• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kriteria Ilmu Pengetahuan

Dalam dokumen Filsafat dan Sains.pdf (Halaman 103-106)

Filsafat Ilmu Pengetahuan dan

1.6 Kriteria Ilmu Pengetahuan

Pada bagian ini, saya akan menjabarkan beberapa kriteria untuk menentukan sesuatu itu layak disebut sebagai ilmu pengetahuan atau tidak. Ada dua kegunaan dari perumusan kriteria ini. Pertama, kriteria ini berguna untuk membedakan ilmu pengetahuan dengan pengetahuan umum. Kedua, kriteria ini juga berguna untuk membedakan ilmu pengetahuan dengan pernyataan-pernyataan yang mengklaim dirinya ilmiah, tetapi sebenarnya tidak memiliki landasan yang kuat. Marilah kita perjelas hal ini dengan satu buah contoh. Banyak ahli dan mungkin hampir semua orang yakin bahwa teori gravitasi yang dirumuskan oleh Newton adalah merupakan ilmu pengetahuan. Sementara, banyak ahli yang meragukan kesahihan astrologi sebagai ilmu pengetahuan. Mungkin, Anda semua akan setuju dengan yang terakhir ini. Akan tetapi, apakah alasan di balik klaim bahwa teori Newton merupakan ilmu pengetahuan, sementara astrologi hanyalah opini tanpa dasar belaka? Pada titik inilah penentuan kriteria mutlak diperlukan. Kriteria yang akan saya paparkan di bawah ini mengacu pada rumusan Professor Herbert Feigl di dalam berbagai tulisannya.7

Setidaknya, ada lima kriteria. Pertama, adalah bahwa suatu teori atau pernyataan ilmiah dapat diuji secara intersubyektif. Artinya, suatu teori atau pernyataan tidak hanya diketahui dan diyakini sang ilmuwan saja, tetapi dapat diuji

6

oleh siapa saja, yakni secara intersubyektif. Oleh karena itu, intuisi subyektif tidak pernah dapat digolongkan sebagai ilmu pengetahuan. Kedua, adalah bahwa suatu ilmu pengetahuan dapat dipercaya. Artinya, ketika suatu pernyataan atau suatu teori sedang diuji, teori tersebut benar atau setidaknya memiliki kemungkinan logis yang sangat besar untuk benar. Ketiga, adalah kejelasan dan ketepatan. Artinya, suatu teori atau penemuan ilmiah tidaklah boleh bersifat ambigu. Konsep yang diperkenalkan haruslah jelas dan tepat, tidak berlebih dan tidak kurang. Cara mengetahui hal ini adalah dengan menggunakan alat uji coba, ataupun alat-alat lainnya. Keempat, adalah koheren dan sistematik. Artinya, suatu teori atau pernyataan ilmiah harus teratur dan terhubung secara sistematis dengan premis-premisnya. Suatu teori tidak boleh memiliki kontradiksi internal di dalam bangunannya sendiri. Kelima, adalah cangkupan yang terbatas dan kompherensibilitas.

Mari kita pertimbangkan kelima aspek ini secara mendetil. Yang pertama adalah ilmu pengetahuan sebagai pernyataan yang dapat diuji secara intersubyektif. Di dalam ilmu pengetahuan, ada berbagai bentuk pernyataan, seperti deskripsi, hukum-hukum, penjelasan teoritis. Semua hal ini disebut sebagai klaim-klaim pengetahuan. Kita harus melihat bukti-bukti yang ada dan menunjukan apakah bukti-bukti tersebut sesuai dengan teori atau tidak. Kriteria ini tidak ingin membuktikan bahwa suatu teori benar atau tidak tetapi apakah suatu teori dapat diuji atau tidak. Suatu teori haruslah dapat diuji. Jika tidak, itu bukanlah teori. Misalnya pernyataan ini, “Ada gunung-gunung besar di sisi lain dari bulan.” Pernyataan ini dapat diuji, tetapi belum tentu benar.

Apakah yang dimaksud dengan intersubyektif? Intersubyektifitas seringkali disamakan dengan obyektifitas. Obyektivitas sendiri memiliki berbagai macam arti. Sesuatu disebut obyektif berarti sesuatu itu tidak didasarkan pada ilusi, halusinasi, intuisi subyektif. Selain itu, sesuatu disebut obyektif jika sesuatu itu sungguh-sungguh berada di dunia eksternal dan bukan hanya konstruksi pikiran kita. Obyektifitas juga seringkali digunakan untuk menandakan tidak adanya bias serta menunjukkan adanya kebebasan dari pengaruh perasaan ataupun nilai-nilai tertentu. Lepas dari itu, obyektivitas juga mengacu pada kemampuan suatu temuan ataupun pernyataan untuk diuji oleh orang lain sehingga kepercayaan, intuisi privat, sensasi-sensasi serta pengalaman yang tidak dapat diulang tidak akan pernah dapat disebut sebagai ilmu pengetahuan. Itulah arti obyektivitas di dalam ilmu pengetahuan.

Suatu pernyataan ilmiah juga harus dapat dipercaya kebenarannya. Ilmu pengetahuan tidak hanya tertarik dengan pernyataan yang dapat diuji secara intersubyektif, tetapi juga pada kebenaran suatu teori ataupun pernyataan. Kita dapat memberikan penilaian tentang kebenaran suatu teori berdasarkan uji coba. Uji coba ini dikenal juga sebagai konfirmasi. Konfirmasi yang positif dapat dicapai jika

7

suatu teori dapat mencapai tahap verifikasi penuh. Di dalam ilmu pengetahuan, verifikasi penuh tidak akan pernah dapat dicapai. Haruslah dicatat bahwa teori ilmu pengetahuan yang dapat dipercaya akan sangat berguna bagi kita untuk membuat semacam prediksi. Selanjutnya, suatu teori yang dapat diuji secara intersubyektif tidaklah berarti teori tersebut benar. Artinya, dipenuhinya syarat pertama tidak berarti syarat kedua terpenuhi.

Suatu teori ilmu pengetahuan juga harus bersifat tepat dan jelas. Kata tepat dan kata jelas dapat digunakan dengan dua arti. Pertama, kedua kata itu mengacu pada hilangnya ambiguitas dan ketidakjelasan di dalam suatu teori. Kedua, kedua kata itu mengacu pada rumusan yang tepat dan rigid tentang hukum-hukum yang dijabarkan. Misalnya, “Adalah lebih mungkin jika X mengakibatkan Y”. Pernyataan tersebut tidaklah memenuhi syarat ketepatan dan kejelasan. Akan tetapi, “Probabilitas dari pengaruhi X terhadap Y adalah 98 %”. Pernyataan ini tepat dan jelas sehingga dianggap lebih memadai dari pernyataan sebelumnya.

Teori ilmu pengetahuan juga harus koheren dan sistematis. Di dalam ilmu pengetahuan, yang dicari bukanlah kumpulan fakta-fakta yang tidak saling berhubungan, tetapi fakta-fakta yang memiliki kesatuan konsep dan saling berhubungan satu sama lain. Koherensi dan sistematika suatu teori dapat diuji jika kita menganalisisnya berdasarkan prosedur hipotetis-deduktif di dalam ilmu pengetahuan. Prosedur tersebut terdiri dari empat langkah. Pertama, suatu teori berawal dari suatu masalah yang ada pada fenomena di dunia. Kedua, seorang ilmuwan harus merumuskan hipotesis, hukum, dan teori tentang fenomena yang sedang dianalisis, atau untuk menyelesaikan masalah yang sedang dianalisisnya. Ketiga, masalah atau fenomena yang diteliti oleh seorang ilmuwan haruslah fakta yang dapat diamati. Keempat, suatu teori juga harus dapat diuji kebenarannya. Dengan demikian, ilmu pengetahuan adalah suatu jaringan pernyataan yang menyatu, terintegrasi, dan bukan hanya sekedar kumpulan fakta atau pernyataan yang saling tidak berhubungan. Akan tetapi, kesatuan analisis tersebut juga harus bebas dari kontradiksi internal.

Yang terakhir, suatu teori ilmiah juga harus komprehensif. Kata komprehensif di sini mengacu pada dua arti. Pertama, suatu teori dapat disebut komprehensif jika teori tersebut memiliki daya penjelas yang kuat. Teori Newton dianggap sebagai teori ilmiah karena mampu menjelaskan mengapa benda akan jatuh ke bawah jika kita melemparnya, sekaligus menjelaskan mengapa bumi tidak lepas dari orbitnya, serta bulan selalu berada di sana. Kedua, komprehensif juga berarti teori tersebut lengkap dalam penjelasannya. Akan tetapi, tidak berarti teori tersebut harus bersifat final dan tak terbantahkan. Tentunya, kita tidak akan yakin bahwa suatu teori tentang ilmu-ilmu empiris akan selalu sama dan pasti setiap waktu. Kita harus selalu siap mengganti atau melepaskan suatu teori yang sudah tidak lagi memadai.

tersebut mampu memenuhi kelima kriteria yang sudah dijabarkan sebelumnya. Jika tidak mampu memenuhi kelima kriteria itu, teori tersebut akan dicap tidak ilmiah. Kembali pada contoh awal kita, teori Newton memenuhi kelima kriteria tersebut. Sementara, astrologi tidak maka astrologi bukanlah suatu ilmu pengetahuan. Akan tetapi, kriteria yang dipaparkan Feigl ini tidaklah mutlak. Banyak filsuf ilmu pengetahuan kemudian mengkritik kriteria ini, baik beberapa ataupun semuanya.

Dalam dokumen Filsafat dan Sains.pdf (Halaman 103-106)