• Tidak ada hasil yang ditemukan

KUALITAS PERAIRAN ESTUARI GUNUNG ANYAR SURABAYA

Dalam dokumen HERPETOFAUNA DI TAMAN NASIONAL BALI BARAT (Halaman 117-120)

Melisa Marfirani dan Sunu Kuntjoro, M.Si Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Surabaya

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui nilai kualitas perairan estuari Gunung Anyar Surabaya berdasarkan faktor fisik, kimia dan biologi.

Jenis penelitian ini adalah observasi dengan teknik pengambilan data dari hasil pengukuran BOD, CO2, DO, suhu air, kejernihan atau kecerahan, salinitas, kecepatan arus, pH air dan plankton.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut diperoleh nilai BOD sebesar 0,81 ppm; CO2 2,24 ppm; DO 0,38 ppm; suhu air 30,7oC; kecerahan 28,7cm; salinitas 1,36; kecepatan arus 6 m/s; pH 7,36 dan indeks dominansi plankton terbesar adalah genus keratella 0,0134 dari golongan zooplankton.

Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa perairan estuari Gunung anyar tercemar berat, hal ini dapat dilihat dari nilai kualitas perairan estuari yang rendah dan tidak sesuai dengan standar baku mutu perairan.

Kata kunci: kualitas perairan, estuari, Gunung

Anyar.

PENGANTAR

Estuari adalah suatu perairan semi tertutup yang berada di bagian hilir sungai dan masih berhubungan dengan laut, sehingga memungkinkan, terjadinya percampuran antara air tawar dan ai laut (Dahuri, 2004).

Sifat fisik estuari yang mempunyai variasi yang besar dalam banyak parameter yang sering kali menciptakan suatu lingkungan yang sangat menekan bagi organisme. Mungkin inilah yang menyebabkan mengapa jumlah spesies yang hidup didaerah estuari lebih sedikit dibanding dengan di habitat laut lainnya. Faktor fisik seperti salinitas, suhu, aksi ombak dan arus, kekeruhan, oksigen. Menurut Nybakken (1992), sifat fisik-kimia perairan sangat penting dalam ekologi. Oleh karena itu selain melakukan pengamatan terhadap faktor biotik, perlu juga dilakukan pengamatan faktor abiotik perairan. Dengan mempelajari aspek saling ketergantungan antara organisme dengan faktor abiotik akan diperoleh gambaran tentang kualitas perairan.

Plankton dikelompokkan menjadi 2, yaitu phytoplankton dan zooplankton. Plankton merupakan salah satu mata rantai terpenting dan paling kritis di dalam rantai kehidupan di estuari. Hal ini karena plankton terutama phytoplankton merupakan sumber energi utama di estuari. Phytoplankton merupakan makanan utama zooplankton dan ikan kecil, yang kemudian dimakan oleh organisme yang besar lainnya. Dasar jaringan makanan di estuari berasal dari bahan organik yang terbawa oleh air sungai masuk ke estuari, dan pada saat pasang surut, serta organik material yang merupakan hasil produksi organisme di estuari (Gamairo 2004 dalam Efendi, 2011). Berdasarkan hal tersebut diatas, maka dilakukan penelitian untuk mengetahui nilai kualitas perairan estuari Gunung Anyar Surabaya berdasarkan faktor fisik, kimia dan biologi.

BAHAN DAN CARA KERJA

Penelitian ini bersifat observasi. Diawali dengan persiapan alat dan bahan yang terdiri dari botol winkler gelap, botol winkler terang, erlenmeyer, pipet tetes, spuit ukuran 5 mL, plankton net, botol vial vol 15 mL, termometer, pH pen, sechi disk, timba plastik, sterofoam, tali rafia, kertas label, mikroskop, buku identifikasi plankton, sampel air, larutan MnSO4, larutan KOH-KI, larutan H2SO4 pekat, larutan Na2S2O4, larutan amilum, indikator PP, larutan NaOH, larutan methylen blue, larutan formalin 1%. Selanjutnya, melakukan pengukuran berturut-turut diawali dengan pengukuran kadar DO dengan metode Winkler, pengukuran CO2, pengukuran BOD, pengukuran suhu air menggunakan termometer, pengukuran pH air menggunakan pH pen, pengukuran kecerahan air menggunakan sechi disk, pengukuran kecepatan arus air menggunakan sterefoam yang dengan tali dan pengamatan keanekaragaman plankton..

Penelitian ini dilakukan di estuari Gunung Anyar Surabaya.

HASIL

Tabel 1. Rata-Rata Hasil Pengukuran Faktor Fisik dan Kimia Air Estuari Gunung Anyar Surabaya

No Pengukuran Aspek Hasil Rata-Rata Pengukuran Faktor fisik air

Prosiding Seminar Nasional Biologi-IPA 2013- ISBN: 978-979-028-573-6

1 Suhu (oC) 30,7

2 Kecerahan (cm) 28,7 3 Kecepatan arus (m/10s) 6

4 Salinitas 1,36

Faktor kimia air

1 DO (ppm) 0,38

2 CO2 (ppm) 2,24

3 pH 7,36

4 BOD (ppm) 0,81

Tabel 2. Rata-Rata Hasil Pengamatan Plankton Di Estuari Gunung Anyar Surabaya

No Nama Genus Dominansi Indeks Fitoplankton 1 Anabaena 0,00175 2 Chlorococcum 0,00066 3 Diatomae 0,01267 4 Euglena 0,00646 5 Fragilaria 0,00547 6 Gleocapsa 0,00084 7 Merismopedia 0,000041 8 Navicula 0,005 9 Nitzschia 0,01126 10 Oedogonium 0,00017 11 Oscillatoria 0,00299 12 Pandorina 0,000041 13 Phacus 0,000041 14 Protococcus 0,00066 15 Scenedesmus 0,00066 Zooplankton 16 Bidulphia 0,00175 17 Cyclops 0,00299 18 Didinium 0,00066 19 Ephitemia 0,000041 20 Keratella 0,0134 21 Kopepoda 0,00017 22 Notholca 0,00125 Jumlah 0,068874 PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil analisis tabel rata-rata hasil pengukuran faktor fisik dan kimia air estuari Gunung Anyar Surabaya (Tabel 1), diperoleh nilai BOD sebesar 0,81 ppm; CO2 2,24 ppm; DO 0,38 ppm; suhu air 30,7oC; kecerahan 28,7cm; salinitas 1,36; kecepatan arus 6 m/s; pH 7,36 dan indeks dominansi plankton terbesar adalah genus keratella 0,0134 dari golongan zooplankton.

. Sifat fisik dan kimia estuari yang mempunyai variasi besar dalam banyak parameter seringkali menciptakan suatu lingkungan yang sangat menekan bagi organisme. Mungkin inilah yang menyebabkan mengapa jumlah spesies yang

hidup didaerah estuari lebih sedikit dibanding dengan di habitat laut lainnya. Faktor fisik seperti kecerahan, suhu, arus, kekeruhan, sedangkan faktor kimia seperti DO, CO2, derajat keasaman (pH) dan salinitas. Selanjutnya secara keseluruhan parameter biologi mampu memberikan indikasi apakah kualitas air pada suatu perairan masih baik atau sudah kurang baik, hal ini dinyatakan dalam BOD dan jumlah dan jenis biota perairan yang masih dapat hidup dalam perairan.

Menurut Nybakken (1992), kedalaman penetrasi cahaya yang merupakan kedalaman dimana produksi fitoplankton masih dapat berlangsung, bergantung pada bekerjanya faktor antara lain absorpsi cahaya oleh air, panjangnya gelombang cahaya, kecerahan air, pantulan cahaya oleh permukaan air, lintang geografik dan musim. Nilai rata-rata kecerahan yang terukur pada estuari Gunung Anyar Surabaya adalah sebesar 28,7 cm sedangkan nilai kecerahan yang baik untuk kehidupan ikan ataupun biota perairan ialah lebih besar dari 45 cm. Hal ini menunjukkan sedikitnya intensitas cahaya yang bisa masuk ke perairan estuari Gunung Anyar, sehingga mengakibatkan aktivitas biota air yang berupa plankton maupun biota air yang lainnya itu sendiri sangat rendah. Nilai penetrasi cahaya sangat dipengaruhi intesitas cahaya matahari, kekeruhan air serta kepadatan plankton di suatu perairan.

Arus air berhubungan dengan penyebaran organisme, gas-gas terlarut dan mineral yang terlarut dalam air. Kecepatan arus yang terukur pada saat penelitian adalah sebesar 6 m/s, kecepatan arus ini tergolong cepat karena daerah estuari telah berada pada posisi dekat dengan laut, karena kecepatan arus sangat bergantung dengan keberadaannya, baik di hulu sungai ataupun di daerah hilir.

Salinitas yang terukur pada penelitian ini sebesar 1,36, tergolong sedang karena daerah pengambilan data sudah memasuki daerah laut. Secara definitif, suatu gradient salinitas akan tampak pada suatu saat tertentu. Tetapi pola gradient bervariasi bergantung pada musim, topografi estuaria, pasang surut dan jumlah air tawar..

Parameter kimia perairan estuari yang pertama adalah nilai oksigen terlarut. Nilai oksigen terlarut dalam perairan sebaiknya berkisar antara 6-8 mg/l. Sanusi (2004), menyatakan bahwa DO yang berkisar antara 5,45-7,00 mg/l cukup baik bagi proses kehidupan biota perairan. Kadar DO minimum suatu perairan adalah sebesar 2 ppm di dalam keadaan normal dan tidak tercemar oleh senyawa beracun. Sementara DO hasil penelitian hanya sebesar 0,38 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa estuari tersebut dalam keadaan yang tercemar. Peningkatan suhu menyebabkan konsetrasi oksigen menurun dan sebaliknya suhu yang semakin rendah meningkatkan konsetrasi

Prosiding Seminar Nasional Biologi-IPA 2013- ISBN: 978-979-028-573-6

oksigen terlarut. Kelarutan oksigen dalam air sangat dipengaruhi oleh faktor suhu dan jumlah garam terlarut dalam air. Sumber utama oksigen terlarut dalam air adalah penyerapan oksigen dari udara melalui kontak antara permukaan air dengan udara dan dari proses fotosintesis. Selanjutnya air kehilangan oksigen melalui pelepasan dari permukaan ke atmosfer dan melalui kegiatan respirasi dari semua organisme air (Barus, 2004).

Karbon dioksida dalam air pada umumnya merupakan hasil respirasi dari ikan dan fitoplankton. Kadar rata-rata kadar CO2 seluruh stasiun sebesar 2,24 ppm. Hal ini berarti perairan estuari belum termasuk dalam perairan yang beracun untuk organisme di dalamnya. Kadar CO2 lebih tinggi dari 10 ppm diketahui menunjukkan sifat racun bagi ikan, beberapa bukti menunjukkan bahwa karbon dioksida berfungsi sebagai anestesi bagi ikan. Kadar karbon dioksida tinggi juga menunjukkan lingkungan air yang asam meskipun demikian karbon dioksida diperlukan dalam proses pem-buffer-an.

BOD (Biochemical Oxygen Demand) menyatakan banyaknya limbah organik dalam air. Makin banyak limbah organik dalam air, makin besar nilai BOD. Hal ini terjadi karena berbagai senyawa karbon organik tidak dapat didegradasi oleh mikroorganisme, tetapi dapat dioksidasi secara kimiawi. BOD dalam perairan estuari sebesar 0,81 ppm. Menurut standart penentuan kulaitas air berdasarkan BOD yang terukur, kadar BOD sebesar 5 ppm sudah tergolong dalam perairan yang tidak bersih. Menurut Brower et al, (1990), nilai konsetrasi BOD menunjukkan kualitas suatu perairan yang masih tergolong baik apabila konsumsi O2 selama periode 5 hari berkisar 5 mg/l O2, maka perairan tersebut tergolong baik dan apabila konsumsi O2 berkisar 10 mg/l-20 mg/l O2 akan menunjukkan tingkat pencemaraan oleh materi organik yang tinggi dan untuk air limbah nilai BOD umumnya lebih besar dari 100 mg/l.

Organisme air dapat hidup dalam perairan yang mempunyai nilai pH netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah dengan basa lemah. Nilai pH rata-rata dari seluruh stasiun sebesar 7,36. Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme air pada umumya terdapat pada 7 sampai 8,5. Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi

Suhu yang terukur pada saat penelitian adalah sebesar 30,7°C. Soetjipta (1993) dalam Azwar (2001), menyatakan bahwa suhu yang dapat ditolerir oleh organisme pada suatu perairan di

daerah tropis berkisar antara 20-32°C. Isnansetyo & Kurniastuti (1995), menyatakan suhu yang sesuai dengan fitoplankton berkisar antara 25-32°C, sedangkan yang sesuai untuk pertumbuhan zooplankton berkisar antara 15-32°C.

Dari analisis diatas dapat diketahui bahwa kenekaragaman fitoplankton lebih besar daripada keanekaragaman zooplankton. Hal ini dikarenakan dengan meningkatnya intensitas cahaya sepanjang pagi hari, dan siang hari zooplankton bergerak lebih ke dalam menjauhi permukaan laut dan biasanya kemudian mempertahankan posisinya pada kedalaman dengan intensitas cahaya tertentu dan sebaliknya bermigrasi ke arah permukaan laut pada malam hari selain itu juga karena pada pagi hari dan siang hari terdapat cahaya matahari yang digunakan oleh fitoplankton untuk melakukan aktivitas fotosintesis membuat fitoplankton banyak bermunculan di permukaan laut dibandingkan dengan zooplankton. Namun nilai indeks dominansi yang terbesar ada pada genus Keratella dari golongan zooplankton. Kemungkinan hal ini disebabkan oleh jenis Keratella merupakan jenis yang toleran terhadap keadaan perairan yang tercemar.

Dari hasil penelitian ini dapat diinformasikan bahwa perairan estuari Gunung anyar tercemar berat, hal ini dapat dilihat dari nilai kualitas perairan estuari yang rendah dan tidak sesuai dengan standar baku mutu perairan.

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, Saifuddin. 2001. Reliabilitas dan Validitas. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Barus T. A. 2002. Pengantar Limnologi. USU-Press. Medan.

Dahuri, R. 2004. Pengelolaan Sumber Daya

Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu.

Edisi Revisi. Pradnya Paramita. Jakarta.

Effendi. 2011. Estuari. Diakses melalui

http://lahiank.blogspot.com/2011/12/v-behaviorurldefaultvmlo.html pada tanggal 9 desember 2012.

Isnansetyo, A dan Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur

Phytoplankton dan Zooplankton. Kanisius.

Yogyakarta

Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut Suatu

Pendekatan Ekologi. Jakarta: PT. Gramedia.

Sanusi, Bachrawi. 2004. Potensi Ekonomi Migas

Prosiding Seminar Nasional Biologi-IPA 2013- ISBN: 978-979-028-573-6

IDENTIFIKASI DAN ISOLASI Steinernema sp.

Dalam dokumen HERPETOFAUNA DI TAMAN NASIONAL BALI BARAT (Halaman 117-120)

Dokumen terkait