• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hilangnya Warisan Bahasa di Kalangan Orang Indonesia di Luar Negeri33

Dalam dokumen Pendidikan: antara kebijakan dan praksis (Halaman 167-170)

Berbeda dengan hewan, manusia diberkati dengan gen FOXP2 pada daerah F5 di bagian otak. Gen ini memampukan pengembangan kemampuan lisan dan bahasa termasuk penguasaan dua atau lebih bahasa yang dikenal sebagai bilingualisme dan multilingualisme. Banyak studi mengenai bilingualisme yang telah dilakukan yang mencakup model-model pengajaran dan pembelajaran, serta kebijakan-kebijakan yang disusun. Secara khusus, beberapa studi kemudian fokus kepada hal-hal mengenai pemindahan atau penggantian dari bahasa yang ada oleh bahasa lain – yang dikenal juga sebagai language shift (perubahan bahasa) dimana “suatu grup etnis secara bertahap berpindah pilihan dan penggunaan bahasa mereka dari bahasa etnis asli mereka kepada bahasa lain yang dominan secara sosiologis” (August and Hakuta, 1997). Terjadinya ledakan migrasi global, sangat terlihat bahwa para imigran tengah menghadapi tantangan-tantangan dimana bahasa warisan sedang ditinggalkan karena para keturunan mereka menempatkan nilai yang lebih kepada bahasa-bahasa lain yang lebih diminati dan bergengsi secara sosial di negara-negara tuan rumahnya. Sebuah perubahan bahasa yang jelas terjadi dari bahasa warisan kepada bahasa pertama atau bahasa kedua biasanya muncul pada kurun waktu periode yang sangat singkat. Lieberson, Dalto, dan Johnston (1975) melaporkan bahwa “jumlah hilangnya bahasa minoritas yang muncul di dalam satu generasi di Amerika Serikat setara dengan 350 tahun di negara lain.”

Sejak paruh kedua dari abad yang baru saja berlalu, ribuan imigran Indonesia telah tinggal di Amerika Serikat selama dua generasi dengan berbagai alasan. Dalam beberapa pertemuan saya dengan beberapa keluarga Indonesia di beberapa negara bagian di AS, saya menemukan suatu hal yang memilukan ketika hampir tidak ada anak-anak dari keluarga-keluarga tersebut dalam usia sekolah yang dapat berbicara dalam bahasa Indonesia. Di antara mereka, perubahan bahasa telah terjadi hanya dalam satu generasi. Hal lain

33Artikel ini pernah dimuat di The Jakarta Post pada 13 Oktober 2011 dengan judul asli “Heritage Language Loss among Young Indonesian Overseas”

yang lebih perlu diwaspadai adalah bahwa sepertinya tidak ada rasa penyesalan atas hilangnya bahasa warisan di kalangan generasi muda di luar negeri. Banyak keluarga menganggap fakta ini tidak terelakkan mungkin karena mereka merasa lebih bergengsi untuk lancar berbahasa Inggris dan mereka percaya bahwa penguasaan bahasa Inggris adalah sebuah akses untuk meningkatkan pertumbuhan sosial dan ekonomi di negara tuan rumah.

Sebagai perbandingan, kelompok imigran Indonesia bukanlah yang terbesar di AS. Dua kelompok terbesar yang ada di sana adalah para imigran yang berbahasa China (Putonghwa dan beberapa dialek) dan Spanyol. Kelompok-kelompok ini telah merealisasikan pentingnya revitalisasi dari bahasa-bahasa warisan leluhur. Pada kenyataaannya, gerakan-gerakan sosial dan politik mengenai arah kebijakan pendidikan bilingual di AS telah dipelopori oleh para pendidik dan ilmuwan yang telah mengambil sudut pandang mereka dari data yang kebanyakan diambil dari bahasa dan perkembangan kognitif anak Latino (E. Garcia and J. Nanez,

Bilingualism and Cognition). Sementara oposisi dari pendidikan bilingual memiliki argumen-argumen mereka sendiri dan berupaya untuk membendung mandat pemerintah federal akan pendidikan bilingual di California dan Arizona, bahasa Spanyol nyatanya telah menjadi alat komunikasi di dalam komunitas-komunitas tertentu dan satu dari banyak pilihan bahasa asing yang paling disukai di sekolah-sekolah. Demikian halnya, komunitas-komunitas warga ABC (American-Born Chinese)– melalui dukungan yang sah dari para konsulat mereka – telah merealisasi keinginan kuat untuk mengorganisir sekolah-sekolah bahasa Putonghwa dan program-program ekstrakurikuler untuk melestarikan penguasaan bahasa warisan mereka di antara keturunan-keturunan mereka.

Pentingnya melestarikan bahasa warisan didasarkan pada sejumlah studi penelitian pada bilingualisme dan kognisi. Terdapat setidaknya tiga alasan yang menarik tentang pendidikan bilingual. Pertama, seperti yang Nanez, Padilla, dan Lopez-Maez (1992) sampaikan, “para bilingual mengungguli para monolingual baik pada pengukuran kecerdasan verbal maupun non-verbal ketika faktor-faktor seperti status sosial-ekonomi, keterampilan bahasa, jenis

kelamin, dan usia dikendalikan.” Sejumlah studi lain juga memberikan dukungan atas keuntungan-keuntungan kognitif dari bilingualisme di sepanjang perkembangan anak. Kedua, bertentangan dengan mitos yang beredar bahwa anak-anak kecil akan bingung ketika mempelajari dua bahasa sekaligus atau berurutan, banyak studi menunjukkan bahwa kemampuan untuk menguasai banyak bahasa adalah kemampuan sejak lahir karena manusia dikaruniai gen-gen FOXP2 di otak mereka. Kemudian, alasan yang terakhir dan paling penting adalah penggunaan bahasa warisan sebagai sebuah ekspresi identitas budaya. Bahasa adalah cara unik manusia untuk mengkomunikasikan perasaan-perasaan dan kebutuhan-kebutuhan mereka. Bahasa mengikat hubungan-hubungan antar anggota keluarga, komunitas, dan bangsa. Ketika seseorang dipisahkan dari warisan budayanya, dia akan terjerat perasaan diasingkan pada suatu waktu dalam hidupnya. Dalam skala yang kecil dan personal, sesorang kehilangan banyak warisan dan merasakan penderitaan ketika dia tidak dapat mengkomunikasikan atau terhubung dengan kakek/neneknya atau dengan buyutnya melalui sebuah bahasa yang sama.

Diharapkan, kepedulian dari pentingnya melestarikan bahasa Indonesia sebagai bahasa warisan tidak terlambat muncul. Kelompok-kelompok komunitas Indonesia di luar negeri seharusnya memiliki peranan tidak hanya sebagai kelompok-kelompok pendukung tetapi juga sebagai jembatan-jembatan di antara orang-orang muda dan warisan budaya mereka. Keluarga dapat dan seharusnya membuat keputusan yang berlandaskan kesadaran dan usaha-usaha konsisten dalam menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa di rumah. Konsulat-konsulat negara Indonesia, terutama di negara-negara maju, dapat memainkan peranan penting yang melampaui peran-peran administratif dan seremonial mereka yang tradisional. Mendukung peresmian kelas-kelas bahasa dan budaya Indonesia di luar negeri dan mensponsori program liburan pengenalan budaya untuk anak-anak dari imigran Indonesia untuk mengunjungi negara kita ini dan mempelajari kembali budaya dapat dicanangkan sebagai bagian dari agenda untuk merengkuh diaspora Indonesia dan mendefinisikan kembali kebangsaan kita.

Melestarikan Identitas Linguistik

Dalam dokumen Pendidikan: antara kebijakan dan praksis (Halaman 167-170)