• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perkembangan pada Abad ke-19

Dalam dokumen Filsafat dan Sains.pdf (Halaman 125-128)

Sejarah Ilmu Pengetahuan

2.4 Perkembangan pada Abad ke-19

Perubahan yang terjadi di dalam ilmu pengetahuan dan teknologi pada abad ke-19 sangatlah mengagumkan. Dekade-dekade awal abad itu dipenuhi perkembangan pesat di dalam penggunaan tenaga uap, seperti di dalam kereta api, pabrik-pabrik, serta kapal laut bertenaga uap. Pada 1830, bentuk energi lain telah ditemukan dan penemuan ini memberikan sumbangan yang sangat besar bagi ilmu pengetahuan, yakni energi listrik. Penemuan dinamo dan motor mempermudah transportasi. Telegram elektrik memungkinkan komunikasi lintas negara. Kedua hal tersebut mulai aktif beroperasi sejak 1866. Kemudian, dengan penemuan telepon oleh Bell pada 1876 dan radio oleh Marconi pada 1895, dunia mengalami revolusi di dalam bidang komunikasi.

Dengan teknologi telepon, telegram, pelayanan pos, rel kereta uap, pabrik-pabrik, gedung-gedung yang dibangun dengan menggunakan besi, serta kendaraan bermotor pada 1885; wajah dunia telah sungguh-sungguh berubah. Pada akhir abad ke-19, lama waktu hidup dan kesehatan dapat ditingkatkan dengan meminum obat aspirin ataupun mengecek penyakit dengan sinar x. Kematian juga bisa datang lebih cepat dengan ditemukannya senjata mesin dan kursi listrik. Dari sudut pandang yang lebih umum, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ini menjanjikan kemajuan peradaban manusia dan kontrol penuh manusia atas alam.

Selanjutnya, salah satu perubahan terbesar di dalam peradaban manusia di abad ke-19 adalah dirumuskannya teori evolusi. Di pihak lain, ada juga penemuan yang sama pentingnya, yakni penemuan ilmu statistik. Sekarang ini, penelitian sosial dengan menggunakan statistik adalah sesuatu yang biasa. Ilmu-ilmu sosial modern, seperti psikologi, sosiologi, dan ilmu politik, tidak akan dapat dimengerti tanpa pengambilan data-data yang kemudian dirumuskan dalam statistik. Baru di abad ke-19 lah para ilmuwan menggunakan metode ini untuk pendekatan ilmiah mereka.

Di dalam ilmu statistik yang dirumuskan oleh seorang sosiolog, Durkheim (1858-1917), ada pengandaian bahwa perilaku manusia dapat dihitung, dan kemudian dapat diperkirakan. Ia sampai pada kesimpulan bahwa ada hukum sosial yang bersifat obyektif di dalam masyarakat yang dapat diketahui melalui statistik.

Tentu saja, ia tidak bermaksud menyamakan hukum obyektif di dalam dunia sosial tesebut sama dengan hukum di dalam ilmu-ilmu alam. Hukum obyektif itu tidak pernah dapat menggambarkan apa sesungguhnya menjadi kehendak dan keinginan individu-individu yang ada di dalam masyarakat. Akan tetapi, di level yang lebih sosial yang lebih melibatkan banyak orang, perilaku sosial dapat dihitung dan diperkirakan. Seperti akan kita lihat kemudian, semua hal ini akan mempengaruhi cara para ilmuwan dan cara manusia pada umumnya untuk mendefinisikan kebebasan. Jika ada yang disebut sebagai hukum sosial yang dapat diketahui melalui statistik, apakah orang-orang yang membuat statistik sungguh-sungguh tidak terpengaruh oleh hukum-hukum tersebut, sehingga mereka bisa disebut bebas? Atau, jangan-jangan, mereka tidak sadar bahwa mereka sendiri tidaklah bebas?

Di bidang politik, Karl Marx (1818-1883) menyumbangkan suatu analisis melalui teori konflik kelasnya dan mengklaim berhasil menemukan hukum-hukum baja sejarah pergerakan kelas. Ia melihat bahwa konflik kelas yang ada di masyarakat akan berakhir dengan terciptanya masyarakat sosial tanpa kelas. Seperti juga akan kita lihat kemudian, beberapa filsuf abad ke-20, antara lain, Popper berpendapat bahwa Marxisme merupakan ilmu pengetahuan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan karena tidak memberikan ruang untuk falsifikasi yang dapat membuktikan keabsahan teori tersebut. Akan tetapi, Marx tidak hanya mau memahami masyarakat dengan pendekatan ilmiah, tetapi juga mau mengubahnya.

Dengan demikian, kita sudah lihat bagaimana ilmu pengetahuan tidak lagi digunakan hanya untuk menganalisis alam, tetapi juga untuk memahami manusia dan dunia sosialnya dan bahwa perilaku manusia terbuka untuk dipahami secara obyektif melalui analisis saintifik. Salah satu problem filosofis yang muncul di sini adalah kebebasan. Jika saya merasa bahwa diri saya adalah seorang yang bebas, bagaimana seorang ilmuwan dapat tiba-tiba meramalkan apa yang akan saya lakukan pada kemudian hari melalui analisis-analisisnya? Di samping itu, ada satu isu yang sangat mengguncang pemahaman manusia pada masa-masa itu, yakni tentang apa arti keberadaan kita sebagai manusia. Isu ini diangkat oleh teori evolusi.

Tantangan dari Teori Evolusi

Teori evolusi yang pertama kali dirumuskan oleh Charles Darwin (1809-1882) setidaknya dapat dibagi menjadi dua, yakni penafsiran dan pemeriksaan bukti-bukti fosil yang ada dan teori tentang bagaimana suatu spesies bisa berkembang. William Smith (1769-1839) mempelajari lapisan batuan dan fosil yang terkandung di dalamnya. Ia mendapatkan kesimpulan bahwa semakin dalam suatu lapisan batuan maka semakin fosil yang ditemukan menunjukkan spesies-spesies yang berbeda dari yang ada sekarang. Oleh karena itu, spesies-spesies tersebut tentunya telah menempuh beberapa tahap penciptaan sehingga bisa ada beragam mahluk hidup seperti sekarang.

yang berbeda. Di dalam bukunya yang berjudul Principles of Geology, ia berpendapat bahwa yang terjadi adalah proses perubahan yang bertahap namun pasti dan bukan penciptaan yang bertahap. Apa yang belum ia mengerti adalah mekanisme yang mendorong terjadinya perubahan dari satu spesies menjadi spesies yang lain. Ada beberapa ilmuwan lainnya yang memiliki kesimpulan serupa dengan teori Darwin. Kakek dari Darwin, yakni Erasmus Darwin (1731-1802) berpendapat bahwa semua mahluk hidup berevolusi dari satu jenis mahluk hidup. Ia juga melihat bahwa manusia merupakan puncak dari proses evolusi, tetapi tidak terpisah dari proses tersebut. Bukunya yang lain, Zoonomia (1794) adalah sebuah buku medis, tetapi di dalamnya telah termuat ide-ide tentang evolusi. Dalam banyak hal, pemikirannya telah membuka gerbang bagi teori yang lebih matang yang dirumuskan cucunya.16

Salah satu tokoh yang banyak berpengaruh bagi pengembangan teori evolusi adalah Jean Bapiste de Lamark (1744-1829). Ia yakin bahwa kita dapat menggolongkan berbagai spesies menurut kompleksitasnya dan bahwa setiap spesies selalu berkembang menuju spesies yang makin kompleks. Proses perkembangan menuju spesies yang makin kompleks ini terjadi melalui penurunan karakter baru dari induk kepada anaknya. Dengan kata lain, seseorang yang telah berhasil mengembangkan suatu kualitas ataupun karakter baru akan menurunkan karakter baru tersebut kepada anaknya. Dengan pola seperti itulah proses evolusi terus berlangsung. Teori ini menjadi sangat kontroversial pada abad ke-19 dan nantinya akan digunakan oleh Darwin untuk menjelaskan proses seleksi alamiah.

Ilmuwan lain yang memberikan sumbangan besar terhadap teori evolusi adalah Thomas Malthus (1766-1834). Ia melihat bahwa di dalam situasi krisis makanan, populasi penduduk juga berkembang menyesuaikan dengan jumlah makanan yang ada. Akan ada semacam kompetisi di antara penduduk untuk memperebutkan makanan. Oleh karena itu, hanya penduduk terkuatlah, atau yang mempunyai akses ke makanan, yang dapat bertahan. Kesimpulan ini ditulisnya dalam buku Essays on the Principle of Population (1798), dan menyediakan argumentasi tentang mekanisme proses evolusi yang nantinya diadopsi oleh Darwin.

Mungkin, puncak perkembangan teori evolusi adalah di dalam rumusan Charles Darwin. Buku yang berjudul The Origins of Species (1859) sangatlah kontroversial karena buku itu merumuskan untuk pertama kalinya bagaimana suatu spesies dapat berkembang dari spesies lainnya dengan menjalani proses seleksi ilmiah (alamiah). Latar belakang tentang bagaimana ia sampai pada teori itu sangatlah terkenal. Ia melakukan penelitian di kepulauan Galapagos. Dan setelah menyaksikan keberagaman spesies yang ada di sana, ia menyimpulkan bahwa spesies yang ada sekarang merupakan perkembangan dari proses spesies yang ada sebelumnya. Ia melihat adanya kemiripan antara spesies yang ada sekarang dengan fosil-fosil yang ia temukan di pulau tersebut. Kemudian, ia tinggal selama 20 tahun di

16

pulau itu untuk merumuskan teori tentang bagaimana hal ini bisa terjadi. Di dalam teori seleksi alamiah, ia berpendapat seperti di bawah ini.

Pertama, beberapa jenis di dalam satu spesies memiliki kualitas-kualitas yang dapat

membantu mereka untuk bertahan lebih baik daripada yang lainnya.

Kedua, spesies-spesies yang mampu bertahan akan berkembang biak dan mewariskan kualitas mereka ke generasi berikutnya.

Ketiga, dengan begitu, semakin banyak mahluk hidup dari spesies tersebut yang memiliki kualitas untuk bertahan.

Keempat, kualitas dan karakter dari spesies tersebut berkembang terus untuk

memungkinkannya bertahan hidup.

Empat Bab pertama dari The Origins of Species menunjukkan proses terbentuknya teori tersebut. Ia mulai dengan menyelidiki proses perkembangbiakkan binatang-binatang. Kemudian, ia mengkaitkan analisisnya dengan teori Malthus dengan mengeksplorasi proses mahluk hidup mempertahankan keberadaan mereka. Dari sini, ia kemudian mampu merumuskan teori tentang seleksi alamiah. Darwin menggabungkan analisisnya dengan teori-teori yang sudah berkembang sebelumnya. Bahkan, satu-satunya yang cukup membedakan teori Darwin dengan teori-teori evolusi yang sudah ada sebelumnya adalah kejelasan dan kelugasannya dalam mengajukan argumentasi. Argumentasinya sangat meyakinkan, terutama tentang proses terjadinya evolusi, tidak lagi dibutuhkan seorang Pencipta Agung untuk melaksanakan prosesnya. Teorinya juga menempatkan manusia di dalam satu level dengan spesies lainnya karena manusia juga telah melewati proses seleksi alamiah yang sama.

Ilmu pengetahuan di bidang genetika telah menunjukkan kepada kita bahwa penggabungan kode genetik yang acak dapat juga memberi keuntungan bagi spesies yang bersangkutan. Akan tetapi, pada waktu itu teori evolusi adalah sebuah bangunan teori yang elegan, sederhana, dan sangat mekanistik. Di dalam teori itu, tujuan final, seperti yang dirumuskan Aristoteles tidaklah mendapatkan tempat. Apa yang disebut sebagai tujuan final adalah kebetulan kumulatif belaka. Jelaslah bahwa pada masa itu, apa yang dirumuskan Darwin sangat mengguncang dunia ilmu pengetahuan.

Di buku-buku berikutnya, Darwin mencoba untuk menunjukkan implikasi teorinya bagi manusia secara keseluruhan. Akan tetapi, dari perspektif sejarah ilmu pengetahuan, buku Origins of Species-lah yang menjadi tonggak dan karya yang terpenting.

Dalam dokumen Filsafat dan Sains.pdf (Halaman 125-128)