• Tidak ada hasil yang ditemukan

DALAM PERSPEKTIF EKONOMI-POLITIK

1.1 Makna, Orientasi, dan Proses Pembangunan Perumahan Rakyat

1.1.1 Makna Pembangunan Perumahan Rakyat

Dalam banyak definisi ekonomi yang dikemukakan oleh para ahli ilmu ekonomi, pengertian ekonomi selalu dikaitkan dengan ke giatan pemanfaatan sumberdaya yang langka secara efisien untuk me wujudkan ke sejahteraan keluarga,

masyarakat, dan negara.2 Oleh karena itu, dari perspektif ilmu ekonomi dapat

dikatakan bahwa pem bangunan perumahan rakyat adalah pengeja wantahan dari praktik ilmu ekonomi. Hal ini dapat dirunut dari ilmu ekonomi yang membahas masalah manusia dan sistem sosial yang mengorgani sasikan aktivitasnya untuk me-menuhi kebutuhan dasar (pangan, papan dan sandang) dan keinginan non material (pendidik an, pe ngetahuan dan pemuas an spiritual).3

Pembangunan perumahan rakyat memiliki makna mewujudkan ke sejahteraan hidup seperti tercermin dalam perilaku kehidupan setiap warga masyarakat yang

bahagia karena tercukupi kebutuhan perut, pakaian, dan perumahan yang layak.4

Pemenuhan kebutuhan di bidang papan (pe rumahan) melalui pembangunan perumahan rakyat itu harus sesuai dengan makna pembangunan, yaitu upaya perubahan dari ke adaan dan kondisi kemasyarakatan tertentu menjadi keadaan

dan kondisi kemasyarakatan yang dianggap lebih baik (lebih diinginkan).5 Dengan

kata lain, pembangun an perumahan rakyat harus memiliki makna sebagai upaya

memaju kan kehidupan masyarakat dan warganya6 dalam pemenuhan hak akan

tem-pat tinggal (rumah) yang layak.

Namun, suatu kenyataan dan tak dapat dihindarkan bahwa sampai saat ini pemaknaan pembangunan perumahan rakyat dalam pemikiran perumus dan pe-laksana kebijakan lebih terkesan pembangunan ekonomi semata dan mengabaikan aspek sosial. Artinya, pembangunan perumah an rakyat lebih menampilkan makna sebagai suatu pengejaran nilai ekonomis untuk tujuan pemupukan modal (investasi) 2 Michael P. Todaro, Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, PT. Erlangga, Jakarta, 1989, hal. 12. Todaro mendefinisikan ilmu ekonomi sebagai ilmu yang menjelaskan pemanfaatan sumberdaya manusia dan material tertentu secara efisien untuk kesejahteraan masyarakat.

3 Ibid, hal. 10.

4 Cuplikan isi Surat Bung Karno (Presiden RI I) kepada Henk Ngantung (Gubernur DKI 1964-1965) dalam Sidang ke 2 Dewan Nasional 1959, dalam buku Politik Pembangunan Perumahan Rakyat

di Era Reformasi: Siapa Mendapat Apa? LP P3I, Jakarta, 2010, hal.32, yang berbunyi ”Kebahagiaan hidup karena tercukupi perut, pakaian, perumahan dalam lingkungan yang indah (in ccu eving van schoonheid, jadi, kecantikan keindahan (dus, schoonheid).

5 Bintoro Tjokroamidjojo, Pengantar Administrasi Pembangunan, LP3ES, Jakarta, 1987, hal. 25.

6 Arief Budiman, Teori Pembangunan Dunia Ketiga, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1995, hal. 1. Budiman menjelaskan bahwa secara umum pembangunan diartikan sebagai usaha memajukan kehidupan masyarakat dan warganya.

bagi pemerintah dan mitra kerjanya ketimbang sebagai upaya pemberdayaan masyarakat dalam memenuhi kebutuh an akan tempat tinggal yang lebih diinginkan dan untuk mewujudkan suatu ke hidup an yang beradab dan bermartabat.

1.1.2 Orientasi Pembangunan Perumahan Rakyat

Untuk kepentingan siapa pembangunan perumahan rakyat? Keter libatan pemerintah atau negara terhadap penyediaan perumahan rak yat melalui kebijak an

yang dibuatnya dapat dibenarkan kalau hal itu sebagai masalah publik7 dan sesuai

dengan undang-undang perumahan yang dulu dan sekarang (Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011) terutama ditujukan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah

(MBR) dan Masyarakat Miskin (MM).8 Jadi, orientasi pembangunan perumahan rakyat

adalah untuk menyediakan perumahan yang layak huni, terjangkau dan berkelanjut-an bagi kelompok masyarakat tersebut. Per tberkelanjut-anyaberkelanjut-annya, benarkah kebijakberkelanjut-an dberkelanjut-an implementasi pembangun an perumahan rakyat benar-benar ditujukan kepada kelompok masyarakat tersebut? Oleh karena itu, pengalaman lama pada pelayanan birokrasi pembangunan yang cenderung bias investasi, bias kualitas, bias harga,

dan bias birokrasi9 sudah semestinya tidak lagi terjadi pada pembangunan

perumah an rakyat pada saat ini dan masa mendatang. Kalau hal ini masih terjadi akan mengakibatkan terjadinya kesenjangan sosial sehingga masyarakat MBR dan Masyarakat Miskin terpinggirkan.

Dalam perspektif ekonomi-politik, pembangunan perumahan untuk MBR dan MM merupakan hak dan kewajiban “prerogatif” pemerintah atau negara. Apalagi, semenjak Pemerintahan Orde Baru dengan pembangunan sebagai ideologi atau pembangunanisme (developmentalisme) merupakan suatu paradigma baru yang dianut pemerintah dalam rangka mewujudkan kemakmuran rakyat dan negara. Di sini, teknokrat perancang pembangun an di bawah kendali konspirasi militer- birokrasi

dan pengusaha domestik secara akseleratif mengambil ekstrim10 dalam semua

bidang pembangun an, termasuk pem bangunan perumahan rakyat. Semenjak itu hingga sekarang, berbagai program pembangunan perumahan untuk MBR atau MM di rumuskan dan dilaksanakan oleh para elit birokrasi pemerintah. Program Satu

7 Charles O. Jones dalam Subarsono, Analisis Kebijakan Publik, Konsep, Teori dan Aplikasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005, hal. 24. Jones menjelaskan masalah publik dapat dipahami sebagai belum terpenuhi nya kebutuhan, nilai, atau kesempatan yang diinginkan oleh publik, dan pemenuhannya hanya mungkin melalui kebijakan pemerintah.

8 Dudley Seers, “Arti Pembangunan”, dalam Amir Effendi Siregar (Ed), Arus Pemikiran Ekonomi

Politik, Tiara Wacana, Yogyakarta, 1991, hal. 110. Seers mendefinisikan orang dikatakan miskin bila mereka

tidak dapat “berpartisipasi dalam kegiatan dan mempunyai kondisi kehidupan dan kemudahan yang sudah terbiasa dalam masyarakat”.

9 Sofian Effendi, Administrasi Negara Baru, Pelayanan Publik dan Pemerataan, Prisma, Jakarta, 1986.

Rumah Sehat Untuk Satu Keluarga (Orde Lama), Kampung Improvement Programme (KIP), Program Pembangunan Bertumpu pada Kelompok (P2BK), Gerakan Na sional Perumahan dan Permukiman Sehat (GNPPS), Program Bantuan Kredit Lunak Bank Indonesia, dan lain-lain (Orde Baru), dan Program Gerakan Nasional Pembangunan

Sejuta Rumah (GNPSR), Gerakan Nasional Pengentasan Permukiman Kumuh

(GENTAKUMUH), Program 1000 Tower dan 350.000 Rusunawa Pekerja di Perkotaan, serta sekarang Program Sejuta Rumah (Orde Reformasi).11

Semua program pembangunan perumahan rakyat pada masing- masing pemerintahan tersebut telah didukung oleh berbagai perangkat kebijakan (peratur an perundang-undangan bidang perumahan), pendirian dan penataan kelembagaan yang menangani kebijakan dan pelaksanaan pembangun an perumah-an rakyat (Kementeriperumah-an Perumahperumah-an Rakyat/Kemenpera dperumah-an Perusahaperumah-an Umum Perumahan Nasional/Perum Perumnas), pendirian lembaga pembiayaan perumah-an (Bperumah-ank Tabungperumah-an Negara/BTN dperumah-an Fasilitas Likuiditas Pembiayaperumah-an Perumahperumah-an/ FLPP), peningkatan alokasi sumber dana untuk pembangunan perumahan rakyat pada Anggaran Pembangunan dan Belanja Negara (APBN), dan pelibatan pemangku kepentingan pembangunan perumahan, seperti Real Estate Indonesia (REI), Asosiasi Pengembang dan Pemukiman Perumahan Rakyat Seluruh Indonesia (APERSI), Koperasi, Yayasan dan lainnya.

1.1.3 Proses Pembangunan Perumahan Rakyat

Negara baru berkembang pada umumnya sedang berusaha untuk mengem-bangkan dirinya dari suatu keadaan dan sifat masyarakat tradisional dengan keadaan terbelakang, menuju ke arah keadaan yang dianggap lebih baik. Dengan kata lain, negara baru berkembang itu pada umumnya melakukan, atau sedang dalam proses

perubahan sosial (societal change) yang besar (pembangunan).12 Pemerintah

ber-peran sangat besar dalam proses pem bangunan ini.

Demikian pula, dalam proses pembangunan perumahan rakyat sejak awal hingga saat sekarang lebih banyak diinisiasi oleh pemerintah. Adanya peran pemerintah yang kuat tersebut tidak lain dipengaruhi oleh aplikasi falsafah kemasyarakatan sosialisme atau bahkan intervensionalisme yang di dalam nya terdapat suatu keyakin an bahwa arah pembangunan masyarakat yang baik ha nya

dilakukan melalui suatu pengarahan dan ‘campur tangan’ Pemerintah.13 Kenyataan

ini dapat dilihat pada masa Orde Baru ketika pemerintah sebagai kekuatan inisiator sekaligus pelaksana kebijakan pembangunan perumahan rak yat. Hal ini dapat

11 Zulfi Syarif Koto, Politik Pembangunan Perumahan Rakyat di Era Reformasi: Siapa Mendapat Apa?, LP P3I, Jakarta, 2011, hal. 24-31.

12 Bintoro Tjokroamidjojo, Perencanaan Pembangunan, CV. Haji Masagung, Jakarta, 1990, hal. 42.

dimaklumi karena pada negara baru berkembang, termasuk Indonesia, kekuatan pembaharuan dan pembangunan yang timbul dan ber gerak di dalam masyarakat sendiri masih lemah.14

Jadi, perlunya keterpanggilan pemerintah atau negara untuk berperan aktif dalam pembangunan perumahan rakyat seperti yang telah disebutkan sebelumnya adalah karena sifat perumahan rakyat sebagai masalah publik di satu sisi, dan di sisi lain kekuatan sosial-ekonomi dalam masyarakat masih lemah. Oleh karena itu, inter-vensi pemerintah dalam pemenuhan hak bertempat tinggal yang layak bagi MBR dan MM sangat diperlukan agar kesejahtera an warga negara dapat terwujud.

Dalam perkembangan selanjutnya, peran pemerintah atau negara dalam masa Orde Reformasi tetap dibutuhkan sembari kekuatan masyarakat dalam pembangun an perumahan rakyat perlu ditingkatkan. Apalagi dengan ada nya perkembangan model pembangunan berpusat pada manusia atau people centered development 15, maka mo-del pembangunan perumahan dan permukim an seperti P2BK, Co-Bild, dan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan/ Perkotaan, meski masih terdapat kelemahan di dalamnya, semuanya masih sesuai untuk diadopsi. Model tersebut dipandang dapat mewujudkan keberdayaan masyarakat MBR dan MM dalam memenuhi kebutuhan tempat tinggal yang layak huni seperti diinginkan, di samping penyediaan perumahan oleh para pengembang (Badan Usaha Milik Swasta/BUMS, Badan Usaha Milik Negara/BUMN, Badan Usaha Milik Daerah/BUMD), dan Koperasi.

1.2 Ekonomi-Politik Pembangunan Perumahan Rakyat: