• Tidak ada hasil yang ditemukan

dan mulainya pertempuran di Surabaya

K

etika 17 Agustus diproklamasikan di Jakarta oleh Bung Karno dan Bung Hatta dalam tahun 1945 saya ada di Kediri. Pada masa-masa selanjutnya terjadilah peristiwa-peristiwa yang hanya bisa saya ingat samar-samar sekarang ini: peristiwa perlucutan senjata tentara Jepang di berbagai tangsi di daerah keresidenan Kediri oleh Peta dan organisasi-organisasi pemuda, dan mulainya pelajar-pelajar SMP Kediri dan berbagai badan perjuangan melakukan kegiatan-kegiatan. Tetapi, masih jelas dalam ingatan saya, bagaimana saya ikut, bersama-sama dengan banyak orang lainnya, beramai-ramai menuju rumah penjara Kediri, untuk membebaskan orang-orang yang ditahan oleh Jepang.

Saya tahu, bahwa paman saya, Boeamin ditahan oleh Kenpeitai Jepang di penjara ini. Paman Boeamin adalah seorang yang pandai bahasa Jepang dan pernah menjadi jurubahasa Jepang untuk Kenpeitai (polisi militer) di Blitar. Entah bagaimana, pada tahun 1943-1944 diketahui oleh Kenpeitai bahwa ia termasuk gerakan di bawah tanah untuk menentang Jepang. Ia disiksa secara kejam, digantung dan disuruh minum air sabun banyak-banyak. Karena itu, ketika ada orang-orang di kalangan KNI Kediri (Komite Nasional Indonesia) berbicara untuk membebaskan tahanan-tahanan Jepang dari rumah penjara Kediri, saya ikut.

Saya masih ingat, bahwa kecuali paman Boeamin, banyak tahanan-tahanan Jepang lainnya yang telah dikeluarkan pada

saat itu. Salah seorang di antara tahanan itu terdapat wanita, yang waktu itu masih muda, yaitu yang bernama Umi Sardjono (Ia menjabat sebagai pimpinan GERWANI sampai terjadinya G30S dalam tahun 1965). Pidatonya yang bersemangat dan berapi-api di depan orang banyak, yang berkerumun di depan pintu penjara, sangat mengesankan bagi saya. Mungkin ini juga merupakan faktor bagi perkembangan pikiran-pikiran saya di kemudian hari.

Paman Boeamin ini, keluarga Madura dari pihak bapak, pernah tinggal bersama bapak ibu di Karangsemi, di desa yang jauh dari kota itu. Ia pandai masak dan pandai menjahit, sehingga akhirnya diminta untuk memberikan kursus bagi ibu-ibu. Ia juga pandai bahasa Jepang dan bahasa asing lainnya. Ini terjadi, ketika menjelang masuknya tentara Jepang. Rupanya, ia tinggal di rumah kami di Karangsemi itu untuk menyembunyikan diri. Tahu-tahu, setelah tentara Jepang menduduki Indonesia, kami dengar bahwa ia bekerja sebagai jurubahasa Kenpeitai.

Selanjutnya, kami dengar bahwa ia ditahan oleh Kenpeitai karena tersangkut dalam gerakan di bawah tanah menentang Jepang.

Proklamasi 17 Agustus 1945 telah didahului oleh serentetan peristiwa-peristiwa penting yang berkenaan dengan kekalahan Jepang dalam Perang Pasifik, dan ditanda-tanganinya oleh Jepang pernyataan menyerah tanpa bersyarat pada tanggal 15 Agustus 1945 kepada Sekutu.

Sebelum itu, pimpinan pemerintahan dan militer Jepang sudah mulai merasa, sejak permulaan 1945, bahwa pukulan-pukulan militer Sekutu di berbagai medan di Pasifik sudah makin melumpuhkan mesin peperangan Jepang. Dalam keadaan begini, pimpinan tentara pendudukan Jepang di Jawa membentuk Badan

Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan (Dokuritsu Junbi

Choosakai), dan kemudian pada tanggal 7 Agustus 1945 dibentuk

Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), di mana duduk Ir. Soekarno, Drs. Moh Hatta dan Dr Radjiman.

Pada tanggal 15 Agustus 1945, ketiga pemimpin Indonesia ini tiba kembali ke Jakarta dari pertemuan mereka dengan Marsekal Angkatan Darat Jepang Terauchi yang bermarkas di Dalat, Vietnam Selatan. Marsekal Jepang ini memberitahukan kepada ketiga pemimpin Indonesia itu bahwa pemerintah Jepang telah mengambil keputusan untuk memberikan kemerdekaan kepada Indonesia, yang meliputi seluruh wilayah Hindia Belanda. Pimpinan gerakan pemuda di Jakarta waktu itu mendesak kepada mereka bertiga untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Sesudah berlangsungnya persiapan-persiapan mengenai teks proklamasi dan langkah-langkah lain, maka dibacakanlah teks proklamasi yang ditandatangani oleh Soekarno-Hatta itu pada tanggal 17 Agustus oleh Ir. Soekarno.

Pada tanggal 19 Agustus dibentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang berfungsi sebagai Dewan Perwakilan Rakyat, sebelum terbentuknya DPR hasil pemilihan umum. Badan Keamanan Rakyat (BKR) dibentuk di mana-mana, yang merupakan alat bagi KNI. Tetapi, di samping itu banyak sekali badan-badan perjuangan yang juga telah dibentuk oleh berbagai golongan dalam masyarakat. Badan-badan perjuangan ini namanya macam-macam, dan suasana perjuangan untuk membela Republik Indonesia meluap-luap di mana-mana, termasuk di daerah keresidenan Kediri. Setelah Jepang kalah, maka Tentara Sekutu ditugaskan untuk mengisi kekosongan dan mengatur penyerahan tentara Jepang yang terdapat di mana-mana waktu itu. Sesudah tentara Sekutu masuk ke Indonesia,

maka secara berangsur-angsur tentara Jepang ditarik dari Indonesia. Sebelum ditarik, banyak terjadi bentrokan-bentrokan bersenjata antara pasukan-pasukan bersenjata rakyat dan tentara Jepang di banyak tempat.

Pasukan-pasukan rakyat ini merebut persenjataan Jepang, dan korban-korban telah banyak jatuh. Kemudian, setelah tentara Sekutu mendarat, terjadi juga bentrokan-bentrokan. Sebab, pemerintah Belanda telah menyusupkan aparat-aparatnya dan membonceng dalam Tentara Sekutu, dengan tujuan untuk kemudian menguasai kembali jajahannya. Karena itu, terjadilah insiden-insiden bentrokan bersenjata dengan Tentara Sekutu di berbagai tempat di Indonesia, antara lain di Surabaya.

Proklamasi kemerdekaan dan mulainya pertempuran-pertempuran di Surabaya, dan pidato-pidato Bung Tomo lewat radio yang selalu berapi-api menggugah semangat banyak pemuda-pemuda di Kediri, di antaranya juga pelajar-pelajar SMP Kediri. Pada masa-masa permulaan revolusi ini banyak pelajar-pelajar yang sudah tidak bersekolah lagi. Pelajaran-pelajar-pelajaran kelas terakhir SMP juga sudah sering saya tinggalkan, seperti banyak teman lainnya.

Waktu itu, di antara kami pelajar-pelajar sudah terjadi pertentangan: belajar terus atau ikut berjuang. Saya memilih yang kedua, mengikuti semangat muda. Maka mulailah masa-masa yang penuh avontuur dalam suasana revolusi yang melanda Jawa Timur waktu itu.

Semangat perjoangan untuk membela Republik Indonesia yang baru diproklamasikan dalam bulan Agustus di Jakarta makin menggelora di Jawa Timur dengan terjadinya “insiden bendera” di Hotel Yamato di Jalan Tunjungan pada tanggal 19 September 1945. Waktu itu, ada orang-orang Belanda yang

mengibarkan bendera Merah Putih Biru di atas Hotel tersebut. Kejadian ini membuat kemarahan rakyat, terutama pemuda-pemuda yang tergabung dalam berbagai barisan perjuangan. Segera bendera itu diturunkan, yang warna biru dirobek-robek dan Merah-Putihnya dikibarkan kembali.

“Radio Pembrontak” mempunyai peranan penting dalam mengobarkan semangat perjuangan di seluruh Jawa Timur waktu itu. Apalagi setelah terjadi pertempuran antara Barisan Keamanan Rakyat (pasukan-pasukan yang macam-macam waktu itu) dengan Tentara Sekutu. Tentara Sekutu ini - Brigade 49/Divisi India ke-23, yang kebanyakan terdiri dari orang-orang Inggris, Gurkha dan orang-orang India lainnya - mendarat di Surabaya pada tanggal 25 Oktober 1945.