S
ejak berpuluh-puluh tahun, di Paris diselenggarakan Fêtede l’Humanité, yang merupakan semacam pesta rakyat
untuk mengumpulkan dana bagi suratkabar PCF (Partai Komunis Perancis). Pesta ini, biasanya diadakan selama dua hari (Sabtu dan Minggu) dalam bulan September. Di Perancis pesta tahunan ini cukup dikenal sebagai pesta terbesar yang bisa diadakan secara regular. Selama ini, sekitar 300 000 sampai 500 000 orang ikut serta dalam pesta selama dua hari ini.
Menurut tradisi, dalam pesta ini ada bagian yang dinamakan “Cité Internationale.” Di sinilah terdapat bermacam-macam stand yang diselenggarakan oleh macam-macam organisasi, gerakan atau partai dari berbagai negeri. Stand-stand ini berfungsi sebagai tempat untuk menyebarkan informasi tentang persoalan-persoalan yang menyangkut negeri masing-masing, dan memupuk rasa setiakawan dalam melawan hal-hal yang merugikan kepentingan rakyat banyak, menggugat penindasan oleh penguasa yang sewenang-wenang dan lain-lain.
Dengan perlunya melakukan kampanye informasi mengenai situasi di Indonesia waktu itu, dan juga tentang Tapol dan persoalan-persoalan Timor Timur, maka sejak tahun 1977, ber-sama-sama teman-teman Perancis dan Indonesia, kami telah ikut serta dalam kegiatan Fête ini. Yang pertama kali ialah dalam tahun 1977, dengan menyelenggarakan stand Timor Timur, bersama-sama dengan bekas pendeta Jean Guilvout, Robert Ageneau dan
istrinya, dengan dibantu oleh teman-teman dari toko/penerbit l’Harmattan (Maité, Marie-Thérèse, Marie-Cecile dan lain-lain). Penyelenggaraan stand selama dua hari dan mengikuti kegiatan-kegiatan di Cité Internationale dalam Fête ini merupakan waktu yang mengasyikkan. Sebab, dengan stand ini kita dapat menyajikan kepada pengunjung-pengunjung pesta berbagai informasi mengenai keadaan di Indonesia dan Timor Timur. Kita juga bisa mengetahui bagaimana orang-orang lain di berbagai negeri sedang memperjuangkan sesuatu. Jadi ada suasana setiakawan.
Menurut pengalaman, penyelenggaraan stand ini juga memungkinkan adanya berbagai kontak baru, yang kemudian bisa meningkat menjadi persahabatan untuk melakukan beranekaragam kegiatan bersama.
Untuk stand Indonesia dalam tahun-tahun 1977, 1978, 1979, 1980, 1981 banyak orang Perancis, Belanda, Jerman, bahkan juga Australia, yang ikut serta memeriahkannya. Untuk tahun 1982 diperlukan lebih dari 400 kg daging untuk membikin saté yang dijual dalam stand selama dua hari. Pernah lebih dari dua puluh orang teman dari Belanda ikut serta dalam stand ini, demikian juga lebih dari tiga puluh orang dari Jerman. Mereka semua tidur dalam tenda-tenda besar dan kecil, dengan menggunakan karung tidur (slaapzak) dan selimut tebal.
Teman-teman Indonesia di Paris telah banyak mencurahkan tenaga untuk terselenggaranya stand Indonesia dalam pesta besar ini. Selama beberapa tahun, banyak teman-teman Perancis yang ikut serta, dan banyak yang ikut tidur dalam tenda atau dalam stand. Yang menggembirakan kita semua waktu itu ialah suasana gotong royong yang tulus. Melihat bahwa banyak teman-teman non-Indonesia ikut serta dalam persoalan-persoalan mengenai
Indonesia adalah sesuatu yang menghangatkan hati kita semua.
Untuk tahun-tahun 1980, 1981, 1982 dan 1983, makin banyak te-naga yang dibu-tuhkan untuk b e r a m a i - r a m a i m e n a n g a n i m a c a m - m a c a m pekerjaan yang tegang selama beberapa hari ini. Untuk mendapat sekedar gambaran tentang besarnya volume kegiatan-kegiatan ini dapat dilihat dari angka-angka seperti berikut untuk tahun 1983: diperlukan untuk selama dua hari 4 000 kertas serbet-tangan, 3500 piring plastik, 3 500 garpu plastik, 4 000 gelas plastik, 1 000 pisau makan plastik, 1 000 sendok plastik. Untuk Fête tahun 1983 itu kami pesan 400 kg daging kambing untuk dibikin 14 000 tusuk saté, yang harus dijual selama dua hari! Di samping itu, kami bikin juga beberapa tong gulai kambing. Menanak nasi saja harus berpuluh-puluh kali, dalam tong yang besar-besar. Dapat dibayangkan bahwa kegiatan selama Fête yang dua hari itu adalah gila-gilaan sibuknya.
Sudah tentu, untuk mengkoordinasi kegiatan semacam itu tidaklah mudah. Bisa dimengerti bahwa pernah terjadi
ke-tegangan, perge-sekan antara satu dan lainnya. Mak-lumlah macam-macam watak orang, dan kadang-kadang problim juga kompleks. Namun, betapapun juga, selama jangka yang cukup lama, pesta besar ini pernah menjadi kancah solidaritas yang mengasyik-kan bagi kita semua.
Selama ber-t a h u n - ber-t a h u n ,
biasanya persiapan telah dilakukan beberapa bulan sebelumnya: menghubungi orang-orang yang diajak serta, membikin pamflet, menyiapkan poster dan foto untuk eksposisi, menulis dossier dan lain-lain. Sebagian dari pekerjaan-pekerjaan ini pernah dikerjakan oleh sejumlah teman-teman Indonesia di Paris, di kamar saya yang kecil di Rue de Lappe (Bastille), dan kemudian di apartemen di Soisy/Montmorency. Ikut-sertanya stand Indonesia dalam kegiatan Fête de l’Humanité juga merupakan kesempatan bagi kita semua untuk menunjukkan kepada umum di Perancis, bahwa kita berbuat sesuatu untuk orang-orang di Indonesia yang sedang dalam penderitaan dan kesengsaraan waktu itu, sebagai akibat
politik Orde Baru. Kenalan-kenalan kita yang dekat (orang Perancis) m e n y a t a k a n p e n g h a r g a a n mereka terhadap kegiatan-kegiatan semacam ini.
Kita semua se-nang melihat bah-wa stand exposisi kita banyak dikun-jungi orang, dan tanda tangan untuk petisi tentang Tapol, Ex-Tapol dan Hak Azasi Manusia di Indonesia meme-nuhi kertas yang bertumpuk-tumpuk. Kita juga gembira bahwa restoran kita sangat laku. Sebab, keuntungan dari pemasukan restoran penting sekali untuk bisa membayar sewa tanah, sewa bangunan stand, sewa kursi dan meja. Inilah bantuan kita juga kepada suratkabar
l’Humanité. Memang, kegiatan di Fête de l’Humanité tidak bisa
memberikan keuntungan keuangan bagi pribadi masing-masing, bahkan sebaliknya. Bisa dikatakan rugi waktu dan rugi tenaga selama berhari-hari, dan biasanya letih luar biasa. Tetapi, soal ini memang terserah kepada pandangan masing-masing. Sebab, orang-orang Perancis atau orang negeri lainnya yang ikut
menangani stand Indonesia juga demikian.
Bahkan mereka datang dari jauh, dan ada yang menyediakan waktu empat-lima hari, bahkan lebih, untuk kegiatan ini. Dalam hal ini, bantuan Pascal Lutz dan Lucien Jailloux sangat berharga. Lucien Jailloux telah banyak mengkoordinasi kegiatan stand Indonesia-Timor untuk tahun 1983. Karena pada waktu itu restoran Indonesia baru saja buka (belum umur setahun), maka banyak sekali persoalan yang harus ditanggulangi. Kami masih ikut dalam kegiatan Fête tahun 1983, tetapi tidak seperti dalam tahun-tahun yang sebelumnya.
Setelah itu kita tidak ikut lagi dalam kegiatan-kegiatan Fête de l’Humanité, disebabkan oleh kesibukan-kesibukan kita di restoran koperasi kita “Indonesia.”