Mahasiswa Pasca Sarjana Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi Bandung
ABSTRAK
Dalam matematika, komunikasi memegang peranan yang sangat penting. Komunikasi menjadi bagian yang esensial dari matematika dan pendidikan matematika. Kemampuan komunikasi matematik adalah kemampuan siswa yang meliputi kegiatan : mengkomunikasikan gagasan dengan symbol, tabel, diagram dan ekspresi matematik untuk memperjelas keadaan atau masalah, dan memiliki sikap menghargai kegunaan matematik dalam kehidupan, sikap rasa ingin tahu perhatian, dan minat mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.. Komunikasi adalah cara untuk berbagi (sharing) gagasan dan mengklarifikasi pemahaman. Melalui komunikasi, gagasan-gagasan menjadi objek-objek refleksi, penghalusan, diskusi, dan perombakan. Metode diskusi kelompok diaplikasikan dalam proses belajar mengajar untuk; (a) mendorong peserta didik berpikir kritis; (b) mendorong peserta didik mengekspresikan pendapatnya secara bebas; (c) mendorong peserta didik menyumbangkan buah pikirnya untuk memecahkan masalah bersama; (d) mengambil satu alternatif jawaban atau beberapa jawaban untuk memecahkan masalah berdasarkan pertimbangan yang seksama.
Kata Kunci: Komunikasi Matematik, Pembelajaran Kooperatif
A. Latar Belakang Masalah
Kemampuan komunikasi Matematik merupakan kesanggupan/kecakapan seorang siswa untuk dapat menyatakan dan menafsirkan gagasan matematika secara lisan, tertulis, atau mendemonstrasikan apa yang ada dalam soal matematika (Departemen Pendidikan Nasional, 2006). Komunikasi Matematik merupakan kemampuan siswa dalam menyampaikan ide-ide atau gagasan matematika yang telah dipelajarinya.
Peranan Komunikasi matematika menurut Baroody (Sahat, 2007) mengatakan bahwa pembelajaran harus dapat membantu siswa mengkomunikasikan ide matematika melalui lima aspek komunikasi yaitu representing (refresentasi),listening (mendengar), reading (membaca), discussing (diskusi) dan writing (menulis).
Untuk melihat apa penyebab rendahnya kemampuan komunikasi Matematik siswa, maka salah satu yang perlu dicermati adalah proses pelaksanaan pembelajaran. Karena pada saat proses pembelajaranlah materi pelajaran dapat dipahami oleh siswa. Rendahnya kemampuan siswa tidak terlepas dari peran guru dalam mengelola pembelajaran. Pada proses pembelajaran guru cenderung memindahkan pengetahuan yang dimiliki ke pikiran siswa, mementingkan hasil dari pada proses, mengajarkan secara urut halaman per halaman tanpa membahas keterkaitan antar konsep atau masalah. Dalam kondisi seperti ini, akhirnya tidak jarang guru hanya memberikan catatan pelajaran kemudian menjelaskannya. Pembelajaran menjadi berpusat pada guru, sementara siswa jadi pasif karena hanya mendengarkan dan mencatat pelajaran yang diberikan oleh guru. Aktivitas pembelajaran seperti ini mengakibatkan terjadinya penghafalan konsep dan prosedur, sehingga aktivitas penalaran dan komunikasi siswa rendah karena tidak distimulus oleh guru. Guru sering
142 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika ProgramPasca Sarjana STKIP Siliwangi Bandung memberikan soal kepada siswa yang berasal dari buku paket untuk dikerjakan di rumah, soal tersebut tidak menstimulus komunikasi dan penalaran siswa. Siswa tidak dirangsang oleh guru untuk melakukan proses berfikir.
Salah satu faktor penyebab di atas adalah model yang ditepakan oleh guru. Model-model pembelajaran yang berkembang dalam dunia pendidikan cenderung kurang kondusif. Sistem penyampaiannya lebih banyak didominasi oleh guru, yang gaya mengajarnya cenderung bersikap otoriter dan instruktif, serta proses komunikasi satu arah.
Beberapa kajian mutahir di bidang lain mengenai Cooperative Learning memberikan hasil yang menggembirakan. Addrige (Trianto, 2009) mengemukakan bahwa Cooperative Learning menumbuhkan sikap positif terhadap pelajaran dan sekolah, hormat kepada orang lain tanpa membedakan suku, ras dan tingkat pendidikan dan kepekaan serta toleransi terhadap perbedaan prespektif antara mereka semakin dirasakan.
Model pembelajaran ini menekankan tanggung jawab setiap anggota kelompok untuk bekerja sama dan membantu teman kelompoknya, sehingga semua anggota kelompok mengerti dengan materi yang diberikan, juga dengan Cooperative Learning reaksi siswa terhadap lingkungan yang terbuka cukup baik. Pada model pembelajaran model ini siswa dikondisikan dalam beberapa kelompok dengan jumlah anggota kelompok untuk tiap-tiap kelompok 4 – 6 orang. Relasi belajar sebenarnya sangat mempengaruhi keberhasilan dalam belajar siswa dan bisa mempercepat pemahaman siswa terhadap materi pelajaran dengan komunikasi antara teman dan sikap gotong royong saling membantu. Penerapan sistem Cooperative Learning ini pembentukan kelompoknya secara heterogen berdasarkan tingkat kemampuan siswa, yang dilihat dari nilai yang sudah ada pada materi sebelumnya.
Selama ini siswa hanya mencatat dan mendengarkan penjelasan guru. Pembelajaran masih menekankan pada hasil dan siswa tinggal menggunakan rumus dan algoritma yang sudah ada. Siswa biasanya hanya diberi rumus, contoh soal dan latihan. Oleh karena itu pembelajaran yang berpusat pada guru sudah dianggap tradisional dan tidak cocok lagi digunakan, sebab siswa tidak kreatif dalam mengekspresikan ide-ide mereka, dan hanya diberi informasi yang berkenaan dengan materi. Siswa hendaknya dapat membangun sendiri konsep berpikirnya yang berkaitan dengan ide-ide dan konsep matematika. Untuk itu perlu dirancang sebuah proses pembelajaran yang akan meningkatkan pengetahuan siswa tentang paradigma baru pendidikan matematika. Paradigma baru pendidikan lebih menekankan pada peserta didik sebagai manusia yang memiliki potensi untuk belajar dan berkembang. Siswa harus aktif dalam pencarian dan pengembangan pengetahuan. Kebenaran ilmu tidak terbatas pada apa yang disampaikan oleh guru. Guru harus mengubah perannya, tidak lagi sebagai pemegang otoritas tertinggi keilmuan dan indoktriner, tetapi menjadi fasilitator yang membimbing siswa ke arah pembentukan pengetahuan oleh diri mereka sendiri. Melalui peradigma baru tersebut diharapkan di kelas siswa aktif dalam belajar. Aktif berdiskusi, berani menyampaikan gagasan dan menerima gagasan dari orang, memiliki kepercayaan diri yang tinggi.
B. Diskusi dan Pembahasan 1. Teori Belajar
Proses belajar merupakan proses psikologi yang terjadi di dalam diri seseorang, oleh karena itu sukar diketahui dengan pasti bagaimana terjadinya. Mengenai fisikologis ialah bagaimana kondisi fisiknya, pancaindranya dan sebagainya. Sementara itu yang menyangkut psikologis adalah minatnya, tingkat kecerdasannya, bakatnya, motivasinya dan kemampuan kognitifnya. Mengenai instrumental input atau faktor-faktor yang dirancang dan dimanipulasi adalah kurikulum atau bahan ajar, guru yang memberikan pelajaran, sarana dan fasilitas serta manajemen yang berlaku di sekolah.
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika ProgramPasca Sarjana STKIP Siliwangi Bandung 143 Hilgrad dan Bower, dalam bukunya Theories of Cooperative Learning (dalam Trianto, 2009) mengemukakan. “Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap suatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalaman yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan atau keadaan-keadaan sesaat seseorang (misalnya kelelahan, pengaruh obat dan sebagainya).
Gagne, dalam buku The Conditions of Cooperative Learning (dalam Muslihudin, sudrajat dan Hendra, 2012) mengatakan, ”Belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersamaan dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya (performance-nya) berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi tadi”.
Lingkungan terdiri dari alam dan sosial, pengaruh yang sangat besar didapat dari faktor sosial seperti interaksi dengan rekan belajar, kerja sama sehingga mampu saling membantu antara siswa yang kurang dengan siswa yang lebih. Interaksi antar siswa maupun antara guru dengan siswa mampu mengatasi hambatan belajar dan mampu meningkatkan prestasi belajar.
2. Komunikasi Matematik
Menurut Lang & Evans (2006) seorang guru perlu menjadi seorang komunikator yang efektif. Guru harus berkomunikasi dengan siswa, guru lain, staf administrasi, orang tua siswa dan masyarakat luar. Komunikasi yang efektif menyaratkan berbagai macam pengetahuan/ketrampilan, antara lain pengetahuan tentang diri sendiri, mata pelajaran, pendekatan pembelajaran untuk siswa, dan ketrampilan berkomunikasi antar perorangan.
Kemampuan komunikasi matematik adalah kemampuan siswa yang meliputi kegiatan : mengkomunikasikan gagasan dengan symbol, tabel, diagram dan ekspresi matematik untuk memperjelas keadaan atau masalah, dan memiliki sikap menghargai kegunaan matematik dalam kehidupan, sikap rasa ingin tahu perhatian, dan minat mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Indikator kemampuan komunikasi matematika yang diungkapkan oleh Sumarmo (2003) komunikasi matematis meliputi kemampuan siswa:
1) menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam idea matematika;
2) menjelaskan idea, situasi dan relasi matematik secara lisan atau tulisan dengan benda nyata, gambar, grafik dan aljabar;
3) menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbul matematika; 4) mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika;
5) membaca dengan pemahaman atau presentasi matematika tertulis;
6) membuat konjektur, menyusun argument, merumuskan definisi dan generalisasi; 7) menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah dipelajari.
3. Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif merupakan ide lama. Semenjak dahulu para filsof telah mengemukakan agar seseorang belajar, dia harus memiliki teman belajar. Dalam pembelajaran kooperatif siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka saling mendiskusikan masalah-masalah tersebut dengan temannya.
Di dalam kelas kooperatif siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4 – 6 orang, campuran siswa dengan kemampuan tinggi, sedang, rendah, jenis kelamin dan suku/ras bekerja sama membantu satu sama lain. selama belajar secara kooperatif siswa tetap tinggal dalam kelompoknya selama beberapa minggu. Mereka diajarkan keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar yang aktif, memberi penjelasan kepada teman kelompok dengan baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi latihan-latihan soal. Selama kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi. Belajar belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
144 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika ProgramPasca Sarjana STKIP Siliwangi Bandung Adapun pembelajaran kooperatif dapat berjalan efektif, unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif yang perlu ditanamkan kepada siswa adalah sebagai berikut :
1. Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau berenang bersama”.
2. Para siswa memiliki tanggung jawab terhadap siswa lainnya dalam kelompoknya, disamping tanggung jawab terhadap diri sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi.
3. Para siswa harus membagi tugas dan berbagi tanggung jawab sama besarnya diantara para anggota kelompok.
4. Para siswa akan diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi anggota kelompok.
5. Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerja sama selama belajar.
6. Para siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individu materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
C. Penutup
Pembelajaran Kooperatif adalah model yang dirasa sangat tepat dan sejalan dengan pengembangan kurikulum 2013, dimana siswa dituntut untuk lebih aktif dan kreatif. Proses belajar dengan model ini sebagian besar tergantung dari pengajar yang mengkondisikan. Dalam pembelajaran matematika, komunikasi matematik yang terjadi tidak hanya sekedar hubungan timbal balik, namun dibalik dari itu adanya pemahaman yang mendalam terhadap kesepakatan-kesepakatan yang telah dibuat, sehingga komunikasi matematik diharapkan dapat berjalan efektif.
Penerapan belajar diskusi yang menyertakan nilai tertentu merupakan bentuk konkrit dalam proses pembelajaran yang mengarah pada pembelajaran bermakna. Penyertaan nilai-nilai yang relevan dari kemandirian belajar diharapkan dapat memperkuat proses balajar didalam kelas serta kemampuan komunikasi matematik siswa tersebut, yang pada akhirnya mampu meningkatkan dalam komunikasi matematik.
DAFTAR PUSTAKA
Muslihudin, Sudrajat. Ade, Hendra. Ujang, 2012. Revolusi mengajar. Hpd Press. Bandung Barat. Lang,H dan Evans,D. (2006).Models,strategies, and methods for effective teaching.Amerika. Saragih, Sahat. (2007). Mengembangkan Kemampuan Berpikir Logis Dan Komunikasi Matematis
Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pendekatan Matematika Realistik. Disertasi
Doktor pada PPS UPI: tidak diterbitkan.
Sumarmo, 2013. Evaluasi Dalam Pembelajaran Matematika. Bandung. STKIP Siliwangi Bandung. Trianto, 2009. Mendesain model pembelajaran inovatif-progresif. Kencana prenada media group.
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika ProgramPasca Sarjana STKIP Siliwangi Bandung 145