Triwulan II - 2008
Kantor Bank Indonesia Padang
KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Provinsi Sumatera Barat
Triwulan II-2008
BANK INDONESIA PADANG
KELOMPOK KAJIAN EKONOMI Jl. Jend. Sudirman No. 22 Padang Telp. 0751-31700 Fax. 0751-27313Penerbit :
Bank Indonesia Padang
Tim Ekonomi Moneter - Kelompok Kajian Ekonomi Jl. Jenderal Sudirman 22
P A D A N G
Telp : 0751-31700 Fax : 0751-27313 E-Mail : [email protected]
[email protected] [email protected] [email protected]
K K AT A TA A P PE EN NG GA AN NT TA AR R
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Barat ini disusun secara triwulanan sebagai salah satu produk/output Kantor Bank Indonesia Padang dalam melaksanakan tugasnya baik dalam memberikan masukan kepada Kantor Pusat Bank Indonesia maupun memberikan saran kepada Pemerintah Daerah mengenai kebijakan ekonomi daerah .
Cakupan materi dan sistematika pelaporan pada terbitan ini mengacu pada Surat Edaran Nomor 9/36/INTERN tanggal 24 September 2007 tentang Kajian Ekonomi Regional.
Materi yang dibahas dalam Kajian Ekonomi Regional kali ini merupakan lebih luas daripada kajian ekonomi regional sebelumnya seiring dengan peningkatan status Kantor Bank Indonesia Padang menjadi Kantor Kelas I dan reorientasi Kantor Bank Indonesia di daerah. Materi tersebut antara lain perkembangan ekonomi makro regional, inflasi regional, perbankan daerah, sistem pembayaran, keuangan daerah, ketenagakerjaan dan kesejahteraan serta prospek perekonomian daerah. Data yang dianalisis adalah data selama triwulan II-2008 yang bersumber dari laporan Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang disampaikan kepada Bank Indonesia, serta berbagai instansi terkait seperti Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Barat, Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Direktorat Jenderal Perbendaharaan Departemen Keuangan, dan lain-lain.
Pada akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu hingga selesainya terbitan ini.
Padang, Agustus 2008 ttd
Uun S. Gunawan Pemimpin
Bank Indonesia Padang
i
K K AT A TA A P PE EN NG GA AN NT TA AR R
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Barat ini disusun secara triwulanan sebagai salah satu produk/output Kantor Bank Indonesia Padang dalam melaksanakan tugasnya baik dalam memberikan masukan kepada Kantor Pusat Bank Indonesia maupun memberikan saran kepada Pemerintah Daerah mengenai kebijakan ekonomi daerah .
Cakupan materi dan sistematika pelaporan pada terbitan ini mengacu pada Surat Edaran Nomor 9/36/INTERN tanggal 24 September 2007 tentang Kajian Ekonomi Regional.
Materi yang dibahas dalam Kajian Ekonomi Regional kali ini merupakan lebih luas daripada kajian ekonomi regional sebelumnya seiring dengan peningkatan status Kantor Bank Indonesia Padang menjadi Kantor Kelas I dan reorientasi Kantor Bank Indonesia di daerah. Materi tersebut antara lain perkembangan ekonomi makro regional, inflasi regional, perbankan daerah, sistem pembayaran, keuangan daerah, ketenagakerjaan dan kesejahteraan serta prospek perekonomian daerah. Data yang dianalisis adalah data selama triwulan II-2008 yang bersumber dari laporan Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang disampaikan kepada Bank Indonesia, serta berbagai instansi terkait seperti Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Barat, Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Direktorat Jenderal Perbendaharaan Departemen Keuangan, dan lain-lain.
Pada akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu hingga selesainya terbitan ini.
Padang, Agustus 2008 ttd
Uun S. Gunawan Pemimpin
Bank Indonesia Padang
i
Ringkasan Eksekutif
Bank Indonesia Padang
1
R
RIINNGGKKAASSAANNEKEKSSEEKKUUTTIIFF K
KAAJJIIAANNEKEKOONNOOMMIIREREGGIIOONNAALL PPRROOVVIINNSSIISSUUMMAATTEERRAABBAARRAATT
TTRRIIWWUULLAANN IIII--22000088
GGAAMMBBAARRANAN UUMMUUMM Perekonomian
Sumatera Barat tumbuh tinggi, sementara inflasi meningkat.
Kegiatan intermediasi perbankan terus mengalami peningkatan
Realisasi APBN terus mengalami ekspansi
Realisasi APBD masih
mengalami hambatan
Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat (Sumbar) tumbuh melambat setelah tumbuh cukup ekspansif pada empat triwulan terakhir.
Perekonomian Sumbar triwulan II-2008 diperkirakan tumbuh 6,04%. Dari sisi permintaan, melambatnya pertumbuhan ekonomi bersumber dari menurunnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan meningkatnya impor. Seiring dengan hal tersebut, di sisi penawaran, baik sektor tradeables maupun sektor non tradeables mengalami pertumbuhan yang kontraktif.
Pada sektor tradeables, sektor pertanian dan industri pengolahan mengalami kontraksi pertumbuhan yang cukup tinggi, sementara pada sektor nontradeables, sektor perdagangan, hotel, dan restoran menyumbang penurunan pertumbuhan yang cukup tajam.
Kebijakan pemerintah yang kembali mengurangi subsidi bahan bakar minyak (BBM) pada tanggal 24 Mei 2008, berdampak terhadap perkembangan harga secara umum di Provinsi Sumatera Barat, yang diwakili oleh kota Padang. Namun demikian, lonjakan inflasi yang terjadi relatif tidak setinggi saat pengurangan subsidi BBM tanggal 1 Oktober 2005.
Tekanan inflasi triwulan laporan berasal dari kelompok transportasi, komunikasi & jasa keuangan dengan sumbangan terbesar berasal dari sub kelompok transportasi. Pada triwulan II-2008 angka inflasi kota Padang tercatat sebesar 4,74% (q-t-q) atau lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 4,35%1. Angka inflasi tersebut juga lebih tinggi bila dibandingkan inflasi nasional pada triwulan II-2008 yang tercatat sebesar 4,50%.
Pertumbuhan kegiatan usaha perbankan pada triwulan II-2008 mengalami sedikit kontraksi. Beberapa indikator menunjukkan terjadi penurunan aset dan pengumpulan dana pihak ketiga (DPK). Faktor tingginya inflasi ternyata berpengaruh terhadap kemampuan perbankan dalam mengumpulkan dana. Meskipun demikian, penyaluran kredit tetap tumbuh ekspansif sehingga mengakibatkan Loan to Deposit Ratio (LDR) untuk kredit menurut lokasi proyek melampaui angka 100%.
Pertumbuhan ekonomi yang masih cukup tinggi mendorong peningkatan pajak yang dikumpulkan pemerintah pusat maupun daerah. Dari sisi pemerintah pusat, semua jenis pajak mengalami peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini diimbangi oleh realisasi belanja khususnya belanja modal. Di sisi pemerintah daerah, posisi simpanan pemerintah daerah juga terus mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya. Peningkatan transfer dana perimbangan, peningkatan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) PBB, serta penjualan kendaraan bermotor meningkatkan penerimaan APBD. Namun masalah penyerapan belanja masih menjadi problem yang belum bisa diselesaikan sepenuhnya pada tahun 2008.
Transaksi sistem pembayaran Sumatera Barat tetap menunjukkan arah yang positif. Aliran uang yang keluar (cash-outflow) meningkat
1 Mulai bulan Juni 2008 penghitungan Indeks Harga Konsumen (IHK) menggunakan tahun dasar 2007 = 100 (sebelumnya 2002 = 100).
Ringkasan Eksekutif
signifikan. Sementara itu, aliran dana melalui sistem pembayaran non tunai juga menunjukkan peningkatan. Nilai transaksi kliring meningkat 16,40%
sementara nilai transaksi RTGS meningkat 20,99% (masuk ke Sumatera Barat), 9,54% (keluar dari Sumatera Barat), dan 66,76% (dalam wilayah Sumatera Barat. Perkembangan ini menunjukkan bahwa kegiatan ekonomi Sumatera Barat masih cukup kondusif.
K
KONONDDIISSII MMAKAKRROOEEKKOONNOOMMII Ekonomi
Sumatera Barat triwulan II-2008 tumbuh sebesar 6,04% (y-o-y)
Perlu
pembenahan faktor struktural realisasi APBD
Melambatnya pertumbuhan ekonomi di sisi permintaan berasal dari kontraksi pada konsumsi rumah tangga serta pertumbuhan impor yang cukup tinggi. Tingginya inflasi sejak awal tahun 2008 semakin berpengaruh terhadap konsumsi rumah tangga dengan menggerus daya beli. Indeks kepercayaan konsumen terus menurun, indeks penghasilan saat ini juga terus menunjukkan penurunan, posisi simpanan perorangan di perbankan juga terus mengalami penurunan. Konsumen juga menyatakan bahwa saat ini bukan merupakan saat yang tepat untuk membeli barang tahan lama (durable goods).
Pertumbuhan impor terus menurunkan sumbangan sektor eksternal terhadap pembentukan PDRB Sumbar. Pertumbuhan sektor eksternal mengalami pertumbuhan negatif karena pertumbuhan impor yang sangat tinggi, di atas 60% selama tiga triwulan terakhir, sementara pertumbuhan ekspor relatif stabil pada kisaran 16%. Sama seperti triwulan sebelumnya, impor pupuk terus mengalir untuk memenuhi permintaan investasi pada subsektor perkebunan. Nilai impor pupuk pada triwulan II-2008 bahkan mencapai USD 39,48 juta, dua kali lipat dibandingkan triwulan sebelumnya.
Pemerintah daerah masih mengalami kendala dalam melakukan realisasi belanja modalnya, sementara belanja pemerintah pusat kembali tumbuh ekspansif. Sebagaimana diperkirakan sebelumnya, pemerintah pusat melipatgandakan realisasi belanja modalnya dari Rp 71,00 milyar menjadi Rp 144,13 milyar. Yang lebih menggembirakan, belanja modal pemerintah pusat ditujukan untuk belanja modal jalan, irigasi, dan jaringan yang mencapai Rp 120,09 milyar (83,32%). Di sisi lain, pemerintah daerah masih terlihat kesulitan dalam merealisasikan belanja modalnya.
Faktor keterlambatan realisasi belanja bukanlah disebabkan pada kecepatan pengesahan APBD oleh DPRD. Pada tahun 2008, semua APBD Pemerintah Kabupaten/Kota dan Pemerintah Provinsi disahkan tepat waktu namun keterlambatan realisasi masih dirasakan. Faktor-faktor struktural yang diperkirakan mempengaruhi keterlambatan realisasi APBD antara lain kelemahan pada perencanaan anggaran, kelemahan pada manajemen proyek, kurangnya SDM yang telah memiliki sertifikasi pengadaan, serta tidak adanya reward and punishment terhadap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang merealisasikan kegiatannya lebih cepat.
Seiring dengan melambatnya permintaan, hampir semua sektor penawaran mengalami kontraksi. Pada sektor tradeables, penurunan terjadi pada semua sektor, dengan penurunan paling tajam terjadi pada sektor industri pengolahan dari 7,27% menjadi 6,04%. Kontraksi pada sektor industri ini diperkirakan terkait dengan melambatnya pertumbuhan pada sektor listrik, gas, dan air bersih, yang mengalami kontraksi dari 8,21%
menjadi 6,82%. Hal ini dipengaruhi oleh pemadaman bergilir yang cukup sering terjadi sejak bulan Mei 2008.
Pada sektor nontradeables, hanya sektor keuangan yang mengalami pertumbuhan ekspansif. Pertumbuhan sektor keuangan meningkat dari 6,83% menjadi 6,89%. Sementara itu, sektor transportasi dan komunikasi masih menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi di sisi penawaran. Sektor ini tumbuh 9,14% pada triwulan laporan.
Bank Indonesia Padang
2
Ringkasan Eksekutif
Pertumbuhan subsektor perkebunan mengalami kontraksi
Pada sektor pertanian, kontraksi terjadi justru pada subsektor perkebunan yang dalam beberapa tahun terakhir menjadi penopang pertumbuhan PDRB Sumbar. Subsektor perkebunan terus mengalami perlambatan sejak tahun 2007 dan pertumbuhan sebesar 5,61% pada triwulan laporan merupakan pertumbuhan yang paling rendah. Beberapa media massa melaporkan bahwa banyak perkebunan karet maupun kelapa sawit di Sumatera Barat telah melewati masa produktif sehingga perlu dilakukan peremajaan. Hal ini dikonfirmasi dengan stagnasi volume ekspor Sumatera Barat. Hasil liaison KBI Padang juga menunjukkan hal yang senada dimana output perkebunan kelapa sawit Sumatera Barat tidak dapat memenuhi peningkatan permintaan sebesar 30% pertahun karena kapasitas perkebunan yang relatif tetap.
Ekspektasi perbankan terhadap produksi pertanian Sumbar tetap meningkat. Kredit sektor pertanian yang disalurkan bank, baik bank umum maupun BPR, terus mengalami pertumbuhan (grafik 1.13). Ekspansi kredit sektor pertanian oleh perbankan menunjukkan bahwa kegiatan usaha di sektor pertanian semakin dipersepsikan positif di masa mendatang oleh kalangan perbankan.
IINNFFLLAASSII Kota Padang
pada triwulan II-2008 mengalami inflasi sebesar 12,67% (y-o-y).
Kenaikan harga BBM
mendorong tingginya inflasi
Deflasi
kelompok bahan makanan mengurangi tekanan inflasi akibat kenaikan harga BBM
Secara tahunan (y-o-y), inflasi kota Padang juga mengalami peningkatan angka inflasi yang cukup signifikan pada triwulan laporan. Kondisi ini serupa dengan yang terjadi pada pergerakan inflasi nasional. Pada triwulan II-2008 inflasi tahunan kota Padang sebesar 12,67%
(y-o-y) lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 7,59% (y- o-y). Begitu pula jika dibandingkan dengan inflasi tahunan nasional pada triwulan II-2008 yang tercatat sebesar 11,03% (y-o-y), inflasi tahunan kota Padang juga lebih tinggi
Naiknya harga BBM rata-rata sebesar 28,7% pada tanggal 24 Mei 2008 memberikan tekanan inflasi pada kelompok transportasi, komunikasi & jasa keuangan, terutama pada sub kelompok transportasi, di triwulan II-2008. Kenaikan harga BBM langsung direspon dengan penyesuaian tariff angkutan kota di beberapa daerah di Sumatera Barat, yang naik berkisar antara 20-30%. Kenaikan harga/tariff tersebut biasanya akan diiringi dengan kenaikan harga barang/jasa sebagai dampak susulan (second round effect).
Kelompok bahan makanan selama periode triwulan II-2008 mengalami deflasi berturut-turut pada bulan April dan Mei 2008 (- 0,04% dan -0,18%), kemudian terjadi inflasi kembali pada bulan Juni 2008 (3,64%). Deflasi yang terjadi di bulan April dan Mei 2008 disebabkan dari sub kelompok padi-padian dan sub kelompok bumbu-bumbuan yang mengalami deflasi. Sementara di bulan Juni 2008 seluruh sub kelompok mengalami inflasi, dengan inflasi tertinggi terjadi pada sub kelompok buah- buahan sebesar 11,88% dan inflasi terendah pada sub kelompok bumbu- bumbuan sebesar 0,17%. Komoditi yang menyumbang inflasi tertinggi pada kelompok ini diantaranya beras, ikan tongkol, pisang, daging ayam ras, bayam, pepaya, dll
Berakhirnya musim panen raya padi pada periode April-Mei 2008, berdampak terhadap pasokan beras yang relatif berkurang di pasaran memasuki bulan Juni 2008. Pada sub kelompok padi-padian, harga beras yang sempat menurun di bulan April dan Mei 2008, kembali mengalami peningkatan harga di bulan Juni 2008. Jenis beras kualitas premium, seperti IR 42C Solok dan Cisokan Solok, merupakan jenis beras yang mengalami kenaikan harga paling tinggi dibandingkan jenis beras kualitas menengah dan bawah. Relatif stabilnya beras kualitas menengah
Bank Indonesia Padang
3
Ringkasan Eksekutif
dan bawah dikarenakan adanya peran Perum Bulog dalam mencukupi kebutuhan beras tersebut di pasaran, diantaranya dalam bentuk program beras untuk keluarga miskin (raskin), beras bagi PNS dan operasi stabilisasi harga.
Tingginya harga pakan ternak secara langsung berpengaruh terhadap kenaikan biaya produksi/pemeliharaan hewan ternak, seperti ayam dan ikan air tawar. Pada triwulan laporan, harga daging ayam ras dan telur ayam ras mengalami kenaikan harga yang cukup tinggi.
Pada bulan Juni 2008, daging ayam ras rata-rata dijual seharga Rp24.125/kg, sementara telur ayam ras rata-rata dijual seharga Rp7.450/10 butir. Padahal di bulan Maret 2008, daging ayam ras masih berada pada harga Rp19.875/kg dan telur ayam ras Rp6.550/10 butir.
PPEERRBBAANNKKAANN Penurunan aset
bank umum didorong penurunan DPK
Tabungan terus menurun
Kredit konsumsi tetap tumbuh paling tinggi
Menurunnya pengumpulan DPK mendorong penurunan aset bank umum pada triwulan II-2008. Penurunan aset bank umum terutama terjadi pada bank swasta sebesar 1,41% (q-t-q), sedangkan aset bank pemerintah menurun tipis sebesar 0,70% (q-t-q). Meskipun pengumpulan DPK menurun, posisi kredit per akhir Mei 2008 terus meningkat baik menurut lokasi proyek maupun per bank pelapor. Peningkatan ini juga diimbangi dengan persentase NPL yang terus menurun, yang menunjukkan bahwa ekspansi kredit yang diberikan tetap diikuti dengan langkah kehati-hatian.
Data selama semester I 2008 ini menunjukkan indikasi yang menggembirakan karena kredit investasi (9,44%) relatif tumbuh lebih besar dibandingkan modal kerja (8,13%), meskipun pertumbuhan yang dominan tetap pada kredit konsumsi.
Penurunan DPK bersumber dari menurunnya pengumpulan tabungan. Posisi tabungan yang memiliki pangsa terbesar DPK mengalami penurunan sebesar Rp 767,11 miliar atau 11,91%, pada periode Desember 2007 hingga Mei 2008. Penurunan tabungan tidak hanya terjadi dalam bentuk nominal, namun juga dalam bentuk jumlah rekening tabungan.
Indikasi ini menunjukkan bahwa banyak masyarakat menutup rekening tabungannya. Beberapa faktor yang diperkirakan mempengaruhi perilaku ini antara lain semakin tingginya biaya administrasi tabungan, kemampuan menabung masyarakat yang menurun, maupun suku bunga tabungan yang tidak menarik.
Pertumbuhan kredit berasal dari tingginya penyerapan kredit konsumtif. Kredit konsumtif pada posisi akhir Mei 2008 tercatat sebesar Rp 5,72 triliun dengan pertumbuhan sebesar 18,23%, sementara kredit modal kerja hanya tumbuh 8,13% dan kredit investasi 9,34%, dibandingkan akhir Desember 2007. Pertumbuhan kredit konsumtif ini mengindikasikan bahwa konsumsi non makanan yang meningkat juga dibiayai oleh kredit selain dibiayai oleh pengambilan simpanan yang berbentuk tabungan. Namun yang menggembirakan adalah tumbuhnya kredit investasi yang mengindikasikan timbulnya kembali gairah usaha.
Penyaluran kredit modal kerja dan investasi masih terkonsentrasi pada sektor perdagangan, pertanian, dan perindustrian. Penyerapan kredit modal kerja pada sektor perdagangan tumbuh melambat, sedangkan kredit investasi meningkat tajam. Kinerja sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan masih meningkatkan permintaan kredit pada sektor pertanian, khususnya untuk investasi. Yang menarik dicermati pada triwulan II-2008 ini adalah kondisi terbalik antara sektor perindustrian dam sektor pertanian, peningkatan penyaluran kredit modal kerja terjadi pada sektor industri sedangkan pada sektor pertanian menurun tajam.
Bank Indonesia Padang
4
Ringkasan Eksekutif
Pertumbuhan kredit MKM meningkat
Risiko kredit perbankan Sumatera Barat pada triwulan II-2008 relatif terjaga. Pertumbuhan kredit yang disalurkan perbankan Sumatera Barat diikuti dengan pengelolaan kredit yang relatif baik. Meskipun kredit yang disalurkan terus meningkat, kredit non performing tidak mengalami lonjakan. Meskipun rasio NPL gross bank umum pada bulan Mei 2008 meningkat tipis menjadi 2,83% dibandingkan per Maret 2008 yang sebesar 2,74%, namun terus menurun dibandingkan posisi Juni 2007 yang sebesar 3,67% dan jauh di bawah batas aman NPL yang ditetapkan Bank Indonesia sebesar 5%.
Pangsa kredit MKM meningkat seiring dengan pertumbuhan kredit secara keseluruhan. Posisi kredit MKM pada akhir Mei 2008 tercatat Rp 10,18 triliun dengan pangsa terhadap total kredit sebesar 78,56%. Pada akhir tahun 2007, pangsa kredit MKM tercatat sebesar 69,96%. Pertumbuhan kredit MKM hingga posisi akhir Mei 2008 meningkat sebesar 17,84%. Posisi kredit MKM yang disalurkan bank umum pemerintah tumbuh 18,55%
sementara porsi kredit MKM yang disalurkan bank umum swasta meningkat 15,80%
Perkembangan kegiatan usaha BPR menunjukkan arah yang sama dengan perkembangan bank umum. Pertumbuhan pengumpulan DPK mengalami perlambatan sementara kredit tetap meningkat tinggi. Mulai berkurangnya ketahanan terhadap tekanan inflasi serta perubahan ke instrumen investasi lain seperti emas ternyata juga mempengaruhi nasabah BPR. Semua jenis DPK yang dikumpulkan BPR tetap meningkat meski menunjukkan arah yang melambat. Baik deposito maupun tabungan tetap mengalami pertumbuhan positif hingga Mei 2008. Secara nominal, nilai tabungan meningkat sebesar 12,98% sementara nilai deposito juga meningkat sebesar 5,08%. Sementara itu jumlah rekening tabungan meningkat cukup signifikan sebanyak 38.985 rekening dalam waktu enam bulan.
KKEEUUAANNGGAANN DDAAEERRAAHH Tax ratio Sumbar
terus meningkat meski masih jauh dibawah nasional
Penerimaan pemerintah pusat di wilayah Sumatera Barat terus meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi. Tax ratio2 wilayah Sumbar pun terus menunjukkan peningkatan dari 3,56% menjadi 4,76%.
Meski demikian, tax ratio Sumbar ini masih sangat jauh dari tax ratio secara nasional tahun 2007 yang tercantum dalam Nota Keuangan dan RAPBN 2008 sebesar 12,9%. Hal ini mengindikasikan masih banyak potensi pajak yang bisa digali terutama dari subsektor perkebunan yang mengalami booming.
Seiring dengan tren peningkatan penerimaan pajak secara nasional, kontribusi pajak pusat dari provinsi Sumatera Barat juga terus meningkat. Semua jenis pajak pusat mengalami kenaikan yang cukup signifikan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Secara nominal, kenaikan tertinggi terjadi pada pajak bumi dan bangunan, sementara secara persentase, kenaikan tertinggi terjadi pada bea perolehan hak atas tanah dan bangunan. Kenaikan penerimaan pajak pusat ini mengindikasikan bahwa perekonomian Sumatera Barat masih memberikan prospek yang cukup baik meski mengalami tekanan inflasi yang cukup berat.
Hingga triwulan II-2008, belanja pemerintah kabupaten/kota maupun pemerintah provinsi diperkirakan terbatas pada kegiatan belanja rutin. Hal ini diindikasikan dengan masih relatif tingginya posisi simpanan pemerintah di perbankan. Rata-rata posisi simpanan pada Januari-Mei 2008 lebih tinggi daripada rata-rata posisi simpanan pada Mei-Desember 2007. Di sisi lain, belanja pemerintah pusat kembali tumbuh ekspansif. Belanja untuk
2 Tax Ratio Sumatera Barat merupakan rasio antara penerimaan pajak pusat dibagi PDRB atas dasar harga berlaku secara triwulanan.
Bank Indonesia Padang
5
Ringkasan Eksekutif
Stimulus fiskal APBD masih relatif rendah
aktivitas investasi selama triwulan II-2008 tercatat sebesar Rp 216,60 milyar atau tumbuh 163,6% dibandingkan triwulan II-2007. Pembangunan jalan, irigasi, dan jaringan menjadi fokus belanja investasi pemerintah pusat dengan total pengeluaran sebesar Rp 120,08 milyar atau 83,32% dari total belanja investasi (grafik 4.4). Aktivitas belanja modal pemerintah khususnya di bidang pembangunan jalan dan irigasi yang dimulai pada awal tahun 2008 diharapkan memperbaiki kondisi infrastruktur di Sumatera Barat.
Kemampuan APBD dalam melakukan stimulus fiskal di daerah masih relatif rendah. Hal ini diindikasikan dari masih rendahnya rasio belanja modal terhadap total belanja APBD dari masing-masing pemerintah kabupaten/kota.Dari 19 pemerintah kabupaten/kota, terdapat 5 pemerintah kabupaten/kota yang rasio belanja modal terhadap total belanja di atas 30%.
Pemerintah kabupaten/kota tersebut sebagian besar merupakan hasil pemekaran seperti Kabupaten Solok Selatan, Kabupaten Dharmasraya, dan Kota Pariaman. Yang menarik dicermati, pemerintah Kabupaten/Kota dengan pendapatan tertinggi tidak otomatis memiliki belanja modal tinggi.
Pemerintah Kota Padang justru memiliki rasio belanja modal terkecil (15,02%). Padahal sebagai kota terbesar di Sumatera Barat, seyogyanya memiliki infrastruktur yang terbaik.
SSIISSTTEEMM PPEMEMBBAAYYAARRAANN
Selama triwulan II-2008 net- outflow yang terjadi mengalami peningkatan yang cukup signifikan.
Nilai & volume kliring
meningkat.
Transaksi BI RTGS meningkat.
Memasuki triwulan II-2008, aliran uang kas yang masuk (cash-inflow) Kantor Bank Indonesia (KBI) Padang mengalami penurunan, sementara aliran uang yang keluar (cash-outflow) meningkat signifikan. Aliran kas masuk ke Bank Indonesia Padang menurun dari Rp1.867 miliar di triwulan I-2008 menjadi Rp1.068 miliar di triwulan II-2008 atau turun 42,79%. Sedangkan aliran kas keluar dari Bank Indonesia Padang meningkat tajam dari Rp143 miliar di triwulan I-2008 menjadi Rp383 miliar di triwulan II-2008 atau tumbuh 168,33%. Menurunnya cash-inflow dan meningkatnya cash-outflow terkait dengan kinerja perbankan pada periode triwulan laporan. Posisi kredit bank umum berdasarkan lokasi proyek per Mei 2008 tumbuh 12,25% dibandingkan posisi Desember 2007 hingga menjadi Rp14,20 triliun. Sementara dana pihak ketiga (DPK) pada triwulan laporan sedikit menurun, sehingga bank banyak yang menarik dananya untuk membiayai kredit dimaksud.
Pada triwulan II-2008, transaksi kliring mengalami kenaikan di sisi nominal dan volume. Perputaran uang non-tunai melalui sarana kliring di Bank Indonesia Padang pada triwulan laporan mengalami peningkatan sebesar 16,40%, yaitu dari Rp2.988 miliar di triwulan I-2008 menjadi Rp3.478 miliar di triwulan laporan. Peningkatan transaksi nominal kliring diiringi dengan peningkatan volume kliring. Volume kliring di triwulan II-2008 meningkat dari 91,6 ribu lembar di triwulan I-2008 menjadi 95,0 ribu lembar pada triwulan laporan atau naik 3,74%.
Sebagaimana transaksi kliring, perkembangan transaksi non-tunai dengan menggunakan sarana BI-RTGS di Kantor BI Padang selama triwulan II-2008 masih menunjukkan peningkatan transaksi. Untuk transfer masuk ke Sumatera Barat melalui BI-RTGS, nilai transaksi meningkat sebesar 20,99% yaitu dari Rp7.211 miliar di triwulan I-2008 menjadi Rp8.725 miliar pada triwulan laporan. Volume RTGS transfer masuk juga meningkat sebesar 36,66% yaitu dari 11.514 transaksi di triwulan I-2008 menjadi 11.735 transaksi di triwulan laporan.
Bank Indonesia Padang
6
Ringkasan Eksekutif
KKETETEENNAAGGAAKKEERRJJAAAANN DDAANN KKEESSEEJJAAHHTTEERRAAAANN DDAAEERRAAHH
Kondisi
ketenagakerjaan Sumatera Barat bergerak membaik.
Tingkat kesejahteraan penduduk meningkat.
Kondisi ketenagakerjaan di Provinsi Sumatera Barat menunjukkan angka yang relatif cukup menggembirakan. Hasil Susenas yang dilaksanakan BPS Sumatera Barat pada bulan Februari 2008 menunjukkan kondisi ketenagakerjaan di Provinsi Sumatera Barat terus bergerak ke arah yang lebih baik dibandingkan tahun 2007 (Susenas Februari & Agustus 2007).
Beberapa indikator ketenagakerjaan mengalami perbaikan yang cukup berarti, seperti jumlah orang yang bekerja dan pengangguran. Sementara itu, jumlah Penduduk Usia Kerja (PUK) di Provinsi Sumatera Barat pada Susenas Februari 2008 menunjukkan peningkatan, dibandingkan Februari 2007.
Dari sisi jumlah pengangguran, walaupun tidak sebesar periode Februari 2007, terus terjadi penurunan yang cukup berarti. Jumlah pengangguran pada Susenas Februari 2008 sebanyak 206.740 orang yang berarti terjadi penurunan sebesar 3,04% apabila dibandingkan Agustus 2007.
Penurunan jumlah pengangguran selain terserap lapangan kerja atau berwiraswasta, juga karena ada sebagian angkatan kerja yang merantau ke luar Sumatera Barat dan ada yang pindah ke kelompok bukan angkatan kerja. Selain itu, adanya kegiatan Bursa Tenaga Kerja yang dilakukan pemerintah daerah bekerjasama dengan pengusaha/sektor swasta cukup membantu para pencari kerja dalam memperoleh pekerjaan.
Program pemerintah daerah di sektor pertanian, seperti pembukaan lahan pertanian baru, bantuan dana bergulir untuk petani, pelatihan pertanian, dll, dapat meningkatkan minat masyarakat untuk bekerja di sektor pertanian. Berdasarkan Susenas Februari 2008 tenaga kerja di sektor pertanian tumbuh sebesar 6,04% dibandingkan Agustus 2007. Sektor perdagangan tumbuh sebesar 4,57% dan sektor jasa tumbuh sebesar 4,17%.
Sementara sektor industri, sektor konstruksi/bangunan dan sektor angkutan, mengalami penurunan masing-masing sebesar 26,20%, 15,73% dan 4,65%.
Tingkat kesejahteraan penduduk Sumatera Barat pada triwulan II- 2008 tercatat lebih baik dari triwulan sebelumnya. Hal tersebut tampak dari beberapa indikator seperti Nilai Tukar Petani (NTP), perkiraan pendapatan perkapita dan Upah Minimum Provinsi (UMP) yang diterima.
Indikator-indikator tersebut tercatat lebih baik/tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Memasuki periode triwulan II-2008, NTP di Sumatera Barat berada pada level yang lebih tinggi dari NTP nasional, padahal dengan tahun dasar sebelumnya, NTP Sumatera Barat selalu berada dibawah nasional.
Berdasarkan PDRB per kapita atas dasar harga berlaku, PDRB per kapita Sumatera Barat di triwulan laporan diperkirakan sebesar Rp14,35 juta lebih tinggi dari triwulan I-2008 yang tercatat sebesar Rp13,85 juta. Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumatera Barat tahun 2008 ditetapkan sebesar Rp800.000/bulan atau naik 10,34% dibandingkan tahun 2007 yang tercatat sebesar Rp725.000/bulan.
P
PRROOSSPPEEKK PPEREREEKKOONNOOMMIIAANN SSUMUMAATTEERRAA BBAARRAATT Pertumbuhan
ekonomi pada triwulan III-2008 diperkirakan kembali
meningkat pada kisaran 6.3- 6.8% (y-o-y)
Pertumbuhan ekonomi Sumbar Triwulan III-2008 secara tahunan (y-o- y) diperkirakan akan meningkat dibandingkan triwulan II-2008 dengan laju pertumbuhan pada kisaran 6,3%-6,8%. Dari sisi konsumsi, akan terjadi peningkatan tingkat pertumbuhan konsumsi rumah tangga.
Survei Konsumen Bank Indonesia menunjukkan bahwa Indeks Kepercayaan Konsumen yang terus menurun selama triwulan I kembali meningkat pada bulan Juni 2008. Berakhirnya situasi ketidakpastian kenaikan BBM ternyata
Bank Indonesia Padang
7
Ringkasan Eksekutif
Inflasi pada triwulan III-2008 diperkirakan berada pada kisaran 11-12%
(y-o-y)
segera berakhir setelah pemerintah menaikkan harga BBM. Meski kondisi ekonomi saat ini menurut konsumen masih terus memburuk, namun konsumen berekspektasi perekonomian akan membaik. Hal ini diindikasikan dengan meningkatnya beberapa indikator ekspektasi seperti ekspektasi penghasilan, lapangan kerja, dan kondisi ekonomi 6 bulan yang akan datang.
Indikator perbankan masih menunjukkan arah yang positif dan mendukung masih tingginya pertumbuhan ekonomi ke depan. Kredit lokasi proyek hingga akhir Mei 2008 masih tumbuh di atas proyeksi. Kredit investasi di sektor pertanian serta kredit konstruksi hingga Mei 2008 telah mengalami pertumbuhan 20,02%. Pembiayaan ekonomi dari Pemerintah diperkirakan juga meningkat, terutama yang berasal dari pemerintah daerah. Faktor musiman menjelang masuknya bulan Ramadhan diperkirakan juga akan meningkatkan aktivitas ekonomi khususnya di sektor perdagangan dan sektor jasa-jasa.
Kenaikan harga CPO diperkirakan akan terus berlanjut seiring dengan tren peningkatan harga minyak dunia. Tren kenaikan harga minyak dunia membawa pengaruh baik bagi ekspor Sumatera Barat serta nilai tambah sektor pertanian. Pada grafik 7.4 terlihat bahwa pergerakan harga palm oil dan palm kernel oil searah dengan harga minyak mentah.
Tidak hanya itu, harga batu bara dunia juga terus meningkat (grafik 7.5). Hal ini akan mendorong investasi di sektor pertanian.
Tekanan Inflasi pada triwulan III-2008 diperkirakan relatif sama dengan triwulan laporan berkisar antara 11-12% (y-o-y). Beberapa faktor yang mempengaruhi tekanan inflasi yang masih cukup tinggi tersebut antara lain inflasi bahan makanan, makanan jadi, serta perumahan sebagai akibat dampak ronde kedua kenaikan harga BBM. Inflasi kelompok pendidikan juga masih berpengaruh pada bulan Juli-Agustus seiring dengan dimulainya tahun ajaran baru. Beberapa perusahaan memang tidak seketika menaikkan harga produknya karena masih melakukan kalkulasi ulang terhadap kenaikan upah buruh serta penyesuaian biaya produksi lainnya.
Belum stabilnya harga minyak dunia berpotensi meningkatkan angka inflasi melewati proyeksi. Pergerakan harga minyak dunia yang tidak pasti menyulitkan proyeksi inflasi secara tepat. Apalagi, banyak kalangan masih memperdebatkan volatilitas harga minyak, disebabkan faktor supply demand semata atau ada unsur spekulasi. Meskipun demikian, relatif stabilnya nilai tukar rupiah sebagai salah satu target kebijakan moneter Bank Indonesia menjadi modal yang cukup kuat dalam pengamanan inflasi.
Bank Indonesia Padang
8
Ringkasan Eksekutif
Tw. I-2007 Tw. II-2007 Tw. III-2007 Tw. IV-2007 Tw. I-2008*) Tw. II-2008 MAKRO
IHK Kota Padang**) 155.45 152.40 155.54 160.28 160.28 167.25 111.41 Laju Inflasi Tahunan (y-o-y %) 10.73 7.79 9.00 6.90 6.90 7.59 12.67 PDRB - harga konstan (miliar Rp) 7,991.59 8,145.29 8,337.78 8,456.29 32,930.95 8,517.32
- Pertanian 1,954.47 1,991.35 2,035.04 2,058.06 8,038.92 2,065.78 2,096.19 - Pertambangan dan Penggalian 248.67 253.62 261.36 265.18 1,028.83 264.86 267.08 - Industri Pengolahan 1,014.38 1,038.68 1,071.98 1,084.02 4,209.07 1,088.10 1,101.42 - Listrik, Gas, dan Air Bersih 94.56 97.57 100.84 101.46 394.43 102.32 104.23 - Bangunan 399.69 405.32 406.38 415.81 1,627.20 423.21 427.19 - Perdagangan, Hotel, dan Restoran 1,478.21 1,503.47 1,536.07 1,538.93 6,056.68 1,561.44 1,579.75 - Pengangkutan dan Komunikasi 1,090.07 1,115.81 1,147.72 1,173.14 4,526.74 1,193.83 1,217.83 - Keuangan, Persewaan, dan Jasa 411.43 418.28 428.37 434.47 1,692.55 439.53 447.11 - Jasa 1,300.11 1,321.18 1,350.02 1,367.24 5,338.56 1,378.25 1,396.21 Pertumbuhan PDRB (yoy %) 5.66 6.29 6.69 6.71 6.34 6.58 6.04 Nilai Ekspor Nonmigas (USD Juta)*** 236.34 306.45 233.98 445.15 1,221.92 442.69 313.88 Volume Ekspor Nonmigas (ribu ton)*** 802.10 490.59 325.99 760.02 2,378.70 794.55 488.52 Nilai Impor Nonmigas (USD Juta)*** 14.82 4.29 43.39 22.66 85.16 34.73 43.27 Volume Impor Nonmigas (ribu ton)*** 79.87 33.10 223.03 121.23 457.24 123.85 104.26
PERBANKAN***
Bank Umum
Total Aset (Rp triliun) 17.06 18.79 19.87 17.61 17.61 18.81 18.86 DPK (Rp Triliun) 11.15 11.99 12.39 13.62 13.62 13.60 13.39 - Tabungan (Rp Triliun) 4.38 4.74 4.91 6.43 6.43 5.70 5.67 - Giro (Rp Triliun) 3.35 3.68 3.96 3.76 3.76 4.25 4.01 - Deposito (Rp Triliun) 3.42 3.56 3.52 3.41 3.41 3.65 3.70 Kredit (Rp Triliun) - berdasarkan lokasi proyek 9.63 10.59 11.40 12.62 12.93 12.93 14.19 - Modal Kerja 4.12 4.45 4.78 5.32 5.41 5.41 5.76 - Investasi 1.66 1.90 2.04 2.46 2.44 2.44 2.72 - Konsumsi 3.85 4.24 4.58 4.84 5.08 5.08 5.71 - LDR (%) 86.29 89.56 92.03 92.68 92.68 93.92 105.97 Kredit (Rp Triliun) - berdasarkan lokasi kantor cabang 8.84 9.57 9.98 10.86 10.86 11.40 12.37 - Modal Kerja 3.78 4.12 4.18 4.70 4.70 4.86 n.a.
- Konsumsi 3.39 3.74 4.04 4.25 4.25 4.69 n.a.
- Investasi 1.67 1.72 1.75 1.92 1.92 1.85 n.a.
- LDR (%) 79.29 79.85 80.53 79.77 79.77 83.82 n.a.
NPL (gross, %) 3.48 3.67 3.01 2.60 2.60 2.74 2.83 Kredit UMKM (triliun Rp)
Kredit Mikro (<Rp 50 juta) (triliun Rp) 3.94 4.09 4.27 4.26 4.26 4.16 4.21 - Modal Kerja 0.58 0.61 0.60 0.66 0.66 0.64 0.68 - Investasi 0.32 0.31 0.26 0.24 0.24 0.14 0.19 - Konsumsi 3.04 3.17 3.41 3.36 3.36 3.38 3.34 Kredit Kecil (Rp 50 juta < X ≤ Rp 500 juta) (triliun Rp) 2.02 2.36 2.52 2.85 2.85 3.14 3.92 - Modal Kerja 1.12 1.21 1.28 1.36 1.36 1.36 1.49 - Investasi 0.20 0.22 0.27 0.28 0.28 0.31 0.34 - Konsumsi 0.70 0.92 0.98 1.21 1.21 1.47 2.10 Kredit Menengah (Rp 500 juta < X ≤ Rp 5 miliar) (triliun Rp) 1.28 1.47 1.57 1.74 1.74 1.75 2.04 - Modal Kerja 0.98 1.15 1.15 1.28 1.28 1.28 1.49 - Investasi 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.29 - Konsumsi 0.10 0.13 0.17 0.21 0.21 0.22 0.26 Total Kredit MKM (triliun Rp) 7.25 7.92 8.37 8.85 8.85 9.05 10.18 NPL MKM gross (%) 2.91 3.16 2.77 2.33 2.33 2.52 n.a.
BPR
Total Aset (Rp triliun) 0.59 0.64 0.67 0.76 0.76 0.80 0.84 DPK (Rp Triliun) 0.35 0.37 0.40 0.47 0.47 0.50 0.52 - Tabungan (Rp Triliun) 0.19 0.20 0.22 0.27 0.27 0.29 0.31 - Deposito (Rp Triliun) 0.16 0.17 0.18 0.20 0.20 0.21 0.21 Kredit (Rp Triliun) - berdasarkan lokasi proyek 0.40 0.46 0.50 0.51 0.51 0.54 0.60 - Modal Kerja 0.26 0.29 0.32 0.32 0.32 0.34 0.38 - Investasi 0.05 0.06 0.06 0.06 0.06 0.07 0.08 - Konsumsi 0.10 0.11 0.12 0.13 0.13 0.13 0.14 Kredit UMKM (triliun Rp) 0.40 0.46 0.50 0.51 0.51 0.54 0.60 Rasio NPL Gross (%) 8.52 7.68 7.41 7.95 7.95 8.07
LDR (%) 115.50 123.64 124.75 109.17 109.17 108.69 115.38 Keterangan :
* Angka PDRB Tw.I-2008 merupakan proyeksi Bank Indonesia
** Sejak bulan Juni 2008 dilakukan tahun dasar dari 2002=100 menjadi 2007=100
*** Angka impor dan ekspor Tw. II-2008 angka sementara, posisi Mei 2008 open file,
*** Data Perbankan untuk Triwulan II-2008 menggunakan posisi akhir Mei 2008 Sumber :
- Data IHK, Laju Inflasi, PDRB berasal dari BPS - Data Ekspor Impor berasal dari DSM-BI
- Data Perbankan berasal dari Statistik Ekonomi dan Keuangan Daerah (Sekda) - BI, kecuali kredit berdasarkan lokasi kantor cabang dan Rasio NPL berasal dari Laporan Bulanan Bank Umum TRIWULAN
Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Sumatera Barat
Keterangan
INDIKATOR TRIWULAN
TAHUN 2007
Bank Indonesia Padang
9
BAB I
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SUMATERA BARAT
Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat (Sumbar) tumbuh melambat setelah tumbuh cukup ekspansif pada empat triwulan terakhir.
Perekonomian Sumbar triwulan II-2008 diperkirakan tumbuh 6,04%. Dari sisi permintaan, melambatnya pertumbuhan ekonomi bersumber dari menurunnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan meningkatnya impor. Seiring dengan hal tersebut, di sisi penawaran, baik sektor tradeables maupun sektor non tradeables mengalami pertumbuhan yang kontraktif. Pada sektor tradeables, sektor pertanian dan industri pengolahan mengalami perlambatan pertumbuhan yang cukup tinggi, sementara pada sektor nontradeables, sektor perdagangan, hotel, dan restoran menyumbang penurunan pertumbuhan yang cukup tajam.
5.87
6.11
5.99 6.34 6.52
6.34 6.30 6.20
6.25
5.52
5.66 6.29 6.69
6.71 6.58
6.04
0 1 2 3 4 5 6 7 8
III-2006 IV-2006 I-2007 II-2007 III-2007 IV-2007 I-2008 II-2008p
%
Grafik 1.1.
Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Barat dan Nasional Nasional, y-o-y, % Sumbar, y-o-y,%
Meningkatnya tekanan inflasi diperkirakan menjadi faktor melambatnya pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat. Hal ini tercermin dari terus menurunnya indeks kepercayaan konsumen serta posisi tabungan masyarakat.
Turunnya indeks kepercayaan konsumen yang diikuti dengan terus menurunnya posisi tabungan perorangan dan jumlah rekening tabungan mengindikasikan bahwa pertumbuhan konsumsi telah mencapai pertumbuhan yang optimal dan cenderung menurun karena terbatasnya daya beli.
9
Bank Indonesia Padang
Bab I: Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat
Pertumbuhan impor mendorong pertumbuhan ekonomi di masa depan.
Meningkatnya harga komoditas perkebunan mendorong peningkatan investasi khususnya di bidang perkebunan. Hal ini tercermin dari tingginya peningkatan impor bahan pendukung ekstensifikasi di bidang perkebunan seperti pupuk.
Dalam jangka pendek, meningkatnya impor menggerogoti pertumbuhan ekonomi karena belum menghasilkan output. Apalagi komoditas perkebunan memiliki masa tenggang (grace period) minimal empat tahun. Namun dalam jangka panjang, meningkatnya impor akan mendorong pertumbuhan PDRB cukup tinggi.
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II
Total PDRB 5.47 5.73 6.14 6.34 5.66 6.29 6.69 6.71 6.58 6.04
Domestik 2.64 4.78 3.55 3.21 0.79 1.48 3.89 6.59 10.61 9.09
Konsumsi Rumah Tangga 3.81 4.78 4.13 4.11 3.25 3.46 4.41 5.27 5.22 5.08 Konsumsi Pemerintah 2.18 4.23 4.62 4.67 4.21 4.55 4.74 5.18 4.45 4.48 Investasi 3.18 5.83 4.02 3.92 3.78 4.06 3.78 4.05 4.19 4.08
Eksternal 32.44 12.74 23.91 24.29 34.42 35.20 22.55 7.37 -11.26 -7.76
Ekspor 33.56 21.20 18.22 28.90 27.68 30.41 29.04 28.51 16.59 16.67 Impor 35.80 37.73 9.11 37.29 15.77 22.05 40.95 68.95 73.83 63.98 Catatan : Komponen PDRB tidak termasuk perubahan stok dan statistical discrepancy
Sumber : BPS, diolah
Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II
Total PDRB 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
Domestik 88.07 87.28 85.15 84.23 82.64 81.58 81.86 82.81 84.67 84.22
Konsumsi Rumah Tangga 57.59 57.07 55.99 54.68 54.81 55.18 54.83 54.57 54.48 54.33 Konsumsi Pemerintah 12.16 11.99 11.82 11.55 11.63 11.75 11.69 11.55 11.52 11.52 Investasi 18.46 18.48 18.11 17.52 17.70 17.97 17.79 17.51 17.57 17.47
Eksternal 11.93 12.72 14.85 15.77 17.36 18.42 18.14 17.19 15.33 15.78
Ekspor 18.03 20.67 23.02 28.74 27.91 27.37 27.50 27.97 29.95 30.26 Impor 6.10 7.95 8.17 12.97 10.55 8.96 9.37 10.78 14.61 14.48 Catatan : Komponen PDRB tidak termasuk perubahan stok dan statistical discrepancy
Sumber : BPS, diolah
2004 2005 2006 2007
2007
2006 2007 2007
2004 2005 2008
Tabel 1.1. Pertumbuhan PDRB Menurut Jenis Penggunaan (%, y-o-y)
Tabel 1.2. Pangsa PDRB Menurut Jenis Penggunaan (%)
2008
1.1. Permintaan Agregat
Melambatnya pertumbuhan ekonomi di sisi permintaan berasal dari perlambatan pada konsumsi rumah tangga serta pertumbuhan impor yang cukup tinggi. Tingginya inflasi sejak awal tahun 2008 semakin berpengaruh terhadap konsumsi rumah tangga dengan menggerus daya beli.
Bank Indonesia Padang
10
Bab I : Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat
Beberapa prompt indikator konsumsi mengkonfirmasi hipotesis tersebut (grafik 1.2-1.5). Indeks kepercayaan konsumen terus menurun, meski kembali meningkat pada bulan Juni 2008. Indeks penghasilan saat ini juga terus menunjukkan penurunan setelah meningkat pada bulan April (grafik 1.3). Posisi simpanan perorangan di perbankan juga terus mengalami penurunan. Data simpanan individual di perbankan yang menunjukkan terjadi penurunan selama tahun berjalan sebesar 8,40% dari Rp 9,62 triliun (Desember 2007) menjadi Rp 8,81 triliun (Mei 2008). Survei konsumen Bank Indonesia pada masyarakat kelas menengah ke atas di Kota Padang menunjukkan bahwa sebanyak 47,5% posisi simpanan mereka per Juni 2008 mengalami penurunan dibandingkan enam bulan lalu. Konsumen juga menyatakan bahwa saat ini bukan merupakan saat yang tepat untuk membeli barang tahan lama (durable goods). Indeks ketepatan membeli barang durable goods terus mengalami penurunan setelah terus meningkat pada triwulan I-2008.
0 20 40 60 80 100 120
0 1 2 3 4 5 6
2007 2008
%, g[pdrb
IKK, Indeks
g‐PDRB Konsumsi IKK
Sumber : SK-BI dan BPS, diolah
0 20 40 60 80 100 120
0 20 40 60 80 100 120 140
2007 2008
%, g[pdrb
Indeks Penghasilan Saat Ini, %
Indeks Penghasilan Saat Ini g‐PDRB Konsumsi Sumber : SK-BI dan BPS, diolah
Grafik 1.2. Indeks Kepercayaan Konsumen dan Pertumbuhan Konsumsi PDRB
Grafik 1.3. Indeks Penghasilan Saat Ini dan Pertumbuhan Konsumsi PDRB
0 1 2 3 4 5 6
0 2000000 4000000 6000000 8000000 10000000 12000000
2007 2008
%, g[pdrb
Tabungan, Juta Rp
Posisi Tabungan Perorangan g‐PDRB Konsumsi
Sumber : Sekda-BI dan BPS, diolah
0 1 2 3 4 5 6
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
2007 2008
%, g[pdrb
Indeks
Indeks Ketepatan Waktu Membeli Durable Goods g‐PDRB Konsumsi
Sumber : SK-BI dan BPS, diolah
Grafik 1.4. Perkembangan Posisi Tabungan Perorangan di Bank Grafik 1.5. Perkembangan Indeks Ketepatan Membeli Durable Goods
11
Bank Indonesia Padang
Bab I: Perkembangan Ekonomi Makro Sumatera Barat
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450
0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000
Minibus
Sepeda Motor
Sepeda Motor Minibus
237 256 261 300
438 503
119
255 237 305
394 424
79 86 105 107
199 240
0 100 200 300 400 500 600
Tw.I-07 Tw.II-07 Tw.III-07 Tw.IV-07 Tw.I-08 Tw.II-08
Pick up Light Truck Truck
Sumber : DPKD Sumbar, diolah Sumber : DPKD Sumbar, diolah
Grafik 1.6. Perkembangan Penjualan Sepeda Motor dan Minibus Grafik 1.7. Perkembangan Penjualan Kendaraan Niaga
Pertumbuhan impor terus menurunkan sumbangan sektor eksternal terhadap pembentukan PDRB Sumbar. Pada tabel 1.1. terlihat bahwa pertumbuhan sektor eksternal mengalami pertumbuhan negatif karena pertumbuhan impor yang sangat tinggi, di atas 60% selama tiga triwulan terakhir, sementara pertumbuhan ekspor relatif stabil pada kisaran 16%. Sama seperti triwulan sebelumnya, impor pupuk terus mengalir untuk memenuhi permintaan investasi pada subsektor perkebunan. Nilai impor pupuk pada triwulan II-2008 bahkan mencapai USD 39,48 juta, dua kali lipat dibandingkan triwulan sebelumnya.
Kelompok Barang Berdasarkan HS 2 Digit
Tw.I-2007 Tw.II-2007 Tw.III-2007 Tw.IV-2007 Tw.I-2008 Tw.II-2008*
31 - Fertilizers 3,682,900 390,000 21,465,499 7,008,832 19,136,023 39,483,824 48 - Paper and paperboard 2,079,249 351,846 2,596,531 3,064,829 5,710,945 1,820,588 25 - Salt; sulphur,earths and stone 1,383,453 1,428,300 2,315,694 2,052,186 2,141,126 1,075,441 84 - Nuclear react.,boilers,mech. appli. 1,208,105 878,328 8,872,735 3,441,454 3,155,794 791,732 39 - Plastics and articles thereof 306,880 34,131 761,715 55,784 25,986 53,684 73 - Articles of iron and steel 397,018 184,938 485,441 614,138 244,314 14,450 82 - Tools, implements, cutlery, spoons. - - 9,158 1,351 953 1,965 85 - Elect. machinery, sound rec., tvetc 63,166 46,405 203,337 11,661 122,570 1,186 83 - Miscellaneous articl. of base metal - - 68,644 - 69,000 193 72 - Iron and steel 191,994 23,519 1,630 - 189,073 6 10 - Cereals 3,771,120 - 4,024,170 3,878,579 3,832,145 - 17 - Sugars and sugars confectionery. 854,440 742,000 868,958 83,415 81,000 -
*) s.d. Mei 2008 Sumber : DJBC, diolah
Tabel 1.3. Perkembangan Nilai Impor Komoditas Utama melalui Pelabuhan Teluk Bayur (USD)
Peningkatan impor pupuk menunjukkan proses investasi di sektor pertanian terus bergerak. Tingginya harga CPO internasional, excess demand CPO mencapai 30% serta tingginya harga minyak dunia mendorong optimisme investasi pada sektor pertanian. Indikator investasi lain juga menunjukkan
Bank Indonesia Padang