• Tidak ada hasil yang ditemukan

GABUS HASIL TANGKAPAN DI KOTA MAKASSAR Hamka. L, Sitti Saenab dan Hartono

Dalam dokumen HERPETOFAUNA DI TAMAN NASIONAL BALI BARAT (Halaman 65-69)

Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Makassar Email: nenas_bio@yahoo.com

Abstrak— Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ikan gabus hasil tangkapan di kota Makassar terdeteksi mengandung timbal, Jika ternyata terdeteksi mengandung timbal apakah kadar kandungan timbal tersebut masih dalam batas aman untuk dikonsumsi. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bersifat survey dan menggambarkan mengenai pencemaran lingkungan yang terjadi di kota Makassar, diduga beberapa lokasi penangkapan ikan gabus di kota Makassar sudah tercemar oleh logam berat timbal. Sampel didapat dari dua lokasi penangkapan yang berbeda. Sampel didestruksi basah kemudian dianalisis dengan menggunakan PerkinElmer Atomic

Absorption Spectrometer AAnalyst 400. Data hasil

penelitian menunjukkan bahwa kadar kandungan timbal dalam ikan gabus hasil tangkapan di kota Makassar berkisar antara 2,04 mg/kg – 2,95 mg/kg yang berarti sudah melewati batas yang diperkenankan menurut BPOM yaitu 2,00 mg/kg untuk batas maksimum cemaran logam dalam makanan.

Kata Kunci: Kandungan Timbal, ikan gabus, bioakumulasi

PENDAHULUAN

Protein merupakan salah satu unsur gizi yang dibutuhkan oleh tubuh. Protein bisa diperoleh dari sumber hewani maupun nabati. Ikan gabus merupakan salah satu sumber protein yang sangat baik yaitu 70% protein dan 21% albumin, asam amino yang lengkap serta mikronutrien zink, selenium dan iron (WPI, 2010). Selain digunakan sebagai pangan sumber protein, saat ini pemanfaaatan ikan gabus dalam bidang kesehatan sudah dikembangkan. Jauh sebelum khasiat ikan gabus dikenal seperti sekarang ini, penggunaan ikan gabus untuk pengobatan tradisional telah dilakukan di beberapa daerah di Sulawesi Selatan (WPI, 2010).

Para peneliti di Asia Tenggara, khususnya Malaysia dan Indonesia, telah membuktikan bahwa ikan gabus merupakan salah satu ikan penting bagi kesehatan umat manusia (WPI. 2010). Prof. Dr. Eddy Suprayitno, M. S dari Fakultas Perikanan Universitas Brawiijaya Malang mengungkapkan bahwa ekstrak ikan gabus dapat dimanfaatkan sebagai pengganti serum albumin yang biasanya digunakan untuk menyembuhkan luka operasi. Lebih jauh lagi, Guru besar gizi klinik dari Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin, Prof. Dr. dr. Nurpudji A. Taslim, MPH, SpGK telah membuat kapsul dan biskuit albumin ikan gabus untuk dikonsumsi anak-anak.

Mengingat manfaat dari ikan gabus perlu diperhatikan unsur keamanan dalam mengonsumsinya. Seperti yang diketahui bahwa ikan gabus merupakan ikan yang habitatnya bisa terdapat di danau, rawa, sungai, dan saluran-saluran air hingga ke sawah-sawah. Sedangkan dari beberapa hasil penelitian telah mengindikasikan bahwa sebagian tempat-tempat tersebut di kota Makassar yang merupakan habitat dari ikan gabus telah tercemar bahkan hasil penelitian dari Sitti Nurwina (2005) menunjukkan bahwa ikan gabus hasil tangkapan di kota Makassar terdeteksi mengandung timbal dengan konsentrasi 2, 45-3,90 mg/kg berat kering hal ini menunjukkan sudah melampaui ambang batas yang telah ditetapkan oleh POM. Apabila ikan gabus yang sudah tercemar tersebut dikonsumsi oleh manusia, dalam waktu yang lama akan menyebabkan gangguan kesehatan, seperti kerusakan jaringan organ tubuh, kemandulan, bahkan kematian. Jadi sungguh sangat ironi jika ikan gabus yang memiliki banyak manfaat menjadi sangat berbahaya apabila dikonsumsi karena telah tercemar oleh timbal.

TUJUAN

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui : 1)Apakah ikan gabus hasil tangkapan di kota Makassar terdeteksi mengandung timbal. 2) Jika ternyata terdeteksi mengandung timbal apakah kadar kandungan timbal tersebut masih dalam batas aman untuk dikonsumsi.

METODE

Untuk mendapatkan sampel yang mewakili populasi, maka teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

purposive sampling (penyampelan dengan

pertimbangan tertentu). Sampel yang diperoleh dari lokasi penjualan dibagi ke dalam 2 jenis sampel berdasarkan ukurannya (besar dan kecil). Masing-masing terdiri dari 3 ekor sampel ikan besar dan 3 ekor sampel ikan kecil yang kemudian dirata-ratakan ukuran beratnya.

Prosiding Seminar Nasional Biologi-IPA 2013 – ISSN:978-979-028-573-6

Adapun Alat dan bahan yang digunakan sebagai berikut: Alat yang digunakan terdiri dari: botol sampel, labu ukur 50 ml, neraca analitik, neraca ohaus 310, PerkinElmer Atomic Absorption

Spectrometer AAnalyst 400. gegep, furnance,

lumpang persolen, gelas ukur, pipet, gelas kimia 1000 ml, talang aluminium, corong, statif dan klem. Bahan yang digunakan adalah ikan gabus (sampel penelitian), tissue rol, kertas saring, larutan asam nitrat (HNO3) 65%, label dan aquades

Prosedur kerja untuk analisis kandungan timbal masing-masing sampel adalah sampel dibersihkan dengan aquades sebanyak 3 kali pencucian kemudian ditimbang ,dibersihkan dari sisiknya dan diambil bagian dagingnya saja dan disimpan ke dalam talang aluminium yang telah diberi label. Sampel dimasukkan ke dalam oven listrik untuk dikeringkan pada suhu 1050C selama 48 jam. Sampel yang telah kering dikeluarkan dari oven kemudian dihaluskan dengan menggunakan mortal hingga berbentuk serbuk, selanjutnya dikompositkan, kemudian diambil seberat 10 g untuk diabukan dalam furnance dengan suhu 900C selama 5 jam hingga berbentuk abu berwarna putih. Setelah dingin, abu dilarutkan dengan cara menambahkan 3 ml asam nitrat (HNO3) 65% kemudian diaduk dengan menggunakan pengaduk kaca sampai abu terlarut sempurna. Larutan abu dan asam nitrat tersebut diencerkan dengan aquades hingga mencapai volume 50 ml. Larutan kemudian disaring dengan menggunaka kertas saring whatman no. 42 melalui corong, selajutnya filtrat ditampung dala botol-botol sampel yang telah diberi label. Filtrat siap dianalisis dengan menggunakan PerkinElmer Atomic Absorption

Spectrometer AAnalyst 400.. Melakukan penentuan

kadar timbal dalam sampel menggunakan rumus menurut inswiarsi dkk (1997) penentuan kadar timbal dalam sampel menggunkan rumus sebagai berikut:

Mg/kg=

Konsentrasi timbal dalam larutan (ppm)X volume larutam (ml)

Berat kering Sampel(gram) HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis kandungan timbal dalam ikan gabus hasil tangkapan di kota Makassar ditunjukkan pada tabel 1 berikut:

TABLE X. KANDUNGAN TIMBAL DALAM IKAN GABUS HASIL TANGKAPAN DI KOTA MAKASSAR

Lokasi

penangkapan Sampel Berat rata-rata sampel (gram) Konsentarasi Pb dalam bahan (mg/kg) berat kering Minasa Upa ( perbatasan wilayah hertasning) I 156, 67 2, 85 Minasa Upa ( perbatasan wilayah hertasning) II 543, 33 2, 95 Toddopuli 10 III 116, 67 2, 90 Toddopuli 10 IV 493, 33 2, 04

Data hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar kandungan timbal (Pb) dalam ikan gabus hasil tangkapan di kota Makassar berkisar antara 2,04 mg/kg – 2,95 mg/kg yang berarti sudah melewati batas yang diperkenankan menurut BPOM yaitu 2,00 mg/kg untuk batas maksimum cemaran logam dalam makanan. Keberadaan timbal dalam jaringan tubuh ikan gabus melalui proses bioakumulasi( biokonsentarasi dan biomagnifikasi). Makin tinggi kandungan logam dalam lingkungan perairan akan menyebabkan semakin tinggi pula kandungan logam berat yang terakumulasi dalam tubuh hewan (ikan) tersebut (Rochyatun dan Rozak, 2007). Pada penelitian ini dianalisis ikan dengan ukuran tubuh berbeda dalam lokasi penangkapan yang sama ( Tabel 1). Lokasi penangkapan ikan didapatkan dari dua lokasi yang berbeda dan dari penjualan ikan yang berbeda pula. Sampel I dan sampel II yang didapatkan dari penjualan ikan di Tala’salapang yang berasal dari Hertasning (kanal Minasa Upa) sedangkan sampel III dan IV didapat dari tempat penjualan ikan di Borong yang berasal dari Toddopuli 10.

Konsentrasi Pb yang terdeteksi pada sampel I sebesar 2,85 mg/kg dan sampel II sebesar 2,95 mg/kg. Data ini dapat menunjukkan peristiwa bioakumulasi pada ikan gabus dimana sampel II memiliki ukuran yang lebih besar daripada sampel I. Menurut palar (2005) ikan merupakan organisme yang menempati puncak dalam rantai makanan di habitat perairan sehinga konsentrasi Pb yang terakumulasi pada jaringan ikan akan semakin tinggi seiring dengan proses biomagnifikasi pb di perairan, untuk keperluan itu dalam penelitian ini dianalisis dua sampel dalam 1 lokasi yang sama dengan ukuran tubuh berbeda yang perbedaannya sangat signifikan (tabel 1). Meskipun Ikan pada umumnya mempunyai kemampuan untuk menghindarkan diri dari pengaruh pencemaran, namun pada ikan yang hidup dalam habitat yang terbatas (sepeti sungai, danau dan teluk) akan sulit menghindarkan diri dari pencemaran sebagai salah satu akibat adalah terakumulasinya unsur-unsur pencemar termasuk logam berat ke dalam tubuh ikan (Dinata, 2004). Dalam penelitian ini lokasi penangkapan merupakan kanal yang dipenuhi oleh tumbuhan enceng gondok yang merupakan bioindikator terjadinya pencemaran pada daerah tersebut. Tingginya kandungan Pb dalam sampel II juga diduga disebabkan oleh frekuensi kendaraan bermotor yang lalu lalang disekitar lokasi cukup tinggi yaitu rata-rata 20 kendaraan/menit. Menurut

Prosiding Seminar Nasional Biologi-IPA 2013 – ISSN:978-979-028-573-6

Darmono (1995) 60% sumber pencemaran di lingkungan udara oleh logam (termasuk timbal) adalah transportasi.

Konsentrasi Pb yang terdeteksi pada sampel III sebesar 2,90 mg/kg dan sampel IV sebesar 2,04 mg/kg. Meskipun dari segi ukuran sampel IV lebih berat dari sampel III akan tetapi konsentarasi logam Pb yang terakumulasi pada sampel III lebih besar daripada sampel IV, hal ini diduga dapat disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya: 1) terdepositnya logam pb dalam tulang ikan, sedangkan yang diambil sebagai sampel adalah daging ikan dengan pertimbangan bahwa bagian inilah yang banyak dimanfaatkan oleh manusia baik sebagai bahan pangan ataupun sebagai obat. Menurut Spivey (2007) Timbal yang masuk ke dalam tubuh organisme akan disimpan (terdeposit) dalam tulang yang pada keadaan-keadaan tertentu di mobilisasi masuk ke dalam darah, selanjutnya menurut Riess (2007) hanya 2% dari total timbal dalam tubuh berada dalam darah dengan half-life selama 30 sampai 40 hari. Pb yang disimpan dalam tulang dan jaringan bisa mempunyai half life sampai berpuluh tahun. 2) Mekanisme regulasi; Logam berat yang masuk ke dalam tubuh ikan dapat menyebabkan gangguan fisiologis sehingga ikan akan berusaha mengeluarkan logam berat tersebut melalui mekanisme regulasi. Ikan dapat meregulasi logam berat yang ada di dalam tubuhnya sehingga resiko toksisitas logam berat dalam tubuhnya dapat dihindari. Menurut Al-Nagaawi (2008), ikan memiliki mekanisme regulasi, diantaranya ekskresi, detoksifikasi dan penyimpanan (storage). Apabila mekanisme regulasi tidak mampu menyeimbangi penyerapan (uptake) logam berat oleh organisme tersebut, maka resiko toksisitas dapat terjadi dimana terjadi kerusakan pada hati dan ginjal sebagai organ yang berperan dalam proses detoksifikasi dan ekskresi. Tubuh makhluk hidup biasanya memiliki kemampuan mentoleransi logam yang tidak diperlukan oleh tubuh (racun) melalui proses ekskresi tubuh oleh ginjal melalui urine (Darmono, 1995). Selain proses regulasi berupa ekskresi, organ hati ikan memiliki peran dalam mekanisme detoksifikasi. Proses detoksifikasi logam berat pada hati melalui proses pengikatan logam (metallothionein) di dalam jaringan. Kemampuan detoksifikasi oleh hati relatif terbatas sehingga logam berat yang berlebihan di dalam tubuh, akan didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh ikan melalui pembuluh darah 3) dan dimungkinkan oleh sifat ikan yang memiliki kemampuan untuk melakukan pergerakan yang tinggi bahkan migrasi sehingga dapat menghidarkan diri dari sumber pencemar. Ikan gabus yang menjadi sampel penelitian belum dapat dipastikan bahwa selama hidupnya sebelum ditangkap sudah berada di tempat pengambilan sampel tersebut, jadi sangat memungkinkan

dengan kemampuan pergerakannya yang tinggi ikan gabus tersebut berasal dari wilayah perairan yang lain.

Konsentrasi timbal pada sampel III dan IV juga masih tergolong tinggi dan sudah melewati ambang batas, seperti halnya pada lokasi I, lokasi penangkapan ikan sampel III dan IV juga merupakan kanal yang padat kendaraan bermotor dan kanal tersebut juga dipenuhi oleh tumbuhan enceng gondok sudah beralih fungsi menjadi tempat penampungan sementara limbah-limbah rumah tangga masyarakat di sekitar kanal tersebut yang barang tentu ada beberapa sumber pencemaran logam. Meskipun saat ini limbah rumah tangga berupa baterei sudah berkurang pemakaiannya bahkan pada saat observasi peneliti sudah tidak lagi menemukan baterei di lokasi akan tetapi muncul sumber pencemaran baru yaitu limbah dari pengecetan perumahan yang terdapat di sekitar kanal seperti yang kita ketahui daerah tersebut merupakan daerah perluasan perumahan. Hal ini berpotensi besar mencemari lingkungan. Kondisi ini memungkinkan peluang akumulasi logam lebih besar oleh ikan. Keberadaan timbal yang terakumulasi dalam tubuh ikan gabus ini terjadi karena berbagai faktor seperti yang telah di jelaskan sebelumnya, selain faktor tersebut di atas faktor konsentrasi Pb di air dan sedimen serta beberapa faktor fisik-kimia perairan juga sangat berpengaruh terhadap akumulasi ikan di perairan.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dikemukakan maka simpulan penelitian ini sebagai berikut:1) Ikan gabus hasil tangkapan di kota Makassar terdeteksi mengandung timbal yang berkisar antara 2,04 mg/kg – 2,95 mg/kg, 2). Keseluruhan sampel sudah melewati ambang batas yang diperkenankan menurut BPOM yaitu 2,00 mg/kg untuk batas maksimum cemaran logam dalam makanan.

REFERENSI

Akbar, H.S. 2002. Pendugaan Tingkat Akumulasi Logam Berat Pb, Cd, Cu, Zn dan Ni Pada Kerang Hijau (Perna viridis) Ukuran<5 cm di Perairan Kamal Muara, Teluk Jakarta. [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB.

Al-Nagaawy,A.M. 2008. “Accumulation and Elimination of Copper and Lead from

Oreochromis niloticus Fingerlings and

Consequent Influence on Their Tissue Residues and Some Biochemichal Parameters”. 8th International

Prosiding Seminar Nasional Biologi-IPA 2013 – ISSN:978-979-028-573-6

Symposium on Tilapia in Aquaculture, Saudi Arabia

Darmono. 1995. Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.

Dinata. 2004. Waspadai Pengaruh Toksisitas

Logam Pada Ikan. Pikiran rakyat cyber

media

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Penerbit Kanasius. Yogyakarta.

Inswiarsi. A. Titugaswati, dan A, Lubis. 1997. Kadar Logam Cu, Pb, Cd, dan, Cr dalam ikan Segar dan kerang dari teluk jakarta. Tahun 1995/1996. Dalam

buletin penelitian kesehatan vocabolary. 25. No.1 tahun 1997

Palar. 2004. Pencemaran dan Toksikologi Logam

Berat. Rinekka Cipta. Jakarta

Priyono, A. 1994. Parameter-Parameter Kualitas Air. Laboratorium Analisis Lingkungan. Jurusan Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor.

Pescod, M.B. 1973. Investigation of Rational Effluent and Stream Standard for Tropical Countries. Environmental Enginering Division, Asian Institute Tec. Bangkok

Sitti Nurwina. 2005. “Analisis Kandungan Timbal dalam Ikan Gabus (channa striata) Hasil Tangkapan di kota Makassar ( Suatu studi untuk menunjang materi biologi pada sekolah menengah atas).

Skripsi. Jurusan Biologi. FMIPA.

UNM

WPI. 2010. Potensi Tersembunyi wild fresh water

fish. Edisi oktober 2010 vol 86.

ISSN.1829-5576.Direktorat Pemasaran dalam Negeri, Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian dan Kementerian Kelautan dan Perikanan

Rochyatun, Endang dan Rozak, Abdul. 2007. Pemantauan Kadar Logam Berat dalam Sedimen di Perairan Teluk Jakarta. Makara, Sains, Vol.11, Nomor 1,April 2007: 28-36

Ulfin, S. 1995. “Potensi Penyerapan Batang Enceng Gondok (Eichornia crassipes Mart) Terhadap logam Cu dan Pb”. Laporan Penelitian yang tidak dipublikasikan.

Prosiding Seminar Nasional Biologi-IPA 2013 – ISSN:978-979-028-573-6

Dalam dokumen HERPETOFAUNA DI TAMAN NASIONAL BALI BARAT (Halaman 65-69)

Dokumen terkait