• Tidak ada hasil yang ditemukan

1308, Biara Mushindo

Dalam dokumen I HANTU LORD KIYORI (Halaman 191-197)

Hingga perubahan besar terjadi dalam hidupnya, hanya Suku, Biarawati Kepala, yang masih menyebutnya Shizuka. Di belakang Biarawati Kepala, semua orang memanggilnya Mata Liar, karena karakreristiknya yang paling menonjol, perubahan cepat dalam arah, kesadaran, dan ekspresi yang membuat matanya terus-menerus bergerak—kecuali ketika menatap pemandangan yang hanya dapat dilihat olehnya tanpa berkedip. Kecenderungannya untuk menjerit tidak sekuat pada masa bayinya, meskipun terkadang, pekikannya yang penuh penderitaan akan bergema ke seluruh biara, tanpa akhir selama berhari-hari. Kehadirannya begitu mengganggu sehingga pengasingan diri di Biara Mushindo hanya dilakukan oleh biarawati-biarawati yang sungguh-sungguh dan penuh pengabdian. Mereka tidak mudah tergoyahkan dalam mencari Jalan Buddha meskipun dukungan Lady Kiyomi dan Lord Bandan berlimpah, membuat kondisi di sana tidak sekeras kebanyakan tempat keagamaan lainnya. Salah satu biarawati, yang mengamati bahwa mata orang yang sedang bermimpi bergerak-gerak seperti itu di balik kelopak yang tertutup, menyatakan pendapat bahwa gadis itu tidak pernah sepenuhnya terjaga atau sepenuhnya tidur. Pada akhirnya, para biarawati lain menyetujui pendapat ini karena dapat menjelaskan mengapa dia seperti melihat hal-hal yang tidak ada di sana ketika matanya terbuka serta tak pernah menunjukkan tanda-tanda ketenangan dan kedamaian ketika mata itu tertutup. Dalam tidurnya, Shizuka sering tersentak, dan berbalik, dan menangis, dan mengucapkan kata-kata yang tak berarti. Bahkan, tampak mustahil bahwa dia lebih damai ketika terjaga, karena ada serangan panjang ketika dia hanya akan berdiri atau duduk atau berbaring diam, matanya menatap, seakan-akan membeku di tempatnya karena apa yang dilihatnya.

Ketika perubahan itu terjadi, datangnya sama sekali tanpa peringatan.

Dua biarawati yang bertanggung jawab untuk membersihkan dan memberi makan Shizuka pada hari itu telah memutuskan untuk menunda pekerjaan mereka. Lolongan bagai serigala, diselingi isakan, menunjukkan kepada mereka bahwa tak ada gunanya tugas itu dikerjakan sekarang. Mereka sedang berdebat apakah sebaiknya meminta izin Biarawati Kepala atau bertindak menurut inisiatif mereka sendiri ketika tangisan itu mendadak berhenti. Mereka biasa mendengar jeritan gila dan memilukan lambat laun menjadi bunyi tersedak dan tercekat, yang kemudian sunyi, seakan-akan terhentikan oleh pencekikan. Tak pernah sebelumnya mereka mendengar lolongannya berhenti begitu tiba-tiba.

"Dia mati," kata yang kedua.

Yang pertama mengangguk. Sejujurnya, bahwa dia bisa bertahan hidup selama ini sepenuh- nya merupakan sesuatu yang tak terduga-tidak pantas untuk menyatakannya sebagai keajaiban dalam kondisi ini. Begitu menyeluruh, mendalam, tak pernah surut, kegilaan yang menguasainya, sehingga membatasi kemampuannya melakukan tugas-tugas dasar, sekalipun dengan bantuan penuh kasih dari para pengikut Jalan Buddha. Apa yang dianggap sebagai tingkat terendah yang bisa diterima dalam nutrisi, istirahat, dan kebersihan sering tidak bisa dipenuhi. Agaknya waktu gadis itu tiba juga pada akhirnya.

Mereka berlomba menuju selnya, mengira akan menemukan tubuhnya tergeletak di lantai. Pada pandangan pertama, mereka melihat apa yang mereka harapkan. Dia duduk lemas di lantai di pojok sel, tanpa bergerak. Dengan menahan napas terhadap bau-bauan, keduanya membuka kunci pintu dan masuk.

"Kita harus memanggil Biarawati Kepala." "Sebaiknya memastikan kondisinya dulu." "Baiklah. Setelah itu, kita urus mayatnya."

Keduanya merangkapkan tangan membeniiik gassho, gerakan Buddhis untuk penghormatan dan penerimaan, kemudian mereka masuk lebih jnuli ke dalam sel.

"Tunggu," kata biarawati pertama.

Dia tidak perlu berbicara. Biarawati kedua telah berhenti. Mereka berdua mengamati hal yang sama Mata gadis itu tidak bergerak-gerak gila sebagaimana biasanya, tetapi tidak juga menunjukkan kekosongan mata orang mati. Matanya bersinar-sinar cemerlang. Dan, tampaknya menatap langsung kepada kedua biarawati itu.

"Menakutkan sekali." "Sesaat aku berpikir—"

"Ya, aku juga berpikir begitu. Tetapi tidak mungkin. Orang mati tidak bisa memandang. Lihat. Ada darah di lantai di sekelilingnya."

"Dia mengalami pendarahan fatal." "Pikiran dan tubuhnya tidak tahan lagi." "Ayo, kita urus."

Keduanya melangkah maju meskipun terasa lebih berat dari sebelumnya. Kemudian, peristiwa lain yang tak terduga terjadi.

Shizuka tersenyum.

Biarawati pertama pasti akan jatuh kalau saja yang kedua, yang tepat berdiri di belakangnya, tidak menangkapnya.

"Panggil Biarawati Kepala," kata biarawati pertama.

Sebelum perubahan

terjadi, suara-suara jeritan di telinga Shizuka begitu keras dan begitu banyak, sampai-sampai dia tidak tahu dirinya menjerit-jerit pula. Kemudian, volume suara-suara mengerikan itu berkurang secara drastis, tetapi menjadi semakin mengganggu dalam kualitas. Dia tidak pernah mendengar bunyi seperti itu sebelumnya. Beberapa saat berselang sebelum dia menyadari bunyi apa itu sebenarnya.

Suaranya sendiri.

Sebelumnya, dia tidak pernah mendengarnya tanpa disertai bunyi-bunyi tak selaras dari suara-suara lain yang mengisi dunia pendengarannya. Ketunggalannya begitu mengejutkannya sehingga dia berhenti menjerit. Pada saat itulah, dia mengalami sesuatu yang bahkan lebih asing.

Kesunyian.

Tak ada suara-suara menjerit, tertawa, menanngis, memohon, memaki, berbicara. Tak ada lagi suara-suara mesin-mesin cepat yang terkadang meraung melintasi selnya, atau kawanan binatang raksasa, atau kerumunan massa berseragam atau berbaju compang-camping, dalam deretan dan barisan, atau dalam kerumunan kacau.

Secara serentak, tidak hanya pendengarannya tetapi setiap indranya memperoleh ketunggalan yang belum pernah dimilikinya. Secara serentak, momen-momen mulai berurutan, terpisah, tanpa sedikit pun tanda-tanda kesekaligusan, berlalu dengan cara teratur, satu demi satu, dari masa lalu ke masa depan, dan tak pernah sebaliknya. Jutaan orang selalu bersamanya: tembus pandang atau substansial dalam penampilan; bahagia, sedih, tak peduli; sadar atau pelupa; muda, tua, kerangka, belum dilahirkan; mat i atau hidup. Teman-teman yang setia itu sekarang menghilang.

Dia sendirian.

Pada mulanya, kejelasan itu, yang begitu tibatiba, begitu asing, hanya menambah kebingung- annya.

Bau memuakkan menguar di udara, apa yang kemudian dia sadari bersumber dari keringatnya, kotorannya, air seninya, dan muntahannya sendiri yang belum dibersihkan. Dia menyadarinya, bukan disebabkan oleh kebusukannya, melainkan oleh keunikannya;

sebelumnya, segala jenis bau-bauan dari pelbagai sumber selalu bercampur aduk, dan dia tidak dapat membedakan satu bau dengan yang lain. Ini dampak yang tak jauh berbeda dengan ke- tiadaan indra penciuman sama sekali.

Setelah telinga dan hidungnya, kini giliran matanya. Seharusnya, matanya mendapatkan giliran pertama, kalau saja mereka sedang terbuka saat itu, tetapi matanya tertutup, sebagaimana biasanya. Tak ada alasan khusus untuk membuka matanya jika apa yang dilihatnya sama saja dengan ketika matanya tertutup. Sekarang, dia merasa takjub dengan pemandangan empat dinding, satu atap, dan satu lantai dengan semua kepadatan mereka, tak tertembus dan tidak bertumpukan dengan benda- benda lain, baik yang alami maupun sebaliknya, sebagaimana yang biasa dilihatnya.

Betapapun aneh dan menakutkannya pengalaman-pengalaman ini, belum seberapa dibandingkan dengan yang sekarang menarik seluruh perhatiannya.

Sesuatu yang besar sedang mencengkeramnya.

Dia mencoba menjauh darinya, tetapi ketika dia bergerak, sesuatu itu bergerak pula. Ketika dia menyadari sesuatu itu ada di dalam pakaiannya bersamanya, dia nyaris menjerit lagi, yang hanya akan mengembalikannya pada satu-satunya cara menempati dunia selama hidupnya. Namun, dia tidak menjerit, karena ketika dia membuka mulutnya, dia merasakan sesuatu itu ada pada wajahnya pula, dan dengan meletakkan tangannya pada wajahnya, dia mengerti apa yang menempel padanya.

Kulitnya sendiri.

Tanganriya menyentuhnya, dengan ragu pada awalnya, kemudian dengan kegairahan meningkat Sesuatu yang disentuh tangannya dan tangan yang melakukan sentuhan itu adalah sama. Kulitnya menggambarkan totalitas permukaan luar dari tubuhnya, membentuk sesuatu yang tidak diketahuiny;t ada sebelum ini.

Batasan dirinya. Pemisahan dirinya dari segala sesuatu yang lain. Kebenaran yang melegakan.

Dia dan alam semesta tidak satu.

Sekarang, sesuatu yang lain bergerak, kali ini di dalam tubuhnya, memaksa tulang iganya mengembang secara menakutkan. Tepat ketika dia mulai khawatir akan terluka karenanya, sesuatu itu keluar dari dalam dirinya, dan dadanya menjadi tenang lagi. Dia memandang sekeliling selnya, tetapi tidak melihat apa pun. Apakah kutukan pertanda berganda telah diangkat dari dirinya hanya untuk digantikan dengan kutukan kebutaan sebagian? Kemudian

entah bagaimana, tanpa disadarinya, sesuatu itu kembali ke dalam dirinya dan mulai memaksa ianya mengembang lagi.

"Ahhh—" katanya, dan mendapati bahwa udara keluar dari dirinya ketika paru-parunya berkontraksi.

Dia bernapas.

Tentu saja, dia bernapas selama ini. Dalam kekacauan liar akibat segala kemungkinan terjadi serentak, dia tidak pernah menyadarinya. Untuk beberapa saat, dia memejamkan mata dan hanya mengikuti udara masuk dan keluar dari tubuhnya. Napasnya melambat, gerakan dadanya berkurang dan gerakan perutnya bertambah, dan dia menjadi lebih tenang. Udara, keluar dan masuk, memberinya hubungan intim dengan segala hal lainnya.

Jadi, kulitnya bukan batasan absolut. Dia terpisah, tetapi tidak sepenuhnya terpisah.

Bunyi papan berderit membuatnya membuka mata. Dia ketakutan melihat satu bagian dinding bergerak ke dalam pelan-pelan. Dia membeku. Apakah dia secara tak sengaja menemukan kejelasan hanya untuk kehilangan lagi dengan begitu cepat? Apakah dia telah tergelincir kembali ke dalam kegandaan, keserempakan, dan kekacauan?

Dua makhluk muncul dari bukaan di dinding. Sosok mereka cukup padat sehingga dia tidak bisa melihat menembus mereka. Ini terjadi sekali-sekali meskipun tidak sering. Biasanya, makhluk yang dilihatnya memiliki sosok yang lebih kabur. Jenis seperti mereka lebih jarang. Ini tidak menghibur. Padat atau tak berbentuk, mereka akan muncul dalam jumlah tak terhingga lagi, dan menutupi kejelasan yang baru diperolehnya.

"Tunggu," kata makhluk yang pertama. Keduanya berhenti dan menatapnya. "Menakutkan sekali," kata yang kedua.

Shizuka mendengarkan mereka berbicara, tidak berani bergerak. Dia menunggu lebih banyak suarao muncul tak lama lagi dari berbagai jurusan, hingga dalam upayanya yang spontan untuk melawan mereka, dia sendiri akan mulai menjerit lagi. Namun, dia hanya mendengar suara kedua makhluk di depannya. Ketika mereka bergerak pelan-pelan ke arahnya, Shizuka melihat kegelapan kembaran mereka di lantai sel yang bergerak bersama mereka. Mereka mempunyai bayangan. Seperti dirinya. Mereka bukan halusinasi, melainkan orang yang nyata, hadir di dalam sel ini. Dia tidak kehilangan kejernihannya. Bahkan, semakin kuat serkarang.

Kedua makhluk itu terhuyung mundur. Orang yang di depan hampir menabrak jatuh yang di belakangnya ketika terburu-buru mundur.

"Panggil Biarawati Kepala," kata yang pertama Shizuka heran mengapa mereka begitu ketakutan

Apakah mereka melihat pemandangan mengerikan yang tidak lagi dilihatnya?

Kejelasan baru Shizuka

tidak berlangsung lama. Dalam tiga hari, dia mulai mendengar suara-suara tanpa wujud lagi, melihat apa yang tidak ada di sana, mengalami aliran peristiwa yang berlawanan arah dengan berlalunya waktu nyata, mengamati banyak benda dan makhluk yang berusaha menempati ruang yang sama dan saling menembus. Pada akhir minggu itu, dia tersesat kembali dalam kekacauan.

Dengan siklus bulan berikutnya, kejelasannya muncul kembali. Apakah periode baru ketenangan ini sama acaknya dengan kegilaannya? Tidak karena ada sesuatu yang berbeda. Pada kali kedua, seperti yang pertama, buah dadanya melunak dan membengkak, aliran darah kehidupan keluar dari tubuhnya. Dia tahu bahwa hal ini menandakan datangnya sebuah musim di tubuhnya. Darah itulah yang membekukan pertanda untuk sementara. Pasti begitu karena tak ada hal lain yang dapat menjelaskan Kejadian ini dengan begitu sempurna.

Dalam kedamaian kali ini, yang dia tahu pasti akan berakhir seperti yang pertama, dengan saksama dia mengkaji setiap tindakannya. Apa yang dilakukannya sehingga memicu pemikiran dan bayangan yang menyerupai kekacauan itu? Yang meningkatkan ketenangan, dan membekukan gangguan?

Untuk pertanyaan pertama, jawabannya adalah emosi, terutama perasaan marah, takut, dan hasrat.

Jawaban untuk pertanyaan kedua, yang paling bisa diandalkan adalah sebuah tindakan sederhana. Bernapas, dengan kesadaran, tetapi tanpa kendali yang dipaksakan. .

Pasti masih banyak tindakan lain untuk setiap kategori itu. Untuk waktu singkat yang dimilikinya dalam siklus kedua, hanya itu yang ditemukannyn Ketika kekacauan kembali, dia mengatur napasnya dan kali ini, dia mengalami saat-saat kejelasan cli tengah kegilaan sekalipun. Saat-saat yang singkat saja tetapi benar-benar dirasakannya dan tak pernah terjadi sebelumnya.

Shizuka belajar. Sampai sekarang, kekacauan mengendalikannya. Jika sebaliknya, dia yang mengendalikan kekacauan, dia akan bebas.

Bulan melakukan putarannya lagi, dan darah dalam tubuhnya mengalami pasang kembali. Dia mempraktikkan apa yang dipelajarinya. Dengan setiap keberhasilannya, dia menjadi lebih baik ketimbang sebelumnya. Ketika pendarahan berhenti, dan pertanda dimulai, dia terus mengatur napasnya, dia tidak marah atau takut, dia tidak berhasrat, dan pertanda itu tidak menguasainya lagi seperti dahulu: Dia tidak mampu menekan mereka sepenuhnya,

Namun, dia mampu menahan mereka di latar belakang untuk waktu yang lebih lama. Dia mulai berpikir bahwa dia bisa segera terlepas sepenuhnya.

Sampai, di tengah siklus kedelapannya, salah satu pertandanya, yang sekabur dan setipis asap, melihatnya dan berbicara kepadanya.

Dalam dokumen I HANTU LORD KIYORI (Halaman 191-197)