• Tidak ada hasil yang ditemukan

dalam Bingkai Filsafat

Dalam dokumen Filsafat dan Sains.pdf (Halaman 89-98)

Pengantar (kemungkinan dari Dr. Mikael Dua)

Pendahuluan

Selama lebih dari 400 tahun, ilmu pengetahuan telah mengubah hidup manusia. Segala sesuatu yang kini telah menjadi bagian dari hidup kita, seperti teknologi komunikasi, kesehatan, dan transportasi. Teknologi tidak akan pernah ada jika ilmu pengetahuan tidak berkembang. Dewasa ini banyak wacana yang mengungkapkan berbagai permasalahan yang muncul akibat penggunaan teknologi dan ilmu pengetahuan, seperti masalah lingkungan hidup ataupun masalah etis lainnya. Akan tetapi, kita pun selalu berharap pada ilmu pengetahuan itu sendiri untuk memperbaiki semua masalah tersebut. Jika asap kendaraan bermotor dan mesin pabrik merusak atmosfer dan menimbulkan pencemaran udara, kita berharap pada ilmu pengetahuan untuk menciptakan alat pembersih udara dan mesin-mesin yang lebih ramah lingkungan. Memang banyak orang menaruh harapan besar terhadap ilmu pengetahuan untuk memperbaiki kualitas hidup manusia secara keseluruhan.

Akan tetapi, apa yang sebenarnya dimaksud ilmiah sehingga sesuatu itu layak disebut sebagai ilmu pengetahuan? Bagaimana orang membedakan ilmu pengetahuan dengan pernyataan-pernyataan palsu yang menyesatkan? Bagaimana kita mengukur pernyataan pada ilmuwan dan mampu menilainya secara kritis? Bagaimana kita tahu bahwa yang dinyatakan oleh para ilmuwan itu sesuatu yang layak dianggap benar dan bukan sekedar pernyataan kosong?

Secara umum dapat dikatakan bahwa ilmu pengetahuan selalu berurusan dengan fakta-fakta, yakni informasi tentang dunia dan unsur-unsurnya yang dianggap sebagai fakta keras dan dapat dianalisis. Kata ilmu pengetahuan berasal dari bahasa Inggris, science. Kata itu memiliki akarnya pada bahasa Latin, yakni

scientia yang berarti pengetahuan. Jadi, ilmu pengetahuan menawarkan pada kita

sebuah pengetahuan dan bukan sekedar opini tanpa dasar. Akan tetapi, proses untuk sampai pada pengetahuan di dalam ilmu pengetahuan sama sekali bukan proses yang sederhana. Bahkan, proses dan metode yang digunakan seringkali menjadi dasar untuk menyatakan apakah suatu pernyataan itu ilmiah atau sekedar opini kosong. Proses melihat dan menafsirkan data, mengolahnya ke dalam analisis, dan kemudian sampai pada rumusan teoritis sangatlah menentukan kredibilitas dan kualitas suatu pernyataan ilmiah.

Banyak filsuf ilmu pengetahuan dan ilmuwan sendiri berpendapat bahwa ilmu pengetahuan tidaklah memberikan suatu kebenaran yang bersifat absolut,

melainkan hanya sampai tahap probabilitas. Akan tetapi, jika itu betul, apakah dasar yang membuat ilmu pengetahuan berkembang menjadi teknologi dan mengubah hidup manusia selama 400 tahun lebih? Jika pernyataan saintifik hanyalah probabilitas, bagaimana dengan teknologi dan ilmu pengetahuan yang menjadi dasar dari operasionalisasi masyarakat? Tentunya, jika suatu prinsip ataupun teori ilmu pengetahuan itu dapat diterapkan, teori tersebut benar dan bukan hanya sekedar probabilitas! Bagaimana kita dapat bersikap kritis dan skeptis terhadap ilmu pengetahuan jika di dalam kehidupan sehari-hari kita sudah melihat keberhasilan ilmu pengetahuan di dalam mengembangkan hidup manusia? Pertanyaan ini tidak akan dijawab sekarang, tetapi akan terus menjadi bahan refleksi sepanjang buku ini.

Marilah kita sedikit mundur ke beberapa abad sebelum sekarang. Pada abad ke-17 dan 18 ilmu pengetahuan berkembang pesat di Eropa. Masa-masa ini adalah masa-masa optimisme dan ilmu pengetahuan pun dilihat dalam kerangka optimisme terhadap kemajuan peradaban manusia. Rasio manusia menjadi harapan untuk membebaskan manusia dari mitos, tahayul-tahayul, dan dari tradisi yang seringkali tidak dapat dipertanggungjawabkan secara rasional. Metode ilmiah untuk sampai pada pengetahuan yang bisa dipertanggungjawabkan merupakan wujud nyata dari komitmen para pemikir jaman itu untuk memaksimalisasi rasio demi kebaikan seluruh manusia. Pada masa itu ada semacam keyakinan yang sangat besar terhadap kemampuan manusia untuk memahami dunia melalui rasionya dan kemudian menggunakan pemahaman tersebut demi kebaikan umat manusia.

Perlu diketahui terlebih dahulu bahwa ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang telah dibuktikan dan telah dapat dipertanggungjawabkan kredibilitasnya. Dengan kata lain, ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang telah diafirmasi oleh bukti-bukti nyata dan dapat dipertanggungjawabkan secara rasional. Dalam kerangka itu, tidak ada pernyataan apapun yang dianggap benar kecuali jika bukti-bukti nyata telah mendukung pernyataan itu atau ada alasan rasional yang kuat bahwa pernyataan tersebut akan terbukti pada kemudian hari. Hal inilah yang menjadi ciri dari pemikiran Rene Descartes, seorang filsuf di dalam filsafat modern yang menolak untuk menerima apapun yang tidak bisa diketahui secara jelas dan terpilah-pilah.

Ia menyangkal semua data yang masuk melalui panca inderanya untuk sampai pada satu kebenaran mutlak yang tidak bisa diragukan lagi kebenarannya, yakni ‘aku berpikir maka aku ada’.

Memang data selalu masuk ke dalam pengetahuan kita melalui panca indera. Akan tetapi, kita tetap perlu bersikap kritis terhadap data-data yang masuk ke dalam panca indera kita tersebut dan yakin bahwa data-data itu bukanlah sesuatu yang menipu. Dengan kata lain, kita perlu mengecek dan memastikan setiap hal yang kita ketahui melalui indera kita bahkan yang tampaknya sudah begitu meyakinkan. Di abad ke-20 optimisme yang pernah dirasakan dua abad sebelumnya pun mulai

meredup. Ilmu pengetahuan memang telah berperan besar di dalam memajukan kualitas peradaban manusia. Tingkat pertumbuhan penduduk, tingkat pelayanan kesehatan, tingkat pendidikan, semuanya meningkat. Walaupun begitu, ilmu pengetahuan juga berperan besar di dalam proses barbarisasi peradaban dalam bentuk perang yang menimbulkan banyak korban, baik nyawa maupun harta benda. Ilmu pengetahuan dapat memberikan berkah sekaligus kutuk yang berpotensi untuk menghancurkan manusia dalam bentuk teknologi persenjataan perang ataupun perusakan lingkungan. Senjata nuklir dan senjata biologis dapat membunuh jutaan manusia dan menghancurkan lingkungan dalam sekejap mata. Ketakutan akan penyalahgunaan ilmu pengetahuan pun kini banyak timbul.

Selanjutnya, bagaimana peran filsafat ilmu pengetahuan? Filsafat ilmu pengetahuan mau memeriksa prinsip-prinsip yang digunakan oleh para ilmuwan untuk memeriksa data, mengolahnya ke dalam analisis, serta kesahihan kesimpulan teoritis yang muncul dari penelitian ilmuwan tersebut. Dengan kata lain, filsafat ilmu pengetahuan hendak melihat logika internal dan proses kerja internal di dalam dunia penelitian saintifik.1 Lebih dari itu, filsafat ilmu pengetahuan mau mempertimbangkan implikasi dari ilmu pengetahuan bagi kehidupan umat manusia. Menjawab kekhawatiran yang sudah dipaparkan di atas. Filsafat ilmu pengetahuan hendak memeriksa efek-efek ilmu pengetahuan bagi pengetahuan manusia dan dampaknya pada refleksi etis tentang berbagai problemnya serta eksesnya di dalam kehidupan manusia.

***

Sampai abad ke-18 filsafat dan ilmu pengetahuan adalah satu displin. Ilmu pengetahuan, seperti yang kita maksudkan sekarang ini, pada masa itu disebut sebagai filsafat natural (natural philosophy) yakni cabang filsafat yang mau merefleksikan dan memahami struktur dan hakekat alam semesta, baik dengan pendekatan teoritis ataupun pendekatan eksperimental. Pada abad ke 18 dan 19 perkembangan metode pendekatan ilmu-ilmu alam melaju pesat sehingga ilmu-ilmu alam mulai terspesialisasi dan memisahkan diri dari filsafat. Dengan proses spesialisasi semacam ini, semakin tidak mungkinlah bagi seseorang untuk menjadi ahli di dalam kedua bidang ini sekaligus. Oleh karena itu, filsuf dan ilmuwan alam pun mulai dipisahkan. Filsuf berperan untuk mengecek prinsip-prinsip dasar yang digunakan di dalam ilmu pengetahuan.

Kata filsafat ilmu pengetahuan sendiri, sebagai cabang dari filsafat, pertama kali ditemukan di dalam tulisan-tulisan William Whewell (1794-1886). Ia menulis tentang sejarah ilmu pengetahuan dan pada 1940 ia juga menulis tentang The

Philosophy of Inductive Sciences, Founded upon their History. Kita juga harus ingat

bahwa beberapa filsuf besar--baik sebelum ilmu pengetahuan (science) sebagai suatu

1

displin sendiri muncul ataupun setelahnya--banyak terlibat di dalam refleksi matematika dan ilmu-ilmu alam. Aristoteles adalah filsuf pertama yang menggunakan kata ilmu pengetahuan dan memberikan definisi seperti yang kita ketahui sekarang ini. Descartes, Pascal, dan Leibniz adalah seorang matematikus. Memang, ilmu pengetahuan tidak akan pernah berkembang tanpa matematika. Matematika memiliki peran besar di dalam logika dan begitu juga di dalam filsafat. Berbagai rumusan di dalam filsafat dan di dalam ilmu pengetahuan selalu sudah didasarkan pada prinsip-prinsip logis yang berasal dari matematika. Bagi beberapa filsuf, filsafat memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap ilmu pengetahuan. Orang-orang seperti Francis Bacon dan John Locke hendak memberikan landasan filosofis bagi metode penelitian saintifik. David Hume mau menekankan bahwa pengetahuan manusia yang sah hanyalah pengetahuan yang didapatkan dari pengalaman inderawi dan dengan demikian memberikan konstribusi besar bagi perkembangan metode saintifik. Thomas Hobbes merefleksikan tentang gerak di dalam dunia dan memberikan sumbangan besar bagi perkembangan fisika Newtonian.

Bahkan, Immanuel Kant, filsuf yang merumuskan refleksinya secara abstrak dan memiliki kecanggihan konseptual yang sangat tinggi menulis A General Natural

History and Theory of the Heavens pada 1755. Ia mencoba mengetahui proses

terciptanya tata surya kita. Di dalam bukunya yang berjudul Kritik der Reinen

Vernunft, ia membedakan antara dunia yang tampak bagi kita dan dunia yang tidak

dapat kita ketahui. Distingsi ini memberikan kontribusi besar di dalam metode pendekatan ilmu-ilmu pengetahuan selanjutnya. Akan tetapi, ternyata tidak semua filsuf mendukung campur tangan filsafat di dalam ilmu pengetahuan. Beberapa aliran di dalam filsafat, seperti positivisme logis pada awal abad ke-20 menolak mencampurkan filsafat yang berkaraktek prinsip-prinsip abstrak dengan pengetahuan yang sahih dan jelas tak terbantahkan. Bagi mereka, setiap penyataan hanya dapat dikatakan sah, jika pernyataan tersebut bersih dari prinsip-prinsip abstrak yang tidak dapat diindera, didukung oleh data-data, dan menggunakan pendekatan saintifik empiris yang ketat.

***

Secara umum, filsafat ilmu pengetahuan adalah cabang dari filsafat yang memeriksa kesahihan metode yang digunakan di dalam penelitian saintifik, seperti proses bagaimana hipotesis dan hukum-hukum dibentuk dari data-data yang ada, dan memeriksa kesahihan dasar-dasar dari setiap klaim ilmiah tentang dunia. Ilmuwan cenderung semakin terspesialisasi pada bidang penelitian mereka. Sementara, filsuf ilmu pengetahuan mengambil jarak dari kekhususan itu dan berkonsentrasi untuk berpikir kritis dan mendasar tentang prinsip-prinsip, dan relasi diantara prinsip-prinsip tersebut, yang mendasari pandangan ilmu pengetahuan

tentang dunia.2

Ilmu pengetahuan memang mendeskripsikan realitas. Pada titik ini, ilmuwan seringkali jatuh pada sikap saintisme, yakni suatu paham yang berpendapat bahwa penggambaran tentang realitas dengan sudut pandang ilmiah yang dilakukan oleh ilmu pengetahuan adalah satu-satunya kebenaran yang ada. Dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang begitu pesat, ada kecenderungan yang sangat besar bagi para ilmuwan untuk jatuh ke dalam saintisme semacam itu. Mereka berpendapat bahwa suatu pernyataan hanya dapat disebut benar jika ada status ilmiah di samping pernyataan tersebut. Akibatnya, hal-hal yang tidak dapat didekati dengan metode saintifik, seperti pada seni, emosi-emosi manusia, nilai-nilai tradisi dan agama tidak dianggap benar dan hanya dianggap sebagai reaksi-reaksi subyektif. Salah satu tugas utama dan terpenting dari filsafat ilmu pengetahuan adalah mencegah ilmuwan untuk jatuh ke dalam saintisme semacam itu dan memberikannya pandangan yang seimbang tentang apa yang dapat didekati dan dianalisis secara ilmiah dan apa yang tidak.

Filsafat ilmu pengetahuan juga mau merefleksikan hakekat dari teori-teori di dalam ilmu pengetahuan, seperti bagaimana suatu observasi akan data dan fakta di dalam dunia dapat berkembang menjadi suatu pernyataan umum yang bersifat universal. Selain itu, filsafat ilmu pengetahuan juga mau menyelidiki kriteria-kriteria yang menentukan apakah suatu teori itu benar atau tidak dan bagaimana perkembangan teori tersebut di dalam menghadapi perubahan yang terjadi. Di dalam menganalisis prinsip-prinsip yang mendasari semua praktek ilmu pengetahuan, filsafat ilmu pengetahuan tentunya memerlukan refleksi dari cabang filsafat lainnya, seperti metafisika (yang membahas struktur dasar dari realitas), epistemologi (filsafat pengetahuan), dan dari filsafat bahasa (yang berguna untuk bersikap kritis terhadap klaim-klaim saintifik dan logika bahasa di balik setiap pernyataan ilmiah). Dalam kerangka ini, filsafat ilmu pengetahuan tidaklah mau menjadi semacam polisi di dalam dunia intelektual, melainkan mau mengambil peran aktif di dalam mendampingi ilmu pengetahuan sehingga dapat menjernihkan beberapa implikasi teoritis maupun praktis dari ilmu pengetahuan tersebut.

Setidaknya, ada tiga hal yang dapat dilihat dalam kaitan antara filsafat dan ilmu pengetahuan. Pertama, memang, ilmu pengetahuan dan filsafat berurusan dengan obyek yang berbeda. Ilmu pengetahuan memberikan informasi tentang dunia. Sementara, filsafat berurusan dengan norma-norma, nilai-nilai, dan makna dari kehidupan manusia. Akan tetapi, filsafat dapat menjernihkan beberapa pernyataan-pernyataan ilmiah. Filsafat juga dapat bersikap kritis terhadap pernyataan-pernyataan ilmiah dan dapat mengeksplorasi lebih jauh akibat dan implikasi dari pernyataan-pernyataan ilmiah tersebut. Ini adalah pandangan yang telah banyak diakui oleh para ahli, baik oleh para ilmuwan maupun oleh para filsuf.

2

Kedua, filsafat dan ilmu pengetahuan berurusan dengan obyek yang sama, yakni dunia dan merumuskan pernyataan-pernyataannya juga secara sintetis. Pernyataan sintetis berarti pernyataan tersebut memberikan kualitas yang baru terhadap subyek yang dideskripsikannya. Oleh sebab itu, filsafat dan ilmu pengetahuan berurusan dengan obyek yang sama dan mendeskripsikan obyek tersebut dengan cara yang sama. Ilmu pengetahuan juga tidak sekedar melaporkan fakta melainkan juga berargumentasi dengan teori-teori. Filsafat juga melakukan hal yang sama. Oleh sebab itu, tidak ada batas yang sangat jelas yang membedakan antara filsafat dan ilmu pengetahuan. Pandangan ini diungkapkan oleh seorang filsuf asal Amerika yang bernama W. V Quine dalam artikelnya yang diterbitkan pada 1951 berjudul Two Dogmas of Empiricism. Ketiga, tidak hanya ilmu pengetahuan, filsafat juga dapat memberikan deskripsi tentang realitas. Filsafat dapat sampai pada kebenaran yang rasional dan dapat dipertanggungjawabkan, walaupun tidak menggunakan metode saintifik. Pandangan ini banyak diungkapkan oleh para filsuf kontemporer abad ke-20, seperti Moore, Wittgenstein, Austin, dan Searle.

Pertanyaan kunci yang masih menggantung adalah apakah ada unsur-unsur di dalam realitas yang tidak dapat dianalisis oleh ilmu pengetahuan, tetapi dapat dianalisis dengan filsafat? Jika filsafat dan ilmu pengetahuan menyelidiki obyek yang sama, apakah sumbangan khusus dari filsafat sesungguhnya? Tentu saja, pertanyaan nakal semacam ini juga dapat muncul, mungkinkah seorang ilmuwan melakukan penelitian tanpa pendasaran filosofis sama sekali? Atau, apakah apa yang disebut fisika itu mungkin jika kita tidak terlebih dahulu mengandaikan adanya logika, metafisika, dan epistemologi?

Di dalam seluruh buku ini, kita akan melihat bahwa ilmu pengetahuan tidak pernah dapat sungguh-sungguh murni saintifik, empirik, dan tidak membutuhkan filsafat. Ilmu pengetahuan juga tidak pernah dapat lepas dari pengaruh pandangan

dunia tertentu, konteks bahasa, dan budaya, dari tempat pengetahuan itu berada.

Bahkan, ilmu pengetahuan tidak akan dapat dilepaskan dari struktur ekonomi dan struktur politik, dari tempat ilmu itu berkembang. Jika seorang ilmuwan hendak meminta dana untuk mendukung penelitiannya, ia harus menunjukkan bahwa penelitiannya memiliki nilai bagi masyarakat di lingkungan ia hidup atau bahwa penelitian tersebut berpotensi memberikan keuntungan bagi masyarakat. Filsafat ilmu pengetahuan hendak bersikap sangat kritis dan terbuka terhadap semua pengaruh itu. Pihak-pihak yang memberikan dana pada suatu penelitian memiliki pertanyaan-pertanyaan yang khusus dan tujuan yang jelas dan tujuan itulah yang menjadi pengaruh terhadap seluruh proses perjalanan penelitian tersebut.

Akan tetapi, lepas dari semua hal yang disebutkan di atas, filsafat ilmu pengetahuan memiliki fungsi yang lebih umum, yakni untuk menganalisis dan menjernihkan konsep-konsep yang digunakan selama penelitian, untuk memeriksa argumentasi-argumentasi, mengeksplisitkan pengandaian-pengandaiannya, dan memperjelas logikanya. Selanjutnya, apakah filsafat memiliki kontribusi langsung di

dalam memberikan pemahaman tentang realitas ataukah ia hanya menjernihkan dan mengklarifikasi konsep-konsep yang digunakan di dalam ilmu pengetahuan? Bagi para filsuf yang hidup pada pertengahan abad ke-20, tugas filsafat memang terbatas, yakni mengklarifikasi konsep-konsep yang digunakan di dalam ilmu pengetahuan. Akan tetapi, hal tersebut kini telah banyak berubah. Para pembaca mungkin dapat mempertimbangkan dan mengajukan argumentasi sendiri, terutama setelah menyimak seluruh pemaparan di dalam buku ini, tentang apakah filsafat telah memberikan sumbangan khasnya sendiri secara langsung bagi pemahaman manusia tentang dunia ataukah filsafat hanya berfungsi menyistematisasi dan mengklarifikasi pengetahuan yang telah ada di dalam penelitian ilmiah, atau di dalam pengalaman sehari-hari manusia?

***

Ada begitu banyak buku dan karya tulis tentang filsafat ilmu pengetahuan dan ada lebih banyak buku dan literatur lagi tentang sejarah ilmu pengetahuan itu sendiri. Seluruh buku ini bertujuan untuk menyentuh dan sedikit mengolah berbagai tema kunci di dalam seluruh diskusi tentang filsafat ilmu pengetahuan sehingga kita mendapatkan pandangan yang menyeluruh tentang apa yang dimaksud dengan filsafat ilmu pengetahuan.

• Kita tidak akan pernah dapat sungguh-sungguh memahami dan menghargai ilmu pengetahuan tanpa tahu betul apa peran dan fungsi ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia sepanjang sejarahnya. Oleh karena itu, buku ini akan dimulai dengan sebuah pemaparan umum tentang sejarah ilmu pengetahuan dari tempat asalnya, yakni di Eropa. Dalam pemaparan yang bersifat historis tersebut, saya akan mengeksplisitkan pengandaian-pengandaian yang dipegang oleh filsuf yang berefleksi tentang ilmu tersebut serta implikasi sosial dari ilmu pengetahuan dan teknologi yang dirumuskannya.

• Ada satu ciri yang melekat erat pada ilmu pengetahuan dan justru yang membuat suatu pernyataan sah secara ilmiah, yakni metodenya yang bersifat saintifik. Kita juga akan melakukan pemaparan dan refleksi terhadap metode saintifik ini, terutama dalam konteks perkembangan ilmu pengetahuan pada abad ke-17.

Di samping itu, filsafat ilmu pengetahuan juga banyak mendiskusikan tentang validitas dan kredibilitas dari pernyataan ilmiah. Saya juga akan menyinggung tentang hal ini.

• Para filsuf ilmu pengetahuan dan para ilmuwan sendiri telah lama menyadari, bahwa pengamatan kita akan suatu benda ataupun suatu gejala selalu dipengaruhi oleh pengandaian-pengandaian dan teori-teori yang telah kita miliki sebelumnya. Oleh karena itu, seringkali penilaian kita akan suatu teori ataupun fenomena menjadi bias. Pada titik ini, kita dihadapkan pada problem relativisme di dalam ilmu pengetahuan. Kita juga akan membahas tentang hal ini.

• Ilmu pengetahuan memiliki banyak hal yang dapat dikatakan tentang manusia dan dunianya, yakni dari asal usul kehidupan sampai teori tentang perilaku manusia, dan bahkan sampai penciptaan kehidupan buatan. Kita juga akan membahas tentang isu-isu problematis yang ada di balik semua teori tersebut.

• Terakhir, kita akan melihat relasi antara ilmu pengetahuan dengan kekuasaan. Bagaimana pengaruh otoritas yang ada di dalam komunitas para ilmuwan terhadap kesahihan dari suatu pernyataan ilmiah ataupun suatu teori? Kita akan mencoba membedah dan merefleksikan isu ini untuk melihat pengaruh kondisi politik, sosial, dan ekonomi terhadap ilmu pengetahuan.

Akan tetapi, hidup tetaplah lebih luas daripada ilmu pengetahuan. Oleh sebab itu, kita juga akan melihat batas-batas dari ilmu pengetahuan dan bagaimana kaitan ilmu pengetahuan dengan bidang-bidang lain di dalam hidup manusia, seperti seni, literatur, agama, serta tentang makna dari hidup manusia.

Bab 1

Filsafat Ilmu Pengetahuan

Dalam dokumen Filsafat dan Sains.pdf (Halaman 89-98)