• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tentang Eksperimen

Dalam dokumen Filsafat dan Sains.pdf (Halaman 148-153)

Metode Saintifik

3.8 Tentang Eksperimen

Sampai bagian ini, kita telah mengetahui bahwa bukti-bukti untuk mendukung suatu teori di dalam ilmu pengetahuan didapatkan dari eksperimen dan pengamatan. Secara khusus, ketika suatu teori telah dirumuskan, pencarian data-data baru untuk mengkonfirmasikan ataupun menolak teori tersebut harus terus dilakukan. Dalam hal ini, ada dua poin yang perlu diperhatikan di dalam eksperimen pengujian suatu teori atau hipotesa. Yang pertama adalah proses isolasi variabel-variabel yang tidak relevan di dalam eksperimen.

Di dalam eksperimen, ilmuwan menciptakan sebuah situasi yang sepenuhnya terkontrol, sehingga pengaruh eksternal yang tidak relevan bisa disingkirkan. Semakin sulit dan rumit suatu penelitian, semakin ketat pula proses kontrol untuk menyingkirkan faktor-faktor yang tidak relevan. Situasi yang terkontrol tersebut memungkinkan sang ilmuwan untuk mengukur variabel-variabel yang relevan, sekaligus menyingkirkan yang lainnya. Proses pengukuran tersebut akan menghasilkan semacam hipotesis yang dirumuskan dalam bentuk formula matematis, sehingga sebuah pernyataan umum menjadi dimungkinkan.

Untuk lebih memperjelas, ada baiknya saya memberikan sebuah contoh tentang proses eksperimen pengujian suatu obat baru. Misalnya, ada seorang yang sakit parah yang kemudian diberikan obat baru tersebut dan ada sekelompok orang yang tidak sakit terlalu parah, serta diberikan perawatan yang normal. Kondisi ini sama sekali tidak memadai untuk dilakukannya eksperimen karena hampir tidak ada

faktor yang sama di antara para pasien, kecuali bahwa mereka adalah pasien. Untuk membuat sebuah eksperimen yang memadai, sang ilmuwan haruslah memastikan bahwa situasi dan kondisi pasien untuk obat tersebut adalah sama, yakni sama dalam hal penyakit, umur, jenis kelamin. Satu pasien diberikan obat baru. Sementara, pasien lain diberikan obat yang lama. Lalu, ilmuwan bisa melihat, obat mana yang paling memadai untuk menyembuhkan penyakit yang ada.

Hal kedua yang perlu diperhatikan di dalam proses eksperimen adalah kemampuan eksperimen tersebut untuk mengulang kembali proses percobaan dengan hasil yang sama. Jika suatu eksperimen hanya berhasil satu kali, mungkin saja, eksperimen tersebut bisa berhasil, karena kebetulan. Eksperimen semacam itu jelas-jelas tidak memadai untuk dijadikan dasar bagi suatu ilmu pengetahuan. Salah satu kriteria utama bagi suatu eksperimen yang memadai adalah bahwa orang lain, di samping sang ilmuwan, bisa mengulang eksperimen tersebut, sehingga hipotesis atas fenomena yang diteliti bisa dikonfirmasi, atau justru ditolak. Ketika suatu hipotesis ataupun teori telah dipublikasikan, ilmuwan pada bidang yang sama di seluruh dunia dapat mengulang eksperimen yang menjadi dasar teori tersebut untuk melihat apakah mereka mendapatkan hasil yang sama atau tidak, atau untuk melihat apakah eksperimen yang dilakukan cukup memadai. Jika hasil yang sama tidak dapat diperoleh, teori tersebut patut, dan harus, dicurigai.

Dengan demikian, kredibilitas suatu eksperimen menempati peran yang sangat penting di dalam seluruh aktivitas ilmu pengetahuan. Eksperimen tersebut termasuk juga perencanaan dan pengaturan, penciptaan kondisi yang tepat dan menemukan alat-alat yang tepat, serta memeriksa apakah variabel-variabel yang tidak relevan telah disingkirkan. Proses ini menempati peran yang sangat penting di dalam seluruh proses perkembangan ilmu pengetahuan modern.

3.9 Ilmu Pengetahuan

Ilmu pengetahuan yang sehat selalu membutuhkan kadar skeptisisme tertentu, yakni suatu keterbukaan untuk memeriksa kembali pandangan-pandangan yang telah ada dalam kerangka penemuan bukti-bukti baru, serta untuk merumuskan teori baru atas dasar fakta-fakta eksternal yang dapat diamati. Seperti sudah kita lihat sebelumnya, perjuangan untuk memperoleh obyektifitas, kesetiaan pada metode saintifik, dan kemampuan untuk mengesampingkan ide-ide pribadi demi rasio dan bukti-bukti nyatalah yang menjadi karakter dari pemikiran Bacon dan para filsuf sejamannya. Memang, ada perdebatan tentang tingkat obyektifitas dan kepastian dari suatu teori. Akan tetapi, beberapa filsuf dan ilmuwan, Newton salah satunya, bersedia untuk menerima kepastian praktis, dan sadar bahwa kepastian absolut tidak akan pernah didapatkan.

Pada abad ke-20, ada debat yang sangat keras tentang penentuan kriteria apakah suatu pernyataan atau teori layak disebut ilmiah atau tidak. Harus diakui

dengan rendah hati, tidak ada teori di dalam ilmu pengetahuan yang bisa berlaku untuk selama-lamanya. Teori selalu dapat difalsifikasi, seperti yang dikatakan Popper, dengan bukti-bukti baru yang berlawanan dengan bukti-bukti lama. Teori juga dapat berubah, seperti dikatakan oleh Thomas Kuhn, karena adanya perubahan paradigma umum, di mana teori tersebut ada. Dengan kata lain, teori, seperti yang dikatakan oleh Imre Lakatos adalah sebuah program penelitian yang terus berlangsung dan tidak akan pernah selesai.

Dengan argumentasi ini, kita tidak bisa mengatakan bahwa teori yang memadai adalah teori yang selalu terbukti berhasil selama-lamanya dan teori yang tidak memadai adalah teori yang tidak bisa terbukti selama-lamanya. Teori yang pernah dibuktikan salah dapat dibuktikan sebaliknya pada kemudian hari. Teori yang dulunya banyak dipegang oleh banyak ilmuwan juga dapat sama sekali ditolak pada kemudian hari. Akan tetapi, ada dua hal yang kiranya cukup jelas membedakan antara suatu teori ilmu pengetahuan dengan klaim opini biasa, yakni hakekat dari kesimpulan yang dibuat dan metode yang digunakan untuk sampai pada kesimpulan itu.23

Salah satu ciri yang menandai opini kosong adalah penggunaan analogi yang menyiratkan adanya relasi sebab akibat tetapi tanpa bukti spesifik atas analogi itu. Ada dua contoh yang banyak digunakan tentang hal ini. Banyak orang menganalogikan planet Mars sebagai lambang perang dan pertumpahan darah. Hal ini terjadi karena planet tersebut jika dilihat dari bumi, berwarna merah. Yang tidak jelas disini adalah bagaimana warna suatu planet memiliki keterkaitan dengan kecenderungan perang di antara manusia. Contoh lain yang cukup jelas adalah bagaimana tanduk badak yang ditumbuk dianggap mampu menyembuhkan impotensi pada pria!

Contoh paling tepat bagi opini yang tidak ilmiah adalah astrologi. Astronomi kontras dengan astrologi dianggap sebagai ilmu pengetahuan karena kesimpulan-kesimpulannya didasarkan pada pengamatan dan observasi yang berkelanjutan. Sementara itu, astrologi bukanlah ilmu pengetahuan, karena semua kesimpulannya didasarkan pada mitos-mitos. Tidak ada alasan jelas, mengapa orang yang lahir di bulan Juli dianggap berbintang leo. Dan, tidak ada alasan jelas mengapa rasi bintang gemini tidak dilihat dengan bentuk lain selain bentuk orang kembar. Dengan demikian, tidak ada satupun dasar yang cukup kokoh untuk mengatakan bahwa astrologi merupakan ilmu pengetahuan.

Salah satu bentuk opini tanpa dasar lainnya adalah terapi kristal. Banyak orang berpendapat bahwa dengan meletakkan kristal di bawah bantal pada waktu tidur di malam hari, kita akan merasakan ketenangan, baik pada saat tidur, maupun

23

keesokkan harinya. Hal semacam itu tidak pernah dapat dibuktikan secara eksperimental, karena kemungkinan bahwa orang bisa tidur bangun secara tenang walaupun tanpa kristal juga tetap besar. Dan sebaliknya, kemungkinan orang tetap merasa gelisah, karena ada masalah misalnya, walaupun ia tidur dengan kristal di bawah bantalnya juga tetap besar. Oleh sebab itu, terapi kristal tidak pernah dapat disebut sebagai ilmu pengetahuan.

Lepas daripada itu, perdebatan tentang apakah suatu teori disebut ilmiah atau tidak ilmiah tidaklah selalu jelas dan lugas. Contoh yang paling jelas adalah Marxisme. Jelas, teori Marxisme didasarkan pada logika dan pengamatan terhadap bagaimana masyarakat mengalami proses perubahan dan pengaturan masyarakat. Dalam arti ini, dan juga dalam kerangka metode induksi, Marxisme dapat dianggap sebagai ilmu pengetahuan. Akan tetapi, seorang yang sangat meyakini teori Marxisme dapat menggunakan teori tersebut untuk menafsirkan berbagai gejala yang ada di masyarakat, sehingga apapun yang terjadi, orang tersebut dapat merasionalisasikannya dengan teori Marxisme. Hal yang sama juga dapat diterapkan pada orang-orang yang sangat menyakini kebenaran teori Freud di dalam psikologi.

Hal ini tentunya menimbulkan masalah tersendiri. Kita akan melihat lebih jauh di Bab berikutnya, bahwa suatu teori dianggap memadai, jika teori tersebut bisa difalsifikasi, atau ditemukan bukti-bukti nyata yang bertentangan dengan teori tersebut. Jika suatu teori tidak dapat difalsifikasi, atau tidak dapat ditemukan bukti-bukti nyata yang bertentangan dengan teori tersebut, teori itu dianggap sebagai dogma, dan tidak berguna. Hal ini terjadi, karena suatu teori menjadi berguna, ketika teori tersebut mampu menjelaskan suatu fenomena, dan kemudian memberikan prediksi tentang kemungkinan yang terjadi pada masa depan. Jika suatu teori tidak memberikan kemungkinan, melainkan kebenaran absolut, teori tersebut menjadi tidak berguna, dan menjadi dogma. Hal inilah yang menjadi argumentasi utama Karl Popper dalam kritiknya terhadap teori sosial Marxisme dan teori psikologi Freudian. Jadi, teori yang tidak dapat ditolak justru bukan merupakan teori sama sekali.

Pada Bab berikutnya, kita akan membicarakan Thomas Kuhn, terutama pandangan tentang paradigma di dalam ilmu pengetahuan. Baginya, ketika suatu teori tidak lagi mampu memberikan penjelasan ataupun jawaban atau gejala-gejala kontemporer, maka teori tersebut harus diganti dengan teori lain yang lebih memadai ataupun memberikan jawaban atau gejala-gejala tersebut. Dengan demikian, ilmu pengetahuan, baginya, tidak pernah stabil, melainkan selalu ditandai dengan

revolusi-revolusi paradigma. Sejarah ilmu pengetahuan menjadi sejarah perubahan

revolusioner. Jika pandangan seseorang tidak dapat diubah seturut perkembangan terbaru, pandangannya tidak akan pernah disebut sebagai ilmiah.

pengetahuan merupakan satu-satunya paradigma yang sah. Ada banyak dimensi di dalam hidup, seperti agama, seni, yang dapat dipegang sebagai filosofi hidup, walaupun tidak didasarkan pada bukti-bukti nyata. Kita harus menganggap hal-hal tersebut sebagai tidak ilmiah, dan tidak akan pernah bisa dinilai ataupun dikritisi dari sudut pandangan ilmu pengetahuan melulu.

Bab

4

Hukum dan Teori di dalam

Dalam dokumen Filsafat dan Sains.pdf (Halaman 148-153)