• Tidak ada hasil yang ditemukan

BUKU KEDUA 39tepatnya kau menemukan peti itu."

Dalam dokumen I HANTU LORD KIYORI (Halaman 112-116)

"Baik, Lord Taro," kata Tsuda, dan nyaris terjatuh dari pelananya karena tergesa-gesa mematuhi perintah. Mengapa pula dia dahulu mengajukan penawaran untuk proyek ini? Biarkan orang lain mengerjakannya. Biarkan orang lain mengambil risiko. Itulah yang seharusnya dia lakukan. "Kami memulai tiga minggu lalu," katanya.

"Bolehkah kami mulai menggali sekarang, Tuan Tsuda?" tanya seorang pekerja. Hampir satu jam, dia dan seratus laki-laki dengan sekop, beliung, dan peralatan pertukangan yang lain telah menunggu sinyal sang arsitek untuk memulai. Ada halangan apa? Mengapa dia hanya berdiri di puncak bukit seolah-olah sedang terhipnotis? Mereka di sini untuk membangun sesuatu, bukan melaksanakan ritual agama.

Tsuda dapat mendengar ketidaksabaran dalam suara pekerja itu. Itu bisa dipahami. Pekerja itu hanyalah petani bodoh yang tidak mengerti sifat mistis fengshui, seni arah dan lokasi yang tanpanya seorang arsitek hanyalah perakit kayu dan batu. Juga, karena para pekerja akan dibayar berdasarkan pekerjaan yang sudah dilaksanakan dan bukan berdasarkan lamanya mereka berada di lokasi, wajar saja mereka ingin segera memulai. Profesi Tsuda, di lain pihak, lebih tinggi daripada mereka. Tempat pertama yang digali akan menentukan nasib sebuah bangunan, dan juga mereka yang akan menggunakannya, dan mereka yang akan membangunnya. Jika melenceng selangkah saja, kesialanlah yang akan terjadi, bukan keberuntungan.

Dan banyak bangunan yang sudah dirancang dan dibangun Tsuda selama sepuluh tahun kariernya, tak satu pun mendatangkan masalah kepada pemilik dan penghuninya. Bahkan, dua di antara bangunan-bangunan itu—sebuah rumah seorang geisha di Kobe, dan istana Lord Genji yang dibangun lagi di Edo bisa dikatakan telah menghasilkan keberuntungan besar bagi semua orang terkait. Rumah geisha itu menjadi cukup terkenal dalam beberapa tahun ierakhir, dan dikatakan menyaingi yang terbaik di Edo dan Kyoto. Itu jelas pujian yang dibesar-besarkan dengan terlalu bersemangat. Namun, fakta bahwa pernyataan itu bisa dibuat saja sudah merupakan kehormatan besar. Sementara tentang Lord Genji, sejak pembangunan ulang itu dia menjadi orang kepercayaan Keluarga Kekaisaran di Kyoto dan anggota terhormat Dewan Rekonsiliasi Shogun.

BUKU KEDUA

40

Memang tak mungkin bagi Tsuda untuk menyatakan memiliki andil dalam kedua keberhasilan itu. Akan tetapi, setidaknya Lord Genji jelas menyadari bahwa Tsuda layak mendapatkan penghargaan karena dia menganugerahi Tsuda kontrak untuk membangun sebuah "kapel" di sini, sebuah kapel yang merupakan kuil bagi orang Kristen. Dia telah bekerja sama dengan teman asing Lord Genji, Lady Emily, dalam perancangan. Menurutnya, rancangan itu terlalu kaku, dengan barisan bangku kayu permanen, lantai yang lebih tinggi untuk sekelompok penyanyi religius yang disebut "koor" di bagian depan, dan sebuah podium tinggi di sampingnya, tempat seorang pendeta akan berdiri dan memberikan ceramah kepada jemaat yang berkumpul. Ada sebuah lonceng, seperti dalam sebuah kuil Buddha, tetapi di sini lonceng dipasang di menara, jauh dari jangkauan, dan membunyikannya bukan dengan dipukul penuh hikmat oleh seorang pendeta menggunakan palu suci, melainkan diguncangkan dengan tambang dan katrol dari bawah. Bunyi lonceng ditimbulkan oleh palu baja yang dipasang di dalam lonceng itu sendiri, yang diayunkan dan memukul sisi-sisi lonceng secara acak.

"Sebentar lagi waktunya makan siang, kita bahkan belum mulai," salah seorang pekerja menggerutu.

Tsuda mengangkat tangan menyuruh mereka diam. Dia tidak mau diburu-buru. Dia memang bukan samurai, tetapi dia menganggap serius setiap detail pekerjaannya, sebagaimana samurai menganggap serius pekerjaan mereka. Selama satu minggu, dia telah datang ke tempat ini untuk bermeditasi, baik ketika matahari terbit maupun matahari terbenam. Di rumah, dia merujuk kitab I Ching, menggunakan baik metode ranting bunga yarrow maupun metode koin. Ini adalah langkah terakhir. Dia akan membuang semua prasangka, ketakutan, dan hasrat, membuka diri sepenuhnya bagi sifat bawaan tempat ini, dan menggali sesekop penuh tanah pertama. Pada saat itu, ada perubahan samar arah angin. Aroma laut digantikan dengan wangi bunga apel. Tsuda menghirup dalam-dalam. Ketika dia mengembuskan napasnya, dia membuka mata dan menghunjamkan sekopnya ke dalam tanah.

Dan langsung mengenai sesuatu yang keras, tepat di bawah permukaan.

"Sekop itu benar-benar menghancurkan kayu peti luar," kata Tsuda. "Tetapi, peti itu melindungi isi di dalamnya, yaitu peti dengan lukisan paling indah pada tutupnya. Saya percaya peti itu tiba tanpa kerusakan, seperti ketika saya menemukannya. Betulkah?" Dia telah

BUKU KEDUA

41

mendengar bahwa Lady Emily sering rnengalami pingsan tak terduga. Jadi, kepucatan mendadak pada wajahnya tidak mengejutkan Tsuda. Namun bahwa Lady Hanako juga kehilangan semua warna pada wajahnya membuatnya heran.

Lady Hanako bertanya, "Mengapa kau berpikir untuk mengirimkan peti ini langsung kepada Lady Emily?"

"Saya tidak akan lancang membuat keputusan seperti itu," kata Tsuda. "Karena ukuran dan bobot peti itu menunjukkan bahwa isinya perkamen, bukan barang-barang, dan saya tahu bahwa penerjemahan sejarah klan ke dalam bahasa Inggris sedang dilakukan atas perintah Lord Genji—"

"Diam!" seru Taro. "Jawab pertanyaan tadi. Mengapa kau mengirimkan peti itu kepada Lady Emily?"

"Saya tidak melakukannya, Lord Taro." Tsuda semakin gemetaran sehingga pakaiannya mulai berkepakan seakan disapu angin yang naik. "Saya memerintahkan kurir saya dengan jelas untuk mengirimkan peti itu langsung kepada Lord Genji. Jika kurir itu melakukan sebaliknya, maka saya harus—"

Taro menjadi marah, "Kau mengirim peti-itu kepada Lord Genji? Mengapa kau tidak membawanya kepada kapten penjaga di kastel? Tugasnyalah untuk mengambil langkah selanjutnya, bukan tugasmu!"

Tsuda membenamkan dahinya ke tanah di lokasi pembangunan dengan begitu keras sehingga otot punggungnya mulai kram. "Lord Genji secara khusus memerintahkan saya untuk berkomunikasi langsung dengan beliau mengenai segala hal yang berkaitan dengan pembangunan kapel."

"Kauanggap aku bodoh, ya?" Tangan Taro menjangkau pedangnya. "Bangsawan agung mana yang akan memberikan akses seperti itu kepada seorang petani?"

"Maafkan aku, Lord Taro," kata Lady Emily. "Tuan Tsuda benar. Aku ada di sana selama percakapan itu berlangsung."

Kata-kata Lady Emily membentuk susunan kalimat bahasa Jepang yang paling indah dan rumit yang pernah didengar Tsuda sekalipun dengan aksen Amerika! Wanita itu telah menyelamatkan hidupnya. Dia akan selamanya berterima kasih kepadanya.

BUKU KEDUA

42

Taro menggerutu. Dia melepaskan tangannya dari pedangnya dan berkata, "Siapa kurir itu? Panggil dia kemari."

Dalam beberapa menit, kurir itu sudah merayap di tanah di sebelah Tsuda, berkeringat deras karena telah berlari panik untuk memenuhi panggilan.

Taro berkata, "Mengapa kau mengirimkan peti itu ke tempat tinggal Lady Emily?"

"Hamba tidak melakukannya, Lord Taro," kata kurir itu. "Hamba membawanya kepada Lord Genji seperti yang diperintahkan Tuan Tsuda, Lord Genji membuka peti itu, melihat apa isinya, dan menyuruh hamba membawanya ke kamar kerja Lady Emily"

"Dan ada apa isinya?" tanya Taro.

"Hamba tidak tahu, Lord Taro," sahut si kurir "Hamba terus bersujud selama menghadap Lord Genji. Hamba hanya mendengar peti itu dibuka. Lord Genji mengatakan ada perkamen di dalamnya, dan hamba mendengar peti ditutup. Kemudian, Lord Genji menyuruh hamba membawa peti itu ke kamar kerja Lady Emily. Hamba mematuhinya. Hanya itu. "

"Kau boleh pergi," kata Taro. Kepada Lady Emily dia berkata, "Apakah Anda mempunyai pertanyaan lagi untuk Tsuda?"

"Tidak," sahut Emily, "pertanyaan untuk Tuan Tsuda sudah cukup."

Tsuda mengembuskan napas lega, meskipun tentu saja tidak keras-keras, dan pergi dengan menganggap dirinya orang yang benar-benar beruntung. Ψ (Created by syauqy)

BUKU KEDUA

1

4

Dalam dokumen I HANTU LORD KIYORI (Halaman 112-116)