• Tidak ada hasil yang ditemukan

Selamat & Sukses

3.1 Darurat Perumahan Rakyat sebagai Masalah Serius bagi MBR

B

elakangan ini santer diberitakan oleh banyak media massa mengenai kondisi

darurat dalam berbagai bidang kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Sebut saja, misalnya pemerintah telah menetapkan “Darurat Narkoba”, “Darurat Kejahatan terhadap Anak”, “Darurat Asap akibat Pem-bakaran Hutan”, dan “Darurat Korupsi”. Adapun yang akan dibahas berikut ini yaitu “Darurat Perumahan Rakyat” yang merupakan hasil kajian LP P3I (HUD) terhadap sejumlah permasalahan penyelenggaraan perumahan rakyat di Indonesia dan telah dideklarasikan tahun 2014 silam.

3.1.1 Fenomena Darurat Perumahan Rakyat

Pengertian darurat adalah keadaan sukar yang tidak tersangka-sangka

dan memerlukan pertolongan (penyelamatan) secepat-cepatnya.48 Jadi, darurat

perumah an rakyat dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang sulit dihadapi oleh pemerintah dan memerlukan solusi segera dalam penyediaan tempat tinggal (rumah) bagi rakyat yang tidak mampu, khususnya MBR dan MM agar terpenuhi hak bertempat tinggal yang layak untuk kehidupan yang baik dan demi kemanusiaan.

Tahun 2014 yang merupakan tahun politik yang juga disebut juga tahun darurat perumahan rakyat. Hal ini seperti diberitakan oleh seorang jurnalis, Meutia

Rahmi49 melalui media online okezone.com tanggal 16 Januari 2014 dengan berita

“2014 Tahun Darurat Perumahan Rakyat”. Rahmi dengan mengutip pernyataan Prof. Budi Prayitno, Kepala Pusat Kajian Kebijakan Perumahan Rakyat (Pusperkim) UGM dalam Acara Outlook Perumahan Rakyat di Tahun Politik 2014, di Jakarta, Kamis (16/1/2014) yang menyebutkan ada tiga alasan yang melandasi penyebutan

48 W. J. S. Poerwadarminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga. Balai Pustaka, Jakarta, 2006, hal. 267.

49 Meutia Rahmi (2014). “2014, Tahun Politik Darurat Perumahan Rakyat”. http://economy. okezone. com/read/2014/01/16/471/926998/2014-tahun-darurat-perumahan-rakyat, Diakses 9 Desember 2015.

tersebut, yaitu:

1. Backlog saat ini sudah mencapai 15 juta, kekurangan rumah mencapai 700 hingga 800 ribu unit tiap tahunnya, sedangkan pemerintah hanya mampu membangun tidak lebih dari 300 ribu rumah. Sangat sulit mengejar dan menurunkan kekurangan tersebut.

2. Pemerintah kurang peka dalam memrioritaskan dan keberpihakan politik kebijakan nasional atas pemenuhan hak dasar atas papan. Harusnya, dengan kondisi darurat ini menjadi faktor pendorong untuk kebijakan lompatan yang lebih akseleratif dan inovatif.

3. Jangka waktu untuk memenuhi amanat UU Perumahan dan Pemukiman sangat singkat. Sampai saat ini belum termasuk dalam agenda prioritas kebijakan nasional dan belum adanya road map yang jelas.

Darurat perumahan juga dikemukakan oleh anggota Komisi V DPR RI, Yoseph Umar Hadi, yang menyatakan “Negara dalam keadaan darurat, karena tidak bisa memenuhi kebutuhan rumah untuk rakyat. Untuk itu, diperlukan kebijakan strategis yang mendesak. Keadaan darurat ini terjadi dalam semua lini “lansekap” perumah-an rakyat, yaitu mulai dari tata ruperumah-ang, regulasi hingga pendperumah-anaperumah-an. Darurat tata ruang, adalah keadaan tata ruang yang tumpang tindih, zonasi untuk permukim an dicampur dengan komersial. Padahal tata ruang merupakan basis perumahan, karena menyangkut lahan. Darurat pendanaan terlihat dari beberapa indikator, seperti fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) yang hanya sebesar Rp 2 triliun dan tidak terserap dengan baik.”50

Berdasarkan kedua pernyataan pakar perumahan dan anggota DPR ter sebut, maka masalah darurat perumahan harus menjadi perhatian serius pemerintah dan segera mencari solusi kebijakan strategis yang dapat mengatasi masalah tersebut.

3.1.2 Parameter Darurat Perumahan Rakyat

Dua tahun lebih atau tepatnya 30 Desember 2012, harian Kompas melansir

berita tentang kemungkinan munculnya “Darurat Perumahan Rakyat”51 pada tahun

berikutnya. Dalam berita itu, diinformasikan bahwa Kemenpera telah mengibarkan bendera putih bahwa pembangunan rumah sederhana tidak mampu memenuhi target yang ditetapkan. Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Na-sional (RPJMN) 2010-2014, pemerintah menargetkan penyediaan rumah se derhana

50 Yoseph Umar Hadi (2013), “Indonesia Darurat Rumah Rakyat!”, http://properti.kompas.com/ read/2013/09/25/1019203/Indonesia.Darurat.Rumah.Rakyat. Diakses tanggal 9 Desember 2015.

51­kompas.com­(2012)­“Darurat Perumahan Rakyat”. http://bola.kompas.com/read/2013/12/30/­ 11551147/Darurat.Perumahan.Rakyat.­Diakses­tanggal­9­Desember­2015.

bersubsidi sebanyak 1,35 juta unit atau senilai Rp72,83 triliun. Target lima tahun itu meliputi 1,34 juta rumah tapak dan 6.500 rumah susun.

Namun yang terjadi, dalam tiga tahun berselang, tahun 2010 hingga awal Desember 2012, realisasi rumah sederhana tapak baru 176.524 unit (19,28 persen) dan rumah susun 139 unit. Tahun 2012, target rumah sebanyak 133.000 unit bahkan hanya terserap 59.112 unit meliputi 59.107 rumah tapak (44,6 persen) dan 5 rumah susun (1 persen). Penyerapan rumah yang terus menurun justru terjadi pada saat alokasi anggaran pemerintah untuk perumahan rakyat terus meningkat. Tahun 2010, anggaran pemerintah untuk pembiayaan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah adalah Rp2,68 triliun, tahun 2011 sebesar Rp3,57 triliun, dan tahun 2012 sebesar Rp4,709 triliun.

Dari publikasi Kompas tersebut, menunjukkan fenomena darurat perumahan rakyat dilihat dari penyediaan rumah tapak dan rumah susun berdasarkan RPJMN 2010-2014 benar-benar terjadi di Indonesia. Berikut ini disajikan beberapa parameter darurat perumahan rakyat yang terjadi selama ini.

Tabel 3.1 Parameter Darurat Perumahan Rakyat di Indonesia No. Indikasi Penjelasan

1. Backlog Backlog (angka kekurangan rumah) dari tahun ke

tahun meningkat. Pada tahun 2015, backlog telah mencapai + 15 juta unit.

2. PKP Kumuh PKP (Perumahan dan Kawasan Permukiman) kumuh

semakin meluas. Pada tahun 2015 meningkat menjadi + 100.000 Ha.

3. Rumah Tak Layak Huni Rumah tak layak huni, semakin besar yaitu mencapai + 10 juta unit baik secara alamiah maupun akibat ben-cana.

4. Daya Beli/Cicil/Sewa Daya beli/cicil/sewa, masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah khususnya MBR dan Masyarakat Miskin semakin menurun.

5. Produk peraturan dan

perundang-undangan Produk peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, tidak tuntas/terpadu, cenderung tumpang tindih dan arogan/otoriter.

6. Keberpihakan

Pemerintah dan Pemda (Negara)

Pemerintah dan pemda (negara) belum terlihat nyata keberpihakannya kepada masyarakat menengah ke bawah, khususnya MBR, Masyarakat Miskin dan ma-syarakat papa.

7. Peran Negara Negara cenderung melepaskan tanggungjawab dan melemparkan kesalahan kepada pengembang swasta bahkan pemda.

8. Kemitraan

Pemerintah-Dunia Usaha-Masyarakat

Kebersamaan dan Kemitraan (pemda/dunia usaha/ koperasi dan masyarakat) dalam penyelenggaraan perumahan rakyat

9. Pelayanan Birokrasi Perilaku birokrasi pelayanan cenderung ‘Rent Seekers’

(High Cost economy) dalam proses penyelenggaraan

dan pembangunan PKP, masih/semakin ‘meng gurita dan tidak pandang bulu’, terutama dalam hal ‘per-ijinan, pertanahan, pembiayaan,perpajakan/retribusi, hunian berimbang dan kepenghunian’.

10. Pemerintah Pusat

dan Daerah Pemerintah (pusat dan daerah), kurang mendorong dan membantu untuk meningkatkan keswadayaan masyarakat dalam pembangunan perumahan. 11. Pemberitaan

Media Massa Di media massa (cetak dan elektronik), pemberita-an mengenai ‘rumah rakyat/publik’ sangat se dikit di bandingkan dengan Rumah Menengah Atas/ Komersial.

Sumber: diolah dari berbagai sumber baik tertulis maupun hasil diskusi.

3.2 Dampak Darurat Perumahan Rakyat

Berdasarkan indikasi darurat perumahan rakyat tersebut, maka dapat dipastikan bahwa hal tersebut menimbulkan dampak negatif terhadap pemerintah, pengembang swasta, dan masyarakat, khususnya MBR dan Masyarakat Miskin, yaitu:

1. Pemerintah

Munculnya darurat perumahan rakyat yang terjadi saat ini sudah tentu tidak diharapkan oleh pemerintah. Hal itu telah menyebabkan pemerintah harus meng-hadapi berbagai kesulitan dalam penyelenggaraan perumahan, yaitu:

a. Pemerintah semakin sulit menyediakan perumahan yang layak bagi MBR dan MM.

b. Menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah sebagai

penyelenggara kesejahteraan sosial dalam kaitannya dengan penyedia an tempat tinggal atau rumah yang layak huni.

c. BUMN, seperti Perum Perumnas semakin sulit menyediakan pem bangunan perumahan bagi masyarakat MBR dan MM.

d. BUMD, seperti perbankan daerah menghadapi kendala dalam pem berian kredit pembiayaan perumahan bagi MBR dan MM karena ter kendala peratur-an perundperatur-angperatur-an yperatur-ang ditetapkperatur-an oleh Bperatur-ank Indonesia.

e. Pemerintah dapat dikatakan gagal dalam memenuhi hak dasar bermukim yang layak bagi warga negaranya, khususnya MBR dan MM.