• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gatot Suparno dan Sri Kentjananingsih *) ABSTRAK

Dalam dokumen HERPETOFAUNA DI TAMAN NASIONAL BALI BARAT (Halaman 52-57)

Tahun demi tahun luas lahan persawahan semakin menyusut seiring dengan kebutuhan areal hunian dan perindustrian. Di sisi lain pertambahan jumlah penduduk tidak berbanding lurus dengan tersedianya pangan untuk mereka. Apabila tidak ada upaya yang bermakna untuk mengatasi masalah tersebut, suatu saat nanti bisa sampai pada keadaan kritis yang memicu gejolak poleksosbudhankamnas. Berdasarkan kekhawatiran di atas diperlukan penelitian untuk mengubah sistem budidaya tanaman padi melalui tehnik penanaman, penyediaan media tanam tanpa pembajakan, perawatan untuk mencegah ancaman hama dan penyakit, namun produktivitasnya bisa melebihi tehnik budidaya tanaman padi yang kon-vensional.

Masing-masing pot berdiameter 18 cm diisi dengan media tanam sedalam 18 cm. Formula media tanam yang paling cocok ialah tanah yang dicampur pupuk organik dengan perbandingan volume 8:2. Pemberian air secukupnya. Penanaman bibit per pot sebanyak 2 batang.

Hasil panen gabah kering sawah yang didapat adalah 2,23 kg gabash kering sawah per m2 tanah atau sekitar 0,74 kg beras. Yang cukup untuk makan lebih dari dua orang sehari. Tak perlu dilakukan penyiangan selama pemeliharaan tanaman. Karena budidaya ini dila-kukan dalam pot, maka diusulkan tehnik ini dinamakan tehnik penanaman padi lampot. *) Keduanya ialah Dosen Jurusan Biologi FMIPA UNESA

Latar belakang masalah

Nasi merupakan makanan pokok orang Indonesia, bahkan dengan lauk yang minim orang sanggup menelan nasi untuk mengatasi rasa lapar. Oleh karena itu ketersediaan beras sangat penting bagi penduduk suatu daerah. Padahal tahun demi tahun luas lahan persawahan semakin menyusut seiring dengan kebutuhan areal hunian dan perindustrian. Sebaliknya pertambahan jumlah penduduk tidak berbanding lurus dengan

tersedianya pangan untuk mereka. Terpenuhinya kebutuhan pangan setiap rumah tangga merupakan indikator keta-hanan pangan. Apabila tidak ada upaya yang bermakna untuk mengatasi masalah tersebut, suatu saat nanti bisa sampai pada keadaan kritis yang memicu gejolak poleksos- budhankamnas. Berdasarkan kekhawatiran di atas kami mengadakan penelitian pendahuluan untuk mengubah sistem budidaya tanaman padi melalui tehnik penanaman bibit vegetatif, penyediaan media tanam tanpa pembajakan, perawatan untuk mencegah ancaman hama dan butuh waktu penyakit, namun produktivitasnya. Masalah dalam penelitian ini : Bagaimana hasil dari tehnik penanaman ini ? Tujuan penelitian : upaya menswasembadakan pangan pa-da tingkat keluarga. Manfaat penelitian : diharapkan hasil penelitian ini dapat meningkatkan ketahanan pangan Nasional. Tinjauan Pustaka

Masa pertumbuhan tanaman padi dibedakan menjadi fase vegetatif dsan fase generatif. Masing-masing fase membutuhkan waktu separuh dari seluruh waktu pertumbuhan padi yang berkisar 120 hari. Jadi secara umum mulai pengelolaan biji hingga panen butuh waktu 4 bulan. Lama waktu ini berbeda-beda sesuai dengan jenis padi (Nurmanihsan, 2012).

Masa vegetatif adalah awal pertumbuhan tanaman, mulai dari perkecambahan benih sampai awal pembentukan malai. Masa vegetatif (55-60 hari) meliputi masa vegetatif semai dan masa vegetatif tanam. Masa vegetatif semai meliputi tahap perkecambahan benih (3–5 hari), tahap pertunasan sampai terbentuk 5 helai daun (15-20 hari); sedang tahap pembentukan anakan, adalah mulai terbentuk tunas axial pada buku batang yang mengapit batang utama dan daunnya (sekitar 30 hari). Pertunasan untuk tanaman Graminae menurut teori dapat terjadi di setiap ruas batang maupun di ujung batang. Jika banyak tunas yang muncul di ketiak daun, kita dapat menggunakan tunas-tunas tersebut sebagai bibit. Penanaman menggunakan bibit dari tunas-tunas lebih menguntungkan daripada penanaman menggunakan bibit biji yang sampai saat ini masih dilakukan para petani. Keuntungan terse but ditinjau dari segi pembeayaan maupun dari segi mempertahankan sifat-sifat

Prosiding Seminar Nasional Biologi-IPA 2013 - ISBN: 978-979-028-573-6

unggul yang dimiliki tanaman induk. Jika pada tahap pertunasan tanaman segera dipindah dengan dipisah-pisahkan maka jumlah anakan akan banyak, karena akar dapat berkembang baik. Menurut Nurmanihsan (2012) pembentukan anakan ini dapat terjadi bersamaan atau disusul dengan perpanjangan batang hingga 2-4 cm. Untuk memenuhi kebutuhan, air diberikan hingga setinggi 20-30 cm di atas permukaan tanah.

Masa generatif meliputi fase reproduktif (inisiasi bunga) dan fase pematangan, yang masing-masing membutuhkan waktu sekitar 30 hari. Fase reproduktif meliputi tahap bunting, tahap keluar malai, dan tahap pembungaan. Fase pematangan meliputi tahap matang susu, tahap gabah setengah matang, dan tahap gabah matang penuh. Mulai tahap gabah setengah matang daun dan gabah mulai menguning dan mengering. Jadi tanaman tidak lagi membutuhkan air (Nurmanihsan, 2012)..

Penanaman dengan metode SRI (the System of Rice Intensification) yang menghemat benih, air, maupun pupuk telah dicoba di beberapa negara. Dengan metode ini tanaman padi jenis apapun dapat memberikan hasil panenan setidaknya 3-4 kali lipat daripada metode tradisional (Berkelaar, D., 2001). Pada metode SRI, dengan kepadatan tanaman padi berkisar 10-25 rumpun/m2 atau jarak tanam 25 cm x 25 cm dan 1 tanaman/rumpun menghasilkan rata-rata 1-1,5 kwintal gabah/m2; sedang dengan metode tradisional, dengan kepadatan 42-65 rumpun/m2 dan 2-5 tanaman/rumpun menghasilkan rata-rata 0,2 kwintal gabah/m2. Suplai air yqang dibutuhkan adalah sampai tanah terlihat lembab, bukan tergenang. Alasannya dengan genangan air aerasi tanah terhambat (Berkelaar, D., 2001) Pupuk juga tidak banyak dibutuhkan, karena 80% bakteri dalam tanah mampu menyediakan nitrogen, kecuali dalam keadaan anaerob karena tergenang air.

Sekalipun metode SRI ini kelihatan banyak menguntungkan, tetapi keterbatasan dari metode ini antara lain adalah tenaga kerja yang dibutuhkan dapat dua kali lebih banyak, Hal ini disebabkan oleh penanaman bibit kecil (usia 2 minggu) dalam jarak ruang dan kedalaman yang cocok; mengatur air agar mencapai kelembaban yang optimal, pendangiran tanah yang lembab lebih berat daripada tanah yang basah memerlukan latihan keterampilan. Selain itu hasil yang diperoleh sangat baik, tapi hanya di awal (Berkelaar, D., 2001)..

Di sawah yang telah dipanen bongkol tanaman padi yang ditinggalkan biasanya dicampur dengan tanah lagi, setelah dibajak. Memang dengan begini ada tambahan asupan organik yang dikembalikan ke tanah (Berkelaar, D., 2001), tetapi membutuhkan waktu yang agak lama, antara lain bergantung basah tidaknya tanah dan tersedia tidaknya mikroba pendegradasi. Tentang kebutuhan

asupan organik dapat dipenuhi dari pupuk yang dberikan.

Metodologi Persiapan

Tanaman padi yang telah dipanen seringkali masih dapat bertunas, walaupun hampir semua daun lama kering. Batang tunas-tunas itu dibersihkan dari dedaunan yang kering, kemudian dipisahkan berdua-dua, lalu direndam dalam air. Dengan demikian tunas-tunas tadi menjadi bibit vegetatif yang akan ditanam kemudian.

Sembilan pot bekas cat tembok berdiameter 18 cm dicuci dengan air dan sabun colek wing, lalu ditengkurapkan sekitar 10 menit, agar air yang tersisa dapat keluar dari pot. Bagian bawahnya disobek dengan sabit. Kemudian pot dibalik dan dipanaskan di bawah sinar matahari hingga kering.

Menakar tanah dan pupuk dengan mengisi tiga pot pertama dengan tanah berpasir setinggi 16,2 cm, kemudian diisi kompos hingga penuh. Jadi perbandingan volume tanah dan kompos dalam ketiga pot pertama ini 9:1. Tiga pot kedua diisi tanah berpasir setinggi 14,4 cm, kemudian diisi kompos hingga penuh. Jadi perbandingan volume tanah dan kompos pada tiga pot kedua ini adalah 8:2. Tiga pot ketiga diisi tanah berpasir setinggi 12,6 cm, kemudian diisi kompos hingga penuh. Jadi perbandingan volume tanah dan kompos pada tiga pot ketiga ini adalah 7:3. Tanah dan pupuk dari masing-masing kelompok pot tadi dikeluarkan lalu di-aduk merata, baru dimasukkan kembali ke dalam ketiga pot kelompoknya. Masing-masing pot ini diletakkan di atas 9 nampan untuk menampung kelebihan air. Siram seluruh permu-kaan tanah dari masing-masing pot dengan air hingga nampan menampung air setinggi kira-kira 2 cm. Dengan demikian permukaan tanah akan menurun.

Penanaman bibit dan pemeliharaan tanaman Bibit vegetatif yang telah disiapkan tadi ditanam di tengah permukaan tanah dalam masing-masing pot dengan kedalaman sekitar 10 cm. Penambahan air baru dilakukan hanya jika air dalam nampan habis, kecuali pada masa gabah setengah matang, air tidak ditam-bahkan lagi. Jika ada gulma atau hama yang tumbuh dibersihkan. Setelah seminggu ditanam, di sekitar rumpun dituangi cairan pupuk semiorganik yang terbungkus misel. Penambahan pupuk dilakukan tiap tiga minggu. Jadi dilakukan 3 kali penambahan pupuk selama sekali masa tanam.

Hasil

Empat hari setelah batang-batang tunas tadi ditanam, batang terlihat bertambah tinggi dan tumbuh tunas-tunas baru dari dalam pelepah daun batang tadi. Sepuluh hari setelah penanaman, banyaknya tunas yang tumbuh berkisar 15 batang. Batang itu terus tumbuh kemudian menjadi malai,

Prosiding Seminar Nasional Biologi-IPA 2013 - ISBN: 978-979-028-573-6

berbunga, dan berbuah. Dua bulan setelah penanaman, gabah telah siap dipanen.

Panen diambil dalam keadaan kering sawah, yang berisi dan yang kosong dipisahkan,

lalu ditimbang. Data disajikan dalam tabel berikut ini :

Tabel 1. Berat Gabah Kering Sawah yang Dihasilkan dari Ketiga Kelompok

Kelompok 9:1 Kelompok 8:2 Kelompok 7:3

Berat bersih

(g) kosong (g) Berat Berat bersih (g) kosong(g) Berat Berat bersih (g) kosong(g) Berat

56,3410 57,0140 56,6647 1,4334 1,3996 1,4159 56,6478 56,8115 57,1208 1,5067 1,4978 1,4895 55,6417 55,4559 56,0268 1,4667 1,4887 1,4910 Jumlah Rerata 170,0197 56,6732 4,2489 1,4163 170,5801 56,8600 4,4940 1,4980 167,1244 55,7081 4,4464 1,4821 Dari data ini kemudian data berat bersih

ditabelkan terpisah dari data berat kosong un-tuk dianalisis varian satu arah. Sajian tabel dan analisisnya sebagai berikut :

Tabel 2. Berat Gabah Berisi kering sawah dari

masing-masing media ∑ X ∑ X2 (∑ X)2 (∑X)2 r ∑(X-rrt)2 Rerata X Berat bersih (g)

hasil media 9:1 Berat bersih (g) hasil media 8:2 Berat bersih (g) hasil media 7:3

Y=507,7242 Y2=28645,456215 ∑(∑X)2=85934,83399 ∑(∑X) 2/r=28644,94466 ∑(∑X-rrt)2=0,51155495 56,3410 57,0140 56,6647 56,6478 56,8115 57,1208 55,6417 55,4559 56,0268 170,0197 9635,792703 28906,69839 9635,56613 0,22657373 56,6732 170,5801 9699,30557 29097,57052 9699,19017 0,11539773 56,8600 167,1244 9310,357942 27930,56508 9310,18836 0,16958349 55,7081

Analisisnya sebagai berikut : Y2 ∑(∑X)2 257783,8633 C = --- = --- Æ C = --- = 28642,65147 rt rt 3 x 3 JKtotal = ∑(∑X2) - C Æ JK total = 28645,456215-28642,65147 = 2,80474 ∑(∑ X)2 JK perlakuan = --- - C Æ JK perlakuan = 85934,83399/3 – 28642,65147 r = 28644,94466-28642,65147 = 2,2931933

JK galat = JK total - JK perlakuan Æ JK galat = 2,80474 – 2,2931933 = 0,5115467 --- Sumber keragaman db JK KT F --- Perlakuan (t-1) = 2 2,2931933 1,14659665 13,44858359 Galat t(r-1) = 6 0,5115467 0,0852578 --- Total rt -1 = 8 2,80474 F0,05;2;6 = 5,14. Fh > Ft Æ Jadi ada beda

signifikan antara ketiga kelompok media.

Dari analisis tadi ternyata memang ada beda berat gabah antar ketiga macsm media. Dilihat dari rerata berat ketiga kelompok, tampak berat gabah dari medium 8:2 menghasilkan gabah paling berat.

Prosiding Seminar Nasional Biologi-IPA 2013 - ISBN: 978-979-028-573-6

Berikut ini disajikan data berat gabah

kosong ysang didapat dari ketiga macam media: Tabel 2. Berat Gabah Kosong kering sawah dari masing-masing media

Jml X Jml X2 (Jml X)2 (∑X)2 r J (X-rrt)2 Rerata X Berat gabah kosong (g) hasil media 9:1 Berat gabah kosong (g) hasil media 8:2 Berat gabah kosong (g) hasil media 7:3 Y= 13,1893 Y2= 19,34096609 ∑(∑X)2=58,01966017 ∑(∑X)2/r=19,33988672 ∑(∑X-rrt)2= 0,00108081 1,4334 1,3996 1,4159 1,5067 1,4978 1,4895 1,4667 1,4887 1,4910 4,2489 6,01828853 18,05315121 6,01771707 0,00057290 1,4163 4,4940 6,73215998 20,196036 6,732012 0,00014798 1,4980 4,4464 6,59051758 19,77047296 6,59015765 0,00035993 1,4821

Analisisnya sebagai berikut : Y2 ∑(∑X)2 173,9576345 C = --- = --- Æ C = --- = 19,32862605 rt rt 3 x 3 JKtotal = ∑(∑X2) - C Æ JK total = 19,34096609-19,32862605 = 0,012340035 ∑(∑ X)2 JK perlakuan = --- - C Æ JK perlakuan = 58,01966017/3 – 19,328605 r = 19,33988672-19,3328605 = 0,00702622

JK galat = JK total - JK perlakuan Æ JK galat = 0,012340035 – 0,00702622 = 0,005313815 --- Sumber keragaman db JK KT F --- Perlakuan (t-1) = 2 0,00702622 0,00351311 3,966245631 Galat t(r-1) = 6 0,005313815 0,000885752 --- Total rt -1 = 8 0,012340035 ---

Prosiding Seminar Nasional Biologi-IPA 2013 - ISBN: 978-979-028-573-6

F0,05;2;6 = 5,14. Fh < Ft Æ Jadi tak ada beda signifikan antara ketiga kelompok

media.

Dari analisis tadi ternyata tidak ada beda yang signifikan antara berat gabah kosong antar ketiga macsm media. Dengan demikian memang media dengan perbandingan 8:2 memang memberikan hasil yang lebih baik dibanding komposisi media yang lain. Pembahasan

Penggunaan bibit vegetatif ini menghemat beaya pembelian bibit, karena akan selalu tersedia tanpa pembelian bibit baru. Selain itu bibit vegetatif memungkinkan cepat ter-capainya masa panen ini karena tanpa melewati masa perkecambahan dan pertunasan, yang menurut Nurmanihsan (2012) kedua masa itu membutuhkan waktu hampir sebulan.

Perkembangbiakan tanaman disebabkan oleh benih vegetatif yang ditanam memang berada dalam fase peranakan yang difasilitasi oleh terpenuhinya kebutuhan air, kompos dan tambahan pupuk yang diberikan. Pupuk yang terbungkus misel merupakan cadangan pupuk yang baru terserap jika dibutuhkan.

Penambahan pupuk semiorganik ini mungkin menjadi penyebab tidak bermaknanya perbedaan berat gabah kering sawah yang dihasilkan oleh ketiga kelompok komposisi media. Sekalipun demikian, karena ternyata perakaran dari kelompok kedua (8:2) yang lebih kuat dibanding kelompok lain, maka peneliti menyimpulkan bahwa komposisi media tanam 8:2 adalah komposisi yang terbaik untuk pertumbuhan bibit vegetatif.

Hasil lain yang sempat teramati adalah kekuatan akar mencengkeram tanah, yang ternyata tanaman pada kelompok kedua (8:2) paling kuat. Hal ini sesuai dengan pendapat Berkelaar, D. (2001), yang menyatakan penanaman 1-2 batang bibit menyebabkan banyaknya pertumbuhan tunas, karena akar dapat berkembang baik. Banyaknya tunas akan memung-kinkan terwujudnya panen yang lebih banyak. Pada penelitian ini dari tanah seluas 3 x 22/7 x 9 x 9 cm2, yaitu 763,7143 cm2 didapat hasil panen seberat 170,5801 g gabah kering sawah. Per cm2 menghasilkan 0,223355906 g, atau per m2 akan menghasilkan sekitar 2,23 kg gabah. Jika berat beras sekitar 2/3 berat gabah kering sawah, maka per m2 tanah akan menghasilkan 0,74 kg beras. Jumlah ini cukup untuk makan lebih dari dua orang dewasa dalam sehari.

Penanaman bibit dalam pot ini memungkinkan terhindarnya kompetisi pengambilan zat nutrisi. Selama dua bulan pemeliharaan, di sekitar tanaman itu tidak pernah tumbuh gulma maupun hama, sehingga tidak dilakukan penyiangan. Karena letaknya dapat dipindah-pindahkan, maka kesegaran lingkungan dapat dipenuhi, dan dapat dilaksanakan di rumah-rumah yang tanahnya sempit, dengan cara digantung atau diletakkan bersusun. Tehnik budidaya

ini peneliti usulkan dinamakan tehnik penanaman padi lampot.

Simpulan

Tehnik penanaman padi menggunakan bibit vegetatif dapat dilaksanakan dengan hasil baik ditinjau dari jangka waktu tanam-panen yang lebih singkat. Jika penanaman ini dilakukan dalam pot dapat mempersempit tempat yang dibutuhkan.

Saran

Penelitian ini masih perlu diverifikasi agar lebih mantap hasilnya. Untuk itu tehnik penanaman bibit vegetatif lampot perlu disosialisasikan pada masyarakat luas. Dengan demikian dapat dilaksanakan di tingkat keluarga, sehingga terpenuhi swasembada pangan ke-luarga.

Kepustakaan

Berkelaar, Dawn(2001). Sistem Intesifikasi Padi (SRI):Sedikit Dapat Memberi Lebih Banyak

http://www.elsppat.or.id/download/file /SRI-echo%20note.htm Diakses 15 Januari 2013. Nurmanihsan (2012). Mengenal Fase Pertumbuhan Padi.

http://ceritanurmanadi.wordpress.com/2012/ 06/13/mengenal-fase-pe Diakses 15 Janu- ari 2013.

Prosiding Seminar Nasional Biologi-IPA 2013 - ISBN: 978-979-028-573-6

Perilaku Kecoa (Periplaneta americana Linnaeus)

Dalam dokumen HERPETOFAUNA DI TAMAN NASIONAL BALI BARAT (Halaman 52-57)

Dokumen terkait