M. Afrilianto
STKIP Siliwangi BandungABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menelaah peningkatan kemampuan kompetensi strategis matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan metaphorical thinking, dengan siswa yang memperoleh pembelajaran biasa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode eksperimen. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa di salah satu SMP Negeri di Bandung. Sampel dalam penelitian ini dipilih sebanyak dua kelas secara acak dari kelas VIII. Kelas eksperimen memperoleh pembelajaran dengan pendekatan metaphorical thinking, dan kelas kontrol memperoleh pembelajaran biasa. Instrumen dalam penelitian ini meliputi tes kemampuan kompetensi strategis matematis, angket skala sikap siswa, lembar observasi dan lembar wawancara. Pengolahan data untuk uji perbedaan dua rataan menggunakan uji-t dan uji Mann-Whitney. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Peningkatan kemampuan kompetensi strategis matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan metaphorical thinking lebih baik daripada yang memperoleh pembelajaran biasa; (2) Sikap siswa menunjukkan sikap yang positif terhadap matematika, pembelajaran dengan pendekatan metaphorical thinking, dan terhadap soal-soal kemampuan kompetensi strategis matematis siswa.
Kata Kunci: pendekatan metaphorical thinking, kemampuan kompetensi strategis matematis.
PENDAHULUAN 1. Latar Belakang
Pendidikan matematika adalah bagian dari pendidikan nasional yang memegang peranan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus mengalami kemajuan. Pembelajaran matematika merupakan bagian dari proses pendidikan di sekolah dan bermanfaat dalam setiap aspek kehidupan. Matematika sebagai ilmu pengetahuan yang diperoleh dari bernalar adalah suatu ilmu dasar dan salah satu disiplin ilmu yang sangat besar pengaruhnya terhadap kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan.
Pentingnya pembelajaran matematika sebagai bagian dari proses pendidikan juga diperkuat oleh pemerintah, dalam hal ini Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). BSNP (2006:345) menyatakan bahwa mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Untuk mengembangkan kompetensi tersebut, menurut TIM Kurikulum (2007:1) di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), disusun standar kompetensi dan kompetensi dasar sebagai landasan pembelajaran matematika.
Proses pembelajaran merupakan suatu bentuk interaksi edukatif, yakni interaksi yang bernilai pendidikan yang dengan sadar meletakkan tujuan untuk mengubah tingkah laku dan perbuatan seseorang. Interaksi edukatif harus menggambarkan hubungan aktif dua arah antara guru dan anak didik dengan sejumlah pengetahuan sebagai mediumnya. Dalam interaksi edukatif unsur guru dan
68 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika ProgramPasca Sarjana STKIP Siliwangi Bandung anak didik harus aktif, tidak mungkin terjadi proses interaksi edukatif bila hanya satu unsur yang aktif. Aktif dalam arti sikap, mental, dan perbuatan (Djamarah, 2000).
Selain itu pada umumnya diindikasikan bahwa pembelajaran matematika kurang melibatkan aktivitas siswa secara optimal. Hal ini sesuai hasil studi Sumarmo (1993:55) terhadap siswa SMU, SLTP, dan guru di Kodya Bandung yang hasilnya antara lain pembelajaran matematika pada umumnya kurang melibatkan aktivitas siswa secara optimal sehingga siswa kurang aktif dalam belajar.
Pada beberapa tahun terakhir ini, kemampuan kompetensi strategis banyak mendapat perhatian dari para pakar pendidikan. Apalagi setelah Mathematics Learning Study Committee, National Research
Council (NRC), Amerika Serikat dalam publikasi bukunya yang berjudul Adding it Up: Helping Children Learn Mathematics yang ditulis oleh Kilpatrick, Swafford, dan Findell (2001),
mengemukakan bahwa kompetensi strategis merupakan salah satu dari lima kecakapan matematis yang harus dikuasai siswa dalam pembelajaran matematika.
Masih menurut Kilpatrick, Swafford, dan Findell (2001:116), kompetensi strategis (strategic
competence) merupakan suatu kemampuan untuk memformulasikan, merepresentasikan, serta
menyelesaikan permasalahan matematika.
Saat ini, kemampuan kompetensi strategis matematis dinilai masih belum optimal dimiliki siswa. Sehubungan dengan masalah tersebut, diperlukan suatu pendekatan pembelajaran yang tepat untuk dapat meningkatkan kompetensi strategis matematis siswa. Salah satu pendekatan pembelajaran yang cukup relevan digunakan adalah pendekatan metaphorical thinking.
Menurut Carreira (2001:67), konsep berfikir yang menekankan pada kemampuan menghubungkan ide matematika dan fenomena yang ada diantaranya adalah metaphorical thinking. Metaphorical
thinking adalah proses berpikir yang menggunakan metafora-metafora untuk memahami suatu
konsep. Menurut Holyoak & Thagard (Hendriana, 2009:46), metafora bergerak dari suatu konsep yang diketahui siswa menuju konsep lain yang belum diketahui atau sedang dipelajari siswa. Pendekatan Metaphorical thinking merupakan pendekatan pembelajaran untuk memahami, menjelaskan dan mengkomunikasikan konsep-konsep abstrak menjadi hal yang lebih konkrit dengan membandingkan dua hal atau lebih yang berbeda makna baik yang berhubungan maupun yang tidak berhubungan.
Berdasarkan seluruh uraian di atas, terlihat bahwa kemampuan kompetensi strategis matematis tersebut menentukan keberhasilan belajar matematika. Dengan menggunakan metaphorical
thinking belajar siswa menjadi lebih bermakna karena siswa dapat melihat hubungan antara konsep
yang dipelajarinya dengan konsep yang dikenalnya. Hal ini diharapkan membuat siswa sadar bahwa matematika bukanlah pelajaran yang sulit tetapi sebaliknya sangat menyenangkan. Untuk itu penulis tertarik meneliti peningkatan kemampuan kompetensi strategis matematis siswa SMP dengan pendekatan metaphorical thinking.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah peningkatan kemampuan kompetensi strategis matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metaphorical thinking lebih baik daripada yang memperoleh pembelajaran biasa?
2. Bagaimana sikap siswa terhadap matematika, pembelajaran dengan metaphorical thinking, dan terhadap soal-soal kemampuan kompetensi strategis matematis?
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika ProgramPasca Sarjana STKIP Siliwangi Bandung 69
3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian ini sebagai berikut:
1. Untuk menelaah peningkatan kemampuan kompetensi strategis matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metaphorical thinking lebih baik daripada yang memperoleh pembelajaran biasa.
2. Untuk menelaah sikap siswa terhadap matematika, pembelajaran dengan metaphorical
thinking, dan terhadap soal-soal kemampuan kompetensi strategis matematis.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan masukan bagi semua pihak, terutama bagi guru dan siswa. Adapun manfaat dari penelitian ini secara rinci adalah sebagai berikut:
1. Bagi guru: hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu alternatif pendekatan pembelajaran di kelas agar pembelajaran menjadi lebih bervariasi dan menarik.
2. Bagi siswa: dapat memberi pengalaman baru bagi siswa dan mendorong siswa untuk meningkatkan kemampuan kompetensi strategis matematis.
KAJIAN PUSTAKA
1. Kompetensi Strategis Matematis
Salah satu kecakapan (proficiency) dalam matematika yang penting dimiliki oleh siswa adalah kompetensi strategis (strategic competence). Berdasarkan hasil penelitian dalam pembelajaran matematika, Kilpatrick, Swafford, dan Findell (2001:116) menyatakan bahwa kompetensi strategis (strategic competence) merupakan suatu kemampuan untuk memformulasikan, merepresentasikan, serta menyelesaikan permasalahan matematika.
Adapun indikator dari kemampuan kompetensi strategis siswa (Kilpatrick, Swafford dan Findell, 2001:124) adalah sebagai berikut:
1. Memilih informasi yang relevan dengan masalah;
2. Menyajikan suatu masalah dalam berbagai bentuk representasi matematis; 3. Memilih strategi untuk memecahkan masalah;
4. Menyelesaikan masalah.
2. Pendekatan Metaphorical Thinking
Metaphorical thinking adalah proses berpikir yang menggunakan metafora-metafora untuk
memahami suatu konsep. Menurut Holyoak & Thagard (Hendriana, 2009:46), metafora bergerak dari suatu konsep yang diketahui siswa menuju konsep lain yang belum diketahui atau sedang dipelajari siswa.
Menurut Hendriana (2009:46), berpikir metaforik dalam matematika digunakan untuk memperjelas jalan pikiran seseorang yang dihubungkan dengan aktivitas matematiknya. Bentuk konseptual metafor meliputi:
a. Grounding methapors: merupakan dasar untuk memahami ide-ide matematika yang dihubungkan dengan pengalaman sehari-hari.
b. Linking methapors: membangun keterkaitan antara dua hal yaitu memilih, menegaskan, membiarkan, dan mengorganisasikan karakteristik dari topik utama dengan didukung oleh topik tambahan dalam bentuk pernyataan-pernyataan metaforik.
c. Redefinitional methapors: Mendefinisikan kembali metafor-metafor tersebut dan memilih yang paling cocok dengan topik yang akan diajarkan.
Berpikir metaforik dalam matematika dimulai dengan memodelkan suatu situasi secara matematis, kemudian model-model itu dimaknai dengan pendekatan dari sudut pandang semantik. Di dalam pembelajaran matematika penggunaan metafora oleh siswa merupakan suatu cara untuk menghubungkan konsep-konsep matematika dengan konsep-konsep yang telah dikenal siswa
70 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika ProgramPasca Sarjana STKIP Siliwangi Bandung dalam kehidupan sehari-hari, dimana siswa mengungkapkan konsep matematika dengan bahasanya sendiri yang menunjukkan pemahaman siswa terhadap konsep tersebut.
Pendekatan metaphorical thinking merupakan pendekatan pembelajaran untuk memahami, menjelaskan dan mengkomunikasikan konsep-konsep abstrak menjadi hal yang lebih konkrit dengan membandingkan dua hal atau lebih yang berbeda makna baik yang berhubungan maupun yang tidak berhubungan.
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen. Disain kelompok kontrol pretes-postes melibatkan paling tidak dua kelompok. Pada jenis disain eksperimen ini terjadi pengelompokan subjek secara acak (A), adanya pretes (O), dan adanya postes (O) (Ruseffendi, 2010:50). Jadi, dari kelas yang ada dilakukan pengacakan untuk memilih dua kelas yang dijadikan subjek penelitian.
Desain penelitiannya berbentuk:
A O X O
A O O (Ruseffendi, 2010:50).
Keterangan:
A : Pengambilan subjek penelitian dipilih secara acak kelas O : Pretes dan postes kemampuan kompetensi strategis matematis X : Pembelajaran dengan pendekatan metaphorical thinking.
Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa di salah satu SMP Negeri di Bandung. Sampel dalam penelitian ini dipilih sebanyak dua kelas secara acak dari kelas VIII, sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Instrumen yang digunakan adalah instrumen tes dan non-tes.Instrumen tes berupa tes berbentuk uraian untuk mengukur kemampuan kompetensi strategis matematis siswa yang dipakai untuk pretes dan postes. Instrumen non-tes sebagai berikut: (1) angket skala sikap untuk menelaah sikap siswa terhadap matematika, pembelajaran dengan pendekatan metaphorical thinking dan terhadap soal kemampuan kompetensi strategis matematis; (2) lembar observasi, untuk mengetahui kegiatan guru dan siswa selama pembelajaran. selain itu, peneliti juga menyiapkan lembar kerja siswa, dan lembar wawancara. Berdasarkan skor pretes dan postes dihitung peningkatan yang terjadi pada masing-masing siswa dengan menggunakan rumus gain ternormalisasi (Normalized Gain).
Variabel Penelitian
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah: (1) Pendekatan metaphorical thinking (PMT) yang diberikan di kelas eksperimen; (2) Pembelajaran biasa (PB) yang diberikan di kelas kontrol. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan kompetensi strategis matematis siswa. Menurut Sugiyono (2013:2), variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya.
1. Teknik Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui tes tertulis, lembar observasi, angket skala sikap dan lembar wawancara. Data yang berkaitan dengan kemampuan kompetensi strategis matematis siswa dikumpulkan melalui pretes dan postes, sedangkan data yang berkaitan dengan sikap siswa dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan metaphorical thinking dikumpulkan melalui angket skala sikap siswa.
2. Teknik Analisis Data
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika ProgramPasca Sarjana STKIP Siliwangi Bandung 71 a. Memberikan skor jawaban siswa sesuai dengan kunci jawaban dan sistem penskoran yang
digunakan.
b. Menghitung peningkatan kompetensi yang terjadi sebelum dan sesudah pembelajaran yang dihitung dengan rumus gain ternormalisasi (N-Gain), yaitu:
Gain ternormalisasi (g) = skorpretes skorideal skorpretes skorpostes (Meltzer, 2002)
Hasil perhitungan gain kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi sebagai berikut:
Tabel 1. Klasifikasi Gain (g)
Besarnya Gain (g) Interpretasi
g 0,7 Tinggi
0,3 g < 0,7 Sedang
g <0,3 Rendah
(Hake, 1999)
c. Menyajikan statistik deskriptif skor pretes, skor postes, dan skor N-Gain yang meliputi skor terendah (Xmin), skor tertinggi (Xmaks), rata-rata , dan simpangan baku (S).
d. Melakukan uji normalitas dan homogenitas varians pada data pretes dan N-Gain kemampuan kompetensi strategis matematis.
e. Menguji perbedaan dua rataan data skor pretes dan N-Gain kemampuan kompetensi strategis matematis.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Data yang diolah dan dianalisis dalam penelitian ini meliputi skor pretes dan N-Gain dari kemampuan kompetensi strategis matematis siswa kelas PMT dan kelas PB. N-Gain bertujuan untuk melihat peningkatan kemampuan kompetensi strategis matematis siswa setelah dilakukan pembelajaran. Peningkatan dimaksud adalah peningkatan secara keseluruhan dan peningkatan berdasarkan kategori kemampuan matematis siswa baik kategori tinggi, sedang, maupun rendah.
Tabel 2.
Statistik Deskriptif Skor Kemampuan Kompetensi Strategis Matematis
Tes PB PMT
N Xmin Xmaks S N Xmin Xmaks S
Pretes 34 3 8 5,47 1,398 34 3 9 5,65 1,433
Postes 34 8 15 11,68 2,142 34 12 28 23,21 4,928
N-Gain 34 0,09 0,41 0,273 0,092 34 0,33 1,00 0,792 0,206 Skor Maksimal Ideal: 28
Dalam penelitian ini peneliti juga menyajikan statistik deskriptif data skor pretes, postes dan N-Gain kemampuan kompetensi strategis matematis berdasarkan kategori kemampuan matematis siswa (tinggi, sedang, rendah).
Tabel 3.
Deskripsi Kemampuan Kompetensi Strategis Matematis Berdasarkan Kategori Kemampuan Matematis Siswa Data Statistik Kategori Kemampuan Matematis PB PMT
Pretes Postes N-Gain Pretes Postes N-Gain
Rataan Tinggi 6,44 13,33 0,318 7,00 26,44 0,927 Sedang 5,31 11,31 0,261 5,44 23,88 0,821 Rendah 4,78 10,67 0,247 4,67 18,78 0,605 Standar Deviasi Tinggi 1,130 2,000 0,081 1,000 2,128 0,096 Sedang 1,250 1,852 0,080 1,263 4,410 0,182 Rendah 1,481 2,000 0,114 1,118 4,944 0,206
72 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika ProgramPasca Sarjana STKIP Siliwangi Bandung Rangkuman perhitungan uji perbedaan rataan N-Gain untuk kemampuan kompetensi strategis matematis berdasarkan kategori kemampuan matematis siswa dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini:
Tabel 4.
Uji Perbedaan Rataan N-Gain Kemampuan Kompetensi Strategis Matematis Siswa Berdasarkan Kategori Kemampuan Matematis
Asal Kelas Siswa Pengujian Signifikasi Keterangan
Kategori Kemampuan Matematis Tinggi
Mann-Whitney U 0,000 Tolak H0
Kategori Kemampuan Matematis Sedang
Independent-Sample T Test 0,000 Tolak H0
Kategori Kemampuan Matematis Rendah
Independent-Sample T Test 0,000 Tolak H0
Berdasarkan Tabel 4. di atas, maka dapat disimpulkan bahwa:
a.
Pada kategori kemampuan matematis tinggi, H0 ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan kompetensi strategis matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan PMT lebih baik daripada yang memperoleh PB.b.
Pada kategori kemampuan matematis sedang, H0 ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan kompetensi strategis matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan PMT lebih baik daripada yang memperoleh PB.c.
Pada kategori kemampuan matematis rendah, H0 ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan kompetensi strategis matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan PMT lebih baik daripada yang memperoleh PB.SIMPULAN, SARAN DAN REKOMENDASI 1. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, diperoleh simpulan sebagai berikut:
1. Peningkatan kemampuan kompetensi strategis matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan metaphorical thinking lebih baik daripada yang memperoleh pembelajaran biasa.
2. Hasil penilaian sikap siswa, menunjukkan sikap yang positif terhadap matematika, kegiatan pembelajaran dengan pendekatan metaphorical thinking, dan terhadap soal-soal kemampuan kompetensi strategis matematis siswa.
2. Saran dan Rekomendasi
Berdasarkan simpulan di atas, maka penulis mengemukakan beberapa saran dan rekomendasi sebagai berikut:
1. Bagi guru matematika, pembelajaran dengan pendekatan metaphorical thinking sebaiknya digunakan sebagai salah satu alternatif pendekatan pembelajaran untuk diimplementasikan dalam pembelajaran matematika di kelas, terutama untuk meningkatkan kemampuan kompetensi strategis matematis siswa atau kemampuan matematis lainnya.
2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan, tetapi pada jenjang kelas yang lebih tinggi atau rendah. Peneliti juga merekomendasikan agar dilakukan penelitian serupa pada jenjang pendidikan lainnya seperti SD, MI, MTs, SMA, MA, SMK, dan Perguruan Tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). (2006). Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: BSNP.
Carreira, S. (2001). Where There‟s a Model, There‟s a Metaphor: Metaphorical Thinking in
Students‟ Understanding of a Mathematical Model. An International Journal Mathematical Thinking and Learning. 3(4), 261-287.
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika ProgramPasca Sarjana STKIP Siliwangi Bandung 73 Djamarah, S.B. (2000). Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta. Hake, R.R. (1999). Analyzing Change/Gain Scores. [Online]. Tersedia:
http://www.physics.indiana.edu/sdi/Analyzingchange-Gain.pdf.[16 Januari 2012].
Hendriana, H. (2009). Pembelajaran dengan Metaphorical Thinking untuk Meningkatkan
Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama.
Disertasi. UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Kilpatrick, J., Swafford, J., & Findell, B. (Eds.). (2001). Adding it Up: Helping Children Learn
Mathematics. Washington, DC: National Academy Press.
Meltzer, D.E. (2002). The Relationship between Mathematics Preparation and Conceptual
Learning Gains in Physics: a Possible “Hidden Variable” in Diagnostic Pretest Score. American Journal of Physics. Vol. 70 (12) 1259-1268.
Ruseffendi, E.T. (2010). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan & Bidang Non-Eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito.
Sugiyono. (2013). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Sumarmo, U. (1993). Peranan Kemampuan Logik dan Kegiatan Belajar terhadap Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematik pada Siswa SMA di Kodya Bandung. Laporan Penelitian
IKIP Bandung: Tidak diterbitkan.
Sumarmo, U. (2002). Alternatif Pembelajaran Matematika dalam Menerapkan Kurikulum Berbasis
Kompetensi. Makalah disajikan pada Seminar Nasional FPMIPA UPI Bandung: Tidak
diterbitkan.
74 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika ProgramPasca Sarjana STKIP Siliwangi Bandung