• Tidak ada hasil yang ditemukan

Guru, Mengajar Apa atau Siapa? 20

Dalam dokumen Pendidikan: antara kebijakan dan praksis (Halaman 105-108)

Pada saat ini, ketika guru-guru yang beruntung mendapatkan jatah sedang berlomba-lomba mengumpulkan portofolio untuk memeroleh sertifikasi demi perolehan tunjangan profesi dan fungsional, berbagai ekses (keikut-sertaan dalam program pelatihan hanya demi sertifikat, manipulasi berkas, dan kolusi antara pemilik portofolio dan penilai) sangat menodai profesi guru dan bahkan melemparkan guru pada titik nadir dalam perjalanan profesinya.

Dalam refleksi menyambut Hari Guru yang jatuh setiap tanggal 15 Oktober, profil Ny. Liem Khing Nio (89) dan Dibyohadiatmodjo (88), guru di zaman Belanda, zaman Jepang, dan zaman Kemerdekaan yang ditulis dalam Tonny D. Widiastono (editor),

Pendidikan Manusia Indonesia memberikan contoh sosok guru yang pantang menyerah, tulus, ikhlas, terus berkarya dan berprestasi hebat. Kedua sosok guru ini melakukan pekerjaan mengajar dan mendidik sebagai bagian dari perjalanan dan panggilan hidup mereka. Mereka memaknai setiap tindakan dan ucapannya sebagai bagian dari perjalanan panjang untuk melayani anak-anak manusia dalam sejarah peradaban. Guru-guru ini senantiasa bersinar di tengah-tengah gambaran suram para guru saat ini.

Dalam bukunya, The Courage to Teach, Parker Palmer (2003) mengatakan bahwa menjadi guru bukan sekedar melakukan pekerjaan biasa melainkan juga memenuhi panggilan hati dan melakukan perjalanan spiritual. Selanjutnya, Palmer juga berpendapat, dalam perjalanan profesinya, seorang guru secara terus menerus mengaitkan tiga hal, yakni dirinya sendiri dengan peserta didik dan bidang pengetahuan/keterampilan yang diampunya.

Yang pertama, proses penemuan diri seorang guru dalam perjalanan panggilannya adalah proses penemuan dan pengukuhan identitas dan integritas. Setiap guru seharusnya menggali dirinya sendiri, menemukan identitasnya sendiri, dan mengembangkan gaya serta metode dan teknik mengajar yang paling sesuai dengan dirinya sendiri untuk menyinarkan aura terbaiknya yang bisa menerangi para peserta didiknya. Penemuan dan kesadaran diri ini kemudian akan menjadi modal bagi guru untuk mempertahankan

integritasnya dan menjadi dirinya sendiri secara utuh sesuai dengan harkat kemanusiaannya.

Sayangnya, dalam realita perjalanan profesi guru terdapat banyak hambatan termasuk dari budaya, birokrasi dan sistem pendidikan itu sendiri yang menghalangi panggilan guru untuk mempertahankan identitas dan integritasnya. Seharusnya berperan sebagai aktor dalam proses pembudayaan, transformasi nilai-nilai, dan rekonstruksi masyarakat, sebagian guru malah melakukan pelanggaran etika sebagai pendidik dengan memberikan les privat bagi peserta didik dan bahkan membocorkan soal-soal ulangannya sendiri, memfasilitasi kecurangan dalam pelaksanaan UN, ikut menjualkan buku-buku ajar dari penerbit yang memberikan komisi paling memuaskan, atau ikut terlibat sebagai saksi yang menutup mulut atas beberapa tindakan manipulasi dan korupsi oleh birokrasi pendidikan atau pengelola sekolah.

Dua hal berikutnya yang terkait dalam perjalanan seorang guru adalah peserta didik dan mata pelajaran yang diampu. Satu pertanyaan yang bisa diajukan kepada para guru adalah Apakah Anda mengajar bahasa Inggris/Matematika/IPS/IPA atau apakah Anda mengajar anak? Jawaban langsung (tanpa refleksi) kebanyakan guru adalah Saya mengajar kedua-duanya. Jawaban ini tampak sederhana dan memang benar. Namun refleksi lebih dalam terhadap praksis pengajaran menunjukkan bahwa mengajar kedua-duanya tidak selalu (bisa) dilakukan. Dalam tingkat kebijakan dan praksis pendidikan formal, bahkan ada konsensus bahwa semakin tinggi jenjang pendidikannya, semakin besar kecenderungan mengajar bidang disiplin daripada peserta didik. Guru taman kanak-kanak dan sekolah dasar dianggap lebih generalis dan lebih memahami psikologi anak dibanding guru-guru sekolah menengah dan perguruan tinggi yang lebih spesialis.

Dalam praksis pendidikan formal, biasanya guru pada jenjang yang lebih tinggi mendapatkan penghargaan (baik materi maupun prestise) yang lebih tinggi daripada guru TK dan SD. Banyak pengelola sekolah memberi gaji yang lebih besar kepada guru SMP dan SMA daripada kepada guru TK dan SD. Sikap ini dilandasi suatu asumsi bahwa apa yang diajarkan jauh lebih penting daripada siapa

bukan hanya bagi pembentukan karakter melainkan juga pengembangan kapasitas intelektual dan keterampilan seorang anak.

Pemilihan mata pelajaran yang diampu (bisa dilakukan sebelum atau dalam masa jabatan) seharusnya dilakukan dalam kesadaran dan keterkaitan dengan identitas dan integritas setiap guru. Dalam menjalankan profesinya, ada proses penyatuan diri dengan bidang yang diampu. The messenger is the message. Salah satu indikator proses penyatuan diri dengan bidang ini adalah kecintaan terhadap apa yang diajarkan (termasuk berbagai kaidah dalam disiplin ilmunya) dan keyakinan bahwa apa yang diajarkan akan membawa suatu perubahan dan kebaikan dalam kehidupan peserta didik sebagaimana pengetahuan, keterampilan dan nilai yang terkandung dalam bidang yang diampu itu sudah membawa kebaikan bagi kehidupan sang guru sendiri.

Selanjutnya, untuk mengajar kedua-duanya (mata pelajaran dan peserta didik), seorang guru tidak berhenti hanya pada peran sebagai the messenger who delivers the message. Identitas dan integritas seorang guru memungkinkannya untuk menyapa setiap pribadi peserta didik, menyentuh hatinya, dan membebaskannya untuk menemukan guru dari dalam dirinya sendiri. Parker Palmer menyebut the teacher within. Implikasi dari pemahaman ini adalah seorang guru sejati dipanggil untuk membebaskan peserta didiknya bukan hanya dari ketidak-tahuan melainkan juga membebaskan peserta didiknya dari ketergantungan kepada sang guru. Seorang guru dipanggil untuk membebaskan peserta didik dari ketidak-sadaran bahwa sebenarnya si peserta didik mempunyai gurunya sendiri, yakni yang ada di dalam dirinya sendiri, yang akan terus membimbing dan memimpinnya sepanjang hayat.

Guru sebagai Pekerja Budaya dalam

Dalam dokumen Pendidikan: antara kebijakan dan praksis (Halaman 105-108)