• Tidak ada hasil yang ditemukan

91 Sebelumnya, Beane et.al (1986:29)

Dalam dokumen Staff Site Universitas Negeri Yogyakarta (Halaman 101-103)

menyatakan bahwa kurikulum dapat digolongkan dalam kategori: (1) kurikulum sebagai produk, (2) kurikulum sebagai program, (3) kurikulum sebagai pembelajaran yang intensif, dan (4) kurikulum sebagai pengalaman dari pesera didik. Menurut Bean et.al. kurikulum ini lebih luas, dianggap sebagai produk karena kurikulum secara tertulis sebagai produk berupa dokumen. Kurikulum dipandang sebagai program, karena dari sudut pandang perencanaan adalah sesuatu program yang akan dilaksanakan. Dari sudut pembelajaran, kurikulum juga merupakan kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan secara intensif. Kurikulum juga dipandang sebagai pengalaman dari peserta didik dalam melakukan kegiatan pembelajaran.

Ornstein dan Hunkins (2009:10-11) mendefinisikan kurikulum dalam 5 pandangan. Pertama, kurikulum didefinisikan sebagai perencanaan untuk mencapai tujuan. Perencanaan tersebut melipuri urutan dari langkah-langkah. Definisi ini dipopulerkan oleh Tyler dan Taba. Kedua, kurikulum didefinisikan lebih luas, yaitu berkaitan dengan pengalaman belajar peserta didik. Berdasarkan definisi ini maka hampir segala sesuatu yang direncanakan di dalam dan di luar sekolah adalah bagian dari kurikulum. Ketiga, definisi kurikulum yang kurang populer dibandingkan dengan 2 definisi sebelumnya, karena kurikulum dipandang sebagai sistem yang berkaitan dengan orang. Keempat, kurikulum didefinisikan sebagai suatu kancah studi (field of study) dengan dasar-dasar, ranah pengetahuan, penelitian, teori, prinsip, dan spesialis. Kelima, kurikulum didefinisikan dalam bentuk matapelajaran (matematika, sains, bahasa Inggris, sejarah, dsb.).

Zais (1976:6-10) mengajukan 6 konsep kurikulum, yaitu: (1) curriculum as the program of studies, (2) curriculum as course content, (3) curriculum as planned learning experiences, (4) curriculum as experiences “had” under the auspices of the school, (5) curriculum as structured series of intended learning outcomes, and (6) curriculum as a (written) plan for action. Konsep kurikulum yang diajukan oleh Zais di atas adalah kurikulum sebagai program-program yang dipelajari, kurikulum sebagai isi pelajaran, kurikulum sebagai pengalaman belajar yang direncanakan, kurikulum sebagai pengalaman yang harus dilaksanakan di bawah arahan sekolah, kurikulum sebagai sekumpulan hasil

belajar yang diinginkan, dan kurikulum sebagai rencana tertulis untuk kegiatan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kurikulum meliputi berbagai hal, yaitu kumpulan matapelajaran, pengalaman belajar yang direncanakan, dan program yang direncanakan untuk mencapai tujuan. Dengan demikian kurikulum dapat berupa apa yang akan diajarkan (standar isi dan standar kompetensi lulusan), bagaimana cara mengajarkan agar tercapai kompetensi yang diinginkan (standar proses dan standar penilaian). Kurikulum yang baik tersebut tidak bersifat statis, artinya kurikulum tersebut akan selalu mengalami perubahan. Hal ini sesuai dengan implementasi Kurikulum 2013 yang mempunyai fokus: model tematik-integratif/ terpadu, pendekatan pembelajaran saiintifik, dan cara penilaian otentik.

Pada kenyataannya, kurikulum (termasuk kurikulum SMK) selalu mengalami perubahan. Hal ini merupakan tanda bahwa pendidikan di SMK bersifat dinamis. Menurut catatan Dedi Supriadi (2002: 14), frekuensi perubahan kurikulum SMK lebih tinggi daripada perubahan kurikulum pendidikan umum. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan kejuruan di SMK senantiasa berusaha melakukan penyesuaian terhadap perkembangan zaman. Dikatakan oleh Dedi Supriadi (2002: 15), bahwa dalam kurun 25 tahun, sedikitnya telah terjadi 6 kali perubahan kurikulum. Di antara perubahan kurikulum yang berskala makro, terjadi juga perubahan berskala mikro, bahkan hampir tiap tahun terjadi perubahan. Bandingkan dengan kurikulum pendidikan umum (dasar dan menengah) yang dalam kurun waktu yang sama hanya terjadi 4 sampai 5 kali perubahan.

Perubahan kurikulum SMK dimulai dari Kurikulum STM 1964, dan Kurikulum SMEA 1968 yang berorientasi pada kebutuhan masyarakat akan pendidikan, dan sekolah kejuruan dianggap mampu menghasilkan tamatan yang dapat langsung bekerja. Pada saat itu keadaan sekolah kejuruan memprihatinkan, sampai dijuluki ”STM Sastra” karena kebanyakan teori tetapi kurang praktik. Selanjutnya terjadi perubahan menjadi Kurikulum STM Pembangunan 1972, dan Kurikulum SMEA Pembina 1973 yang berorientasi pada pendekatan kebutuhan tenaga kerja (manpower demand approach) yang dilaksanakan secara terbatas, yaitu suatu proses mencari bentuk pendidikan teknisi industri.

92

Program pemerintah hanya berusaha mengisi 50 persen kebutuhan tenaga teknisi industri. Pada saat itu keterlibatan industri belum melembaga, dan kurikulum 1964 dan 1968 masih berlaku juga.

Selanjutnya terjadi perubahan kurikulum, yaitu menjadi Kurikulum 1976, untuk berbagai jenis sekolah kejuruan dengan pendekatan tenaga kerja yang berusaha menghasilkan teknisi industri, yaitu STM Pembangunan, SMEA Pembina, SMTK 4 Tahun, dan juru teknik yaitu STM-BLPT, SMEA, dan SMKK. Di samping itu kurikulum ini digunakan dengan pendekatan kebutuhan masyarakat untuk sekolah yang belum direhabilitasi, yaitu SMEA, SMKK, SMPS, SMM, SMIK, SMSR, dan keterlibatan industri juga belum melembaga. Perubahan kurikulum selanjutnya terjadi yaitu menjadi Kurikulum 1984 dengan pendekatan humaniora yang memadukan ranah kognitif, afektif dan psikomotorik; teori dan praktik dikemas dalam satu semester; pihak industri terlibat dalam Forum Pendidikan Kejuruan. Dilakukan penyempurnaan terhadap Kurikulum 1964/1968 untuk sekolah yang belum direhabilitasi.

Pada tahun 1994 terjadi perubahan kurikulum menjadi Kurikulum 1994 dengan pendekatan kurikulum berbasis-kompetensi (competence-based curriculum) yang bersifat luas, kuat dan mendasar (broad-based curriculum). Dengan SKB Mendikbud dan Kadin Indonesia tentang penyelenggaraan SMK, pendirian MPKN, MPKP, dan MS, pelaksanaan PSG yang memberikan umpan balik bagi penyempurnaan Kurikulum 1994 menjadi Kurikulum 1999. Pada saat ini kerjasama dengan dunia usaha/industri mulai melembaga. Perubahan orientasi yang terjadi pada tahun 1999 dengan Kurikulum 1999 dari supply-driven menjadi demand/market-driven, dari kurikulum berbasis matapelajaran/topik pembelajaran menjadi kurikulum berbasis kompetensi, dari pengukuran tingkat hasil belajar ke pengukuran kompetensi, dari belajar “hanya” di SMK menjadi belajar di SMK dan di Industri, dari SMK yang “berdiri sendiri” ke SMK sebagai bagian tak terpisahkan dari Politeknik, BLK, kursus-kursus, dan lembaga Diklat lainnya. Perubahan ke arah ini telah dimulai.

Pada tahun 2004 terjadi perubahan kurikulum menjadi Kurikulum 2004 yang masih mempunyai ciri seperti KBK, yaitu mengembangkan program-program normatif, adaptif, dan produktif, dan program-program

muatan lokal, pengembangan diri, kunjungan industri dan praktik kerja industri. Selanjutnya sejak tahun 2008, kurikulum berubah menjadi Kurikulum 2008 yang dikenal dengan spektrum 2008 dan masih digunakan sampai sekarang. Orientasi Kurikulum 2008 adalah adanya kemandirian dalam menentukan isi kurikulum yang dikenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Pada KTSP tiap sekolah mempunyai kebebasan mengatur pembelajarannya dengan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yang sudah disepakati. Dengan KTSP maka SMK dapat melakukan pengembangan materi, strategi, media, sumber, dan evaluasi. Disamping itu Muatan Lokal, dan Pengembangan Diri juga dapat dilaksanakan dengan luwes sesuai kemampuan sekolah.

Pada KTSP, Kurikulum SMK untuk Program Keahlian Teknik Kendaraan Ringan (TKR) mengembangkan kompetensi melalui beberapa program. Menurut Struktur Program Pembelajaran Kurikulum SMK TKR tersebut dibagi menjadi: (a) Program Normatif, (b) Program Adaptif, (c) Program Produktif (terdiri Dasar Kejuruan dan Kejuruan), (d) Muatan Lokal, (e) Pengembangan Diri, (f) Kunjungan Industri, dan (g) Praktik Industri (Prakerin).

Pada tahun 2013 Kurikulum berubah menjadi Kurikulum 2013 (K-13) dengan kerangka dasar dan struktur yang berbeda dengan kurikulum KTSP. Kerangka dasar Kurikulum 2013 berupa: (a) Landasan Filosofis, (b) Landasan Teoritis, dan (c) Landasan Yuridis. Struktur Kurikulum 2013 berupa: (a) Kompetensi Inti, (b) Matapelajaran, (c) Beban Belajar, dan (d) Kompetensi Dasar. Matapelajaran di dalam Kurikulum 2013 dibagi menjadi: (1) Kelompok A (Wajib) (2) Kelompok B (Wajib), dan (3) Kelompok C (Peminatan). Bidang keahlian dalam SMK terdiri dari 9 bidang keahlian, termasuk bidang keahlian Teknologi dan Rekayasa. Kelompok Peminatan (C) terdiri dari 3 yaitu: (1) Kelompok Matapelajaran Dasar Bidang Keahlian (C1), (2) Kelompok Matapelajaran Dasar Program Keahlian (C1), dan (3) Kelompok Matapelajaran Paket Keahlian (C3). Jumlah jam pelajaran yang harus ditempuh per minggu untuk SMK adalah 48 jam, oleh karena ada penambahan jam belajar di SMK.

Pada Kurikulum 2013 pembelajaran dikemas dalam model tematik-integratif/terpadu yang didukung oleh matapelajaran, yaitu satu

93

Dalam dokumen Staff Site Universitas Negeri Yogyakarta (Halaman 101-103)

Garis besar

Dokumen terkait