sama sehingga terdapat kemiripan atau karena adanya ciri-ciri umum yang sama.
Dalam hal bahasa, kemiripan ini terlihat dari segi fonologi, morfologi, dan sintaksis.
Bahasa merupakan aspek yang begitu penting dalam kehidupan bermasyarakat.
Bahasa merupakan suatu sistem komunikasi yang menggunakan simbol-simbol vokal bunyi (bunyi ujaran) yang bersifat arbitrer, yang dapat diperkuat dengan gerak-gerik badaniah yang nyata. Bahasa merupakan simbol karena rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia yang diberikan makna tertentu, yaitu mengacu kepada sesuatu yang dapat diserap oleh pancaindera (Keraf, 1997:1).
Bahasa juga mencakup dua bidang yaitu bunyi vokal dan arti atau makna. Bahasa sebagai bunyi vokal berarti sesuatu yang dihasilkan oleh alat ucap manusia berupa bunyi yang merupakan getaran yang merangsang alat pendengaran. Sedangkan bahasa sebagai arti atau makna berarti isi yang terkandung di dalam arus bunyi yang menyebabkan reaksi atau tanggapan orang lain (Keraf, 1994:1).
Bahasa menjadi ciri identitas suatu bangsa. Melalui bahasa orang dapat mengidentifikasikan kelompok masyarakat, mengenali prilaku, dan kepribadian masyarakat penuturnya. Selain sebagai alat komunikasi, bahasa menurut (Kridalaksana, 1983:21) merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri.
Perubahan bahasa merupakan suatu fenomena yang bersifat semesta dan universal.
Perubahan bunyi sebagai fenomena yang bersifat umum dapat dilihat dari perubahan bunyi pada tataran fonologi yang merupakan tataran kebahasaan yang sangat mendasar dan penting dalam rangka telaah dalam bidang linguisitk historis komparatif (Fernandez, 1996:14).
Linguistik Historis Komaparatif adalah suatu cabang dari ilmu bahasa yang mempersoalkan bahasa dalam bidang waktu serta perubahan unsur bahasa yang terjadi dalam bidang waktu tersebut. Linguistik ini mempelajari data-data dari suatu bahasa atau lebih, sekurang-kurangnya dalam dua periode. Data dari suatu bahasa dari dua periode atau lebih itu diperbandingkan secara cermat untuk memperoleh kaidah perubahan yang terjadi dalam bahasa itu. Linguistik historis komparatif pertama-tama merupakan sebuah cabang ilmu bahasa yang membandingkan bahasa-bahasa yang tidak memiliki data tertulis, atau dapat pula dikatakan bahwa Linguistik historis komparatif adalah suatu cabang ilmu bahasa yang lebih menekankan teknik dalam prasejarah bahasa. (Keraf, 1991:22).
Penelitian tentang Linguistik Historis Komparatif sudah mulai dilakukan jauh sebelum abad ke-19. Dapat dikatakan Dante adalah pelopornya (1256-1321 M). Dante membuat perbandingan dari dialek-dialek bahasa daerah di Eropa dalam tulisannya De Vulgary Eloquentia. Setelah itu, banyak nama yang terukir dalam sejarah, termasuk Catherine II dari
Rusia, Grimm (1787-1863 M) yang menemukan adanya pergeseran bunyi atau pertukaran bunyi yang berlangsung secara teratur antara bahasa Jerman dan bahasa Yunani-Latin.
Pergeseran bunyi ini diuraikan dalam bukunya Deutsche Grammatik pada tahun 1819 M yang
dikenal dengan nama Hukum Grimm. Selanjutnya August Shleicher (1823-1868 M ), orang yang sangat berperan dalam linguistik historis komparatif. Shleicher mengemukakan pengertian-pengertian baru seperti Ursprache (proto language) yaitu bahasa-bahasa tua yang menurunkan bahasa-bahasa kerabat. Selain itu, mencetuskan stammbaumtheorie (1866) atau yang kemudian dikenal dengan nama Family Tree atau silsilah. Dalam teori ini dikemukakan dengan jelas tentang bahasa-bahasa, mulai dari bahasa proto yang berkembang menjadi cabang-cabang bahasa, serta pengembangan selanjutnya dari cabang-cabang utama sampai ke cabang-cabang yang lebih kecil dengan tetap memperlihatkan hubungannya.
Pengenalan atas dua bahasa atau lebih selalu menjadi kajian yang menarik bagi para peneliti. Pertanyaan-pertanyaan yang timbul dalam pencarian tentang hubungan antara bahasa yang satu dengan bahasa yang lain pada masa lampau, atau apakah pada dasarnya, dahulu ada bahasa tunggal kemudian terpecah menjadi bahasa di dunia, akhirnya mengarahkan para ahli bahasa untuk meneliti kemungkinan tersebut.
Leksikostatistik adalah suatu teknik dalam pengelompokkan bahasa yang lebih cenderung mengutamakan peneropongan kata-kata leksikon secara statistik, untuk kemudian berusaha menetapkan pengelompokkan itu berdasarkan persentase kekerabatan bahasa yang diperbandingkan (Keraf, 1996:121).
Yang ingin dicapai dalam peneliti ini adalah kepastian mengenai usia bahasa, yaitu mengenai kapan sebuah bahasa muncul, dan bagaimana hubungannya dengan bahasa-bahasa kekerabatan lainnya. Seperti halnya dengan metode linguistik historis komparatif lainnya teknik ini dikembangkan terutama untuk bahasa-bahasa yang tidak memiliki naskah kuno.
Peneliti memfokuskan pada bahasa Melayu Siak dengan bahasa Minangkabau dengan menggunakan metode Leksikostatistik. Tingkat kekerabatan antara bahasa Melayu Siak dengan bahasa Minangkabau dapat diketahui dengan melakukan pengelompokkan bahasa dan
merekontruksikan sistem bunyi bahasa asal serta menunjukkan perubahan bunyi yang terjadi pada masing-masing bahasa dalam kelompok itu.
Kedua bahasa tersebut akan memperlihatkan kekerabatan karena berasal dari kelompok yang sama, yaitu kelompok bahasa sumatera dan bahasa proto bahasa subkelompok sumatera (Kridalaksana, 2008:116).
Berdasarkan pengelompokkan yang akan diteliti dapat kita ketahui bagaimana sistem kekerabatan serta usia bahasa dan waktu pisahnya berdasarkan dari sifat kekerabatannya yaitu berdasarkan unsur fonemis serta leksikonnya.
Penelitian ini menggunakan 200 kosa kata Swadesh. Melalui analisis ini akan diketahui seberapa banyak angka kekerabatan dalam bahasa Melayu Siak dengan bahasa Minangkabau, deskripsi bunyi vocal dari bahasa Melayu Siak dengan bahasa Minangkabau serta perubahannya, deskripsi bunyi konsonan bahasa Melayu Siak dengan bahasa Minangkabau ndan diketahui perkiraan tahun pisahnya bahasa Melayu Siak dengan bahasa Minangkabau.
Lokasi penelitian ini adalah terletak di dua daerah. Daerah yang pertama terletak di Desa sungai Mempura, Kecamatan Mempura, Kabupaten Siak, Provinsi Riau. Sedangkan daerah yang kedua terletak di Nagari situmbuk, Kecamatan Salimpaung, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatra Barat. Alasan peneliti memilih tempat ini karena bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari masih kental menggunakan bahasa daerah yang akan diteliti.
Berdasarkan paparan di atas penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kekerabatan, usia bahasa, waktu pisah berdasarkan sifat kekerabatannya, yakni berdasarkan unsur fonemis serta leksikonnya. Berdasarkan hal itu dapat diketahui bahasa mana yang memiliki kekerabatan lebih dekat dengan bahasa mana yang mempunyai waktu pisah yang lebih jauh.
Berikut yang akan dibahas yaitu dalam bahasa Melayu Siak dengan bahasa Minangkabau:
Analisis Leksikostatistik. Penulis merasa perlu mengadakan penelitian terhadap bahasa- bahasa demi kelestarian bahasa daerah tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan pokok permasalahan sebenarnya merupakan batasan-batasan dari ruang lingkup topik yang akan diteliti pada uraian proposal skripsi ini. Dapat disimpulkan bahwa rumusan masalah pada proposal ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana tingkat kekerabatan antara bahasa Melayu Siak dengan bahasa Minangkabau ?
2. Kapankah waktu pisah bahasa Melayu Siak dengan bahasa Minangkabau ?
3. Berapa tahun prediksi usia antara bahasa Melayu Siak dengan bahasa Minangkabau ?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian merupakan suatu usaha untuk mengumpulkan data atau fakta serta pelaksanaan konsep untuk mencari dan memperoleh atau mendapatkan kebenaran yang sanggup mengamati lebih dalam kebenaran yang sudah ada. Adapun yang menjadi tujuan ini adalah :
1. Untuk mengetahui persentase kekerabatan kata antara bahasa Melayu Siak dengan bahasa Minangkabau.
2. Untuk mengetahui waktu pisah bahasa Melayu Siak dengan bahasa Minangkabau.
3. Untuk mengetahui prediksi usia bahasa Melayu Siak dengan bahasa Minangkabau.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi manfaat dari proposal penilitian ini adalah sebagai berikut : a. Manfaat Teoretis
1. Sebagai bahan motivasi untuk meningkatkan kegiatan penelitian tentang bahasa Melayu Siak, dengan bahasa Minangkabau khususnya dalam hal kekerabatan bahasa.
2. Untuk kontribusi bagi perkembangan ilmu linguistik, khususnya linguistik komparatif yang berkaitan dengan leksikostatistik.
b. Manfaat Praktis
1. Untuk menjadi bahan bagi para penutur bahasa Melayu Siak dengan bahasa Minangkabau agar tetap menggunakan dan melestarikannya.
2. Untuk melengkapi dan menambah khasanah pustaka tentang kekerabatan bahasa Melayu Siak dengan bahasa Minangkabau.
1.5 Anggapan Dasar
Bahasa Melayu Siak dengan bahasa Minangkabau merupakan bahasa yang memiliki banyak persamaan. Kedua bahasa ini merupakan bahasa yang belum pernah dikaji sebelumnya secara leksikostatistik dan diyakini kesamaan kosa katanya sangat besar persentasenya. Kesamaan kosakata tersebutlah yang nantinya dikaji secara leksikon berdasarkan kosakata secara leksikostatistik pada linguistik historis komparatif.
1.6 Sejarah Singkat Siak
Siak adalah sebuah kabupaten di provinsi Riau, Indonesia. Sebelumnya kawasan ini merupakan bagian dari Kesultanan Siak Sri Inderapura. Di awal kemerdekaan Indonesia, Sultan Syarif Kasim II, merupakan Sultan Siak terakhir menyatakan kerajaannya bergabung dengan negara Republik Indonesia. Kemudian wilayah ini menjadi wilayah Kewedanan Siak di bawah Kabupaten Bengkalis yang kemudian berubah status menjadi Kecamatan Siak. Pada tahun 1999 berdasarkan UU No. 53 Tahun 1999, meningkat statusnya menjadi Kabupaten Siak dengan ibu kotanya Siak Sri Indrapura.
Secara geografis Kabupaten Siak terletak pada koordinat 10 16’ 30” — 00 20’
49” Lintang Utara dan 100 54’ 21” 102° 10’ 59” Bujur Timur. Secara fisik geografls memiliki kawasan pesisir pantai yang berhampiran dengan sejumlah negara tetangga dan masuk kedalam daerah segitiga pertumbuhan (growth triangle) Indonesia - Malaysia - Singapura.
PETA I
PETA KABUPATEN SIAK
Sumber : Pusat Statistik Pemkab Siak
Bentang alam Kabupaten Siak sebagian besar terdiri dari dataran rendah di bagian Timur dan sebagian dataran tinggi di sebelah barat. Pada umumnya struktur tanah terdiri dan tanah podsolik merah kuning dan batuan dan alluvial serta tanah organosol dan gley humus dalam bentuk rawa-rawa atau tanah basah. Lahan semacam ini subur untuk pengembangan pertanian, perkebunan dan perikanan. Daerah mi beriklim tropis dengan suhu udara antara 25° -- 32° Celsius, dengan kelembaban dan curah hujan cukup tinggi.
Selain dikenal dengan Sungai Siak yang membelah wilayah Kabupaten Siak, daerah ini juga terdapat banyak tasik atau danau yang tersebar di beberapa wilayah
kecamatan. Sungai Siak sendiri terkenal sebagai sungai terdalam di tanah air, sehingga memiliki nilai ekonomis yang tinggi, terutama sebagai sarana transportasi dan perhubungan.
Namun potensi banjir diperkirakan juga terdapat pada daerah sepanjang Sungai Siak, karena morfologinya relatif datar.
Selain Sungai Siak, daerah ini juga dialiri sungai-sungai lain, yaitu: Sungai Mandau, Sungai Gasib, Sungai Apit, Sungai Tengah, Sungai Rawa, Sungai Buantan, Sungai Limau, dan Sungai Bayam. Sedangkan danau-danau yang tersebar di daerah ini adalah: Danau Ketialau, Danau Air Hitam, Danau Besi, Danau Tembatu Sonsang, Danau Pulau Besar, Danau Zamrud, Danau Pulau Bawah, Danau Pulau Atas dan Tasik Rawa.
Berdasarkan perhitungan sikius hidrologi, 15% surplus air dan curah hujan rata-rata bulanan menjadi aliran permukaan, maka memungkinkan terjadinya banjir musiman pada bulan-bulan basah. Dan analisis data curah hujan diketahui bahwa bulan basah berlangsung pada bulan Oktober hingga Desember, sedangkan bulan kering pada bulan Juni hingga Agustus. Distribusi curah hujan semakin meninggi ke arah Pegunungan Bukit Barisan di bagian barat wilayah Provinsi Riau.
Pada tahun 2000, penduduk Kabupaten Siak tercatat 238.786 ribu jiwa. Dalam waktu 5 tahun kemudian, penduduk Kabupaten Siak menjadi 309.845 jiwa (2005). Dari tahun 2010- 2005 penduduk Kabupaten Siak menaik drastis sekitar 71.059 jiwa. Dan Hasil SP2010 penduduk Kabupaten Siak berkembang 377.200 jiwa. Dapat diketahui jika laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Siak dari tahun 2000-2010 sekitar 4,29 persen/tahun.
Penyebaran penduduk berdasarkan wilayah Kecamatan pada tahun 2010 berkembang menjadi 14 kecamatan sebagai berikut:
1. Kecamatan Bunga Raya 2. Kecamatan Dayun 3. Kecamatan Kandis
4. Kecamatan Kerinci Kanan 5. Kecamatan Koto Gasip 6. Kecamatan Siak
7. Kecamatan Sabak Auh 8. Kecamatan Tualang 9. Kecamatan Minas 10. Kecamatan Sungai Apit 11. Kecamatan Pusako
12. Kecamatan Lubuk Dalam 13. Kecamatan Sungai Mandau 14. Kecamatan Mempura
Kabupaten Siak merupakan sebuah perkampungan yang memiliki sejarah yang amat panjang. Perkampungan ini terwujud sebuah perdaban dan kebudayaan Melayu-Islam yang kental dengan nilai ke Islaman karena daahulu daerah Siak menjadi pusat peradaban Islam Melayu yang berada di bawah imperium Kesultanan Melaka. Siak masih berperan aktif dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Bahasa Melayu Siak ini menggunakan kata-kata berakhiran “e” lemah dan cukup banyak juga yang mengggunakan berakhiran “o”.
1.7 Sejarah Singkat Minangkabau
Sumatra Barat (disingkat Sumbar) adalah sebuah provinsi di Indonesia yang terletak di Pulau Sumatra dengan Padang sebagai ibu kotanya. Provinsi Sumatra Barat terletak sepanjang pesisir barat Sumatra bagian tengah, dataran tinggi Bukit Barisan di sebelah timur, dan sejumlah pulaudi lepas pantainya seperti Kepulauan Mentawai. Dari utara ke selatan, provinsi dengan wilayah seluas 42.297,30 km² ini berbatasan dengan empat provinsi, yakni SumatraUtara, Riau, Jambi, dan Bengkulu.
PETA II
PETA KABUPATEN TANAH DATAR
Sumber : Pusat Pemerintahan Kabupaten Tanah Datar
Sumatra Barat adalah rumah bagi etnis Minangkabau, walaupun wilayah adat Minangkabau sendiri lebih luas dari wilayah administratif Provinsi Sumatra Barat saat ini.
Provinsi ini berpenduduk sebanyak 4.846.909 jiwa dengan mayoritas beragama Islam.
Provinsi ini terdiri dari 12 kabupatendan 7 kota dengan pembagian wilayah administratif sesudah kecamatan di seluruh kabupaten (kecuali Kabupaten Kepulauan Mentawai) dinamakan sebagai nagari.
Nama Minangkabau berasal dari dua kata yaitu, minang dan kabau. Nama itu dikaitkan dengan suatu legenda yang dikenal di dalam tambo. Dari tambo tersebut, konon pada suatu masa ada satu kerajaan asing (biasa ditafsirkan sebagai Majapahit) yang datang dari laut dan akan melakukan penaklukkan. Untuk mencegah pertempuran, masyarakat setempat mengusulkan untuk mengadu kerbau. Pasukan asing tersebut menyetujui dan
menyediakan seekor kerbau yang besar dan agresif, sedangkan masyarakat setempat menyediakan seekor anak kerbau yang masih menyusui. Dalam pertempuran, anak kerbau yang masih menyusui tersebut menyangka kerbau besar tersebut adalah induknya. Maka anak kerbau itu langsung berlari mencari susu dan menanduk hingga mencabik-cabik perut kerbau besar tersebut. Kemenangan itu menginspirasikan masyarakat setempat memakai nama Minangkabau, yang berasal dari ucapan "Manang kabau" (artinya menang kerbau).
Kisah tambo ini juga dijumpai dalam Hikayat Raja-raja Pasai dan juga menyebutkan bahwa kemenangan itu menjadikan negeri yang sebelumnya bernama Pariangan menggunakan nama tersebut. Selanjutnya penggunaan nama Minangkabau juga digunakan untuk menyebut sebuah nagari, yaitu Nagari Minangkabau,yang terletak di Kecamatan Sungayang, Kabupaten Tanah Datar, Sumatra Barat.
Bahasa yang digunakan dalam keseharian di Sumatra Barat ialah Bahasa Minangkabau yang memiliki beberapa dialek seperti :
Tabel 1.7
Dialek Sumatera Barat
Bahasa Indonesia Apa katanya kepadamu?
Bahasa Minangkabau "baku" A keceknyo ka kau?
Mandahiling Kuti Anyie Apo kecek o kö gau?
Payakumbuh A kecek e ka kau?
Padang Panjang Apo keceknyo ka kau?
Pariaman A kato e bakeh kau?
Ludai A kecek o ka rau?
Sungai Batang Ea janyo ke kau?
Kurai A jano kale gau?
Kuranji Apo kecek e ka kau?
Kampar, Riau Apo sobuin e kek ang?
Salimpaung Batusangkar Poh ceknyoh kah khau duh?
Rao-Rao Batusangkar Aa keceknyo ka awu tu?
Aneuk Jamee, Aceh Apo kecek ka waang?
Negeri Sembilan, Malaysia Apo yang di koba dek eh?
Berdasarkan di atas tempat penelitian saya terletak di Batusangkar, Kabupaten Tanah Datar, Kecamatan Salimpauang. Batu sangkar adalah sebuah kota yang terletak di dalam wilayah pemerintahan kabupaten Tanah Datar. Kabupaten Tanah Datar memiliki 13 kecamatan yaitu sebagai berikut :
1. Kecamatan X Koto 2. Kecamatan Batipuah 3. Kecamatan Lima Kaum 4. Kecamatan Lintau Buo 5. Kecamatan Lintau Buo Utara 6. Kecamatan padang Ganting 7. Kecamatan Pariangan 8. Kecamatan Rambatan 9. Kecamatan Salimpauang 10. Kecamatan Sungai Tarab 11. Kecamatan Sungayang 12. Kecamatan Tanjuang 13. Kecamatan Tanjung Emas
Daerah Batusangkar ini masih kental menggunakan bahasa nenek moyang dari Kerajaan Pagaruyuang. Dan daerah ini sebelumnya dikenal sebagai Fort Van Der Capellen selama masa kolonial Belanda.
BAB II
KONSEP, LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA
2.1 Konsep
Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut : 2.1.1 Kekerabatan Bahasa
Kridalaksana (2008 : 116) dalam kamus linguistik mengatakan kekerabatan adalah hubungan antara dua bahasa atau lebih yang diturunkan dari sumber bahasa induk yang sama yang disebut bahasa purba. Kekerabatan dalam istilah linguistik diartikan sebagai hubungan antara dua bahasa atau lebih yang diturunkan dari sumber yang sama (KBBI, 2008 : 23).
Bahasa berkerabat adalah bahasa yang memiliki hubungan antara bahasa yang satu dengan bahasa yang lain. Hubunngan ini bisa jadi merupakan asal dari induk yang sama sehingga terdapat kemiripan atau karena adanya ciri-ciri umu yang sama. Dalam hal bahasa, kemiripan ini terlihat dari segi fonologi, morfologi, dan sintaksis.
2.1.2 Tingkat Kekerabatan
Tingkat kekerabatan menunjukkan adanya persamaan yang jelas antara kata-kata dari berbagai bahasa atau dialek yang berbeda-beda melalui pengelompokkan sesuai kategori tingkat kekerabatan, karena pada hakekatnya bahasa-bahasa itu berhubungan dengan satu dengan yang lain. Tingkat kekerabatan merupakan ukuran kedekatan antara satu bahasa dan bahasa yang lainnya.
Tabel 2.1.2
Tingkatan Bahasa Waktu Pisah Dalam Abad Persentase Kata Kerabat
Bahasa (language) 0-5 100-81
Keluarga (family) 5-25 81-36
Rumpun (stock) 25-50 36-12
Mikrofilum 50-75 12-4
Mesofilum 75-100 4-1
Makrofilum 100-ke atas 1-kurang dari 1%
Sumber : Keraf (1996:135)
2.1.3 Bahasa Melayu Siak
Kabupaten Siak adalah sebuah Kabupaten di Provinsi Riau yang dulunya merupakan pusat Kesultanan Islam terbesar di Riau yaitu Siak Sri Indrapura. Secara geografis Kabupaten Siak terletak pada koordinat Lintang Utara dan Bujur Timur. Secara fisik geografis memiliki kawasan pesisir pantai yang berhampiran dengan Kabupaten lain di Indonesia sejumlah tetangga Indonesia seperti Malaysia, Singapura. Sejarah yang panjang telah meninggalkan warisan peradaban Melayu yang mengagumkan dan pantas di banggakan Indonesia.
Kabupaten Siak awalnya merupakan Kabupaten Bengkalis yang kemudian berubah status menjadi Kecamatan Siak. Berikutnya, tahun 1999 berubah menjadi Kabupaten Siak dengan ibu kota Siak Indrapura. Kabupaten Siak ini berkembang menjadi 14 kecamatan.
Siak merupakan sebuah perkampungan yang memiliki sejarah yang amat panjang.
Perkampungan ini terwujud sebuah perdaban dan kebudayaan Melayu-Islam yang kental dengan nilai ke Islaman karena daahulu daerah Siak menjadi pusat peradaban Islam Melayu yang berada di bawah imperium Kesultanan Melaka. Siak masih berperan aktif dalam
kehidupan masyarakat sehari-hari. Bahasa Melayu Siak ini menggunakan kata-kata berakhiran “e” lemah dan cukup banyak juga yang mengggunakan berakhiran “o”.
2.1.4 Bahasa Minangkabau
Bahasa Minangkabau yang menjadi objek kajian ini adalah bahasa yang digunakan oleh masyarakat Minangkabau, yang penduduknya sekitar enam setengah juta orang.
Sebenarnya, wilayah bahasa Minangkabau jauh melampaui batas provinsi itu. Secara tradisional, ranah Minangkabau membentang hingga Sungai Kampar di sebelah timur, dam masuk jauh ke pedalaman, di sepanjang sungai Indragiri dan sungai Batang Hari, di sebelah tenggara. Sebelah selatan, negeri itu membentang hingga Kerinci dan Bengkulu. Kini, dapat dianggap bahwa Bahasa Minangkabau digunakan sampai Padang Sidempuan, tempat bermulanya wilayah Mandailing ke utara. Sebelah timur sampai Bangkinang dan Kuantan, yang berbatasan dengan wilayah bahasa Melayu Riau.
Bahasa minangkabau dikelompokkan dalam kelompok bawahan Bahasa Nusantara atau dahulu disebut Bahasa Melayu, yang bila digabungkan dengan bahasa-bahasa Polinesia dan Melanesia merupakan rumpun Bahasa Austronesia. Wilayah bahasa nusantara itu sendiri, bahasa Minangkabau muncul sebagai bahasa yang mirip dengan bahasa Melayu, para peneliti pertama di abad yang lalu, seperti Marsden ataupun (Favre, 1998:12) menganggapnya sebagai dialek Melayu yang dibedakan dari bahasa Melayu hanya oleh beberapa varian leksikal dan fonetis.
Penduduk yang berada di Minangkabau sebagian besar adalah dwibahasawan. Mereka terlebih dahulu mampu berbicara dialek ibunya, dan segera pula bersentuhan dengan bahasa Indonesia, bahasa Nasional. Orang minang terbiasa menggunakan dua bahasa, yaitu bahasa tempat asalnya dan bahasa Nasional. Mereka mampu beralih dari satu bahasa ke bahasa lain
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Asumsi Dasar Leksikostatistik
Ada empat macam asumsi dasar yang dapat dipergunakan sebagai titik tolak dalam usaha mencari jawaban mengenai usia bahasa, atau secara tepatnya bilamana terjadi diferensiasi antara dua bahasa atau lebih (Keraf, 1996:123).
Asumsi-asumsi dasar tersebut adalah :
1. Sebagian dari kosa kata suatu bahasa sukar sekali berubah bila dibandingkan dengan bagian lainnya.
Kosa kata yang sukar berubah dalam asumsi dasar adalah kosa kata dasar yang merupakan kata-kata yang sangat intim dalam kehidupan bahasa, dan sekaligus merupakan unsur-unsur yang menentukan mati hidupnya suatu bahasa.
Kosa kata dasar yang diambil dalam metode leksikostatistik dibatasi jumlahnya, setelah diadakan penilaian yang ketat dan pengujian-pengujian untuk menerapkan metode ini secara baik, yang ingin dicapai dengan seleksi ini adalah dapat disusun sebuah daftar yang bersifat universal, artinya kosa kata yang dianggap harus ada pada semua bahasa sejak awak mula perkembaangannya.
Kosa kata dasar ini meliputi : a. Kata-kata ganti
b. Kata bilangan
c. Kata-kata mengenai anggota badan (dan sifat atau aktivitasanya)
d. Alam dan sekitarnya : udara, langit, air, gunung, dan sebagainya beserta sifat atau aktivitasnya
e. Alat-alat perlengkapan sehari-hari yang sudah ada sejak permulaan : tongkat, pisau, rumah, dan sebagainya
Morris Swadesh mengusulkan sekitar 200 kosa kata dasar yang dianggapnya universal, artinya bisa terdapat pada semua bahasa di dunia. Morris juga menyusun sebuah daftar kosa kata dasar yang terdiri dari 100 kata, untuk ketetapan perhitungan lebih baik menggunakan 200 kata dari pada 100 kata.
2. Retensi (ketahanan) kosa kata dasar adalah konstan sepanjang masa
Asumsi dasar yang kedua mengatakan bahwa dari kosa kata dasar yang ada dalam suatu bahasa, suatu presentase tertentu selalu akan bertahan dalam 1.000 tahun. Kalau asumsi ini diterima, maka implikasinya adalah bahwa dari 200 kosa kata dasar yang dimiliki sebuah bahasa, sesudah 1.000 tahun akan bertahan sekian persen, dan sisanya sesudah 1.000 tahun kemudian akan bertahan lagi presentase yang sama.
3. Perubahan kosa kata dasar pada semua bahasa adalah sama
Asumsi ketiga ini telah diuji dalam 13 bahasa, diantaranya ada yang memiliki naskah- naskah tertulis. Hasilnya menunjukkan bahwa dalam tiap 1.000 tahun, kosa kata dasar suatu bahasa bertahan antara 86,4-74,4% atau dengan angka rata-rata 80,5%. Tentu saja hal itu tidak dapat diarrtikan bahwa semua bahasa akan bertahan dengan presentase rata- rata tersebut, terutama karena semua bahasa yang dipergunakan dalam eksperimen itu (kecuali dua bahasa) adalah bahasa-bahasa Indo-Eropa.
Komputasi dengan mempergunakan asumsi kedua, maka retensi rata-rata kosa kata dasar suatu bahasa dalam tiap 1.000 tahun dapat dinyatakan dalam rumus: 80,5% x N, di mana N adalah jumlah kosa kata dasar yang pada awal kelipatan 1.000 tahun yang bersangkutan. Sehingga dari 200 kosa kata dasar (N) suatu bahasa sesudah 1.000 tahun pertama akan ditinggal 80,5% x 200 kata =161 kata. Sesudah 1.000 tahun kedua akan tinggal: 80,5% x 161 kata = 139,6 kata atau dibulatkan menjadi 140 kata. Selanjutnya
sesudah 1.000 tahun ketiga maka kosa kata dasarnya tinggal 80,5% x 140 kata = 112,7 kata atau dibulatkan menjadi 113 kata dan seterusnya.
4. Bila presentase dari dua bahasa kerabat (cognate) diketahui, maka dapat dihitung waktu pisah kedua bhasa tersebut
Asumsi dasar keempat ini merupakan konsekuensi logis dari asumsi dasar kedua dan ketiga. Asumsi ini berlaku syarat dengan syarat bahwa tidak ada hal-hal yang memperlambat atau mempercepat pemisahan tadi, misalnya karena penaklukan atau kontak-kontak sosial yang lain.
Berdasarkan prinsip itu, waktu pisah kedua bahasa kerabat dengaan presentase kata kerabat yang diketahui adalah seperti tertera dalam tabel berikut:
Tabel 2.2.1.4
Jumlah kata kerabat antara A-B
Presentase kata kerabat Usia (waktu pisah) antara bahasa A-B sekian tahun yang lalu
(sudah dibagi 2)
200-162 162-132 132-106 106-86
86-70 70-56
100-81 81-66 66-53 53-43 43-35 35-28
0-500 500-1.000 1.000-1.500 1.500-2.000 2.000-2.500 2.500-3.000
56-44 44-36 36-30 30-24 Dan seterusnya
28-22 22-18 18-15 15-12
3.000-3.500 3.500-4.000 4.000-4.500 4.500-5.000
Presentase retensi kata kerabat setiap seribu tahun dibulatkan menjadi 81%. Usia pisah dalam ribuan tahun harus dibagi 2, karena masing-masing bahasa dalam seribu tahun akan kehilangan 19% Keraf, 1991:125).
2.2.2 Teknik Leksikostatistik
Untuk menerapkan keempat asumsi di dasar di atas, maka perlu diambil langkah- langkah yang merupakan teknik metode Leksikostatistik seperti :
1. Mengumpulkan Kosa Kata Dasar
Unsur yang paling penting dalam membandingkan dua bahasa atau lebih adalah mengumpulkan daftar kosa kata dasar dari bahasa-bahasa yang akan diteliti. Pada kesempatan ini penulis menggunakan daftar yang disusun oleh Morris Swadesh yang berisi 200 kata.
Daftar tersebut akan membawa keuntungan dalam penelitian, karena terdiri dari kata-kata yang non-kultural, serta retensi kata dasarnya telah diuji dalam bahasa-bahasa yang memiliki naskah-naskah tertulis.
2. Menghitung Kata Kerabat
Setelah dilalui untuk menetapkan kata-kata kerabat dari bahasa Melayu Siak, Bahasa Minangkabau, Bahasa Melayu Jambi, benar-benar berbeda seperti contoh ini :
a. Gloss Yang Tidak Diperhitungkan
Pertama-tama harus dikeluarkan gloss yang tidak akan diperhitungkan dalam penerapan kata kerabat atau non-kerabat. Gloss yang tidak diperhitungkan itu adalah kata- kata kosong, yaitu gloss yang tidak ada katanya baik dalam salah satu bahasa maupun kedua bahasa. Kedua, semua kata pinjaman entah dari bahasa-bahasa kerabat maupun dan bahasa- bahasa non kerabat.
b. Pengisolasian Morfem Terikat
Bila dalam data-data yang telah dikumpulkan itu terdapat morfem-morfem terikat, maka sebelumnya mengadakan perbandingan untuk mendapatkan kata kerabat atau non- kerabat, semua morfem terikat itu harus diisolir terlebih dahulu. Dengan mengisolasi morfem tersebut, lebih mudahlah bagi kita untuk menetapkan apakah satu pasangan kata menunjukkan kesamaan atau tidak.
c. Penetapan Kata Kerabat
Sebuah pasangan kata akan dinnyatakaan sebagai kata kerabat bila memenuhi salah satu ketentuan berikut :
1. Pasangan Itu Identik
Pasangan kata yang identik adalah pasangan kata yang semua fonemnya sama betul.
Misalnya :
Tabel 2.2.2.1
Gloss BMS BM
Abu abu abu
Api api api
Dua duo duo
2. Pasangan Itu Memiliki Korespondensi Fonemis
Bila perubahan fonemis antara kedua bahasa itu terjadi secara timbal-balik dan teratur, serta tinggi frekuensinya, maka bentuk yang berimbang antara kedua bahasa tersebut dianggap berkerabat. Dalam hubungan ini okurensi fonem-fonem yang menunjukkan korespondensi itu dapat megikut sertakan gejala-gejala kebahasaan yang lain yang disebut ko-okurensi, misalnya :
Tabel 2.2.2.2
Gloss BMS BM
Asap asap aso?
Sempit sempit sompi?
3. Kemiripan Secara Fonetis
Bila tidak dapat dibuktikan bahwa sebuah pasangan kata dalam kedua bahasa itu mengandung korespondensi fonemis, tetapi pasangan kata itu ternyata mengandung kemiripan secara fonetis dalam posisi artikulatoris yang sama, maka pasangan itu dapat dianggap sebagai kata kerabat (bandingkan dengan macam-macam perubahan fonetis dan morfemis dalam bahasa). Yang dimaksud dengan ‘mirip secara fonetis’ adalah bahwa ciri-ciri fonetisnya harus cukup serupa sehingga dapat dianggap secara alofon.
Tabel 2.2.2.3
Gloss BMS BM
Gemuk gopu? gapua?
Hijau hijau ijau
4. Satu Fonem Berbeda
Bila ada satu pasangan kata terdapat perbedaan atau satu fonem, tetapi dapat dijelaskan bahwa perbedaan itu terjadi karena pengaruh lingkungan yang dimasukinya, sedangkan dalam bahasa lain berpengaruh lingkungan itu tidak mengubah fonemnya, maka pasangan itu dapat ditetapkan sebagai kata kerabat, asal segmennya cukup panjang, misalnya:
Tabel 2.2.2.4
Gloss BMS BM
Air aie aia
Telinga telingo talingo
3. Menghitung Waktu Pisah
Waktu pisah antara dua bahasa kerabat yang telah diketahhui presentase kata kerabatnya, dapat dihitung dengan mempergunakan rumus berikut :
Rumus : 𝑤 = 𝑙𝑜𝑔.𝑐
2 𝑙𝑜𝑔.𝑟
Dimana w : waktu perpisahan dalam ribuan tahun yang lalu r : retensi
c : presentase kerabat log. : logaritma dari.
Rumus diatas dapat diselesaikan dengan mengikuti tahap-tahap berikut : a. Mula-mula mencari logaritma C dan r dalam daftar logaritma b. Kemudian logaritma r dikalikan dengan dua
c. Hasil logaritma c dibagi dengan hasil dari (2)
d. Hasil dari pembagian dalam no.(3) menunjukkan watuu pisah dalam satuan ribuan tahun.
Tabel Logaritma
N 0,00 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05 0,06 0,07 0,08 0,09 0,1 -2,303 -2,207 -2,120 -2,040 -1,966 -1,897 -1,833 -1,772 -1,715 -1,661 0,2 -1,609 -1,561 -1,514 -1,470 -1,427 -1,386 -1,347 -1,309 -1,273 -1,238 0,3 -1,204 -1,171 -1,139 -1,109 -1,079 -1,050 -1,022 -0,994 -0,968 -0,942 0,4 -0,916 -0,892 -0,868 -0,844 -0,821 -0,799 -0,777 -0,755 -0,734 -0,713 0,5 -0,693 -0,673 -0,654 -0,635 -0,616 -0,598 -0,580 -0,562 -0,545 -0,528 0,6 -0,511 -0,494 -0,478 -0,462 -0,446 -0,432 -0,416 -0,400 -0,386 -0,371 0,7 -0,357 -0,342 -0,329 -0,315 -0,301 -0,288 -0,274 -0,261 -0,248 -0,236 0,8 -0,223 -0,211 -0,198 -0,186 -0,174 -0,163 -0,151 -0,139 -0,128 -0,117 0,9 -0,105 -0,094 -0,083 -0,073 -0,062 -0,051 -0,030 -0,020 -0,051 -0,010
4. Menghitung Jangka Kesalahan
Cara yang biasa dipergunakan untuk memberi kesalahan dalam statistik adalah memberi suatu perkiraan bahwa suatu hal terjadi bukan dalam waktu tertentu, tetapi dalam suatu jangka waktu tertentu. Dalam jangka waktu itu terjadi akumulasi perbedaan-perbedaan antara kedua bahasa itu, yang sekian hari bertambah besar, sehingga perlahan-lahan tetapi pasti menandai perpisahan antara kedua bahasa tersebut.
Dalam metode statistik dikembangkan cara tertentu menghitung jangka kesalahan yang mungkin timbul dalam perhitungan tersebut. Jangka kesalahan itu biasanya dibuat untuk tiga asumsi yang berbeda :
a. Ketetapan perhitungan diperkirakan berkisar sekitar 68% dari kebenaran, atau untuk mudahnya dikatakan 0,7 mengandung kebenaran
b. Ketetapan perhitungan dapat diperkirakan 90% atau 0,9 dari kebenaran c. Kebenaran diperkirakan 50% atau 0,5 dari keadaann yang sebenarnya.
2.3 Tinjauan Pustaka
1. Penelitian Juliana (2012) dalam tesisnya “Kekerabatan Bahasa Batak, Bahasa Nias, dan Bahasa Melayu” mempunyai kekerabatan bahasa dibahas dalam Linguistik Historis Komparatif. Pada linguistik historis komparatif bahasa-bahasa dibandingkan satu dengan yang lain guna mengetahui tingkat kekerabatannya. Bahasa Nias, bahasa Batak, dan bahasa Melayu merupakan bahasa-bahasa yang hidup berdekatan secara geografi sehingga diasumsikan memiliki kekerabatan yang erat. Pada kenyataannya, ketiga bahasa ini memiliki perbedaan yang cukup jauh sehingga dilakukan penelitian untuk mengetahui tingkat kekerabatannya. Kekerabatan bahasa dapat diketahui dengan teknik leksikostatistik. Dalam leksikostatistik, kekerabatan bahasa dilihat berdasarkan persamaan bunyi-bunyi yang ada dalam leksikon yang muncul pada bahasa-bahasa tersebut. Kemiripan secara fonetis ini akan menjadi dasar apakah sebuah kata dalam satu bahasa memiliki hubungan dengan bahasa yang lain. Indikator yang digunakan untuk menentukan kata berkerabat adalah kosa kata dasar yang disebut kosa kata dasar Swadesh yang berjumlah dua ratus kosa kata yang dianggap ada pada semua bahasa di dunia. Dengan menggunakan teknik ini diketahui bahwa dari ketiga bahasa yang dibandingkan, hubungan kekerabatan yang paling erat terdapat pada bahasa Batak dengan bahasa Melayu selanjutnya bahasa Batak dengan bahasa Nias, dan hubungan kekerabatan yang paling renggang adalah bahasa Nias dengan bahasa Melayu. Penelitian ini memberikan sumbangan bagi penulis dalam memahami dan mengaplikasikan cara kerja tingkat kekerabatan dilihat dari waktu pisah dan jangka kesalahannya dengan menggunakan rumus leksikostatistik.
2. Penelitian Novita (2012) dalam skripsinya “Leksikostatistik bahasa Aceh, bahasa Alas ,dan bahasa Gayo: Kajian Linguistik Historis Komparatif” mengkaji bahasa Aceh,
bahasa Alas, dan bahasa Gayo yang termasuk ke dalam rumpun Austronesia atau Melayu Polinesia. Asumsi mengenai kekerabatan ketiga bahasa yakni pada kenyataan adanya kesamaan dan kemiripan dalam bentuk dan makna yang merupakan pantulan dari warisan sejarah yang sama. Hubungan kekerabatan dan waktu pisah antara bahasa Aceh, bahasa Alas, dan bahasa Gayo dalam penelitian ini dikaji dengan menggunakan metode pengelompokan bahasa serta teknik leksikostatistik. Tahap pertama mengumpulkan dua ratus kosakata dasar yang disusun oleh Morris Swades.
Metode yang digunakan dalam penyediaan data ini adalah metode referensial sedangkan teknik yang digunakan teknik catat. Kedua, menetapkan pasangan- pasangan mana dari ketiga bahasa tadi yang merupakan bahasa kerabat (cognate).
Ketiga, menghitung usia dan waktu pisah ketiga bahasa. Keempat, menghitung jangka kesalahan untuk menetapkan waktu pisah yang lebih tepat. Hasil penelitian menunjukan bahwa bahasa Aceh, bahasa Alas, dan bahasa Gayo termasuk dalam kategori keluarga (family) bahasa. Persentase kata kerabat bahasa Aceh dan bahasa Alas sebesar 53%, bahasa Aceh dan bahasa Gayo sebesar 57%, bahasa Alas dan bahasa Gayo sebesar 62%. Bahasa Aceh dan bahasa Alas merupakan bahasa tunggal pada 1590-1336 tahun yang lalu, diperkirakan mulai berpisah dari bahasa Proto kira- kira tahun 422-676 M. Bahasa Aceh dan bahasa Gayo merupakan bahasa tunggal pada 1411-1177 tahun yang lalu, diperkirakan mulai berpisah dari bahasa Proto kira- kira tahun 601-835 M. Bahasa Alas dan bahasa Gayo merupakan bahasa tunggal pada 1207- 995 tahun yang lalu, diperkirakan mulai berpisah dari bahasa Proto kira-kira tahun 805-1017 M (dihitung pada tahun 2012). Penelitian ini memberikan sumbangan bagi penulis dalam memahami tingkat persentase kekerabatan bahasa.
3. Penelitian Balu (2014) dalam skripsinya “Kekerabatan Bahasa Banggai, Bahasa Saluan, dan Bahasa Balantak di Kota Luwuk Provinsi Sulawesi Tengah”
menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif. Teknik yang dipakai adalah teknik cakap, teknik rekam, dan teknik catat. Teori yang digunakan adalah linguistik historis komparatif dengan menggunakan daftar kosa kata Swades yang berjumlah dua ratus kata. Hasil penelitian yang telah dilakukan ternyata bahasa Banggai dan bahasa Saluan, bahasa Banggai dan bahasa Balantak serta bahasa Saluan dan bahasa Balantak mempunyai hubungan kekerabatan pada tingkat keluarga bahasa, yang diberi nama keluarga bahasa Banggai Saluan Balantak dan ketiganya memiliki induk (moyang) bahasa yang sama, yang diberi nama Protobahasa Banggai Saluan Balantak. Namun, jika dilihat dari persentase kekerabatan, bahasa Saluan dan bahasa Balantak memiliki hubungan yang lebih dekat daripada hubungan masing masing kedua bahasa itu dengan bahasa Banggai, sehingga secara hipotesis dapat dikatakan bahwa bahasa Saluan dan bahasa Balantak berasal dari satu subkeluarga bahasa, yakni subkeluarga Protobahasa Saluan Balantak. Berpisahnya bahasa Banggai dan bahasa Saluan terjadi 2230 tahun + 230 tahun, artinya di antara ( 2230 + 230) tahun dan (2230- 230) tahun yang lalu. Berpisahnya bahasa Banggai dan bahasa Balantak terjadi 2170 tahun + 230 tahun, artinya di antara (2170 + 230) tahun dan ( 2170-230) tahun yang lalu.
Berpisahnya bahasa Saluan dan bahasa Balantak terjadi 1780 tahun +190 tahun, artinya di antara (1780+190) tahun dan (1780-190) tahun yang lalu ( 1991:50-51).
Tulisan ini memberikan sumbangan bagi penulis dalam memahami cara kerja tingkat kekerabatan bahasa.
4. Penelitian Dardanila (2016) dalam disertasinya “kekerabatan bahasa karo, bahasa alas dana bahasa gayo” dengan menggunakan metode komparatif dengan cara
membandingkan Swadesh dan data Holle yang dialih bahasakan ke dalam BK, BA, dan BG secara kuantitatif dan perkiraan waktu pisah ketiga bahasa itu dari bahasa protonya, bagaimanakah sistem fonem proto bahasa karo, alas dan gayo baik secara linear maupun perubahannya. Hasil penelitian ini menunjukkan secara kuantitatif diperlihatkan bahwa relasi kekerabatan yang erat dipertalikan dengan presentase kognat sebesar 73% tingkat kekerabatan antara BK dengan BA, 43,5% tingkat kekerabatan antara BK dan BG, 52,5% tingkata kekerabatan antara BA dan BG.
Perhitungan waktu pisah BK dan BA adalah 0,729 ribuan tahun yang lalu, atau dengan kata lain, perhitungan waktu pisah BK dan BA dapat dinyatakan satu bahasa tunggal sekitar 0,926 ribuan tahun yang lalu. Perhitungan waktu pisah BK dan BG adalah 1,926 ribuan tahun yang lalu, atau dengan kata lain, perhitungan waktu pisah BK dan BG dapat dinyatakan satu bahasa tunggal sekitar 1,926 ribuan tahun yang lalu. Perhitungan waktu pisah BA dan BG adalah 1,484 ribuan tahun yang lalu, dengan kata lain, perhitungan waktu pisah BA dan BG dapat dinyatakaan satu tunggal sekitar 1,484 ribuan tahun lalu. Tulisan ini memberikan sumbangan bagi penulis dalam memahami cara kerja tingkat kekerabatan bahasa dan mengetahui kapan waktu pisah dari bahasa tersebut.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Dasar
Metode dasar yang diterapkan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif. Sesuai dengan masalah yang dikaji oleh penulis, metode yang digunkan yaitu metode leksikostatistik. Metode leksikostatistik adalah metode pengelompokkan bahasa yang dilakukan dengan menghitung presentase perangkat kognat (Mahsun, 1995:115). Kosa kata yang menjadi dasar perhitungan adalah kosakata dasar yang meliputi kata-kata ganti, kata- kata bilangan, sistem kekerabatan, anggota badan, alam dan sekitarnya, serta alat perlengkapan sehari-hari yang sudah ada sejak permulaan. Penerapan metode leksikostatistik bertumpu pada asumsi dasar (Keraf, 1984:122) yaitu :
a. Sebagian dari kosa kata suatu bahasa sukar sekali berubah bila dibandingkan dengan bagian lainnya
b. Retensi (ketahanan) kosa kata dasar adalah konstan sepanjang masa c. Perubahan kosa kata dasar pada semua bahasa adalah sama
d. Bila presentase dari dua bahasa kerabat (cognate) diketahui, maka dapat dihitung waktu pisah kedua bhasa tersebut
Untuk menerapkan keempat asumsi dasar di atas, maka perlu langkah-langkah tertentu.
Langkah-langkah tersebut sekaligus merupakan teknik-teknik leksikostatistik.
Adapun langkah-langkah dalam metode leksikostatistik (Keraf, 1991:126) antara lain:
1. Mengumpulkan kosa kata dasar 2. Menghitung kata kerabat 3. Menghitung waktu pisah dan 4. Menghitung jangka kesalahan
3.2 Lokasi Sumber Data Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di dua daerah. Daerah pertama untuk bahasa Melayu Siak terletak di Desa Sungai Mempura, Kecamatan Mempura, Kabupaten Siak, Provinsi Riau. Daerah kedua untuk bahasa Minangkabau terletak di Nagari Situmbuk, Kecamatan Salimpaung, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat.
3.3 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh si peneliti dalam pengumpulan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya akan lebih baik, dalam arti yang lebih lengkap dan sistematis sehingga data lebih mudah diolah. Alat instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah :
1. Daftar pertanyaan (kuesioner) 2. Alat perekam suara
3. Alat tulis dan kertas
Yang digunakan oleh peneliti untuk mencatat segala hal yang dianggap penting dan berhubungan dengan objek penelitian.
3.4 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data (Sugiyono, 2013:224). Adapun metode pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Metode kepustakaan
Yaitu penulis melakukan penelitian ini dengan mencari data dari buku-buku yang berhubungan dengan penulisan sebagai bahan acuan dari berbagai referensi.teknik yang
digunakan untuk mendapatkan dasar-dasar teori yang akan dipakai untuk mengkaji hasil penelitian atau informasi yang mendukung penelitian.
2. Metode observasi
Yaitu penulis langsung turun ke lokasi penelitian melakukan pengamatan terhadap tempat, jumlah dan peran pemakai bahasa serta perilaku selama pelaksanaan pengguna bahasa berlangsung. Kegiatan dimaksudkan memahami lebih jelas keterlibatan subjek amatan.
3. Metode wawancara
Yaitu penulis melakukan wawancara kepada para penutur yang dianggap memenuhi syarat sebagi informan untuk dapat mengumpulkan data yang dibutuhkan dengan menggunakan teknik rekam. Selama wawancara berlangsung semua respon yang muncul dicatat. Selama itu juga perekam dilakukan untuk kepentingan pengecekan kembali.
Adapun syarat-syarat sebagai informan menurur Mahsun (1995 : 106), adalah : a. Berjenis kelamin pria atau wanita
b. Berusia antara 25-26 tahun (tidak pikun)
c. Orangtua, istri, atau suami informan lahir dan dibesarkan di desa itu serta jarang atau tidak pernah meninggalkan desanya.
d. Berstatus sosial menengah e. Pekerjaannya bertani dan buruh f. Dapat berbahasa indonesia g. Sehat jasmani dan rohani h. Berpendidikan
i. Metode kusioner atau daftar pertanyaan yang berisikan kosakata dasar yang akan membutuhkan sebuah jawaban atau tanggapan dari informan.
3.5 Metode Analisis Data
Menganalisis data merupakan suatu langkah yang sangat kritis dalam penelitian, penelitian harus memastikan analisis mana yang akan digunakan. Dalam metode analisis data penulis menggunakan metode dasar yakni langkah-langkah-langkah yang harus ditempuh dalam penerapan asumsi dasar yang diikuti dengan adanya rumus-rumus leksikostatistik yang telah ditentukan. Adapun prosedur yang harus diikuti dalam menganalisis data adalah sebagai berikut :
1. Mengolah daftar kosa kata yang telah diteliti dari quisioner
2. Menghitung kata kerabat yakni dengan mengikuti prosedur yang sudah ditentukan seperti :
a. Glos yang tidak diperhitungkan b. Pengisolasian morfem terikat c. Penetapan kata kerabat
Setelah itu menghitung presentase kata kerabat digunakan rumus :
Rumus : 𝐶 =𝐾
𝑁× 100%
Dimana C : kata kerabat
K : Jumlah kosakata kerabat N : Jumlah gloss
3. Menghitung waktu pisah
Waktu pisah antara dua bahasa kerabat yang telah diketahui presentase kata kerabatnya, dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut : (Keraf, 1996:130)
Rumus : 𝑤 = 𝑙𝑜𝑔.𝑐
2 𝑙𝑜𝑔.𝑟
Dimana w : waktu perpisahan dalam ribuan tahun yang lalu r : retensi
c : presentase kerabat log. : logaritma dari.
4. Menghitung jangka kesalahan
Menghitung jangka kesalahan untuk menetapkan kemungkinan waktu pisah yang tepat.
Cara yang biasa digunakan untuk menghindari kesalahan dalama statistik adalah memberi suatu perkiraan bahwa suatu hal terjadi bukan dalam waktu tertentu, tetapi dalam suatu jangka tertentu. Untuk menghitung jangka kesalahan biasanya digunakan kesalahan standard yaitu 70% dari kebenaran yang di perkirakan (Keraf, 1996:132).
Rumus : 𝑠 = √𝑐 (1−𝑐)
𝑛
Dimana S : kesalahan standar dalam presentase kata kerabat c : presentase kata kerabat
n : jumlah kata yang diperbandingkan (baik kerabat maupun non kerabat)
Hasil dari kesalahan standar ini dijumlahkan dengan presentase kerabat untuk mendapatkan c baru. Dengan c yang baru ini sekali lagi dihitung waktu pisah dengan menggunakan rumus waktu pisah pada teknik c. Setetlah diperoleh hasil jangka kesalahan, maka waktu yang lama dikurangi dengan waktu yang waktu yang baru. Angka inilah yang harus ditambah dan dikurangi dengan waktu yang lama untuk memperoleh usia atau waktu pisah kedua bahasa itu.
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Mengumpulkan Kosa Kata Dasar
Unsur yang paling penting dalam membandingkan dua bahasa atau lebih adalah mengumpulkan kosa kata dasar dari bahasa-bahasa yang akan di teliti. Daftar yang baik adalah daftar yang disusun oleh Morris Swadesh yang berisi 200 kata. Daftar tersebut membawa keuntungan dalam penelitian, karena terdiri dari kata-kata yang non-kultural, serta retensi kata dasarnya telah diuji dalam bahasa-bahasa yang memiliki naskah-naskah tertulis.
Berikutlah bahasa-bahasa yang telah dikumpulkan dalam dua bahasa yaitu bahasa Melayu Siak dan bahasa Minangkabau.
Tabel 4.1.1
Kosa Kata Dasar Dalam BMS dan BM
No. Glosarium Bahasa Melayu Siak Bahasa Minangkabau
1. Abu abu abu
2. Air aie Aia
3. Akar ako aka
4. Aku ambo aden
5. Alir (me) meŋalie maŋali
6. Anak buda? ana?
7. Angin aŋin aŋin
8. Anjing anjiŋ anjIaŋ
9. Apa apo a
10. Api api api
11. Apung ngapoŋ apunŋ
12. Asap asap aso?
13. Awan awan awan
14. Bagaimana camano ba’a
15. Baik bae? elo?
16. Bakar bakar baka
17. Balik bale? balia?
18. Banyak banya? banya?
19. Bapak bah apa?
20. Baring guliŋ gole?
21. Baru baRu baru
22. Basah kuyup basah
23. Batu batu batu
24. Beberapa bapo bara
25. Belah (me) membelah mambalah
26. Benar betul bana
27. Benih tampaŋ baniah
28. Bengkak bongka? baŋka?
29. Berenang berenaŋ beRonaŋ
30. Berjalan bejalan bajalan
31. Berat beRat bore?
32. Beri boi agiah
33. Besar beso godaŋ
34. Bilamana macam mano bilo
35. Binatang binataŋ binataŋ
36. Bintang bintaŋ bintaŋ
37. Buah buah buah
38. Bulan bulan bulan
39. Bulu bulu bulu
40. Bunga buŋo buŋo
41. Bunuh bunoh bunuah
42. Buru (ber) berbuRu baburu
43. Buruk buRo? burua?
44. Burung buruŋ buruaŋ
45. Busuk buso? busua?
46. Cacing caciŋ caciaŋ
47. Cium cium ŋidu
48. Cuci cuci basuah
49. Daging dagiŋ dagiaŋ
50. Dan samo samo
51. Danau danau danau
52. Darah daRah darah
53. Datang dataŋ tibo
54. Daun daon coga
55. Debu dobu gabua?
56. Dekat dokat dake?
57. Dengan doŋan samo
58. Dengar doŋaR daŋa
59. Di dalam di dalam di dalam
60. Di, pada di, pado di, pado
61. Di mana di mano dima
62. Dingin soju? diŋin
63. Diri (ber) oga? toga?
64. Di sini di sini di siko
65. Di situ di sano di sinan
66. Dorong doroŋ tula?
67. Dua duo duo
68. Duduk dudu? dudua?
69. Ekor ekou ikuah
70. Empat empat ampek
71. Engkau eŋkao inyo
72. Gali gali gali
73. Garam gaRam garam
74. Garuk garo? garua?
75. Gemuk gopu? gapua?
76. Gigi gigi gigi
77. Gigit gigit gigi?
78. Gosok gusu? goso?
79. Gunung gunuŋ gunuaŋ
80. Hantam hontam antam
81. Hapus apuih apuih
82. Hati hati hati
83. Hidung hiduŋ iduaŋ
84. Hidup idup idui?
85. Hijau hijau ijau
86. Hisap isap iso?
87. Hitam hitam itam
88. Hitung ituŋ ituaŋ
89. Hujan ujan ujan
90. Hutan utan rimbo
91. Ia iyo iyo
92. Ibu ma? ama?
93. Ikan ikan ikan
94. Ikat ebat obe?
95. Istri istri bini
96. Ini ini iko
97. Itu itu etan
98. Jahit jahit jai?
99. Jalan jalan jalan
100. Jantung jantuŋ jantuaŋ
101. Jatuh jatoh dobua?
102. Jauh jaoh jauah
103. Kabut kabut kabui?
104. Kaki kaki kaki
105. Kalau bontuk itu kalo?
106. Kami, kita awak kita, kami
107. Kamu diko wa’aŋ
108. Kanan kanan suo?
109. Karena dek itu kerana
110. Kata (ber) becakap maŋece?
111. Kecil keci? kete?
112. Kelahi (ber) begadoh bacaka?
113. Kepala kepalo kapalo
114. Kering keRiŋ koriaŋ
115. Kiri kiri kida
116. Kotor kotow kowou
117. Kuku kuku kuku
118. Kulit kulit kuli?
119. Kuning kuniŋ kuniaŋ
120. Kutu kutu kutu
121. Lain lain ganji
122. Langit laŋit laŋi?
123. Laut laot lawi?
124. Lebar lebo loweh
125. Leher lehey lihia
126. Lelaki jantan bujaŋ
127. Lempar lempo lempa
128. Licin licin licin
129. Lidah lidah lidah
130. Lihat lihat lie?
131. Lima limo limo
132. Ludah ludah liwih
133. Lurus luwuih luruih
134. Lutut lutut lutuik?
135. Main main main
136. Makan makan makan
137. Malam malam malam
138. Mata mato mato
139. Matahari matohai matoai
140. Mati mati mati
141. Merah meRah sirah
142. Mereka miko inyo
143. Minum minum minum
144. Mulut mulot muncuaŋ
145. Muntah muntah muntah
146. Nama namo namo
147. Napas meŋap aŋo?
148. Nyanyi lagu balagu
149. Orang oRaŋ uraŋ
150. Panas haŋat aŋe?
151. Panjang panjaŋ panjaŋ
152. Pasir pase kosia?
153. Pegang pegaŋ moci?
154. Pendek pende? siŋke?
155. Peras poeh pareh
156. Perempuan betino padusi
157. Perut peRut powi?
158. Pikir pikir pikiah
159. Pohon bataŋ pohon
160. Potong belah potoŋ
161. Punggung punggoŋ pungguaŋ
162. Pusar pusat puse?
163. Putih putih putiah
164. Rambut rambut obua?
165. Rumput rumput rumpui?
166. Satu satu cie?
167. Sayap kepa? sayo?
168. Sedikit sekete? sakete?
169. Siang siaŋ siaŋ
170. Siapa siapo sia
171. Sempit sempit sompi?
172. Semua semuo sado
173. Suami laki laki
174. Sungai suŋai suŋai
175. Tajam tajam tajam
176. Tahu tau obeh
177. Tahun tahun tahun
178. Takut takot takui?