• Tidak ada hasil yang ditemukan

langkah formulasi strategi anal (2)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "langkah formulasi strategi anal (2)"

Copied!
138
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM :

Setelah selesai membahas & mendiskusikan pokok bahasan ini, mahasiswa semester II Jurusan Farmasi FMIPA UNUD dapat menjelaskan prinsip dasar dan syarat-syarat dasar dalam pembuatan sediaan farmasi dengan benar ( C2 ).

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS :

1. Mahasiswa dapat menjelaskan sejarah dan perkembangan ilmu meracik ( C2 )

2. Mahasiswa dapat menjelaskan mengenai ketentuan umum dan monografi dalam Farmakope Indonesia dengan benar ( C2 )

3. Mahasiswa dapat menjelaskan berbagai jenis besaran dan ketentuan ukuran dalam sediaan Farmasi sesuai dengan ketentuan dalam Farmakope Indonesia( C2 )

4. Mahasiswa dapat menjelaskan jenis-jenis wadah dan cara penyimpanan sediaan Farmasi yang benar ( C2 )

5. Mahasiswa dapat menjelaskan gambaran umum prinsip dasar pembuatan sediaan Farmasi di Apotek sesuai dengan standar pelayanan profesi Farmasi ( C2 )

I.1. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN FARMASI DI DUNIA

Ilmu farmasi telah ada sejak awal peradaban manusia, karena pada saat itu pun penyakit sudah ada. Karena naluri manusia purba untuk mempertahankan kehidupannya, mulailah mereka mencoba-coba untuk menggunakan segala macam sesuatu dari alam untuk mengobati penyakitnya, antara lain dengan cara berendam dalam air dingin, menutup rasa sakit pada luka dengan lumpur, menempelkan daun segar untuk mengurangi rasa sakit, dan lain-lain. Meskipun cara yang mereka lakukan sangat sederhana tetapi banyak obat-obatan yang saat ini kita pakai merupakan warisan dari jaman tersebut.

(2)

berdasarkan pada sifat alamiahnya tetapi dianggap karena adanya rasa kasihan Dewa, tidak ada lagi roh jahat, kesungguhan keinginan untuk mengobati dan kehadiran pada saat upacara. Pada saat itu pekerjaan kefarmasian atau perapotekan tidak dapat dibedakan dengan kedokteran karena pekerjaan tersebut merupakan fungsi pimpinan suku.

Dalam perkembangan selanjutnya yang lebih maju dapat kita perhatikan sejarah kefarmasian di Babylonia, Cina dan Mesir. Pada sekitar tahun 2600 SM di Babylonia, pelaku pengobatan adalah seorang pendeta yang berperan sebagai apoteker sekaligus dokter. Pendeta mencatat semua gejala penyakit pasien, kemudian membuat resep dengan bentuk sediaan tablet dan cara meraciknya. Metode pengobatan kuno di Babylonia ini merupakan akar dari ilmu farmasi dan kedokteran saat ini. Perkembangan farmasi di Cina, menurut legenda dimulai sejak pemerintahan Kaisar Shen Nung sekitar 2000 SM. Shen Nung banyak meneliti kegunaan tumbuh-tumbuhan bagi pengobatan yang kemudian dituangkan dalam catatan ”Pen T-Sao” yang menguraikan 365 jenis obat dari tumbuhan. Catatan yang paling terkenal dalam dunia farmasi adalah Papyrus Ebers (1500 SM) dari sistem pengobatan mesir Kuno. Papyrus Ebers merupakan kertas sepanjang 60 kaki dan lebar 1 kaki yang memuat 800 resep dan 700 macam obat.

Beberapa tokoh pengantar pandangan ilmiah dalam dunia farmasi dan kedokteran sepanjang sejarah, antara lain:

1. Hippokrates (460-370 SM)

 Hippokrates adalah seorang dokter Yunani, yang dijuluki Bapak dari Ilmu Kedokteran.

 Beliau memperkenalkan farmasi dan kedokteran secara ilmiah serta menerapkan obat secara rasional.

2. Dioscorides (abad I Masehi)

 Seorang dokter Yunani sekaligus ahli Botani

 Menggunakan ilmu tumbuhan secara terpadu sebagai ilmu Farmasi terapan  Hasil karyanya adalah ”De Materia Medica” yang dianggap sebagai awal dari

perkembangan Botani Farmasi dan dalam penyelidikan bahan obat yang diperoleh secara alami.

3. Galen (130-200 Masehi)

 Seorang dokter sekaligus ahli farmasi bangsa Yunani

(3)

4. Raja Frederick II

 Farmasi tetap merupakan fungsi dari Kedokteran, sampai meningkatnya jenis obat-obatan dan cara pembuatan yang semakin rumit, sehingga diperlukan seorang ahli farmasi

 Farmasi terpisah dari Kedokteran pada tahun 1240 Masehi karena ada perintah/dekrit dari Raja Frederick II yang dikenal dengan ”Magna Charta Farmasi” yaitu: Membagi 2 profesi tersebut dan mengakui bahwa farmasi memerlukan ilmu, keterampilan, inisiatif dan tanggung jawab yang khusus jika diinginkan terjaminnya pengaturan yang memadai terhadap obat untuk manusia. Ahli farmasi terikat sumpah untuk :

- Menyediakan obat-obatan yang bisa diandalkan dan punya kualitas yang uniform sesuai dengan keahliannya

- Bentuk eksploitasi apapun terhadap penderita melalui hubungan antara ahli farmasi dan dokter benar-benar dilarang.”

 Tahun 1821 Masehi, sekolah Farmasi pertama kali didirikan di Philadelphia

I.2. PERKEMBANGAN FARMASI DI INDONESIA DAN PENGARUH BARAT

Farmasi merupakan profesi yang berkaitan dengan bidang-bidang penemuan, pengembangan, produksi, pengolahan, peracikan, penyerahan dan distribusi obat-obatan. Sebelum masuknya kebudayaan barat, di Indonesia pekerjaan ini dilakukan oleh ”Dukun” yang berperan sebagai dokter sekaligus apoteker. Dukun memperoleh pengetahuan mengenai obat dan pengobatan berdasarkan pengalaman sendiri dan warisan turun temurun serta seringkali dihubungkan dengan hal-hal gaib.

Cara dukun memperoleh obat antara lain berdasarkan warna dan bentuk tanaman, misalnya temulawak digunakan untuk menyembuhkan penyakit kuning karena warnanya kuning, kayu secang digunakan untuk menyembuhkan desentri (berak darah) karena warnanya merah. Hasil pengobatan oleh dukun ini bisa memuaskan tapi bisa pula tidak memuaskan. Keberhasilan pengobatan antara lain disebabkan karena obat yang sesuai untuk penyakit tersebut berdasarkan pengalaman, terapi yang benar secara kebetulan, atau adanya efek plasebo yaitu: keberhasilan pengobatan karena pengaruh psikologi dan tidak karena efek terapi. Sedangkan kegagalan pengobatan antara lain disebabkan karena obat tidak sesuai atau dosis yang tidak sesuai (dosis terlalu rendah atau dosis terlalu tinggi). Sampai saat ini obat-obat tersebut masih digunakan oleh penduduk Indonesia.

(4)

tersebut dijual dalam bentuk racikan yang terbungkus disertai keterangan mengenai khasiat, cara penyajian dan takaran pemakaian. Selanjutnya, obat-obat juga dijual dalam bentuk sediaan tablet, kapsul dan cairan yang diawetkan. Setelah masuknya pengaruh budaya barat, masyarakat Indonesia mulai mengenal obat-obat modern dan akibat adanya perubahan yang mengajarkan mengenai ilmu farmasi dan ilmu yang berhubungan dengan farmasi, maka mulailah isolasi zat berkhasiat dari tanaman atau hewan yang disusul dengan sintesis obat.

I.3. FARMAKOPE INDONESIA

Istilah Pharmacopea (dalam bahasa Indonesia : farmakope) mulai dipakai pada tahun 1580. Pharmacopea berasal dari bahasa Jerman yaitu dari kata: Pharmacon = obat dan Poein = buat. Pharmacopea merupakan resep atau formula atau standar yang dibutuhkan untuk menyiapkan suatu obat. Pharmacopea awalnya diterbitkan oleh masyarakat farmasi di Eropa, namun setelah beberapa waktu dirasa perlu adanya keseragaman standar dalam suatu bangsa, misalnya di Inggris diterbitkan British Pharmacopea (BP), di Amerika diterbitkan United State Pharmacopea (USP) dan di Indonesia diterbitkan Farmakope Indonesia. Sampai saat ini telah diterbitkan Farmakope Indonesia sampai Edisi keempat.

Farmakope Indonesia memuat: 1. Ketentuan Umum

Ketentuan umum memuat azas, batasan dan penjelasan yang dapat dijadikan petunjuk dasar untuk menafsirkan persyaratan prosedur pembakuan, cara pengujian dan persyaratan lain yang sering dijumpai dalam paparan, terutama paparan monografi. Dihimpun demikian dengan maksud agar tidak perlu berulang kali menyebutkan uraian tersebut dalam paparan monografi dan lampiran. Kadang-kadang dikehendaki ketentuan dalam paparan yang uraiannya agak berbeda dengan apa yang disebutkan dalam Ketentuan umum. Untuk menyatakan adanya perbedaan tersebut, uraian ketentuan yang bersangkutan diawali atau disisipi kalimat : ”kecuali dinyatakan lain”. Ketentuan umum antara lain memuat:

 Tatanama

Untuk tata nama obat, jika nama ini berupa judul monografi, huruf awal namanya ditulis dengan huruf besar, begitu juga jika namanya terdiri daridua kata atau lebih, tiap huruf awal katanya ditulis dengan huruf besar, kecuali jika kata kedua atau berikutnya merupakan kata sifat atau keterangan.

 Kelarutan

(5)

padat atau 1 bagian volume zat cair larut dalam bagian volume tertentu pelarut. Pernyataan kelarutan yang tidak disertai angka adalah kelarutan pada suhu kamar. Pernyataan bagian dalam kelarutan berarti bahwa 1 gram zat padat atau 1 ml zat cair dalam sejumlah ml pelarut. Jika kelarutan suatu zat tidak diketahui dengan pasti, kelarutannya dapat ditunjukkan dengan istilah berikut: Istilah kelarutan Jumlah bagian pelarut diperlukan untuk

melarutkan 1 bagian zat Sangat mudah larut Kurang dari 1

Mudah larut 1 – 10

Larut 10 – 30

Agak sukar larut 30 – 100

Sukar larut 100 – 1000

Sangat sukar larut 1000 – 10.000 Praktis tidak larut Lebih dari 10.000

 Persen

Persen dinyatakan dengan salah satu dari empat cara berikut:

1. Persen bobot per bobot (%b/b), menyatakan jumlah gram zat dalam 100 gram bahan atau hasil akhir

2. Persen bobot per volume (%b/v), menyatakan jumlah gram zat dalam 100 ml bahan atau hasil akhir

3. Persen volume per volume (%v/v), menyatakan jumlah ml zat dalam 100 ml bahan atau hasil akhir

4. Persen volume per bobot (%v/b), menyatakan jumlah ml zat dalam 100 gram bahan atau hasil akhir

Kecuali dinyatakan lain, dimaksud dengan persen (%) tanpa penjelasan selanjutnya, adalah persen bobot per bobot.

 Wadah

Wadah dan sumbatnya tidak boleh mempengaruhi bahan yang disimpan didalmnya baik secara kimia maupun secara fisika, yang dapat mengakibatkan perubahan khasiat, mutu atau kemurniannya. Jika perubahan itu tidak dapat dihindarkan, maka perubahanyang terjadi tidak boleh sedemikian besar sehingga menyebabkan bahan yang disimpan tidak memenuhi syarat baku. 1. Wadah tertutup baik : harus melindungi isinya terhadap masuknya

(6)

pengangkutan, penyimpanan dan penjualan dalam keadaan dan dengan cara biasa.

2. Wadah tertutup rapat : harus melindungi isinya terhadap masuknya bahan padat atau lengas dari luar dan mencegah kehilangan, pelapukan, pencairan dan penguapan pada waktu pengurusan, pengangkutan, penyimpanan dan penjualan dalam keadaan dan dengan cara biasa. Jika disyaratkan wadah tertutup rapat, dapat diganti dengan wadah tertutup kedap.

3. Wadah tertutup kedap : harus dapat mencegah menembusnya udara atau gas pada waktu pengurusan, pengangkutan, penyimpanan dan penjualan dalam keadaan dan dengan cara biasa.

4. Wadah satuan tunggal : wadah tertutup sedemikian rupa sehingga isi wadah tidak dapat dipindahkan tanpa merusak tutupnya.

5. Wadah dosis tunggal : wadah satuan tunggal zat yang digunakan hanya untuk injeksi.

6. Wadah dosis satuan : wadah satuan tunggal zat yang digunakan dalam dosis tunggal, langsung dari wadah.

7. Wadah satuan ganda : wadah yang memungkinkan dapat diambil sebagian isinya tanpa mengakibatkan perubahan potensi, mutu atau kemurnian sisa zat dalam wadah tersebut.

8. Wadah dosis ganda : wadah satuan ganda untuk zat yang hanya digunakan untuk injeksi

 Penyimpanan

Obat harus disimpan untuk mencegah cemaran dan peruraian, terhindar dari pengaruh udara, kelembaban, panas dan cahaya. Beberapa kriteria penyimpanan obat, antara lain:

1. Obat yang mudah menguap atau terurai dan bahan obat yang mengandung bagian yang mudah menguap atau terurai, harus disimpan dalam wadah tertutup rapat.

2. Obat yang mudah menyerap lembab harus disimpan dalam wadah tertutup rapat berisi kapur tohor

(7)

4. Disimpan terlindung dari cahaya berarti harus disimpan dalam wadah inaktinik

5. Disimpan sangat terlindung dari cahaya berarti harus disimpan terlindung dari cahaya dan wadahnya masih harus dibungkus dengan kertas hitam atau kertas lain yang tidak tembus cahaya.

6. Disimpan pada suhu kamar adalah disimpan pada suhu 15ºC - 30ºC 7. Disimpan di tempat sejuk adalah disimpan pada suhu 5ºC - 15ºC 8. Disimpan di tempat dingin adalah disimpan pada suhu 0ºC - 5ºC

9. Disimpan di tempat lewat dingin adalah disimpan pada suhu 15ºC -0ºC

 Daluwarsa

Waktu daluwarsa (Expiry Date) adalah waktu yang menunjukkan batas terakhir obat masih memenuhi syarat baku. Waktu daluwarsa dinyatakan dalam bulan dan tahun dan harus dicantumkan pada etiket.

 Timbangan

Timbangan obat ada 3 jenis, yaitu timbangan gram kasar, timbangan gram halus dan timbangan miligram.

Timbangan gram kasar : daya beban 250 g – 1000 g, kepekaan 200 mg Timbangan gram halus : daya beban 100 g – 200 g, kepekaan 50 mg Timbangan miligram : daya beban 10 g – 50 g, kepekaan 5 mg Daya beban adalah bobot maksimum yang boleh ditimbang

Kepekaan adalah tambahan bobot maksimum yang diperlukan pada salah satu pinggan timbangan, setelah keduanya diisi muatan maksimum, menyebabkan ayunan jarum timbangan tidak kurang dari 2 mm tiap dm panjang jarum.

 Penetes baku

Penetes baku adalah penetes yang pada suhu 20ºC memeberikan tetesan air suling yang bobotnya antara 47,5 mg dan 52,5 mg.

 Volume sendok

(8)

(Cochlear pultis/Cp) mempunyai volume 8 ml dan sendok makan (Cochlear/C) mempunyai volume 15 ml.

2. Monografi Umum

Monografi umum memuat gambaran umum mengenai bentuk-bentuk sediaan farmasi, misalnya : aerosol, pil, tablet, kapsul, vaksin, simplisia nabati, dan lain-lain.

3. Monografi

Monografi memuat spesifikasi bahan-bahan obat yang banyak dipakai dalam bidang farmasi.

4. Lampiran

Bagian penting dari lampiran yang sering dipakai dalam ilmu meracik obat adalah daftar mengenai dosis lazim dan dosis maksimum. Dosis lazim yang tertera dalam Farmakope adalah dosis lazim untuk bayi, anak-anak dan dewasa, sedangakan dosis maksimum yang tertera hanya untuk dosis maksimum orang dewasa.

Bahan diskusi : Bagaimana hubungan ilmu farmasi dengan ilmu meracik?

I.4. GAMBARAN UMUM PEMBUATAN SEDIAAN FARMASI DI APOTEK

Resep obat yang ditulis oleh dokter dan dibawa oleh pasien ke Apotek, terlebih dahulu harus dicek kelengkapan, keabsahan dan dosis obatnya. Apabila ternyata resep tersebut tidak lengkap atau tidak sah atau dosis obatnya lebih kecil atau lebih besar daripada seharusnya, maka hal tersebut harus segera dikomunikasikan dengan dokter penulis resep. Setelah semua permasalahan dalam resep tersebut selesai, barulah sediaan dalam resep tersebut dikerjakan.

DOKTER RESEP

APOTEK

OK RESEP DICEK LEGALITAS & DOSIS

DIRACIK DIKOMUNIKASIKAN KE DOKTER

OK

DIRACIK

(9)

BAB II RESEP TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM :

Setelah selesai membahas & mendiskusikan pokok bahasan ini, mahasiswa semester II Jurusan Farmasi FMIPA UNUD dapat mengaplikasikan keabsahan, menggunakan istilah-istilah lazim yang digunakan dalam resep dan copie resep, dan menghitung dosis dengan benar (C3)

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS :

1. Mahasiswa dapat menjelaskan persyaratan keabsahan suatu resep dan copie resep serta istilah-istilah lazim yang digunakan dalam resep dan copie resep dengan benar ( C2 )

2. Mahasiswa dapat menerapkan perhitungan dosis lazim, dosis maksimum dan dosis kombinasi baik pada anak-anak maupun dewasa dengan benar ( C3 )

II.1. RESEP DAN COPIE RESEP

Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi dan dokter hewan kepada apoteker untuk membuat dan menyerahkan obat kepada pasien dengan disertai informasi mengenai petunjuk pengugunaannya. Istilah-istilah yang dipakai dalam resep menggunakan bahasa Latin, beberapa keuntungannya antara lain:

1. Bahasa Latin merupakan bahasa mati, yang tidak bersifat subjektif dan tidak akan menimbulkan banyak interpretasi.

2. Bahasa Latin merupakan bahasa yang digunakan dalam ilmu kesehatan di seluruh dunia, jadi resep yang ditulis oleh dokter di Indonesia dapat dibaca dan dibuat oleh apoteker di negara manapun.

Pada saat resep diterima oleh apoteker, pertama-tama resep tersebut harus dicek kelengkapan dan keabsahannya. Resep dikatakan lengkap dan sah apabila telah memenuhi semua unsur-unsur dalam resep. Unsur-unsur dalam suatu resep adalah:

1. Nama, alamat dan nomor ijin praktek dokter penulis resep 2. Tanggal penulisan resep

3. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep, diikuti nama obat atau komposisi obat (superscriptio/invocatio). Tanda R/ sudah dipahami secara umum yang merupakan bahasa Latin ”Recipe” yang artinya ambillah.

4. Nama obat atau komposisi obat

(10)

6. Aturan pemakaian obat yang tertulis dalam resep (signature) 7. Tanda tangan dokter penulis resep

8. Nama, umur dan alamat pasien. Untuk resep dokter hewan, harus dicantumkan jenis hewan, nama dan alamat pemiliknya.

Disamping itu, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam resep yaitu: 1. Resep dokter hewan hanya ditujukan untuk penggunaan pada hewan 2. Resep dokter gigi terbatas pada pengobatan gigi dan mulut

3. Resep yang mengandung narkotika tidak boleh ada iterasi atau ulangan, nama pasien, alamat pasien dan aturan pakai (signa) harus ditulis yang jelas, tidak boleh ditulis ”aturan pemakaian sudah tahu” = signa usus cognitus (suc), ditulis nama pasien dan tidak boleh

m.i. = mihi ipsi artinya untuk dipakai sendiri.

4. Untuk penderita yang segera memerlukan obatnya, dokter menulis pada bagian kanan resep : Cito, statim, atau urgent = segera, atau PIM = periculum in mora = berbahaya bila ditunda.

5. Bila dokter ingin resepnya yang mengandung obat keras diulang, dokter akan menulis

iter = diulang, pada bagian kiri atas resep.

6. Bila dokter tidak ingin resepnya yang mengandung obat keras diulang tanpa sepengetahuan, dokter akan menulis NI = ne iteratur = tidak boleh diulang.

Yang berhak meracik atau membuat resep adalah apoteker dan asisten apoteker. Apabila resep tidak dapat dibaca dengan jelas atau resep tidak lengkap, maka apoteker harus menanyakan kepada dokter penulis resep untuk menghindari adanya kesalahan. Resep yang sudah dibuat harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dalam jangka waktu tiga tahun.

Dibawah ini adalah beberapa istilah Latin yang sering digunakan dalam penulisan resep.

SINGKATAN KEPANJANGAN ARTI

a, aa ana Tiap-tiap

add. adde Tambahkan

ad 2 vic. ad duas vices Dalam dua kali

ad libit. Ad libitum Sesukanya

Agit. agitatio gojog

Alt.hor. Alternis horis Tiap jam

Aq. bidest. Aqua bidestillata Air suling dua kali

Aq. bull. Aqua bulliens Air mendidih

Aq. coct. Aqua cocta Air direbus

Aq. comm. Aqua communis Air biasa

Aq. dest. Aqua destillata Air suling

Aq. ferv. Aqua fervida Air panas (85ºC-95ºC)

Aq. glycer. Aqua glycerinata Air gliserin

c Cum dengan

(11)

cp Cochlear pultis Sendok bubur

cth Cochlear theae Sendok teh

d.d De die sehari

d.t.d Da tales doses Berilah sekian takaran

d.i.d Da in dimidio Berikan separonya

gtt Gutta Tetes

h Hora jam

h.m. Hora matutina Pagi-pagi

h.s. Hora somni Pada waktu mau pergi tidur

h.v. Hora vespertina Malam

Ne iter, N.I Ne iteretur Tidak diulang

o.h. Omni hora Setiap jam

o.m. Omni mane Setiap pagi

o.n. Omni nocte Setiap malam

o.1/4 .h Omni quarta hora Setiap ¼ jam

P.I.M. Periculum in mora Berbahaya bila ditunda q.s. Quantum sufficit, satis Secukupnya

Rec. par. Recenter paratus Dibuat baru

s. Signa Tanda

s.u.c. Signa usus cognitus Tandailah aturan pakai sudah tahu

s.u.e. Signa usus externus Tandailah untuk pemakaian luar

s.u.i. Signa usus internus Tandailah untuk pemakaian dalam

s.u.n. Signa usus notus Tandailah aturan pakai sudah tahu

s.u.v. Signa usus veterinarius Tandailah pemakaian utnuk hewan

S.p.r.n Signa pro renata Tandailah jika perlu

s.s.d.d.c.I Signa semel de die cochlear I Tandailah 1 kali sehari 1 s.t.d.d.cp.I.p.c. Signa ter de die cochlear pultis I post

(12)

numero X sekian takaran sebanyak 10

Bahan diskusi : apa perbedaan dari kedua resep tersebut?

(13)

Pro : Anak Hendra Umur : 1 thn (12 kg)

Alamat: Jln. Padma 10 Denpasar

COPIE RESEP (APOGRAPH =AFSCHRIFT)

Copie resep merupakan salinan tertulis dari suatu resep. Selain memuat semua keterangan dalam resep asli, copie resep juga harus memuat:

1. Nama dan alamat apotek 2. Nama dan nomor SP APA

3. Tanda tangan atau paraf Apoteker Pengelola Apotek 4. Nomor resep dan tanggal pembuatan resep

5. Tanda “det” (detur) untuk obat yang sudah diserahkan dan “ne det” (ne detur) untuk obat yang belum diserahkan

Penyerahan obat berdasarkan resep harus disertai dengan etiket yaitu: etiket berwarna putih untuk obat dalam dan etiket berwarna biru untuk obat luar. Etiket harus memuat:

1. Nama dan alamat apotek

2. Nama dan nomor Surat Penugasan (SP) APA 3. Nomor resep dan tanggal pembuatan

4. Nama pasien 5. Aturan pemakaian

Resep yang telah dibuat, disimpan menurut urutan tanggal dan nomor pembuatan/penerimaan resep sampai waktu tiga tahun. Resep yang disimpan lebih dari tiga tahun dapat dimusnahkan. Resep yang mengandung narkotika, harus dipisahkan dari resep lainnya, ditandai dengan garis merah dibawah nama obat yang mengandung narkotika.

Contoh Copie Resep APOTIK GATSU

Jl. Gatsu timur No. 99 Denpasar Telp. (0361) 223225

APA : Ni Putu Ariantari, S.Farm., Apt. SP : KP.01.01.1.3.00579

Salinan resep

Resep Untuk : Anak Anna Resep Dari : Dr. Luliana, Sp.A Tanggal resep : 20 – 2 - 2006 Nomor resep : 20

(14)

R/ Aminophyllin mg. 200

CTM mg. 3

Lactosum q.s

m.f.pulv. No. X s.b.d.d pulv I

pcc cap apotek

paraf / tanda tangan APA

II.2. DOSIS DAN PERHITUNGAN DOSIS

Obat digunakan untuk menyembuhkan atau terapi penyakit. Untuk dapat memberikan efek terapi yang diinginkan, obat harus berada dalam konsentrasi tertentu di dalam darah.

Dari grafik hubungan antara waktu pemberian obat dengan konsentrasi obat dalam serum diatas, dapat kita ambil gambaran bahwa untuk dapat memberikan efek terapi, obat harus berada diantara MEC (Minimum Effective Concentration) dan MTC (Minimum Toxic Concentration). Apabila dosis obat terlalu kecil sehingga kadar obat dalam darah dibawah MEC, maka obat tidak akan memberikan efek terapetik. Sebaliknya apabila dosis obat yang diberikan kepada pasien terlalu besar sehingga kadar obat di dalam darah mencapai MTC maka obat akan memberikan efek toksik (beracun). Untuk itu, diperlukan perhitungan dosis obat yang harus diberikan kepada pasien.

Dosis maksimum (DM) merupakan dosis maksimum untuk dewasa untuk pemakaian obat melalui mulut, injeksi subkutan dan rektal. Ada beberapa hal yang digunakan sebagai dasar untuk menghitung dosis obat, antara lain: umur, berat badan dan luas permukaan tubuh.

Berikut ini adalah beberapa metode untuk perhitungan dosis obat yaitu: 1. Rumus Young

12

n n

(15)

Rumus ini biasanya digunakan untuk anak umur 1 – 8 tahun. Sedangkan untuk anak dengan umur lebih dari 8 tahun digunakan rumus:

20

n

Umur merupakan salah satu pertimbangan dalam penentuan dosis obat terutama untuk pasien neonatus (bayi baru lahir), pediatrik (anak-anak) dan pasien geriatrik (orang tua). Pada bayi baru lahir (neonatus), apalagi pada bayi yang lahir prematur, status hati dan ginjal belum sempurna sehingga sistem metabolisme obat di tubuh bayi juga belum

Dosis lazim obat secara umum dianggap cocok untuk orang dengan berat badan 70 kg (150 pound). Perbandingan antara dosis obat yang digunakan dengan ukuran tubuh mempengaruhi konsentrasi obat di tempat kerjanya dalam tubuh. Misalnya, dosis obat yang diberikan untuk pasien gemuk dan pasien kurus akan berbeda karena ukuran tubuhnya berbeda. Demikian pula untuk pasien anak-anak dan dewasa mempunyai ukuran tubuh yang berbeda. Oleh sebab itu, penentuan dosis obat berdasarkan berat badan lebih dapat diandalkan daripada penentuan dosis yang sepenuhnya berdasarkan umur.

3. Metode BSA (Body Surface Area = Luas Permukaan Tubuh)

(16)

dianggap tepat apabila luas permukaan tubuh mencapai 1,7 m2. Beberapa dosis obat mungkin dinyatakan dalam satuan mg/m2.

Contoh:

Dosis lazim sehari pediatrik berdasarkan BSA = 4,5mg/m2. Hitunglah dosis klorambusil seorang anak dengan berat 15 kg dan tinggi 100 cm.

Penyelesaian:

Dengan menggunakan monogram dapat dihitung BSA anak tersebut = 0,64 m2. Sehingga dosis klorambusil untuk anak tersebut = 0,64 m2 x 4,5 mg/m2 = 2,88 mg sehari

Tugas : Hitunglah dosis maksimum dan dosis lazim dari obat-obat dalam resep diatas dengan ketiga metode diatas!

Kasus :

Seorang ibu datang tergopoh-gopoh ke apotik Kenyeri Farma, sebut saja namanya ibu Susi. Ibu Susi menyampaikan kepada apoteker apotek Kenyeri Farma bahwa bayinya sakit panas. Lalu ibu Susi meminta saran apoteker mengenai obat apa yang harus diberikan kepada anaknya. Sang apoteker menyarankan untuk menggunakan obat Mamol drops yang bahan aktifnya adalah paracetamol. Apabila bayi ibu Susi tersebut baru berumur 3 bulan dengan berat badan 7 kg, berapa dosis yang harus direkomendasikan oleh apoteker untuk Ibu Susi tersebut. (Mamol: Tiap 0,6 mL mengandung 60 mg paracetamol)

Perhitungan Dosis Rangkap (Dosis Kombinasi)

Bila dalam suatu resep terdapat dua atau lebih obat yang mempunyai khasiat sama, maka dosis obat-obat tersebut dihitung dengan cara:

(17)

Dosis maksimum sekali atropin sulfas = 1 mg Dosis maksimum sekali Belladona extract = 20 mg Dosis sekali atropin sulfas = 0,6 mg/1mg = 0,6 Dosis sekali Belladona extract = 10 mg/20 mg = 0,5

Dosis rangkap sekali = 0,6 + 0,5 = 1,1 >1 (dosis berlebihan) 2. Dosis rangkap sehari

Dosis maksimum sehari atropin sulfas = 3 mg Dosis maksimum sehari Belladona extract = 80 mg Dosis sehari atropin sulfas = 2,4 mg/3 mg = 0,8 Dosis sehari Belladona extract = 40 mg/80 mg = 0,5

Dosis rangkap sehari = 0,8 + 0,5 = 1,3 >1 (dosis berlebihan)

Bila dosis rangkap sehari dan sekali adalah berlebihan atau overdosis, maka resep tidak dapat dibuat sebelum dikomunikasikan dulu dengan dokter penulis resep. Penyerahan obat yang melebihi dosis maksimum harus diberi tanda seru atau paraf dokter penulis resep dibelakang obat yang jumlahnya melebihi dosis maksimum tersebut.

BAB III

PERALATAN FARMASETIKA

Tujuan Instruksional Umum:

Setelah selesai membahas dan mendiskusikan pokok bahasan ini, mahasiswa semester II Jurusan Farmasi FMIPA UNUD dapat menggunakan perlengkapan farmasetika dalam pelayanan resep dan pembuatan sediaan di apotek sesuai dengan standar pelayanan profesi farmasi (C3).

Tujuan Instruksional Khusus:

1. Mahasiswa dapat menjelaskan penggunaan dan kegunaan perlengkapan farmasetika dalam pelayanan resep dan pembuatan sediaan di apotek sesuai dengan standar pelayanan profesi farmasi (C2).

2. Mahasiswa dapat menggunakan perlengkapan farmasetika dalam pelayanan resep dan pembuatan sediaan di apotek sesuai dengan standar pelayanan profesi farmasi (C3).

(18)

Pada penimbangan bahan-bahan, pemilihan alat yang akan dipergunakan didasarkan pada jumlah bahan yang bersangkutan dan ketelitian yang dibutuhkan. Pada pembuatan skala besar di industri farmasi besar digunakan timbangan dengan berbagai ukuran dan kepekaan, dan kemudian, digunakan timbangan analitis dengan sensitivitas yang tinggi di pengontrolan kualitas dan pekerjaan analisis.

Di rumah sakit dan apotek hampir semua penimbangan dilakukan dengan timbangan resep.Timbangan resep dibagi dalam timbangan resep kelas A dan kelas B, yang memenuhi standar yang ditentukan oleh National Bureau Standards (Kantor Standar Nasional). Setiap bagian peracikan, menurut hukum, harus mempunyai timbangan peracikan kelas A, yang lebih sensitif dari yang kedua. Sensitivitas timbangan biasanya ditunjukkan dengan istilah "persyaratan kepekaan" (sensitivity requirement = SR) yang didefinisikan sebagai perubahan maksimum beban yang akan menimbulkan perubahan yang ditetapkan, satu subbagian pada piringan skala, pada posisi istirahat dari elemen penunjuk timbangan. Kelas A mempunyai SR 6 mg dengan tanpa beban atau dengan 10 g beban pada tiap piring. Ini berarti bahwa dengan kondisi seperti di atas, penambahan beban 6 mg pada satu piring timbangan akan mengganggu keseimbangan dan penunjuk timbangan akan bergerak satu tanda bagian pada skala

USP mengatur bahwa untuk menghindari kesalahan penimbangan sebesar 5% atau lebih besar, yang mungkin disebabkan oleh batas ketepatan timbangan peracikan kelas A, seseorang harus menimbang paling sedikit 120 mg (lebih kurang 2 grain) bahan pada setiap penimbangan (5% dari 120 mg menjadi 6 mg SR atau kesalahan yang berasal dari timbangan itu sendiri). Bila dibutuhkan menimbang bahan dalam jumlah yang lebih kecil, ahli farmasi diharuskan mencampur sehingga lebih banyak, berat bahan (120 mg atau lebih), encerkan bahan yang telah diketahui beratnya dengan pengencer kering yang inert (seperti laktosa),campur keduanya sampai merata, dan timbang sebagian campuran (juga 120 mg atau lebih) diperhitungkan terhadap kandungan zat yang dibutuhkan.

Timbangan kelas A yang mempunyai kapasitas 120 g dapat digunakan untuk menimbang semua yang dibutuhkan dalam bahan campuran resep.

Timbangan resep kelas B mempunyai SR 30 mg dan kapasitas 121 g. Tidak boleh digunakan untuk menimbang beban kurang dari 600 mg. Keduanya timbangan kelas A dan B harus ditandai dengan jelas sesuai dengan kelasnya pada timbangan itu sendiri. Timbangan kelas B jarang ditemui dan digunakan di farmasi.

(19)

kurang dari 50 mg. Jika bahan yang hendak ditimbang kurang dari 50 mg maka harus dilakukan pengenceran.

Menurut Farmakope Indonesia III, timbangan obat ada 3 jenis yaitu timbangan kasar, timbangan gram halus dan timbangan miligram.

Timbangan kasar memiliki daya beban/bobot maksimum yang boleh ditimbang sebesar 250 g hingga 1000 g dengan kepekaan 200 mg. Timbangan gram halus memiliki daya beban/bobot maksimum yang boleh ditimbang sebesar 100 g hingga 200 g dengan kepekaan 50 mg. Timbangan miligram memiliki daya beban/bobot maksimum yang boleh ditimbang sebesar 10 g hingga 50 g dengan kepekaan 5 mg.

Anak Timbangan

Anak timbangan resep harus memenuhi persyaratan Kantor Standar Nasional untuk anak timbangan analisis. Anak timbangan metrik 1 g atau lebih besar umumnya berbentuk kerucut dengan leher yang pendek dan kepala yang membuatnya menjadi mudah dipegang dan diangkat dengan penjepit kecil. Sebagian besar anak timbangan ini dibuat dari kuningan yang digosok, beberapa dengan dilapisi oleh nikel atau kromium atau bahan-bahan lain yang tidak berkarat. Anak timbangan pecahan dibuat dari aluminium dan biasanya berbentuk empat segi dan pipih dengan tepi atau ujung yang melipat ke atas untuk pengambilan dengan penjepit

Untuk mencegah penumpukan uap air dan minyak dari ujung-ujung jari yang tertumpuk di anak timbangan, semua anak timbangan harus dipindahkan dengan penjepit yang diberikan pada setiap set anak timbangan

Pemeliharaan dan Penggunaan Timbangan

Pertama dan yang terpenting, timbangan resep harus diletakkan di tempat yang baik pencahayaannya, pada tempat yang kokoh, kurang lebih setinggi pinggang penimbang. Sedapat mungkin harus bebas dari debu dan di daerah yang bebas dari aliran udara. Tidak boleh ada uap yang merusak dan tidak boleh ada kelembapan yang tinggi dan getaran. Bila tidak digunakan, timbangan harus bersih dan ditutupi dengan penutup timbangan. Setiap zat yang tumpah pada timbangan selama penggunaan harus diseka segera dengan sikat halus atau train. Bila tidak dipergunakan, timbangan harus selalu dipertahankan tanpa anak timbangan dan posisi penunjuk tetap atau terkunci (tertahan).

(20)

sesuai dengan yang ditunjukkan oleh gelembung penunjuk kerataan timbangan.

Pada penggunaan timbangan resep, anak timbangan atau bahan yang akan ditimbang tidak boleh ditempatkan pada timbangan bila berada pada posisi tidak ditahan dan bebas dari goyangan. Sebelum penimbangan, kertas puyer dengan ukuran lama harus ditempatkan pada kedua piring timbangan dan keseimbangan timbangan dicoba dengan melepas knop penahan. Bila timbangan tidak seimbang karena perbedaan berat kedua kertas bubuk, tambahan beban dapat ditambahkan "ke piring yang ringan" dengan menambah sobekan kertas puyer. Bila seimbang, timbangan di tempatkan pada posisi tertahan dan anak timbangan yang diinginkan diletakkan di piring sebelah kiri. Kemudian sejumlah bahan, yang diperkirakan kurang lebih sama dengan berat yang dibutuhkan, dengan hati-hati ditempatkan pada piring sebelah kanan, dengan bantuan spatel. Batang timbangan harus dengan pelan-pelan dilepaskan dengan memakai atas pengunci yang terletak di bagian depan timbangan. Bila bahan berlebihan, batang timbangan ditahan kembali dan sedikit bahan diambil dengan spatel. Proses ini diteruskan sampai didapat keseimbangan antara dua piring timbangan, sesuai dengan yang ditunjukkan oleh penunjuk timbangan pada posisi di tangan. Bila jumlah anak timbangan pada timbangan mula-mula terlaiu kecil, maka dilakukan proses yang sebaliknya. Kertas puyer yang digunakan pada piring sebelah kanan dimaksudkan untuk tempat bahan yang akan ditimbang, biasanya dilipat secara diagonal atau bagian tepi dilipat ke atas untuk menahan bahan yang akan ditimbang.

Pada pemindahan bahan dengan spatel, bahan dapat diketuk dengan ringan dari spatel bila beratnya bahan mendekati berat yang akan ditimbang. Biasanya ini dilakukan dengan menahan spatel dengan sejumlah kecil bahan pada spatel dengan tangan kanan dan mengetuk spatel dengan telunjuk. Ketika bahan dijatuhkan dari spatel, tangan kiri menahan alat penahan timbangan, dan keadaan penimbangan diamati bergantian dengan pengetukan spatel. Sebagian besar timbangan mempunyai suatu mekanisme penahan yang memperlambat goyangan timbangan dan memungkinkan penentuan posisi piring seimbang atau tidak berlangsung dengan lebih cepat.

Bila bahan telah ditimbang, batang timbangan dikembalikan ke posisi tertahan dan kertas yang berisi bahan yang ditimbang diangkat hati-hati. Bila dilakukan penimbangan lebih dari satu kali, kertas biasanya ditandai dengan nama bahan yang menempati. Sesudah penimbangan terakhir, semua anak timbangan diambil dengan penjepit dan timbangan dibersihkan, dan penutup timbangan ditutupkan pada timbangan.

(21)

dari posisi nol ke arah sisi kanan timbangan untuk menambah pertambahan berat yang ditandai pada skala dalam unit 10 mg, sampai 1 gram. Jenis timbangan lain menggunakan pemutar yang diletakkan di tengah, dikalibrasi dalam unit 10 mg, untuk menambah berat sampai 1 gram. Kedua jenis alat ini menambah berat ke piring sebelah kanan dari bagian dalam. Pada tiap keadaan, ahli farmasi dapat menggunakan gabungan anak timbangan dalam dan luar dalam penimbangan. Sebagai contoh, bila akan ditimbang 1,2 g, ahli farmasi dapat menempatkan anak timbangan 1 g pada piring sebelah kanan dan menempatkan penggeser atau mengatur pemutar untuk menambah tambahan 0,2 g. Harus selalu diperhatikan untuk memindahkan penggeser atau pemutar ke nol di antara penimbangan untuk menghindari penimbangan yang tidak teliti akibat penggeser atau pemutar pada penim-bangan berikutnya.

Hampir semua penimbangan pada timbangan resep melibatkan penimbangan serbuk atau bahan semisolid seperti salep. Akan tetapi, cairan juga dapat ditimbang lewat penggunaan bejana penarik (ditimbang) yang sesuai ukurannya, dengan menempatkan cairan di dalam bejana. Ahli farmasi harus selalu memastikan bahwa dia mempunyai catatan berat bejana untuk perhitungan berat cairan yang ditimbang.

Bahan-bahan tidak boleh "tertimbang turun;" yaitu, bahan tidak boleh ditempatkan di piring pada waktu timbangan berada pada posisi tidak tertahan, menyebabkan piring jatuh tiba-tiba dan dengan kuat ketika bahan berlebihan ditempatkan ke piring. Bantingan piring ke bawah secara mendadak dapat menyebabkan timbangan rusak berat, mempengaruhi kepekaan dan ketepatan penimbangan berikut.

Dua jenis timbangan resep yang paling terkenal adalah timbangan pengungkit gabungan dan timbangan putar. Jenis yang pertama dijalankan lewat satu rangkaian ujung pisau menahan hubungan yang peka dan gantungan. Jenis putar bekerja atas dasar tegangan kawat-kawat yang teregang, yang bila diputar lewat penambahan berat, cenderung untuk memutar kembali ke posisi awal timbangan. Prinsip pengungkit gabungan adalah dasar untuk timbangan Troemner dan prinsip putaran, digunakan pada Timbangan Putar.

Zat yang banyaknya kurang dari 1 g ditimbang pada timbangan miligram. Obat yang berkhasiat keras sebaiknya ditimbang pada timbangan miligram meskipun banyaknya lebih dari 1 g.

Suatu zat yang banyaknya kurang dari 50 mg tidak boleh ditimbang, karena hasil timbangannya tidak tepat. Maka harus diencerkan dulu zat tersebut dan sebagai pengencer biasanya digunakan Saccharum Lactis atau zat yang berkhasiat netral dan bersifat inert.

(22)

Atropini Sulfas 5 mg.

Timbang Atropini Sulfas 50 mg, zat warna 50 mg dan Saccharum Lactis 2,900 g. Sebagai zat warna digunakan Carmyn.

Dalam mortir gerus Saccharum Lactis sebagian, kira-kira 0,25 g, tambahkan Sulfas Atropin dan zat warna tersebut, gerus dan aduk hingga homogen, lalu tambahkan sisa Saccharum Lactis sedikit demi sedikit sambil digerus dan diaduk

Dari campuran ini ditimbang 300 mg, maka akan didapat serbuk yang mengandung 5 mg Sulfas Atropin.

Pengambilan zat padat dari wadah persediaan digunakan sendok porselin.

Sendok dan spatel setelah dipakai supaya segera dibersihkan dengan kain serbet untuk sendok sedang spatel dibersihkan dengan kertas.

Ekstrak kental ditimbang pada kertas paraffin dan dengan spatel/batang pengaduk dimasukkan dalam mortir.

Zat cair ditimbang dalam botol atau gelas beker yang telah ditara. Cara menara botol dilakukan pada pinggan timbangan, sebelah kiri diletakkan kotak berisi butir-butir besi atau gelas (gotri).

Mengukur obat cair yang hanya beberapa ml digunakan gelas ukur yang ditera. Dalam menuang cairan dari botol, maka letak etiket pada botol adalah di atas, hal ini untuk menghindari pengotoran etiket.

II. Pengukur Volume

Dua jenis pengukur digunakan di farmasi yaitu bentuk kerucut dan silinder. Pengukur silinder umumnya dikalibrasi dalam unit metrik, sedangkan pengukur kerucut dapat dikalibrasi dengan unit metrik dan apoteker (skala rangkap dua) atau dengan skala tunggal salah satu sistem. Dua jenis pengukur tersedia dengan kapasitas yang sangat berbeda-beda, berkisar antara 5 sampai 1000 mL atau lebih. Pengukur yang paling banyak dipakai adalah yang dibuat dari gelas tahan panas yang berkualitas tinggi, walaupun pengukur dari polipropilen juga tersedia. Pada pengukuran cairan bervolume kecil, misalnya kurang dari 1,5 mL ahli farmasi sebaiknya menggunakan pipet ukur. Untuk menarik larutan-larutan asam dan beracun ke dalam pipet digunakan alat seperti bola yang disebut pengisi pipet,. Alat tersebut, tanpa dilepaskan dari pipet, juga dipakai untuk pemberian cairan secara tepat.

(23)

kesalahan volume yang kecil bila mempergunakan pipet, kesalahan volume lebih besar bila digunakan pengukur silinder, dan kesalahan volume terbesar dihasilkan pada pemakaian pengukuran kerucut. Makin besar pengamatan pada bentuk pengukur kerucut, makin besar kesalahan volume karena kesalahan dalam membaca.

Pada pembacaan batas cairan di skala ukuran, penting untuk mengetahui kesalahan yang mungkin terjadi akibat dari kesalahan melihat (parralax error). Cairan dalam pengukur cenderung tertarik ke permukaan bagian tengah (pusat) pengukur, dan sedikit menaik terhadap permukaan tadi, yang tersebut di atas adalah meniskus yang sebenarnya. Bila seseorang yang mengukur melihat dari atas (pandangan menurun) ini akan nampak seolah-olah meniskus cairan pada batas yang lebih atas ini, sedangkan sebenarnya sedikit lebih ren dah, pada batas sebenarnya dari cairan yang di tengah pengukur. Dengan demikian, pengukuran cairan di dalam pengukur harus dilakukan dengan pandangan mata setinggi cairan di pengukur.

Bila ahli farmasi melakukan kesalahan dalam pembacaan perngukur, persentase kesalahan pengukurannya akan dipengaruhi oleh volume cairan yang diukur. Menurut USP, silinder pengukur 10 mL yang dapat diterima dengan diameter dalam 1,18 cm mengandung 0,109 mL dalam dalam setiap 1 mm kolom. Kesalahan pembacaan sebesar 1 mm akan menyebabkan persentase kesalahan pengukuran hanya 1,09% bila volume yang diukur I0 mL, 2,18% bila 5 mL, 4,36% bila 2,5 mL, dan 7,26% bila volume yang diukur 1,5 mL. Nampak di sini bahwa persentase kesalahan terbesar terjadi pada pengukuran volume yang terkecil. Dengan demikian, peraturan yang sangat penting untuk pengukuran cairan dengan pengukur ialah harus digunakan pengukur yang mempunyai kapasitas sebanding atau sedikit melewati volume yang akan diukur.

Menurut Coldstein dan Mattocks, berdasarkan simpangan 1 mm dari tanda tersebut dan kesalahan yang diperbolehkan adalah 2,5%, jumlah terkecil yang sebaiknya diukur dalam pengukur silinder dengan ukuran berikut mempunyai diameter dalam yang ditentukan sebagai berikut:

(24)

dinyatakan di atas. Tampak bahwa untuk ketepatan, seseorang tidak harus memilih pengukur bila pengukuran hanya melibatkan penggunaan bagian dasar skala.

Pada penggunaan pengukur, ahli farmasi menuang cairan ke dalam pengukur dengan perlahan, amati permukaan sambil menuang. Pada pengukuran cairan-cairan kental, harus dibiarkan dalam waktu yang cukup agar cairan menetap di pengukur, karena mungkin beberapa turun ke bawah pada bagian dalam pengukur dengan lambat. Yang paling baik adalah mencoba menuang cairan seperti itu pada tengah pengukur, menghindari kontak dengan permukaan sisi dalam pengukur. Pada pengosongan pengukur, dari isi yang diukur, harus diberi waktu penuangan yang cukup.

Waktu menuang cairan dari botol, ingat teknik farmasi yang baik untuk memegang botol dengan posisi etiket pada botol menghadap ke atas, ini menghindari kemungkinan tetesan cairan mengalir turun ke label ketika botol ditegakkan sesudah penggunaan. Tentu saja, mulut botol harus diseka bersih setiap habis digunakan.

III. Mortir dan Stamper

Salah satu cara pencampuran yang paling sering digunakan dalam bidang farmasi adalah dengan menggunakan metode triturasi. Triturasi merupakan metode pencampuran menggunakan alat yang disebut mortar dan stamper. Triturasi dapat digunakan untuk mencampur serbuk, pulverisasi dan pencampuran lainnya.

Terdapat 4 macam mortar: a. Mortar porselain dangkal b. Mortar porcelain dalam c. Mortar wedgwood d. Mortar kaca

Untuk pulverisasi dan menghaluskan bahan, mortar yang paling baik digunakan adalah mortar Wedgwood karena permukaannya yang kasar sehingga memungkinkan banyak friksi. Untuk pencampuran serbuk yang sederhana dapat digunakan mortar kaca karena serbuk tidak akan terlihat seperti padatan. Mortar kaca juga bagus digunakan untuk zat warna seperti dye atau zat warna berkekuatan tinggi karena tidak berpori sehingga warna tidak akan berbekas. Pada mortar porcelain zat warna seperti dye akan masuk ke pori-pori mortar dan meninggalkan warna. Permukaan mortar porcelain cepat menjadi halus jika sering digunakan sehingga serbuk menjadi tidak tercampur dengan baik.

(25)

Spatel logam digunakan untuk mengambil zat berbentuk serbuk yang tidak korosif. Sedangkan zat yang bersifat korosif dapat diambil dengan menggunakan sendok porselin. Sendok tanduk digunakan untuk mengambil sediaan semisolid seperti adesps lanae. Sendok tanduk tidak tahan terhadap zat yang bersifat asam kuat maupun basa kuat.

V. Alat yang digunakan untuk melarutkan zat

1. Untuk zat-zat yang mudah larut dapat dilarutkan di dalam botol

2. Zat yang agak sukar larut harus dilarutkan dengan pemanasan . Proses pelarutannya dapat dilakukan di dalam erlenmeyer dengan cara zat padat dimasukkan dalam erlenmeyer lalu zat pelarut ditambahkan kemudian panaskan diatas tangas air atau api bebas dengan digoyang-goyangkan sampai larut. Zat padat dimasukkan lebih dulu dalam erlenmeyer untuk mencegah agar tidak ada yang menempel pada bagian leher. Pemanasan dengan api bebas sambil digoyang-goyangkan bertujuan untuk menjaga pemerataan pemanasan.

VI. Pengayak

Pengayak digunakan untuk memisahkan serbuk dengan ukuran yang berbeda. Pengayak ada berbagai macam ukuran. Tiap nomor pengayak menunjukkan jumlah-jumlah lubang tiap 2,54 cm dihitung searah dengan panjang kawat. Contoh: pengayak no.10 berarti memiliki 10 lubang tiap 2,54 cm dihitung searah dengan panjang kawat. Jadi semakin besar nomor pengayak akan semakin halus serbuk yang bisa melewatinya.

VII. Alat Ukur Umum di Rumah

(26)

BAB IV

PERACIKAN SEDIAAN SERBUK

Tujuan instruksional umum : setelah selesai membahas dan mendiskusikan pokok bahasan ini, mahasiswa semester II jurusan Farmasi FMIPA UNUD dapat menerapkan cara pembuatan sediaan serbuk sesuai dengan standar pelayanan profesi Farmasi (C3).

Tujuan instruksional khusus:

1. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian serta tujuan pembuatan sediaan serbuk (C2).

2. Mahasiswa dapat menjelaskan karakteristik sediaan serbuk yang baik (C2).

3. Mahasiswa dapat menjelaskan berbagai macam sedian serbuk dan cara pembuatannya (C2).

4. Mahasiswa dapat menerapkan cara pembuatan sediaan serbuk sesuai dengan standar pelayanan profesi Farmasi (C3).

1. Pengertian Umum

Serbuk secara umum digambarkan sebagai partikel-partikel halus yang merupakan hasil suatu proses pengecilan ukuran partikel dari suatu bahan kering. Secara kimia fisika, yang dimaksud dengan serbuk adalah partikel bahan padat yang mempunyai ukuran antara 10.000µm. Sedangkan dalam farmasi, umumnya partikel sediaan serbuk berukuran antara 0,1-10µm.

(27)

2. Tujuan Pembuatan Sediaan

Sediaan serbuk dibuat karena memiliki kelebehian dibandingkan bentuk sediaan lainnya. 2.1. Keuntungan serbuk

Sediaan serbuk memiliki beberapa keuntungan yaitu :

- Dapat diberikan campuran obat yang bervariasi sesuai dengan kebutuhan individu. - Dapat diberikan dalam dosis yang tepat sesuai dengan kebutuhan pasien.

- Bentuk sediaan lebih stabil secara kimia dibandingkan bentuk sediaan cair.

- Sediaan serbuk mempunyai ukuran partikel kecil sehingga memberikan disolusi yang lebih cepat dalam cairan tubuh dibandingkan engan sediaan padat lainnya (pil dan tablet).

- Serbuk dengan dosis atau volume besar yang tidak praktis atau sulit diberikan dalam bentuk sediaan lain, dapat lebih mudah ditelan/diminum oleh pasien karena dapat dicampur dengan makanan atau minuman sesuai dengan selera pasien.

2.2. Kerugian serbuk

Selain memiliki kelebihan, sediaan serbuk juga memiliki kekurangan diantaranya : - Kurang nyaman untuk dibawa bepergian dibandingkan sediaan tablet atau kapsul. - Kurang baik untuk bahan obat yang mudah rusak atau terurai dengan adanya kontak

udara.

- Tidak sesuai untuk bahan obat yang mudah rusak atau terurai dalam asam lambung, atau bisa mengiritasi lambung.

- Bahan yang mempunyai rasa pahit, menyebabkan mual atau muntah dan bahan obat yang korosif sullit diatasi bila diberikan dalam bentuk serbuk.

- Diperlukan waktu yang relatif lama untuk peracikannya dibandingkan bentuk sediaan jadi.

3. Karakteristik Serbuk yang Baik

Sediaan serbuk yang baik harus mempunyai karakteristik homogen, kering dan mempunyai derajat kehalusan tertentu.

3.1. Homogen

Yang dimaksud dengan homogen adalah pada setiap bagian campuran serbuk harus mengandung bahan-bahan yang sama dan dalam perbandingan yang sama pula. Homogenitas suatu serbuk dipengaruhi oleh :

a. Ukuran partikel

(28)

sebelum dicampur ukuran partikel masing-masing bahan harus dibuat sama terlebih dahulu.

b. Densitas/berat jenis

Jika suatu bahan ringan dicampur dengan bahan lain yang memiliki densitas/berat jenis yang lebih besar, maka akan dihasilkan campuran yang berlapis-lapis. Partikel bahan yang memiliki berat jenis besar, akan cenderung turun kebawah, dan yang berat jenis kecil akan ada diatas. Untuk mengatasinya, bahan dengan berat jenis besar dimasukkan terlebih dahulu. Untuk skala industri, dapat diatasi dengan mencampur dalam alat Mixing tumbler.

3.2. Kering

Yang dimaksud kering adalah sediaan serbuk tidak boleh menggumpal atau mengandung air, disebabkan oleh adanya bahan yang higroskopis atau air kristal yang keluar karena penggerusan (efflirescent) ataupun campuran bahan yang eutektik serta bahan yang bersifat

deliquescent.

3.3. Mempunyai derajat kehalusan tertentu

Bila sediaan serbuk mempunyai partikel yang sangat halus, maka sediaan akan lebih homogen, disolusi semakin cepat sehingga kadar obat yang tinggi dalam darah dapat dicapai lebih cepat, permukaan serbuk lebih luas dan mempunyai daya adsorpsi yang lebih besar. Hal ini penting untuk sediaan serbuk anti diare dan antidotum.

Untuk mendapatkan sediaan serbuk yang mempunyai derajat kehalusan tertentu, maka bahan-bahan atau sediaan diayak dengan ayakan yang sesuai. Ayakan dalam farmakope ada bermacam-macam jenis seperti yang tercantum dalam farmakope. Jenis pengayak dinyatakan dengan nomor yang menunjukkan jumlah lubang tiap 2,54 cm dihitung searah dengan panjang kawat. Derajat kehalusan serbuk dapat dinyatakan dengan nomor pengayak baik yang dinyatakan dengan satu nomor ataupun dua nomor.

- Jika dinyatakan dengan satu nomor, artinya semua serbuk dapat melalui pengayak dengan nomor tersebut.

(29)

- Jika dinyatakan dengan dua nomor, artinya semua serbuk dapat melewati pengayak dengan nomor terendah, dan tidak lebih dari 40% serbuk dapat melewati pengayak dengan nomor tertinggi.

Misal : pengayak nomor 44/85

4. Macam Sediaan Serbuk 4.1. Serbuk terbagi/Pulveres

Merupakan serbuk yang dibagi dalam bobot yang lebih kurang sama, masing-masing bagian serbuk dibungkus dengan menggunakan bahan pembungkus yang cocok dan digunakan untuk sekali minum.

4.2. Serbuk tidak terbagi/Pulvis

Merupakan serbuk yang diberikan dalam jumlah relatif besar dan digunakan untuk

multiple dosis/dosis ganda tanpa dibagi-bagi kedalam dosis tunggal.

Pada umumnya pulvis dibuat untuk bahan obat yang relatif aman, sehingga pasien dapat mengukur sendiridalam takaran tertentu, misalnya dengan mengunakan sendok kecil. Pulvis dapat digunakan untuk pemakaian dalam maupun pemakaian luar.

Beberapa sediaan serbuk yang dapat digunakan untuk : - Pemakaian luar : serbuk tabur, serbuk gigi, serbuk hisap

- Pemakaian dalam : serbuk antasida, serbuk efervescent, serbuk antidiare.

5. Formula Umum

Secara umum, sediaan serbuk diformulasikan dalam komposisi : R/ Bahan obat x

Bahan pembantu y m.f.pulv...

5.1. Bahan obat

Bahan obat yang digunakan dapat berupa : - Bahan padat, misalnya parasetamol, asetosal.

- Bahan setengah padat, misalnya ekstrak kental, adeps lanae. - Bahan cair, misalnya ekstrak cair.

(30)

Bahan pembantu/tambahan umumnya digunakan untuk menambah bobot sediaan atau juga untuk memperbaiki rasa. Bahan pembantu yang dapat digunakan diantaranya glukosa, saccharum lactis (untuk pemakaian dalam) atau bahan lainnya yang bersifat inert (misalnya talk untuk pemakaian luar).

6. Cara Pembuatan

Tahapan pembuatan sediaan serbuk terdiri dari : - Memperkecil ukuran partikel bahan

- Mencampur bahan-bahan - Membagi serbuk

- Membungkus serbuk

6.1. Memperkecil ukuran partikel bahan

Untuk memperoleh sediaan yang homogen, maka sebelum bahan dicampur harus dihaluskan/diperkecil ukuran partikelnya terlebuh dahulu. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan cara penggerusan, penggilingan atau dengan bantuan pelarut organik yang mudah menguap.

a.Cara penggerusan/trituration

Merupakan cara pengecilan ukuran partikel dengan cara menggerus bahan tersebut dalam mortir dengan bantuan stamper. Dengan penekanan dan pengadukan, akan dihasilkan proses pengecilan ukuran partikel sekaligus pencampuran menjadi sediaan yang homogen.

b.Cara penggilingan/levigation

Merupakan cara pengecilan ukuran partikel suatu bahan dengan pertolongan bahan kedua yang tidak mudah dipisahkan setelah proses berakhir. Bahan yang umum digunakan adalah pelarut organik yang tidak mudah menguap dan tidak melarutkan bahan tersebut. Misalnya minyak mineral, gliserin, parafin liquid.

Hal ini jarang dilakukan untuk pembuatan serbuk, umumnya dilakukan dalam pembuatan salep atau suspensi.

c. Cara pulverization by intervention

(31)

Cara penghalusan : bahan ditambahkan pelarut organik sambil digerus sampai tepat larut, kemudian ditambahkan bahan inert misalnya sacharum lactis, talk, atau amilum, dan digerus sampai kering dan homogen.

6.2. Mencampur bahan-bahan

Bahan yang sudah dalam keadaan halus kemudiaan dicampur satu per satu. Pencampuran dapat dilakukan dengan beberapa cara tergantung dari sifat bahan dan jumlahnya.

a.Cara spatulasi

Cara ini digunakan untuk mencampur bahan yang dalam proses pencampurannya tidak boleh ada penekanan, bahan dalam jumlah kecil, ukuran partikel dan berat jenis hampir sama, serta bahan tidak berkhasiat keras karena homogenitasnya kurang terjamin. Pencampuran dilakukan dengan menggunakan spatel/sudip di atas kertas atau papan pil. b.Cara penggerusan

Cara ini dilakukan dengan mencampur bahan dan digerus dalam mortir untuk mendapatkan ukuran partikel yang kecil dan campuran yang homogen. Bahan obat dicampur satu per satu, sedikit demi sedikit (dalam jumlah sama banyak) dan dimulai dari bahan obat yang jumlahnya sedikit, yang dikenal dengan metode pengenceran geometris (geometric dilution)

c. Cara pengayakan

Cara ini digunakan untuk bahan yang ringan dan mudah mengalir, dilakukan dengan meletakkan bahan obat diatas pengayak, kemudian diayak.

d.Cara penggulingan/tumbling

Cara ini digunakan untuk mencampur bahan serbuk yang sangat ringan, pencampuran serbuk yang tidak dikehendaki adanya penekanan, atau pencampuran serbuk-serbuk dengan perbedaan bobot jenis yang besar. Dalam hal ini tidak terjadi pengecilan ukuran partikel yang berarti. Cara ini dilakukan dengan mengguling-gulingkan serbuk/bahan-bahan yang akan dicampur dalam satu wadah yang bermulut lebar dan tertutup rapat.

6.3. Membagi serbuk

Bila dalam resep dikehendaki sediaan dalam dosis yang sudah terbagi-bagi (pulveres), maka setelah seluruh bahan dicampur, sediaan dibagi sesuai dengan jumlah yang diminta. Pembagian serbuk dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu cara penimbangan, blocking and dividing, visual dan cara mengukur dengan menggunakan alat pengukur.

(32)

Merupakan cara yang paling tepat dan akurat, karena serbuk dibagi dengan cara menimbang satu per satu. Cara ini memiliki kesulitan karena selama pencampuran ada kemungkinan kehilangan bahan sehingga bobot keseluruhan serbuk berkurang, maka bila ditimbang satu per satu, bagian yang terakhir bobotnya akan berkurang. Oleh karena itu untuk mengatasinya, setelah semua bahan dicampur homogen keseluruhan serbuk ditimbang lagi, baru ditimbang satu per satu.

b. Cara blocking and dividing

Campuran yang telah homogen dicetakkan pada papan/kertas yang bersih, diratakan dan dibentuk menjadi segi empat panjang, kemudian dibagi dalam bagian yang sama dengan menggunakan spatel sesuai dengan jumlah yang ditulis dalam resep. Masing-masing bagian dipindahkan secara hati-hati ke kertas dengan pertolongan spatula. Cara ini tidak tepat/tidak teliti.

c. Cara visual

Dengan cara ini, campuran serbuk dibagi langsung pada masing-masing kertas pembungkus dalam bagian yang sama. Untuk memudahkan pengamatan, masing-masing bagian dibentuk kerucut dengan diameter dan tinggi yang sama. Cara ini sangat praktis dan sering dilakukan. Untuk menjamin keseragaman pembagian, dalam sekali pembagian maksimal sebanyak 10-20 bagian. Bila pembagian lebih dari 20 bungkus, maka serbuk dibagi dua terlebih dahulu dengan cara penimbangan, kemudian masing-masing dibagi secara visualmenjadi maksimal 10-20 bagian.

Gambar 1. Cara membagi serbuk dengan cara visual

d. Cara mengukur dengan alat pengukur

Dengan cara ini, campuran serbuk dibagi dengan menakar satu dosis menggunakan alat pengukur antara lain sendok atau gelas pengukur. Cara ini kurang teliti karena bervariasinya alat pengukur yang ada dan kurang telitinya si pengukur.

(33)

6.4. Membungkus serbuk

Beberapa bahan dapat digunakan untuk membungkus serbuk dalam dunia farmasi. Bahan yang umum digunakan adalah kertas perkamen. Selain itu juga dapat digunakan kertas lilin atau kertas perak. Bahan pembungkus harus mempunyai sifat mudah dilipat dan tidak menyerap air.

Gambar 2. Cara melipat kertas untuk membungkus serbuk

7. Wadah

(34)

8. Pembuatan Sediaan dengan Bahan Bersifat Khusus 8.1. Bahan obat padat

a. Obat berkhasiat keras dalam jumlah kecil

Bahan obat yang jumlahnya kurang dari 50 mg, dapat disiapkan dengan cara pengenceran. Jika bahan obat dan bahan pengencer mempunyai warna yang sama-sama putih, untuk melihat homogenitasnya dapat ditambahkan sedikit zat warna. Untuk mencegah bahan obat masuk kedalam pori-pori dinding mortir, maka digunakan mortir yang mempunyai permukaan halus.

b. Bahan higroskopis dan deliquescent

Bahan dengan sifat ini dapat menjadi lengket atau menjadi pasta jika dibiarkan kontak dengan udara terbuka. Untuk mengatasi hal tersebut, bahan yang bersifat higroskopis dapat diatasi dengan cara :

- Digerus dalam mortir hangat

- Ditambahkan bahan inert sebagai adsorbent misalnya MgO, MgCO3 - Dibungkus dengan baik dan rapat

Untuk bahan yang bersifat deliquescent, sebaiknya tidak dibuat dalam bentuk sediaan serbuk.

c. Bahan eflorescent

Bahan ini mengandung air kristal dalam jumlah besar, bila digerus akan mengeluarkan air kristalnya sehingga serbuk menjadi lembab. Untuk mengatasinya, dalam pembuatan sediaan serbuk dilakukan dengan cara :

- Diganti dengan bentuk anhidrat/kering dalam jumlah yang sesuai - Dipanaskan pada suhu tertentu sampai berat konstan

d. Terbentuk campuran eutektik

Bahan-bahan tertentu, apabila dicampur pada suhu kamar dengan perbandingan tertentu dapat menjadi basah. Misalnya campuran mentol dan kamfer dengan perbandingan 53-74% mentol. Untuk mengatasi permasalahan ini dapat dilakukan cara :

- Ditambah adsorbent, masing-masing bahan ditambahkan bahan inert (misalnya MgO, amilum dll), kemudian baru kedua bahan dicampur.

- Diberikan dalam sediaan yang terpisah, tetapi diberikan keterangan bahwa keduanya harus digunakan bersama-sama.

(35)

beberapa hal menguntungkan karena tidak perlu ditambahkan pelarut organik untuk menghaluskan seperti pada cara penghalusan dengan pulverization by intervention.

e. Bahan obat dalam bentuk tablet

Pembuatan sediaan serbuk yang salah satu bahannya dalam bentuk tablet dapat dilakukan dengan menggerus terlebih dahulu tabletnya, kemudian dicampur dengan bahan lainnya. Bila diperlukan tablet dalam jumlah pecahan, misalnya 4,5 tablet, maka ditimbang 5 buah tablet kemudian digerus. Untuk mengambil 4,5 tablet, timbang 4,5/5 bagian atau 0,9 bagian.

f. Bahan obat dalam bentuk kapsul

Pembuatan sediaan serbuk yang salah satu bahannya berbentuk kapsul dapat dilakukan dengan mengeluarkan isi kapsul, kemudian digerus hingga homogen baru dicampur dengan bahan lainnya. Bila diperlukan kapsul dalam jumlah pecahan, misalnya 4,5 kapsul, maka ambil 5 buah kapsul kemudian keluarkan isinya. Setelah diketahui bobot seluruhnya, serbuk digerus hingga homogen. Untuk mengambil 4,5 kapsul, timbang 4,5/5 bagian atau 0,9 bagian.

8.2. Bahan obat setengah padat a. Ektrak kental

Pembuatan sediaan serbuk dengan bahan obat ini dapat dilakukan dengan cara : bahan obat dalam mortir hangat dilarutkan dengan pelarut yang sesuai, kemudian ditambahkan pengering yang inert, kemudian digerus hingga kering dan homogen. Untuk ekstrak belladon dan hyoscyami, sebagai pelarut dapat digunakan alkohol70%, sedangkan untuk ekstrak cannabis indicae digunakan alkohol 90%. Sebagai pengering dapat digunakan saccharum lactis, amilum dan lainnya.

b. Adeps lanae, vaselin

Pembuatan serbuk dengan bahan ini dapat dilakukan dengan cara :

- Bila bahan dalam jumlah kecil, dapat dilakukan dengan menambahkan pelarut hingga tepat larut kemudian ditambahkan bahan pengering.

- Bila bahan dalam jumlah besar, bahan dilebur diatas penangas air kemudian ditambah bahan pengering yang sesuai.

(36)

Bahan berkhasiat dalam tingtura dapat bersifat tahan pemanasan atau tidak tahan pemanasan.

- Bahan berkhasiat tahan pemanasan

Bila tingtura dalam jumlah kecil, dapat dilakukan dengan menggunakan mortir panas, kemudian ditambahkan bahan pengering yang sesuai. Bila dalam jumlah besar, diuapkan terlebih dahulu diatas penangas air sampai kental, kemudian ditambahkan bahan pengering yang sesuai.

- Bahan berkhasiat tidak tahan pemanasan

Bila bahan berkhasiat dapat diganti dengan komponen-komponennya, maka diambil komponennya saja tanpa bahan cairnya. Misalnya tingtura opii benzoica dan tingtura jodii. Apabila bahan tidak dapat diganti dengan komponennya maka :  Jika dalam jumlah kecil dapat langsung ditambahkan.

 Jika dalam jumlah besar, diuapkan pada suhu serendah mungkin sampai kental, kemudian ditambahkan bahan pengering yang sesuai.

 Misalnya : tingtura opii crocata dan tingtura valerianae. b. Ekstrak cair

Pembuatan serbuk dengan bahan ini dilakukan sama seperti pada tingtura. Juka diketahui bobot sisa keringnya, maka bahan dapat diganti dengan ekstrak/bentuk keringnya.

c. Bahan cair non alkoholis

Pembuatan sediaan serbuk dengan bahan ini dapat dilakukan dengan : - Jika bahan dalam jumlah kecil maka dapat langsung ditambahkan.

- Jika bahan dalam jumlah basar, bahan diuapkan terlebih dulu diatas penangas air sampai sepertiganya, kemudian ditambahkan pengering yang sesuai.

9. Macam Bentuk Sediaan Serbuk Tidak Terbagi (Pulvis) 9.1. Serbuk tabur/pulvis adspersorius

Menurut Farmakope Indonesia IV, yang dimaksud serbuk tabur adalah serbuk ringan untuk penggunaan topikal. Serbuk tabur tidak boleh digunakan pada luka terbuka. Sediaan ini harus memenuhi persyaratan khusus sesuai dengan pemakaiannya yaitu :

- Homogen dan bebas dari sifat fisika yang dapat menyebabkan rangsangan/iritasi. - Mudah mengalir, dapat tersebar merata dan dapat melekat pada kulit.

(37)

bahan dicampur, serbuk diayak dengan pengayak nomor 44. sedangkan serbuk tabuir tanpa lemak, diayak dengan pengayak nomor 60.

Contoh sediaan serbuk tabur :

- Pulvis acidi salicylici cum talco - Bedak purol

9.2. Serbuk Efervescent

Serbuk efervescent adalah sediaan padat berbentuk serbuk yang digunakan untuk pemakaian dalam, terdiri dari campuran asam dan basa. Sebelum diminum, serbuk dilarutkan dulu dalam air. Pada saat dilarutkan dalam air, terjadi reaksi antara asam dan basa yang dikandungnya, sehingga melepaskan gas CO2 sebagai hasil reaksinya. Asam yang dapat digunakan diantaranya asam tartrat dan asam sitrat, sedangkan basanya adalah natrium bikarbonat.

Sediaan serbuk efervescent memiliki keuntungan :

- Larutan menghasilkan gas CO2 sehingga dapat menutupi rasa pahit/tidak enak.

- Adanya gas CO2 dapat mempercepat penyerapan, merangsang aliran asam lambung, juga berkhasiat sebagai karminatif.

- Dalam bentuk serbuk (kering) relatif lebih stabil dibandingkan dengan bentuk sediaan potio efervescent (cair).

- Adanya gas CO2 dapat menimbulkan efek menyegarkan.

Serbuk efervescent akan bereaksi dengan cepat jika ada air. Untuk mengurangi kecepatan reaksi karena kontak dengan udara, sediaan lebih baik dibuat dalam bentuk granul. Kecepatan reaksi tergantung dari ukuran partikelnya. Oleh karena itu, ukuran partikel granul yang lebih besar dari serbuk akan menjadikan sediaan lebih stabil. Bahan yang digunakan untuk pembuatan sediaan ini harus sekering mungkin. Jumlah asam maupun basa yang digunakan juga harus dalam perbandingan yang ekivalen. Umumnya, untuk menambah rasa, jumlah asam dilebihkan sedikit. Perbandingan masing-masing bahan sangat bervariasi tergantung sedian yang dikehendaki. Umumnya formula yang digunakan adalah :

Asam sitrat 19% Asam tartrat 28% Na bicarbonat 53%

(38)

selama penyimpanan. Untuk mengatasi hal ini, maka gula dapat diganti dengan sakarin atau pemanis lainnya.

Pembuatan sediaan ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu : - Cara kering

Serbuk dikeringkan dan dihaluskan kecuali asam sitrat. Kemudian dicampur dengan asam sitrat dan dipanaskan 100oC dalam oven. Asam sitrat akan melepaskan air kristalnya sehingga serbuk menjadi lembab serta membentuk massa seperti pasta. Massa digranulasi melalui pengayak nomor 6, kemudian dikeringkan pada suhu 50oC. Setelah kering, granul dilewatkan kembali pada pengayak nomor 6.

- Cara basah

Sebagai pembasah dapat digunakan alkohol 95%. Semua serbuk dicampur kemudian ditambahkan alkohol 95% sedikitdemi sedihit hingga terbentuk massa granul. Massa digranulasi melalui pengayak nomor 6, kemudian dikeringkan pada suhu 50oC. Setelah kering, granul dilewatkan kembali pada pengayak nomor 6.

Serbuk efervescent harus dimasukkan dalam wadah yang tertutup rapat dan terlindung dari uap air, karena kelembaban udara yang terserap dapat menyebabkan timbulnya reaksi kimia sebelum waktunya, sehingga ketika serbuk digunakan tidak akan menimbulkan reaksi yang diinginkan. Pada umumnya digunakan wadah botol mulut lebar sehingga sendok dapat masuk. Dewasa ini sudah digunakan kemasan sachet untuk takaran sekali minum.

10.Soal Latihan

Uraikan pembuatan resep dibawah ini, sertakan pula perhitungan bobot bahan obatnya. a. R/ Salicyl talk 2% 100

m.f.d.s.pulvis adspersorius

b. R/ Menthol 7 Camphor 3 Zinc. Oxyd. 10 Calamin 10 Talk ad 100 m.f. pulvis

(39)

Coffein 0,050 Teophylin 0,100 m.f.l.a.pulv.dtd.No. XV. d. R/ Tinct. Opii Benzoica 1

Sacch. Lactis q.s. m.f.pulv.dtd No. X.

BAB V

PERACIKAN SEDIAAN KAPSUL

Tujuan instruksional umum : setelah selesai membahas dan mendiskusikan pokok bahasan ini, mahasiswa semester II jurusan Farmasi FMIPA UNUD dapat menerapkan cara pembuatan sediaan kapsul sesuai dengan standar pelayanan profesi Farmasi (C3).

Tujuan instruksional khusus:

1. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian, persyaratan serta tujuan pemberian sediaan kapsul (C2).

2. Mahasiswa dapat menjelaskan berbagai macam sedian kapsul (C2).

3. Mahasiswa dapat menjelaskan cara pembuatan sediaan kapsul yang baik (C2). 4. Mahasiswa dapat menerapkan cara pembuatan sediaan kapsul sesuai dengan

standar pelayanan profesi Farmasi (C3).

1. Batasan, Persyaratan dan Macam Sediaan Batasan

Menurut Farmakope Indonesia edisi IV tahun 1995, kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin, tetapi dapat juga terbuat dari pati dan bahan lain yang sesuai.

(40)

Gambar 2. Kapsul keras.

Persyaratan

Farmakope Indonesia edisi IV tahun 1995 mempersyaratkan sediaan kapsul harus memenuhi kriteria :

a. Keseragaman sediaan

Keseragaman sediaan dapat ditentukan dengan menggunakan salah satu dari dua metode berikut ini :

- Keseragaman bobot  Kapsul keras

Prosedur pengujian lihat di FI ed. IV  Kapsul lunak

Prosedur pengujian lihat di FI ed. IV - Keseragaman kandungan

Prosedur pengujian lihat di FI ed. IV b. Disolusi

Persyaratan disolusi tidak berlaku untuk kapsul gelatin lunak kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi. Jenis dan alat yang digunakan untuk pengujian sesuai dengan yang tertera dalam masing-masing monografi.

Lihat contoh disolusi kapsul amoxicillin

Macam sediaan kapsul

Sediaan kapsul dapat digolongkan berdasarkan berbagai aspek, karena cangkang kapsul yang diproduksi saat ini sangat beragam. Penggolongan tersebut dapat berdasarkan konsistensi cangkang kapsul, cara pemakaian, ukuran dan kapasitas cangkang kapsul, serta bentuknya.

a. Berdasarkan konsistensi cangkang kapsul

Gambar

Gambar 1. Cara membagi serbuk dengan cara visual
Gambar 2. Cara melipat kertas untuk membungkus serbuk
Gambar 2. Kapsul keras.
Tabel 2. Kapasitas rata-rata kapsul gelatin keras (dalam ml)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kecepatan udara dapat dalam meter/detik atau kaki/detik,lebih mudah perhitungan menggunakan satuan meter per detik, karena pengukuran luas grill HVAC dan volume ruangan

Jika semua puncak dalam spektrum IR, termasuk yang di wilayah keempat, adalah identik dengan puncak spektrum lain, maka Anda dapat yakin bahwa dua senyawa adalah identik. Tabel

Vial adalah salah satu wadah dari bentuk sediaan steril yang umumnya digunakan pada dosis ganda dan memiliki kapasitas atau volume 0,5-100 ml. Vial dapat berupa takaran tunggal

Vial adalah salah satu wadah dari bentuk sediaan steril yang umumnya digunakan pada dosis ganda dan memiliki kapasitas atau volume 0,5-100 ml. Vial

Kepatuhan yang buruk dapat terjadi jika pasien diberikan dosis yang kemungkinan besar tidak berhubungan dengan konsentrasi rendah yang diukur atau jika pengukuran sebelumnya menyarankan

Manfaat Praktis 1 Bagi RSUD Ulin Banjarmasin Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi atau masukan tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan efikasi diri pasien DM di