• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENYELENGGARAAN PERUMAHAN RAKYAT

2.3 Landasan Hakekat Dasar dan Kewajiban

2.3.1 Hak dan Kewajiban dalam Bertempat Tinggal

Seperti telah diuraikan sebelumnya, hak dan kewajiban bertempat tinggal yang layak bagi setiap warga negara telah diatur dalam berbagai kesepakatan masyarakat dunia dan peraturan perundangan. Adanya hak dan kewajiban bertempat tinggal ini adalah sesuai dengan kebutuhan paling dasar manusia yang harus dipenuhi, yaitu kebutuhan fisik (psysiological needs). Menurut Miftah Thoha, kebutuh an fisik seperti

makan, pakaian, papan merupakan kebutuhan yang paling kuat di antara yang lain.37

Bagi masyarakat tidak mampu, khususnya MBR dan MM hak untuk mendapatkan tempat tinggal yang layak harus dipenuhi oleh pemerintah. Kewajiban pemerin tah ini secara khusus telah diatur dalam undang- undang perumahan baik UU Nomor 1/2011 dan UU Nomor 20/2011 yang keduanya memuat ketentuan bahwa tujuan pembangunan perumahan untuk menyediakan perumahan yang layak bagi MBR dan MM. Adapun terhadap masyarakat yang tidak punya apa-apa atau papa menjadi kewajiban dan tanggung jawab negara dalam pemenuhan hak tempat tinggal mereka.

2.3.2 Hak dan Kewajiban dalam Bekerja/Berusaha

Tempat tinggal atau rumah tidak hanya sekedar diartikan sebagai rumah yang luasnya memenuhi kebutuhan (ukuran rumah dan tanah) dan gaya (mengikuti selera

zaman), tetapi juga menyangkut dimensi psikologis, spasial, dan ekonomi...”.38

Dalam konteks ekonomi, eksistensi tempat tinggal (rumah) harus dapat dijadikan tempat bekerja atau berusaha bagi penghuninya.

Dengan melihat kenyataan bahwa rumah di samping berfungsi untuk tempat berteduh dan pembinaan keluarga dan juga tempat berusaha, maka pembangunan perumahan bagi MBR dan MM tidak boleh meniadakan fungsi tersebut. Beberapa fungsi rumah itu dijelaskan oleh Cosmas Batubara sebagai berikut:

“Bermukim pada hakekatnya adalah hidup bersama, dan untuk itu fungsi rumah dalam kehidupan manusia adalah sebagai tempat tinggal yang diperlukan oleh manusia untuk memasyarakatkan dirinya. Dilihat dari proses bermukim, rumah adalah pusat kegiatan budaya manusia sebagai konsumen maupun produsen untuk mencapai tujuan dan kesempurnaan hidup. Di dalam rumah manusia dididik, dibentuk, dan berkembang menjadi manusia yang ber kepribadian. 37 Miftah Thoha. Perilaku Organisasi, Konsep dan Aplikasinya. PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2003, hal. 221-222.

Dalam makna yang luas, rumah harus mampu membuka jalan dan memberikan saluran bagi kecenderungan, kebutuhan, aspirasi, dan keinginan menusia secara

penuh, menuju perbaikan taraf hidup dan kesejahteraan manusia”.39

Dari penjelasan Batubara tentang pengertian fungsi rumah secara luas ter-sebut terlihat bahwa keberadaan rumah harus memberikan akses menuju per baikan taraf hidup dan kesejahteraan manusia. Dalam konteks itu, di sini rumah harus dapat dijadikan tempat berusaha (kegiatan ekonomi), di samping fungsi rumah lainnya. Terkait dengan hal ini, Albert Wijaya menyatakan bahwa ”Bagi penduduk yang memang tidak mampu, pemukiman harus dapat menjamin kelangsungan pekerjaannya tanpa penambahan biaya transpor ke tempat kerja. Malah bilamana mungkin, tempat

pemukiman baru dapat membuka kemungkinan peningkatan pendapatan...”.40

Bagaimanakah realitas pembangunan rumah bagi MBR dan MM terkait dengan fungsi rumah? Masalah yang ada, terutama pembangunan rumah susun oleh pemerintah masih terlihat kurang memperhatikan kebutuhan akan tempat usaha yang memadai. Artinya mereka yang menghuni rumah susun kesulitan untuk melakukan kegiatan usaha seperti jualan dan industri keluarga (home industries). Sebagai akibatnya, banyak penghuni menjual kepada orang lain yang sebenarnya tidak berhak menempati rumah susun subsidi pemerintah.

Perlunya pemerintah berkewajiban menyediakan dan memenuhi hak perumahan yang layak untuk tempat berusaha, khususnya bagi MBR dan MM, adalah sesuai ketentuan UUD 1945 Pasal 27 Ayat (2) yang berbunyi ”Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Di sini ada hak dan kewajiban bagi setiap warga negara untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

2.3.3 Hak dan Kewajiban dalam Mendapatkan Pelayanan Dasar

Setiap warga negara, terutama MBR dan MM memiliki hak pelayanan dasar pe rumahan yang layak dari pemerintah di satu sisi, dan di sisi lain pemerintah ber-kewajiban memberikan pelayanan dasar tersebut. Kewajiban pemerintah itu sesuai dengan salah satu fungsi dasar yang harus dilakukan, yaitu ”Menyediakan akses minimum bagi individu terhadap barang dan jasa (provision for minimum acces by individuals to goals and services of the economy)” 41

39 Cosmas Batubara, “Pokok-Pokok Kebijaksaaan Perumahan dan Permukiman” dalam C. Djemabut Blaang (eds) Perumahan dan Permukiman Sebagai Kebutuhan Pokok, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1986, hal. 5.

40 Albert Wijaya, “Pembangunan Pemukiman Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah di Kota” dalam Eko Budihardjo (eds), Sejumlah Masalah Pemukiman Kota, Alumni, Bandung, 1992, hal. 121.

Kewajiban pemerintah untuk menyediakan pelayanan dasar berupa perumah-an yperumah-ang layak bagi MBR dperumah-an MM karena ketidakmampuperumah-an mendapatkperumah-annya, meski mereka membutuhkannya. Oleh karenanya, hampir seluruh ahli ekonomi-politik sepakat bahwa pemerintah memiliki kewajiban mengatasi kemiskinan atau mem-bantu orang yang kurang beruntung agar dapat bertahan dalam tingkat minimal.

Pemenuhan pelayanan dasar berupa perumahan yang layak ini sangat dibutuhkan bagi MBR dan MM agar mereka dapat hidup sehat, nyaman, tenteram dan aman. Terpenuhinya semuanya itu akan dapat mewujudkan hidup dan kehidupan yang sejahtera bagi kemanusiaan.

2.3.4 Hak dan Kewajiban Mendapatkan Rasa Aman

Dalam tinjauan teori hirarki kebutuhan Maslow, rasa aman merupakan tingkat kebutuhan setelah kebutuhan fisik. Sebagai ilustrasi tentang kebutuhan rasa aman, Miftah Thoha menjelaskan apabila kebutuhan fisik telah terpenuhi seseorang akan beralih pada upaya pemenuhan kebutuhan keamanan seperti memelihara anjing untuk menggonggong setiap malam, memagari rumah dengan kawat dan aliran listrik, mencatat nomor telpon polisi dan dinas kebakaran, dan menyewa tukang

pukul42 yang semuanya merupakan usaha seseorang untuk mendapatkan rasa aman

dalam hidup dan kehidupannya.

Berdasarkan kebutuhan rasa aman itu, pemerintah sesuai dengan fungsi dasarnya harus mampu menyediakan pelayanan dasar perumahan yang memenuhi rasa aman setiap warga negara, khususnya MBR dan MM. Rasa aman ini mencakup aman bangunan fisik rumah, aman dari bencana, aman tidak digusur, dan aman dari kriminalitas. Namun di samping penciptaan rasa aman merupakan kewajiban

pe merintah, masyarakat pun wajib mengusahakannya sesuai dengan tingkat

kemampuan masing-masing.

2.3.5 Hak dan Kewajiban Berperan Serta dalam Pembangunan

Setiap warga negara Indonesia memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk berperan serta dalam pembangunan, pembangunan perumahan rakyat. Peran serta adalah inti dari community based development paradigm yaitu pembangunan yang memusatkan pada peran masyarakat baik sebagai perencana, pelaksana, dan pengawas pembangunan.

Peran serta sebagai hak warga negara dalam pembangunan perumahan mengandung pengertian bahwa mereka yang menentukan (memutuskan) tentang

bentuk, sifat dan jenis perumahan yang sesuai keinginannya. Oleh karena itu, ben-tuk program pembangunan perumahan dan permukiman seperti KIP, PB2K, Co-Bild dan lainnya tetap relevan untuk diadopsi dan dikembangkan lebih baik sehingga dapat mewujudkan peran serta warga masyarakat dalam proses pembangunan perumahan.

Kewajiban warga masyarakat dalam proses pembangunan perumahan sangat diperlukan mengingat dalam tata pemerintahan sekarang ini pemerintah hanya berperan sebagai fasilitator sedangkan warga masyarakat diberi kesempatan yang luas untuk merencanakan dan melaksanakan pembangunan perumahan. Di sinilah makna bottom-up dalam pembangunan perumahan rakyat menjadi sangat penting sebagai antitesa dari pendekatan top down yang selama ini dijalankan oleh pemerintah.

Pentingnya peran serta warga masyarakat dalam pembangunan perumahan tersebut sesuai dengan Pasal 131 UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman yang berbunyi ”Penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah daerah dengan melibatkan peran masyarakat”. Peran serta masyarakat ini dapat dilakukan dengan memberikan masukan dalam penyusunan rencana, pelaksanaan, pemanfaatan dan perbaikan, dan pengendalian penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman melalui forum masyarakat.