STRATEGI MEMBELAJARKAN SISTEM KALENDER ISLAM MELALUI PEMBELAJARAN IPA
B. Strategi Pembelajaran
Setelah memahami konsep-konsep dasar astronomi dan ilmu falak, peserta didik melakukan praktik pengamatan fase-fase bulan, melakukan simulasi menggunakan komputer, dan membuat prediksi penanggalan Islam di tahun-tahun ke depan.
Agar data pengukuran ketinggian bulan terkuantisasi, maka dibutuhkan alat ukur. Kegiatan pembelajaran yang pertama adalah membuat sextant sederhana sebagai alat ukur ketinggian.
1. Membuat Sextant Sederhana
Sextant adalah sebuah alat yang digunakan untuk mengukur sudut antara dua garis yang ditarik
dari dua titik dari seorang pengamat. Alat ini biasanya digunakan sebagai instrumen navigasi di laut untuk mengukur ketinggian benda-benda langit di atas cakrawala agar dapat menentukan posisi kapal (solarscience.msfc. nasa.gov).
Dengan memahami prinsip kerja sextant, replika sextant dapat dibuat dengan bahan-bahan yang murah. Sextant yang sederhana ini dapat bekerja dengan memanfaatkan posisi setimbang dari sebuah beban yang digantung vertikal.
Langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut.
a. Menyiapkan alat dan bahan, yaitu sedotan, tali, pemberat, busur derajat dari kertas (0-90o), dan tape perekat.
b. Merangkai alat dan bahan menjadi seperti Gambar 9 (a).
c. Sextant telah siap untuk digunakan. Bulan dilihat dari lubang sedotan. Sudut pada kertas busur yang segaris dengan gantungan beban ditandai menggunakan pensil. Nilai ini menunjukkan altitude/ketinggian (Gambar 9 (b)).
(a) (b)
Gambar 7 (a) Sextant Sederhana, dan (b) Cara Menggunakan Sextant
2. Pengamatan terhadap fase-fase bulan
Kegiatan ini dimulai dengan mentadabburi QS. Ya Sin ayat 38-41 dan QS. Al Baqarah ayat 189 sebagai panduan. Pertanyaan awal yang dimunculkan di benak peserta didik adalah
“Mengapa bulan beruba-ubah bentuknya dari hari ke hari”? Hal ini sebagaimana menurut Siddiq (2010), sebab turunnya QS. Al Baqarah ayat 189 ialah karena para sahabat Rasulullah mengungkapkan pertanyaan yang serupa karena terbiasa mengamati bulan secara konsisten.
Pertanyaan mereka (sahabat Rasul saw) adalah:
“Mengapa bulan berubah-ubah bentuknya. Mula- mula tipis seperti sabit, kemudian berangsur-angsur bertambah besar, sehingga mencapai purnama (full moon) bersinar terang. Kemudian berangsur- angsur mengecil dan menipis kembali, lalu menghilang, tidak tampak selama 1–2 malam, (yaitu di saat konjungsi, ijtima’)?”. Katakanlah (Wahai Muhammad saw) bahwa ”bulan-sabit (hilal) itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia”.
Tanda-tanda waktu dari gerakan bulan akan terumuskan setelah diketahui pola hariannya.
Pengukuran ketinggian dan fase-fase bulan mensyaratkan pengetahuan tentang koordinat horizon. Di sini variabel azimuth diabaikan karena selain untuk memudahkan praktikum, azimuth yang dibutuhkan hanya timur dan barat. Arah timur
63 menunjukkan posisi terbit dan arah barat menunjukkan posisi terbenam.
Pengamatan terhadap bulan akan sangat efektif bila dilakukan setiap hari pada salah satu bulan Hijriyah. Namun, karena diharapkan dapat melatih kemampuan memprediksi dan membuat pola, pengamatan dilakukan dengan mengambil sampel 5 hari di awal bulan, 5 hari di pertengahan bulan, dan 5 hari di akhir bulan. Jam pengamatan dipilih secara konsisten pada saat sesudah matahari terbenam dan sebelum matahari terbit, misal pukul 19.00 dan 05.00. Acuan hari/tanggal Hijriyah dapat melihat kalender yang sudah ada.
Berikut ini contoh simulasi pengamatan pada bulan Ramadhan 1437 H dengan lokasi di Jember Jawa Timur.
Tabel 2 Ketinggian dan Kenampakan Bulan pada Ramadhan 1437 H
Tanggal Pukul 19.00 Pukul 05.00 Kenam pakan Arah Alt(o) Arah Alt(o)
1 - - - -
2 - - - -
3 Barat 20 - -
4 Barat 35 - -
5 Barat 45 - -
13 Timur 45 - -
14 Timur 35 - -
15 Timur 20 - -
16 Timur 10 Barat 15
17 - - Barat 25
25 Timur 50
26 - - Timur 35
27 - - Timur 25
28 - - - - -
29 - - - - -
- tidak tampak
Hal yang terpenting adalah bagaimana merangsang pertanyaan kritis agar peserta didik mampu menganalisis data di atas. Terlihat bahwa pada awal tanggal, saat matahari terbenam bulan tampak seperti sabit di sebelah barat. Ketika hari berganti, ketinggian bulan pun naik dan kenampakannya bertambah penuh. Menjelang pertengahan tanggal, saat matahari terbenam bulan berada di sebelah timur dengan rona menyempurna.
Setelah melewati pertengahan bulan, bulan terbit semakin terlambat ketika matahari terbenam.
Menjelang akhir bulan saat matahari akan terbit,
bulan berada di sebelah timur dengan ketinggian yang menurun di tiap harinya (Purwanto, 2010).
Contoh pertanyaan kritis yang mengacu pada Gambar 10 yang dapat juga dijadikan asesmen terakhir:
a. Jika bulan terlihat seperti Gambar 10(a), di mana posisi matahari? Kunci jawabannya ada pada bagian bulan yang terang.
b. Jika bulan terlihat seperti Gambar 10(b) di sebelah timur ketika subuh, kira-kira tanggal berapa Hijriyah? Jawabannya tidak mungkin selain pilihan 10 hari terakhir.
c. Hasil pengamatan kenampakan bulan menunjukkan bahwa bagian bulan yang gelap selalu bertolak belakang dengan sumber cahaya (matahari). Posisi bulan sabit akan terlihat di bawah, bisa miring ke kiri atau ke kanan, tetapi tidak pernah di atas seperti Gambar 10(c).
Mengapa?
Gambar 8 Kenampakan bulan yang mungkin (a) dan (b), dan yang tidak mungkin (c) (Purwanto, 2015:392)
Berikut ini adalah pola harian posisi bulan yang dibangun melalui kegiatan observasi ini.
Angka di dalam lingkaran menunjukkan tanggal.
Gambar 9 Pola harian posisi bulan (a) setelah matahari terbenam (pukul 19.00) dan (b) sebelum matahari terbit (pukul 05.00)
Pola yang terbangun harus menyimpulkan bahwa hilal penanda bulan baru diamati di arah barat pada tanggal 29. Selanjutnya bagaimana ilmu hisab memperhitungkan keadaan bulan sehingga muncul perbedaan kriteria. Salah satu kriteria yang berlaku adalah Wujudul Hilal yang mensyaratkan bulan baru dimulai sejak konjungsi/ijtimak terjadi sebelum matahari terbenam. Konsep tentang konjungsi dapat diilustrasikan dengan jelas dengan menggunakan software The Nebraska Astronomy Applet Project (NAAP).
(a) (b) (c)
(a) (b)
Simulasi Menggunakan The Nebraska Astronomy Applet Project (NAAP) 1
Software NAAP dapat menampilkan simulasi konjungsi secara interaktif. Pada bagian Lunar Phase Simulator disediakan diagram bumi, bulan, dan arah datangnya sumber cahaya. Input yang bisa diubah adalah posisi bulan tiap tanggal dan waktu pengamatan (pagi-malam). Sudut elongasi merupakan output.
Pada bagian Lunar Phase, ditampilkan kenampakan bulan yang berubah tiap tanggal sekaligus persentase tersinarinya (illumination).
Pada bagian Horizon Diagram, pengamat bisa melihat kedudukan matahari dan bulan dari terbit hingga terbenamnya. Konjungsi terjadi ketika matahari tepat ‘mengejar’ bulan.
Berikut ini ditampilkan snapshot dari aplikasi NAAP pada saat matahari terbenam setelah terjadi konjungsi. Rona bulan yang tipis di bagian Lunar Phase adalah tampilan dari hilal.
Kedudukan pengamat di bumi, bulan, dan arah sinar matahari
Kenampakan hilal 8 jam setelah konjungsi, iluminasi hanya 0,2%
.
Posisi hilal menurut pengamat saat matahari terbenam.
Gambar 10 Hilal dalam aplikasi NAAP
Gambar di atas menunjukkan bulan baru telah dimulai saat arah sinar, bulan, dan bumi segaris.
Pada saat matahari terbenam, bulan telah berumur sekitar 8 jam dan hanya tersinari sekitar 0,2 %. Bulan terbenam setelah matahari dalam selang waktu yang cukup pendek, sehingga posisi bulan sangat rendah.
Ilustrasi ini menurut wujudul hilal dikatakan bahwa bulan telah wujud (ada) sehingga di pada malam harinya dimulai tanggal satu. Bagi penganut rukyat bulan sangat sulit/tidak terlihat karena tertutupi cahaya matahari dan cahaya senja sehingga umur bulan digenapkan 30 hari.
1 The Nebraska Astronomy Applet Project (NAAP) atau Astro UNL adalah sebuah situs yang dikelola oleh University of Nebraska–Lincoln (UNL) dari Amerika Serikat yang menyediakan laboratorium online berisi animasi dan simulasi berbentuk flash untuk pembelajaran astronomi. Topik-topiknya antara lain tata surya, musim, fase-fase bulan, sistem koordinat, cahaya, diagram bintang, serta banyak tambahan lainnya.
Konten situs juga dilengkapi dengan bahan belajar (student guide) yang dilengkapi dengan pretes dan postes yang interaktif.
Meskipun website ini harus dibuka secara online di laman http://astro.unl.edu/, Namun UNL menyediakan replika web yang dapat diunduh secara cuma-cuma sehingga bisa dioperasikan secara offline.
NAAP belum dapat menggambarkan kondisi langit secara tepat pada lokasi dan waktu yang berbeda. Software yang dapat melengkapi NAAP sebagai bahan belajar adalah Stellarium.
Simulasi dan Prediksi Menggunakan Stellarium2 Software Stellarium dapat digunakan untuk memprediksi awal bulan dalam sistem kalender Islam. Namun para ahli hisab tidak menggunakannya karena alasan akurasi.
Di sini Stellarium hanya digunakan sebagai media simulasi. Pada makalah ini penulis menggunakan Stellarium versi 0.12.2.
Stellarium digunakan untuk menjelaskan perbedaan penanggalan Hijriyah berbasis kriteria ketinggian dan sudut elongasi. Pertama ditentukan dua momen ibadah tahunan yang sudah terlewati dengan ketentuan yang satu seragam dan yang satu terjadi perbedaan. Misalnya awal puasa 2011 M / 1432 H dan awal 2012 M / 1433 H. Peserta didik membayangkan sedang melakukan rukyat pada tanggal 29 Ramadhan sebelum matahari terbenam.
Langkah-langkah yang dilakukan antara lain sebagai berikut.
Gambar 11 Software Stellarium dengan tampilan menu-menu yang penting a. Menentukan lokasi dan waktu. Lokasi yang
dipilih adalah Surabaya. Waktu yang dipilih adalah 31 Juli 2011 (29 Sya’ban 1432 H) dan 19 Juli 2012 (29 Sya’ban 1433) pada pukul 17.00.
b. Memunculkan Grid Azimuthal untuk mengukur altitude, menghilangkan Tanah (Ground) dan Atmosphere.
c. Pada menu pencarian dimasukkan Bulan (Moon). Bulan akan tampak di sebelah barat berdekatan dengan matahari. Mempecepat waktu secara perlahan hingga matahari terbenam / mencapai horizon (ketinggian 0o).
d. Menganalisis altitude dan sudut elongasi bulan.
2 Stellarium adalah sebuah software planetarium virtual yang diproduksi oleh Free Software Foundation, Inc. sejak tahun 2002 dan disebarkan secara cuma-cuma. Piranti ini mampu menghitung posisi matahari dan bulan, planet dan bintang, dan menggambarkan langit dengan berbagai konstelasi dan fenomena astronomi yang tampak oleh pengamat secara tiga dimensi pada lokasi dan waktu tertentu (realtime). Stellarium dapat digunakan sebagai media pembelajaran astronomi untuk pemula atau untuk merencanakan pengamatan. Stellarium dapat diunduh di http://www.stellarium.org/
65 Gambar 12 Keadaan bulan saat rukyat tanggal
31 Juli 2011
Gambar 13 Keadaan bulan saat rukyat tanggal 19 Juli 2012
Pada tanggal 31 Juli 2011, ketinggian bulan saat matahari terbenam sebesar 6o52’44” dan sudut elongasi 8o51’29”. Nilai ini telah memenuhi kriteria WH dan IR. Berdasarkan hasil ini, Muhammadiyah dan NU sepakat memulai awal puasa keesokan harinya.
Pada tanggal 19 Juli 2012, ketinggan bulan saat matahari terbenam sebesar 1o27’40” dan sudut elongasi 4o45’26”. Nilai ini telah memenui kriteria WH tetapi masih di bawah kriteria IR. Dengan demikian, Muhammadiyah memulai puasa keesokan harinya, sementara NU sehari setelahnya.
Dengan cara yang sama peserta didik akan memprediksi kemungkinan terjadinya perbedaan hari raya di tahun-tahun mendatang jika masih menggunakan kriteria yang sama. Acuan yang digunakan adalah pernyataan Maskufa (2012) di bagian awal bahwa sampai pada tahun 2021 tidak ada perbedaan hari raya antara NU dan Muhammadiyah. Peserta didik menguji pernyataan ini menggunakan Stellarium hingga tahun 2022, sekaligus mencari tahu adakah perbedaan bila dibandingkan dengan kriteria Turki (KT) yang baru.
Langkah pertama yang dilakukan adalah membuat konversi tanggal dari kalender Hijriyah ke
3 Digital Falak merupakan aplikasi Android yang berisi informasi jam istiwak, waktu sholat dan kalender hijriyah dan lain-lain.
Digital Falak dikembangkan oleh Ustadz Tolhah Ma'ruf, guru
kalender Masehi. Tanggal yang dicari adalah 29 Sya’ban, 29 Ramadhan, dan 20 Dzulqa’dah 1438- 1443. Piranti yang digunakan adalah Digital Falak3 yang diunduh dari Play Store menggunakan Smartphone. Stellarium memperoleh data sebagai berikut.
Tabel 1 Data Altitude dan Elongasi Bulan Pada Momen Hari Raya tahun 2017-2022
Thn Rukyat Tanggal
Masehi Alt Elongasi
2017
29 Sya’ban
1438 26 Mei 2017 8o04’ 8o56’
29 Ramadhan
1438 24 Juni 2017 3o28’ 5o09’
29 Dzulqa’dah
1438
22 Agustus ‘17 7o11’ 7o45’
2018
29 Sya’ban
1439 15 Mei 2018 -
0o30’ 4o50’
29 Ramadhan
1439 14 Juni 2018 7o18’ 8o02’
29 Dzulqa’dah
1439
11 Agustus ‘18 -
0o49’ 1o14’
2019
29 Sya’ban
1440 5 Mei 2019 5o44’ 6o20’
29 Ramadhan
1440 3 Juni 2019 -
0o22’ 2o51’
29 Dzulqa’dah
1440
1 Agustus
2019 3o09’ 3o52’
2020
29 Sya’ban
1441 23 April 2020 3o49’ 4o37’
29 Ramadhan
1441 22 Mei 2020 -
3o51’ 4o57’
29 Dzulqa’dah
1441
21 Juli 2020 7o54’ 8o41’
2021
29 Sya’ban
1442 12 April 2021 3o40’ 4o17’
29 Ramadhan
1442 11 Mei 2021 -
4o08’ 5o04’
29 Dzulqa’dah
1442
10 Juli 2021 2o39’ 4o53’
2022
29 Sya’ban
1443 1 April 2022 2o12’ 3o03’
29 Ramadhan
1443 1 Mei 2022 4o53’ 5o43’
29 Dzulqa’dah
1443
29 Juni 2022 1o54’ 4o40’
Keterangan:
Tidak ada perbedaan antara WH, IR, dan KT.
Di bawah kriteria IR. Muhammadiyah dan NU berbeda.
Di atas kriteria IR tapi dibawah kriteria KT.
Dari data di atas, diketahui bahwa tidak akan terjadi perbedaan waktu ibadah tahunan antara Muhammadiyah dan NU pada tahun 2017 hingga 2021. Setelah itu akan ada perbedaan waktu puasa Arafah dan salat Idul Adha pada Dzulhijjah 1443 (2022). Pertanyaan yang diberikan kepada peserta didik adalah: Bagaimana solusinya agar pelaksanaan ibadah pada momen tersebut bisa seragam? Masing-masing peserta didik diarahkan
Pondok Pesantren Sidogiri, Jatim. Aplikasi ini hanya pilihan, karena tersedia kalender Masehi – Hijriyah tanpa harus menginput.
untuk memberi solusi kritis menyikapi perbedaan ini.
Solusi yang diharapkan pada penelitian ini adalah perlunya menyepakati kriteria tunggal yang dapat diterima oleh semua ormas Islam. Masih ada waktu selama 6 tahun bagi Kementerian Agama dan ormas-ormas Islam di Indonesia untuk melakukan dialog.
Selanjutnya, bagaimana dengan data dengan nilai di atas kriteria IR tetapi di bawah kriteria KT?
Apabila Indonesia memberlakukan kriteria KT, maka Indonesia menyetujui kalender tunggal di seluruh dunia sehingga boleh mengacu pada Imkan Rukyat negara lain di seluruh dunia dengan catatan asalkan di Selandia Baru belum terbit fajar. Jika hasil Imkan Rukyat negara tersebut telah memenuhi kriteria KT, maka Indonesia juga mengikuti hasil tersebut.
DISKUSI
Hasil uji coba memberi respon yang sangat baik. Peserta didik menjadi mengenal konstruksi sistem kalender Islam dan mengetahui penyebab perbedaan hari raya di Indonesia sekaligus mampu membuat prediksi.
Namun penulis memberi beberapa catatan.
Pertama, pengamatan bulan sangat ditentukan oleh faktor cuaca. Kedua, pembelajaran memerlukan sarana yang memadahi (laptop, LCD proyektor).
Keberhasilan pembelajaran juga sangat ditentukan oleh kapasitas peserta didik dalam melakukan analisis. Ketiga, ada beberapa aspek yang sengaja diabaikan oleh penulis untuk membuat penyederhanaan. Di sini penulis membatasi kriteria hanya pada altitude dan sudut elongasi, tanpa memperhitungkan umur bulan dan konsep batas wilayah (mathlak). Hal ini dilakukan karena menyesuaikan dengan kedalaman silabus mata kuliah yang telah disusun dan SK-KD di tingkat SMP agar bisa diaplikasikan oleh calon guru IPA pada peserta didiknya kelak.
PENUTUP Kesimpulan
Pembelajaran IPA di sekolah memiliki peran yang strategis untuk membelajarkan konstruksi sistem kalender bagi peserta didik, mengingat gerakan relatif bumi, bulan, dan matahari yang menjadi pondasinya merupakan cakupan kajian IPA.
Harapannya melalui aktivitas belajar ini, pemahaman akan pentingnya ilmu astronomi bagi terwujudnya persatuan kalender Islam menjadi terbangun.
Pokok-pokok materi yang dirancang untuk membelajarkan sistem kalender Islam antara lain:
konstruksi dasar sistem kalender; penguatan materi standar IPA sesuai SK-KD yakni Gerakan Relatif Bumi, Bulan, dan Matahari; koordinat horizon dan dasar-dasar ilmu falak sebagai materi pengayaan.
Strategi pembelajaran tentang sistem kalender Islam ini terinspirasi dari tadabbur ayat- ayat kauniyah, yakni pengamatan terhadap fase-fase
bulan, simulasi menggunakan software NAAP, dan memprediksi bulan baru menggunakan software Stellarium.
Hasil uji coba memberi respon yang sangat baik. Peserta didik menjadi mengenal konstruksi sistem kalender Islam dan mengetahui penyebab perbedaan hari raya di Indonesia sekaligus mampu membuat prediksi.
Saran
Makalah ini merupakan penelitian pendahuluan pengembangan pendidikan dengan tujuan mendesain materi khusus dan strategi membelajarkan sistem kalender Islam melalui pembelajaran IPA sebagai sarana sosialisasi penyatuan kalender Islam global. Penulis berharap, penelitian ini dapat menjadi inspirasi untuk penelitian ke depan dengan objek siswa SMP sesuai SK-KD yang berlaku pada mata pelajaran IPA.
Penelitian ke depan disarankan mempertimbangkan rekomendasi-rekomendasi dari penelitian ini, yakni berkaitan dengan faktor cuaca, ketersediaan media, kemampuan dasar peserta didik, dan hal-hal yang diabaikan dalam kriteria hisab.
DAFTARRUJUKAN
Anonim. 2015, Juli. Metode Penentuan Awal Bulan Menurut Nahdlatul Ulama. Diambil dari http://aswajanucenterjatim.com/?s=rukyah Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) /Mata Pelajaran IPA Untuk Tingkat SMP/MTs.
Djamaluddin, T. 2015. Mari Bersatu Wujudkan Kalender Islam yang Mapan. Diambil dari https://tdjamaluddin.wordpress.com/2015/0 6/08/ diakses 1 Agustus 2016
-. 2016. Kongres Kesatuan Kalender Hijri Internasional di Turki 2016:
Kalender Tunggal. Diambil dari https://tdjamaluddin.wordpress.com/2016/0 6/02/ diakses 1 Agustus 2016
http://astro.unl.edu/ diakses 1 Agustus 2016 http://bse.kemdikbud.go.id/ diakses 1 Agustus 2016 http://solarscience.msfc.nasa.gov/suntime/sxtnt_tch
r.pdf diakses 1 Agustus 2016
http://www.stellarium.org/ diakses 1 Agustus 2016 https://en.wikipedia.org/wiki/Moon diakses 1
Agustus 2016
https://id.wikipedia.org/wiki/Hisab_dan_rukyat diakses 1 Agustus 2016
Jain, P. 2015. An Introduction to Astronomy and Astrophysics. London: Taylor & Francis Group.
Maskufa & Widiana W. 2012. Titik Kritis Penentuan Awal Puasa dan Hari Raya di Indonesia.
AHKAM, XII(1), 71-80
Noor, T. 2012. Mengapa Muhammadiyah Memakai Sistem Hisab Dalam Penetapan Awal Bulan
Qamariyah? Diambil dari
http://kalsel.muhammadiyah.or.id/index- artikel.html
67 Purwanto, A. 2010. Purnama: Parameter Baru
Penentuan Awal Bulan Qamariyah.
Prosidings Seminar Nasional Hilal 2009, -, 34
-. 2015. Nalar Ayat-Ayat Semesta. Bandung: PT.
Mizan Pustaka
Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas. (n.d). Buram Pengembangan IPA Terpadu Sekolah Menengah Pertama/ Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs).
Raharto, M. 2010. Kalendar Islam: Sebuah Kebutuhan dan Harapan. Prosidings Seminar Nasional Hilal 2009, -, 49-60.
Siddiq, S. 2010. Studi Visibilitas Hilal dalam Periode 10 Tahun Hijriyah Pertama (0622 - 0632 CE) sebagai Kriteria Baru untuk Penetapan Awal Bulan-Bulan Islam Hijriyah.
Prosidings Seminar Nasional Hilal 2009, -, 5.
Smith, B. P. 2010. Instructional Strategies in Family and Consumer Sciences: Implementing the Contextual Teaching and Learning Pedagogical Model. Journal of Family &
Consumer Sciences Education, 28(1), 23-38 Thoyib, M. 2013. Model Integrasi Sains Dan
Agama Dalam Perspektif J.F Haught Dan M.Golshani: Landasan Filosofis Bagi Penguatan PTAI Di Indonesia. Akademika Jurnal Pemikiran Islam. 18(1)
Vitriyanti, V. 2011. Penerapan Ilmu Astronomi Dalam Upaya Unifikasi Kalender Hijriyah di Indonesia. Proceeding Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS), XII, 2125.
-. 2015, Desember. Membangun Peradaban Islam, Melalui Kalender Hijriyah yang Integral, Modern dan Aplikatif. Lentera, IXX, 2, 199- 214.