• Tidak ada hasil yang ditemukan

47 Flate rate menjadi salah satu pilihan

Dalam dokumen Staff Site Universitas Negeri Yogyakarta (Halaman 57-59)

untuk mengatasi keterbatasan waktu latihan. Flat rate merupakan waktu standar/normal pengerjaan dalam sebuah kegiatan kerja untuk satu orang mekanik. Flate rate dihitung mulai dengan beberapa pertimbangan yaitu :

Waktu Persiapan, yaitu waktu yang diperlukan untuk persiapan dan penyusunan part-part, tool, SST dan lain-lain, persiapan beberapa alat ukur yang diperlukan, persiapan peralatan yang perawatan yang diperlukan, persiapan unit/bagian yang akan dikerjakan.

Waktu kerja aktual, yaitu waktu aktual yang digunakan pada saat pengerjaan termasuk memeriksa part-part, tetapi tidak termasuk waktu yang digunakan dalam mendiagnosa masalah.

Waktu ekstra, yaitu waktu tambahan yang diperlukan karena kesulitan pengerjaan maupun posisi saat kerja yang sulit. Waktu ekstra juga dapat didefinisikan sebagai perkalian antara waktu kerja aktual dengan rasio ekstra atau dapat dirumuskan:

Flat Rate Times = Waktu persiapan + waktu kerja aktual + waktu ekstra

Dengan implementasi flate rate diharapkan memberi dampak terhadap prestasi belajar. Prestasi belajar di bidang pendidikan adalah hasil dari pengukuran terhadap peserta didik yang meliputi faktor kognitif, afektif dan psikomotor setelah mengikuti proses pembelajaran yang diukur dengan menggunakan instrumen tes atau instrumen yang relevan. Jadi prestasi belajar adalah hasil pengukuran dari penilaian usaha belajar yang dinyatakan dalam bentuk simbol, huruf maupun kalimat yang menceritakan hasil yang sudah dicapai oleh setiap anak pada periode tertentu. Prestasi belajar merupakan hasil dari pengukuran terhadap peserta didik yang meliputi faktor kognitif, afektif dan psikomotor setelah mengikuti proses pembelajaran yang diukur dengan menggunakan instrumen tes yang relevan.(Hengkiriawan, 2012).

Menurut Slameto (1995 : 2) bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Secara sederhana dari pengertian belajar sebagaimana yang dikemukakan oleh pendapat di atas, dapat diambil suatu pemahaman tentang hakekat dari

aktivitas belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri individu. Sedangkan menurut Nurkencana (1986 : 62) mengemukakan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai atau diperoleh anak berupa nilai mata pelajaran. Ditambahkan bahwa prestasi belajar merupakan hasil yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari aktivitas dalam belajar.

Jenis prestasi belajar menurut Bloom (dalam Sundari, 2009) dapat dikelompokkan menjadi tiga tingkatan, yaitu Tingkat Kognitif yang meliputi pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis dan evaluasi. Pengetahuan sebagai suatu ingatan terhadap materi yang telah dipelajari. Hal ini meliputi ingatan terhadap jumlah materi yang banyak, dari fakta-fakta yang khusus hingga teori-teori yang lengkap. Level berikutnya adalah Pemahaman diartikan sebagai suatu kemampuan menangkap makna suatu bahan ajar. Hal ini dapat diperlihatkan dengan cara menerjemahkan bahan dari suatu bentuk ke bentuk yang lain, menafsirkan bahan dan mengistimasi trend masa depan. Level ini merupakan tingkat pemahaman yang paling rendah.

Penerapan yang dimaksudkan menunjuk pada kemampuan menggunakan bahan ajar yang telah dipelajari pada situasi yang baru dan konkret. Dilanjutkan dengan analisis menuntut suatu kemampuan memilah-milah suatu bahan pada bagian-bagian komponennya sehingga struktur bahan tersebut dapat dipahami. Pada level ini menuntut dua pemahaman sekaligus yaitu pemahaman terhadap isi dan bentuk struktur materi.

Ranah afektif dibagi menjadi lima tingkatan, yaitu penerimaan menunjuk pada kesediaan mahasiswa untuk mengikuti fenomena atau stimulus tertentu. Hasil belajar untuk level ini bergerak dari kesadaran yang sederhana sampai pada perhatian tertentu. Disusul dengan partisipasi menunjukkan pada partisipasi aktif dari mahasiswa. Pada level ini mahasiswa tidak hanya hadir dan memperhatikan, tetapi juga memberikan reaksi. Hasil belajar pada level ini menekankan pada kesiapan dalam memberikan respon.

Selanjutnya adalah penentuan sikap. Level ini berhubungan dengan nilai yang melekat pada mahasiswa terhadap suatu objek, fenomena, atau tingkah laku. Level ini bergerak dari penerimaan yang paling rendah pada suatu nilai sampai kepada level komitmen yang lebih

48

kompleks. Hasil belajar untuk level ini berkenaan dengan perilaku yang konsisten dan stabil dalam membuat nilai dan dapat diidentifikasi secara jelas.

Demikian halnya organisasi yaitu menggabungkan beberapa nilai yang berbeda- beda, menyelesaikan konflik di antara nilai-nilai tersebut, serta membangun sistem nilai yang konsisten secara internal. Oleh karena itu, penekanannya berada pada membandingkan, menghubungkan dan mensintesiskan nilai tersebut. Hasil belajar untuk level ini berkenaan dengan konseptualisasi nilai atau pengorganisasian sistem nilai.

Pembentukan pola, pada level ini, seseorang sudah mempunyai sistem nilai yang mengendalikan perilakunya dalam waktu yang cukup lama sehingga membentuknya menjadi sebuah karakter gaya hidup. Hasil belajar pada level ini meliputi rentang aktivitas yang banyak, tetapi yang pokok dapat terlihat pada perilaku yang sudah menjadi tipikal atau karakternya.

Ranah psikomotorik menonjol pada gerakan-gerakan jamaniah yang terdiri atas tujuh tingkatan, yaitu : Persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan komplek, gerakan pola penyesuaian, dan kreativitas.

Level persepsi berkenaan dengan penggunaan organ indra untuk menangkap isyarat yang membimbing aktivitas gerak (terjadi penerjemahan dari persepsi isyarat ke tindakan). Kesiapan Menunjukkan pada kesiapan untuk melakukan tindakan tertentu. Perangkat ini meliputi perangkat mental, fisik, dan emosi yang siap untuk bertindak.

Gerakan terbimbing merupakan peniruan/pengulangan suatu perbuatan yang telah di demonstrasikan oleh instruktur. Dan level ini merupakan tahapan awal dalam mempelajari keterampilan yang kompleks. Selanjutnya gerakan terbiasa, dimana level gerakan ini berkenaan dengan kinerja dimana respon mahasiswa telah menjadi terbiasa dan gerakan-gerakan dilakukan dengan penuh keyakinan dan kecakapan.

Gerakan kompleks merupakan gerakan yang sangat terampil dengan pola-pola gerakan yang sangat kompleks. Keahliannya terindikasi dengan gerakan yang cepat, lancar, akurat dan menghabiskan energi yang minimum. Kategori ini meliputi kemantapan gerakan dan gerakan otomatik (gerakan dilakukan dengan rileks dan kontrol otot yang bagus).

Gerakan pola penyesuaian merupa kan keterampilan yang dikembangkan dengan baik

sehingga seseorang dapat memodifikasi pola- pola gerakan untuk menyesuaikan tuntutan tertentu atau menyesuaikan pada situasi tertentu. Level terakhir adalah kreativitas yang menunjuk kapada penciptaan pola-pola gerakan baru untuk menyesuaikan situasi tertentu atau problem khusus. Hasil belajar ini menekankan kreativitas yang didasarkan pada keterampilan yang hebat.

Namun demikian, untuk meraih prestasi belajar yang baik, harus diperhatikan faktor- faktor yang mempengaruhi prestasi belajar seorang siswa. Menurut Sumadi Suryabrata (dalam Binti Jusoh, 2011), secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dan prestasi belajar dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu faktor internal dan faktor eksternal :

Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri siswa yang dapat mempengaruhi prestasi belajar. Faktor ini dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu:

Faktor fisiologis dalam hal ini faktor fisiologis yang dimaksudkan adalah yang berkaitan dengan kesehatan badan. Untuk dapat menempuhi proses belajar dengan baik siswa perlu memperhatikan serta memelihara kesehatan tubuh. Dalam upaya menjaga kesehatan fisiknya, siswa perlu memperhatikan pola makan dan juga pola tidur yang bertujuan untuk melancarkan metabolisme tubuh. Selain itu, diperlukan juga olahraga yang teratur bukan sahaja untuk memelihara kesehatan fisik bahkan untuk meningkatkan ketangkasan.

Pancaindera merupakan syarat proses belajar dapat berlangsung dengan baik. Antara pancaindera yang paling memegang peran besar dalam proses belajar adalah mata dan telinga. Banyak hal yang dipelajari adalah melalui penglihatan dan pendengaran. Oleh itu, seorang anak yang memiliki cacat fisik apatah lagi cacat mental akan mengalami kesulitan dalam proses belajarnya sehingga nanti akan turut mempengaruhi prestasi belajarnya.

Faktor psikologis dapat juga mempengaruhi proses belajar siswa antara lain adalah kecerdasan (intelegensia). Kecerdasan adalah salah satu faktor yang penting dalam menentukan berhasil tidaknya seseorang dalam belajar. Pada umumnya siswa yang mempunyai kecerdasan yang tinggi mempunyai peluang yang lebih besar untuk mencapai prestasi belajar yang tinggi. Sebaliknya siswa yang memiliki kecerdasan yang rendah akan diperkirakan akan turut memiliki prestasi belajar yang rendah. Namun bukanlah sesuatu yang tidak mungkin

49

Dalam dokumen Staff Site Universitas Negeri Yogyakarta (Halaman 57-59)

Garis besar

Dokumen terkait