STKIP Siliwangi Bandung [email protected]
ABSTRAK
Permasalahan pendidikan dan pembelajaran yang sejalan waktu tak kunjung tuntas terasi, melahirkan ide pikir atas rujuan kompetensi yang dicapai dan yang harus dicapai siswa hingga berbentuk kurikulum pendidikan nasional tahuan 2013. Dan pengembangan pembelajaran merupakan pondasi bagi ketercapaian tujuan kurikulum dimaksud. Pengembangan proses pembelajaran dari paradigma mengajar menjadi belajar yang tak henti diupayakan, melahirkan produk pikir dalam bentuk pembelajaran dengan menggunakan pendekatan matematika realistik berbantuan software geometer‟s skethpad. Dan pendekatan tersebut rekevan dengan hakiki kurikulum pendidikan nasional tahun 2013 tersebut.
Kata Kunci: kurikulum Tahun 2013, Pendekatan Matematika Realistik, Software Geometer‟s
Sketchpad.
PENDAHULUAN
Era saat ini familiar dengan sebutan era post modern yang dalam keseharian terbiasa menggunakan produk iptek untuk memenuhi berbagai kebutuhan, demikian juga dalam belajar atau membelajarkan siswa. Dan setiap pembelajaran matematika diharapkan menghantar siswa mencapai kompetensi semestinya sehingga siswa tidak semata memahami konsep-konsep dan dapat menyelesaikan masalah matematika/ilmu pengetahuan selama bersekolah, tetapi pada saatnya menjadi kemampuan dasar dalam menyelesaikan masalah kehidupannya. Hal ini sejalan dengan sejatinya makna dari tujuan kurikulum pendidikan nasional tahun 2013
Ide Kurikulum tahun 2013 ini terlahir atas rujukan kompetensi yang harus dicapai siswa setelah proses pembelajaran, bermakna bahwa permasalahan pendidikan/pembelajaran sejalan waktu tak pernah kunjung usai teratasi. permasalahan yang bukan semata karena tidak tercapainya kemampuan matematis setelah pembelajaran materi matematika terlaksana.
Pemikiran di atas sejalan dengan temuan bahkan merujuk akan pentingnya pengembangan pembelajaran yang menjadi pondasi ketercapaian tujuan dari kurikulum 2013. Sumber Pemerintah Balitbang Puskur Depdiknas (2007), menemukan permasalahan antara lain berdasarkan aspek silabus (tabel 1), dan aspek pelaksanaan kegiatan belajar mengajar (tabel 2) pada satuan pendidikan tingkat menengah atas atau jenjang SMA.
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika ProgramPasca Sarjana STKIP Siliwangi Bandung 75 Tabel 1
Data hasil identifikasi berdasarkan aspek silabus jenjang SMA
No Permasalahan
1 Guru belum mampu menyusun silabus, dengan alasan yang sesuai dengan kondisi sekolah, termasuk keseragaman dengan sekolah lain, banyak guru yang mendapat silabus dari MGMP, download dari internet
2 Pengembangan indikator yang tidak relevan
3 Tidak operasional, hanya dijadikan sebagai pelengkap administrasi guru
4 Tidak ada kesesuaian antara yang tertulis dalam silabus dengan pengalaman belajar dalam action di kelas. Contoh disebutkan dalam silabus pembelajaran diskusi tapi ternyata di kelas tetap ceramah saja
5 Dalam proses pembelajaran di kelas guru masih mengacu pada buku teks yang ada 6 RPP yang disusun tidak operasional (hanya sebagai pelengkap administrasi guru)
7 Metode pembelajaran tidak sesuai dengan materi (kesulitan memlih metode yang sesuai dengan materi)
Tabel 2
Data hasil identifikasi berdasarkan aspek pelaksanaan KBM jenjang SMA No Permasalahan
1 Pembelajaran di kelas masih banyak yang hanya berdasarkan materi pada buku pegangan yang kadang tidak melihat lagi kompetensi dan indikator dalam silabus atau RPP. Silabus hanya sekedar kelengkapan administrasi
2 Pelaksanaan pembelajaran di kelas masih konvensional, standar proses belum ada 3 Metode pembelajaran di kelas masih konvensional, standar proses belum ada 4 KBM kurang mengaktifkan siswa, masih mengejar target materi
5 Aspek penilaian dan pelaporan selama ini “kognitif, afektif, psikomotorik” kurang cocok untuk mata pelajaran matematika. Standar penilaian belum ada
6 Penilaian terkadang tidak mencakup seluruh indikator atau KD karena soal disusun tanpa kisi-kisi
7 Sumber belajar umumnya dan buku pegangan, sangat terbatas menggunakan teknologi dan lingkungan
Uraian di atas menghantar pada fokus masalah makalah yaitu pembelajaran dengan menggunakan pendekatan matematika realistik (PMR) berbantuan software geometer‟s skethpad (GSP) merupakan salah satu pembelajaran yang relevan dengan tuntutan kurikulum pendidikan nasional tahun 2013.
Sajian diawali pendahuluan dan diakhiri simpulan setelah didahului pembahasan yang menyajikan temuan hasil penelitian. Dan berikut, didefinisikan:
1. Pendekatan Matematika Realistik adalah pendekatan pembelajaran dengan karakteristik: menggunakan masalah kontekstual, menggunakan model, menggunakan kontribusi siswa, terjadinya interaksi dalam proses pembelajaran, menggunakan berbagai teori belajar yang relevan saling terkait dan terintegrasi dengan topik lainnya.
2. PMR berbantuan GSP adalah suatu pendekatan pembelajaran matematika dengan karakteristik PMR dibantu dengan penggunaan sftware GSP.
3. Tuntutan kurikulum pendidikan tahun 2013 adalah Proses pembelajaran yang dilaksanakan dapat menghantar peserta didik hingga produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi. Melalui kegiatan: mengamati dan melakukan sesuatu yang berbeda, bertanya, bernalar, , dan membentuk jejaring.
PEMBAHASAN
Sebagai penghantar, berikut adalah garis besar dari tiga mega-paradigma pemikiran di Barat yang dibedakan dalam Tabel 3 :
76 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika ProgramPasca Sarjana STKIP Siliwangi Bandung Tabel 3.
Tiga Mega-paradigma Pemikiran
Aspek Pra-modern Modern Post-modern
Waktu Sampai abad 16-17, ketika terjadi revolusi industri Dari abad 16-17, sampai ke awal abad 20
Sejak awal abad ke 20 sampai saat ini.
Tokoh Para ahli di Yunani
Dari Copernicus, Galileo, Newton, Descartes, sampai Einstein.
Derrida, Foucault, Rorty, Doll, dll. Karak-teristik - Suatu harmoni kosmologis, yang memuat suatu keseimbangan ekologis, epistemologis, dan metafisis - Memelihara
keseimbangan mutu yang dikotomi (baik/buruk, benar/salah, etis/tidak.)
- Visi yang terbuka, tetapi tertutup dalam level yang lebih dalam, sehingga stabil, uniform, terurut linear, non-transferable. - Penentuan sebab-akibat
ditentukan secara matematis.
- Tidak ada kebenaran yang mutlak (mis. 1+3 tidak selalu sama dengan 3+1), dan setiap insan
berhak untuk
memahami.
- Menekankan pada kesadaran, kesetujuan, berpikir dan kreativitas.
Pengeta-huan/ Pendi-dikan
Seorang yang terdidik dapat menyelaraskan dengan alam semesta dan tekanan-tekanan yang muncul. - Pengetahuan ditemukan, bukan diciptakan (tertutup). - Transfer informasi - Metode ilmiah, sosiologi
dan psikologi lahir. - Afektif (perasaan, intuisi,
pengalaman) bukan sumber pengetahuan. IQ sangat menentukan. - 3 R (reading, ritting, rithmetic) - 4R (richness, recursion/reflektif, relations, rigor)
- Dialog guru & siswa dalam menciptakan struktur dan ide yang lebih kompleks - Kemampuan manusia secara aktif menginterpretasi dan mentransformasi konsep. Mate-matika
Empat adalah bilangan sempurna (contoh persegi, dengan keseimbangan antara sisi dan sudutnya).
Materi disajikan secara terurut linear, seperti silabi dan pembelajarannya. Aspek yang tersembunyi tapi dominan dalam kurikulum dari kelas 1 SD sampai PT.
Lahirnya set kabur (fuzzy), teori kacau (chaos), teori
catastrophe, fraktal
(adaptasi dari sumber: yang telah disarikan Doll (1993))
Pemikir era transisi dari modernisme ke post-modernisme dikenal tokoh-tokoh seperti Jean Piaget (dengan model ekuilibrium: asimilasi dan akomodasi), Jerome Bruner (dengan social reciprocity-nya, yang juga dikenal oleh Lev Vygotsky dalam interaksi sosialnya), John Dewey (dengan berpikir reflektifnya), dan Alfred North Whitehead (dengan ritme pendidikannya: play –
precision/mastery generalization/abstraction).
Dalam dunia pendidikan, pemikiran tokoh-tokoh ini sangat berpengaruh untuk perkembangan paradigma pembelajaran dewasa ini. Pengetahuan tidak ditemukan seperti yang diklaim oleh para modernis atau ide-ide tentang apa yang diajarkan oleh pengajar dan apa yang dipelajari siswa tidak berkorespondensi dengan “realitas”, tetapi benar-benar merupakan konstruksi pikiran manusia. Dan hal ini sejalan dengan pemikiran Vygotsky (1978), seorang ahli teori dalam psikologi yang memfokuskan peran masyarakat dalam perkembangan seseorang. Proses ini serupa pula dengan yang disebut enkulturalisasi (Schoenfeld, 1992) dan sosialisasi (Resnick, dalam Neyland, 1996), dengan kelompok siswa
sebagai komunitas matematis pemula, dikulturisasi menuju komunitas matematis yang ahli.
Pengajar tentu bertanggung jawab dalam membantu proses ini, dan bertindak sebagai agen dari pembaharuan kultural. Komunitas matematis yang menuju kriteria ahli ini diharapkan menjadi
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika ProgramPasca Sarjana STKIP Siliwangi Bandung 77 lebih dari sekedar matematikawan akademis, dengan cara mengembangkan kompetensi dan konsep matematika mereka. Hal ini rujuk dengan anggapan; pengetahuan, ide-ide, dan bahasa diciptakan manusia bukan karena “benar”, tetapi karena bermanfaaat.
Sehingga benar bahwa kunci untuk lebih memahami pendidikan era post-modern adalah konstruktivisme, konstruktivisme dipandang tepat menjadi teori belajar yang mendasari pendidikan post-modern dengan ide dasarnya semua pengetahuan diinvensi atau seperti yang dikatakan Piaget “Knowledge is actively constructed by the learner, not passively received from the environment” (Dougiamas, 1998). Dan sejalan pula dengan Geoghegan (2005), belajar/mengajar menjadi fenomena yang refleksif, berdasarkan inter-koneksi pengajar dan siswa yang saling menjadi ko-instruktur dalam mencari/memahami makna.
Pendapat dimaksud mengandung makna dunia sosial dari seorang individu meliputi orang-orang yang langsung mempengaruhinya seperti pengajar, teman, administrator, partisipan dalam semua bentuk aktivitas. Sehingga akan tepat bila proses belajar melibatkan siswa untuk mencari makna, dan pengajar mempelajari cara bagaimana siswa mencari dan memahami makna. Sejalan dengan itu dalam pandangan konstruktivisme sosial, matematika dilihat sebagai suatu konstruksi sosial dan pendidikan matematika dipandang sebagai suatu aktivitas yang sense-making: Siswa merekonstruksi secara sosial pengetahuan yang telah dimilikinya, dengan pengajar sebagai fasilitator dan teman sebaya sebagai lawan berdiskusi.
Siswa terlibat membangun makna, pengajar mencari apa yang dapat siswa lakukan seperti menganalisis, menginvestigasi, mengkolaborasi, memvalidasi, berbagi, dan membangun berdasar yang mereka ketahui atau tidak hanya sekedar meniru fakta, keterampilan, dan proses. Proses ini melibatkan mempelajari konsep, orientasi, nilai, dan proses dari komunitas. Sehingga matematika dipresentasikan sebagai suatu jaringan dari pengetahuan, sebagai suatu aktivitas pemecahan masalah, problem posing, dan investigasi,
dalam proses membangun pemahaman. Dan ini mungkin karena siswa akan merefleksikan pengalaman matematis mereka, berperan dalam memvalidasi ide matematis, membentuk struktur-struktur pengetahuan yang dipelajari sebagai bagian dari membangun kerangka referensi pengetahuan mereka.
Pembentukan nilai-nilai dasar kehidupan sosial dari komunitas kelompok juga terbentuk dalam diri siswa dengan lebih memahami memposisikan matematika dalam suatu masyarakat yang akan bermanfaat kelak. Dan sebagai pendukung, penggunaan teknologi (seperti komputer) tentu membantu proses ini, disamping mereduksi waktu untuk prosedur matematika yang rutin selain sebagai alat untuk menggali ide-ide. Untuk melakukan ini secara efektif, pengajar perlu belajar dan meneliti, sehingga tanggap terhadap kebutuhan pembelajar tanpa menistakan karakteristik materi dan tujuan yang harus dicapai.
Pendekatan Matematika Realistik
Pendekatan matematika realistik (PMR) dikembangkan Institut Freudenthal di Negeri Belanda, berdasarkan pandangan Freudenthal. Ide utama, siswa berkesempatan menemukan kembali (reinvent) ide/konsep matematika dengan bimbingan orang dewasa melalui penjelajahan situasi. Dan paradigmaini membawa konsekuensi perubahan mendasar dalam proses pembelajaran. Karena perubahan tersebut guru adalah teman belajar, siswa individu yang aktif dan berkemampuan membangun pengetahuannya sendiri.
Berkaitan proses pengembangan konsep di atas, menurut Gravemeijer (1994) terdapat tiga prinsip utama dalam PMR yaitu: (a) Guided Reinvention and Progressive Mathematization
(Penemuan terbimbing dan Bermatematika secara Progressif), (b) DidacticalPhenomenology (fenomena Pembelajaran), dan (c) Self-developed Models (Pengembangan Model Mandiri).
Prinsip; siswa berkesempatan menemukan konsep matematika melalui berbagai soal kontekstual. Bermatematika secara progressif adalah bermatematika secara horizontal dan vertikal (secara
78 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika ProgramPasca Sarjana STKIP Siliwangi Bandung horizontal=siswa mampu mengidentifikasi soal kontekstual hingga mentransfer ke dalam bentuk matematika, secara vertikal=siswa menyelesaikan bentuk matematika formal/non formal menggunakan konsep, operasi, dan prosedur matematika. Kedua fenomena pembelajaran akan pentingnya soal kontekstual dalam memperkenalkan topik-topik matematika dengan pertimbangan kecocokan aplikasi konteks dalam pembelajaran/proses penemuan kembali bentuk/model matematika. Ketiga pengembangan model mandiri menjembatani pengetahuan matematika non formal dengan formal siswa. Dan sejalan prinsip ini, proses pembelajaran matematika berdasarkan PMR perlu memperhatikan lima karakteristik (Gravemeijer, 1994) yaitu: (a) menggunakan masalah kontekstual; (b) menggunakan model; (c) menggunakan kontribusi dan produksi siswa; (d) interaktif; (e) keterkaitan (intertwinment).
Langkah-langkah kegiatan pembelajarannya, sejalan lima karakteristik PMR (Gravemeijer, 1994) yaitu: (a) menggunakan masalah kontekstual; (b) menggunakan model; (c) menggunakan kontribusi dan produksi siswa; (d) interaktif; (e) keterkaitan (intertwinment). Yang dapat bermakna bahwa PMR adalah suatu pendekatan pembelajaran matematika yang memiliki karakteristik: menggunakan masalah kontekstual, menggunakan model, menggunakan kontribusi siswa, terjadinya interaksi dalam proses pembelajaran, menggunakan berbagai teori belajar yang relevan, saling terkait, dan terintegrasi dengan topik pembelajaran lainnya.
sehingga langkah-langkah kegiatan guru dan siswa dalam kegiatan pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik:
Pendahuluan:
(a) Guru mengkondisikan kelas agar dapat berlangsung suasana pembelajaran matematika yang kondusif dengan mempersiapkan sarana dan prasarana antara lain bahan ajar, lembar aktivitas siswa.
(b) Melakukan apersepsi dan motivasi dengan menyampaikan dan atau menunjukan tujuan pembelajaran dan kegunaan mempelajari materi, misalnya; “Anak-anak perhatikan lantai yang kalian injak, keramik bukan? Perhatikan bentuk permukaannya, apa bedanya dengan bentuk permukaan papan tulis?” dan lain sebagainya.
Kegiatan Inti:
(a) Guru menyampaikan masalah kontekstual
(b) Siswa diminta membaca dan menggarisbawahi hal-hal penting yang
kurang dipahami tentang materi ajar yang ada pada bahan ajar dalam penelitian ini berbentuk lembar aktivitas siswa (untuk kegiatan mandiri).
(c) Guru melakukan negosiasi secara eksplisit, intervensi kooperatif, penjelasan, pembenaran, setuju, tidak setuju, pertanyaan atau refleksi dan evaluasi.
(d) Secara berkelompok siswa membahas masalah kontekstual yang terdapat pada bahan ajar.
(e) Memberi kesempatan dan membimbing siswa untuk menemukan model of dan menghantarnya untuk menemukan model for dari masalah kontekstual. (f) Memimpin diskusi hasil perolehan siswa tentang model of dan model for. Penutup:
(a) Membimbing siswa merumuskan hasil diskusi sekaligus membuat rangkuman materi yang dibahas.
(b) Memberikan tugas rumah untuk soal-soal yang belum sempat dibahas di sekolah.
Uraian tentang kegiatan guru dalam pendekatan matematika realistik di atas adalah; diawali apersepsi bersamaan menyampaikan masalah kontekstual, kemudian memberikan kesempatan kepada siswa untuk mamahami masalah, membimbing siswa dalam menemukan model of dan model for, membentuk kelompok dan memimpin diskusi kelas, membimbing perumusan hasil diskusi.Dan uraian tentang kegiatan siswa dalam pendekatan matematika realistik di atas adalah; menanggapi dan memahami masalah kontekstual, menemukan model of dan model for atas masalah, merumuskan dan menyimpulkan hasil diskusi.
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika ProgramPasca Sarjana STKIP Siliwangi Bandung 79 Peran guru seperti di atas memberi kesempatan bagi siswa untuk mencari, menemukan dan membangun sendiri pengetahuan. Sehingga pengetahuan yang diperoleh siswa bukan merupakan hasil dari meniru atau menghafal fakta-fakta, dan kondisi ini memungkinkan siswa lebih kritis, berani mengemukakan dan menerima pendapat orang lain selain proses pembelajaran lebih kondusif dan menyenangkan. Sedangkan efisiensi dan efektivitas pencapaian hal-hal dimaksud di atas sebenarnya akan sangat signifikan dengan dukungan sarana belajar, termasuk komputer baik sebatas berbantuan maupun penggunaan secara mutlak, sesuai dengan karakteristik sekuen materi ajar.
Perbedaan mendasar pada proses pembentukan pengetahuan dengan cara yang sedikit berbeda, tetapi sama-sama dilakukan dengan kemandirian dan keaktifan siswa (kontribusi siswa) dalam mengkonstruksi pengetahuan atau peran guru sebatas partner belajar siswa.
Bila media itu ada maka penggambaran dengan menggunakan komputer dapat dilakukan misalnya dengan menggunakan software geometr‟s sketchpad (GSP) yang sudah pasti dapat menjadikan siswa berperan aktif, sehingga terpenuhi anggapan siswa sebagai individu yang aktif dan memiliki kemampuan untuk membangun pengetahuannya sendiri.
Bila tanpa GSP, maka tak dapat ditawar bahwa perlengkapan belajar materi geometri ini harus ada. Yang dimaksud adalah dua penggaris segitiga, busur derajar, jangka, pensil, penghapus, dan milimeter blok. Kesemuanya akan berfungsi sebagai alat bantu belajar siswa selama proses mengkonstruksi pemahaman melalui penggambaran dan atau pemodelan hingga yang abstrak menjadi lebih nampak real dipikiran siswa.
Artinya dalam pembelajaran dengan PMR atau dengan PMR berbantuan GSP, siswa tidak berperan sebagai penerima informasi yang diberikan oleh guru dan berlatih menyelesaikan soal, tetapi guru sebagai rekan untuk bersama siswa menerima informasi yang sama dan
bersama siswa berlatih menyelesaikan soal atau masalah yang ditemukan bersama siswa.
Interaksi dalam kegiatan pembelajaran pada pendekatan matematika realistik bersifat multi arah. Interaksi antar siswa dapat menolong siswa yang berkemampuan rendah dan sedang dalam mengkonstruksi dan menemukan model dari suatu konsep matematika. Oleh karena itu dalam proses pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik atau dengan bantuan media komputer (menggunakan program geometri dinamis) memposisikan interaksi menjadi sangat penting.
Hal kecil tetapi sangat penting untuk diperhatikan dalam pendekatan ini adalah teknik bertanya atau teknik menjawab. Pertanyaan guru harus bersifat membangun pemahaman siswa, demikian juga jawaban guru atas pertanyaan siswa harus bersifat menuntun penngetahuan siswa pada pemahaman konsep berkelanjutan dan holistik.
Software Geometr’s Sketchpad
Software geometri dinamis merupakan program komputer yang memungkinkan pengguna
melakukan manipulasi dan membuat kontruksi geometris, khususnya pada geometri Euclid.
Software Geometri dinamis adalah alat peraga maya yang interaktif . Banyak macam software
geometri dinamis baik dimensi dua/tiga, salah satunya software geometer‟s sketchpad yang sangat membantu dalam mempelajari konstruksi geometri. Geometer Sketchpad atau disingkat GSP adalah salah satu software geometri dinamis dimensi-2 yang komersial. Software ini diciptakan dan dikembangkan Nicholas Jackiw. Software ini kompatibel untuk computer dengan system Windows versi 9.5 ke atas dan Mac O.S versi 8.6 ke atas, pula dapat dioperasikan pada komputer dengan system operasi Linux.
Temuan (Marchasan. 2010), terbatas untuk ranah kognitif siswa.
80 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika ProgramPasca Sarjana STKIP Siliwangi Bandung TPk = SMI Mt Dimana,
TPk : Tingkat penguasaan kelas
Mt : Rata-rata skor total jawaban siswa SMI : Skor maksimum ideal
Dan penafsiran TP siswa yang diadaptasi dari Depdiknas (2003:111-112), pada Tabel 4 Tabel 4
Penafsiran Tingkat Penguasaan (TP)
Interpretasi TP Kategori 0,80 < TP < 1 Sangat Tinggi 0,65 TP < 0,80 Tinggi 0,50 TP < 0,65 Sedang 0,30 TP < 0,50 Rendah 0 TP < 0,30 Sangat Rendah
Berikut pencapaian tingkat penguasaan kemampuan pemahaman geometris siswa; berdasar kelas (Tabel 5), tingkat penguasaan berdasar pengelompokan kemampuan pemahaman (pemahaman instrumental/pemahaman relasional) ditinjau dari kemampuan matematis siswa (Tabel 6).
Tabel 5
Tingkat Penguasaan Kemampuan pemahaman Berdasar Faktor Pembelajaran (kelas)
Kemampuan Kelas TP Pemahaman Intepretasi PMR PMR Berbantuan 68,40% 80,67% Tinggi (T) SangatTinggi (ST)
Berdasar Tabel 5 tingkat penguasaan (TP) kemampuan pemahaman geometris yang dicapai siswa kelas PMR Berbantuan GSP adalah 80,67%, dan pencapaian siswa kelas PMR (68,40%). Interpretasi pencapaian TP terendah dicapai kelas yang dikenai pembelajaran dengan PMR masih tergolong pada kriteria pencapaian TP yang tinggi. Sementara siswa kelas PMR berbantuan GSP mencapai pencapaian TP dengan kriteria sangat tinggi. Dan temuan ini memperlihatkan bahwa pembelajaran geometri pada siswa kelas VII, dapat menghantar siswa pada pencapaian tingkat penguasaan kemampuan pemahaman geometri level tinggi. Terlebih lagi bila penggunaannya dipadukan dengan software GSP.
Kemudian pencapaian TP kemampuan pemahaman geometris berdasar faktor kemampuan matematis siswa dari kelas PMR, kelas PMR berbantuan GSP atas jenis kemampuan pemahaman tersaji pada Tabel 6 berikut.
Tabel 6
Tingkat Penguasaan Siswa Berdasar Kemampuan Matematis dan Jenis Kemampuan Pemahaman
Kelas
Tingkat Kemampuan Matematis
TP Berdasar Jenis Kemampuan Pemahaman Instrumental (P1) Interpretasi Relasional (P2) Interpretasi PMR PMR Berbantuan GSP Tinggi Sedang Rendah 83% 80% 69% ST ST T 73% 54% 54% T S S Tinggi Sedang Rendah 89% 88% 93% ST ST ST 80% 73% 65% ST T T
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika ProgramPasca Sarjana STKIP Siliwangi Bandung 81 Tabel 6 menginformasikan Pada kelompok siswa dengan kemampuan matematis rendah, pencapaian TP Kemampuan pemahaman geometris siswa mencapai pencapaian level tinggi di kedua jenis kemampuan pada siswa kelas PMR berbantuan, sementara jenis relasional pada kelas PMR TP kemampuan pemahaman geometris dicapai hingga level sedang.
Secara keseluruhan, pencapaian tingkat penguasaan kemampuan pemahaman geometris siswa yang dikelompokkan berdasar kemampuan matematis siswa sudah baik atau berada pada level pencapaian sedang hingga sangat tinggi. Kelompok siswa dengan kemampuan metematis tinggi nampak adaptif terhadap perlakuan yang dinampakan dengan pencapaian TP sangat tinggi, kecuali pada kelas PMR yang dicapai hingga level tinggi. sementara kelompok dengan kemampuan matematis rendah memperoleh keuntungan besar dari pengembangan pembelajaran yang diterimanya, yang dinampakan dari pencapaian TP level tinggi hingga sangat tinggi.
SIMPULAN
Ide pikir atas rujukan kompetensi yang dicapai dan yang harus dicapai siswa setelah proses pembelajaran direpresentasikan dalam tujuan pendidikan nasional kurikulum tahun 2013, memberikan penekanan akan pnetingnya pengembangan pembelajaran.
Produk ilmu pengetahuan dan teknologi serta temuan yang terurai pada bagian pembahasan, merekomendasikan bahwa pembelajaran dengan menggunakan pendekatan matematika realistik berbatuan software geometer‟s skethpad relevan dengan ketercapaian tujuan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Doll, W.E.,Jr. (1993). A Post-modernism Perspective on Curriculum. New York: Teachers College Press.
Dougiamas, M. (1998). A Journey into Constructivism. (Tidak dipublikasikan). Curtin University, Perth, Australia Barat. [Online]. Tersedia: http://dougiamas.com/writing/constructivism.html Geoghegan, N. (2005). SEARCHING for Control in a Post-modern Mathematica classroom. The Mathematics Education into the 21st Century Project: Universiti Teknologi Malaysia. [Online]. Tersedia: http://math.unipa.it/~grim/21_project/21_malasya_2005
Gravemeijer, K. P. E. (1994). Developing realistic mathematics instruction. Utrecht, The Netherlands: Freudenthal Institute.
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (2013). Kurikulum Pendidikan Nasional Tahun 2013. Jakarta
Marchasan (2010). Pencapaian Kemampuan Pemahaman dan Kemampuan Pemecahan Masalah
Geometris Siswa SMP melalui Pendekatan Matematika realiastik Berbantuan Software
Geometer‟s Skecthpad. Tesis pada S.Ps. UPI. Bandung; tidak diterbitkan
Neyland, J. (1996). Teachers‟ Knowledge: The Starting Point for a Critical Analysis of Mathematics Teaching. Philosophy of Mathematics Education Newsletter 9. [Online]. Tersedia: http://www.people.ex.ac.uk/PErnest/pome/pompart4.htm
Schoenfeld, A. H. (1992). Learning to Think Mathematically: Problem Solving, Metacognition, and Sense-making in Mathematics. In D. Grouws (Ed.), Handbook of research on
mathematics teaching and learning (pp. 334-370). New York: MacMillan.
Skemp, R.R. (1976). Relational Understanding and Instrumental Understanding. Mathematics
Teaching, 77.
Vygotsky, L.S. (1978). Mind in Society. Cambridge, MA: Harvard University Press.
Zulkardi (2001). Realistics Mathematics Education (RME). Teori, Contoh Pembelajaran dan
Teman Belajar di Internet. Makalah yang disampaikan pada Seminar Nasional pada