• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Deskripsi Hasil Pembelajaran

Kerja sama di awal diskusi kelompok tidak berjalan dengan baik.

Guru harus memberi pengertian lebih kepada semua siswa tentang pentingnya berbagi. Penanaman kerjasama antarsiswa yang berkemampuan berbeda tidak mudah. Penelitan ini dilakukan dalam tiga siklus. Pada siklus pertama diawali dengan pembentukan kelompok heterogen dan acak di mana setiap kelompok harus ada satu siswa yang mampu membaca indah puisi walaupun belum sempurna. Penetapan kelompok awalnya ditentang oleh banyak siswa khususnya siswa yang mempunyai kemampuan membaca puisi baik. Secara umum siswa yang

(BORNEO, Edisi Khusus No. 1, Desember 2014) 89 mampu berkeinginan bergabung dengan siswa yang mampu sehingga mereka akan mendapatkan nilai yang bagus. Di sisi lain pembentukan kelompok heterogen dan acak menjadikan siswa yang kurang mampu merasa mendapat perhatian karena apabila kebiasaan pembentukan kelompok diserahkan kepada siswa, maka sebagian siswa yang tidak mampu akan tidak mendapatkan kelompok atau mereka akan berkumpul dengan siswa yang sama-sama tidak mampu.

Secara umum siswa pandai tidak menerima kalau harus bergabung dengan siswa yang kurang pandai. Kerja sama dalam kelompok menjadi agak baik setelah adanya pengharapan bahwa membantu teman sama dengan mempertajam kecerdasan. Semakin berbagi berarti semakin sering berlatih. Semakin sering berlatih berarti keterampilan semakin baik. Begitu juga dengan kegiatan membaca puisi. Kalau hanya membaca sekali, hasilnya tidak maksimal. Dengan membaca berkali-kali maka keterampilan kita akan semakin meningkat dan teman lain akan bisa belajar dari apa yang kita lakukan.

Motivasi bahwa berbagi menguntungkan diri dan orang lain menumbuhkan kemauan berbagi antarsiswa dalam kelompok. Siswa yang mampu membaca puisi perlahan bersedia menjadi wakil kelompoknya untuk membacakan puisi di depan kelas. Proses yang berjalan belum ternyata belum menyelesaikan masalah. Ketika siswa diajak berdiskusi mencari kekurangan teman dalam kegiatan membaca puisi, banyak siswa yang tidak mampu memberi penilaian. Hal ini karena mereka tidak mampu menentukan pembacaan puisi yang baik dan yang tidak baik apalagi kalau harus memberikan alasan. Berargumentasi merupakan kegiatan yang sangat sulit dilakukan siswa. Dari kegiatan ini guru memutuskan bahwa penilaian tahap awal hanyalah memberika nilai tanpa memberi komentar atau alasan.

Peran penting guru dalam kegiatan ini adalah memotivasi siswa agar rela berbagi, rela menerima kritik, dan bersedia berubah sebesar apapun perubahan itu. Guru tidak boleh menuntut siswa untuk berubah dengan cepat dengan perubahan yang nyata. Tetapi penekanan juga harus diberikan supaya siswa tidak menyepelekan. Dari kegiatan ini hasil yang diperoleh adalah perlahan siswa bersedia membaca puisi di depan kelas walaupun belum seluruhnya. Dari 33 siswa, yang belum bersedia membaca puisi di siklus pertama adalah 9 anak. Siklus pertama berakhir dengan 9 anak tidak mendapat nilai secara individu. Adapun permasalahan, penyebab permasalahan yang ditemukan pada siklus

(BORNEO, Edisi Khusus, No. 1, DESEMBER 2014) 90

pertama, serta rencana perbaikan ditemukan pada siklus kedua seperti dalam Tabel 1.

Pada siklus kedua, kegiatan diawali dengan motivasi bahwa keberhasilan kelompok tergantung pada keberhasilan setiap anggota kelompok. Target yang harus dipenuhi adalah minimal semua anggota kelompok membacakan puisi di depan kelas. Tugas ini tidak hanya tugas tutor sebaya tetapi tugas seluruh anggota kelompok untuk

(BORNEO, Edisi Khusus No. 1, Desember 2014) 91 memotivasi seluruh anggota kelompok khususnya yang belum berani membacakan puisi berani membaca puisi. Tugas tutor sebaya tervokus pada membimbing siswa yang bersedia membaca puisi. Di antara anggota ada yang mengalami kemajuan baik dari segi keberanian maupun kemampuan membaca indah puisi, bertugas membantu tutor sebaya membimbing teman sekelompoknya. Jadi tugas tutor sebaya menjadi lebih ringan. Semangat berbagi menjadi lebih besar. Tanggung jawab terasa ditanggung oleh seluruh anggota kelompok. Ketika semua siswa bersedia membaca puisi di depan kelas walaupun sebagian masih terpaksa, maka masalah yang muncul adalah cara membaca puisi yang sebagian terkesan asal-asalan. Hal ini karena keadaan yang memaksa mereka membaca puisi. Bahkan sebagian masih diolok oleh teman yang lain karena terlihat kaku, tidak sesuai isi puisi, atau gerakan yang berlebihan.

Di sini peranan guru sangat diperlukan dalam rangka memberi pengertian kepada siswa bahwa membaca puisi untuk pemula bukanlah hal yang mudah. Beberapa siswa ketika latihan sudah menunjukkan hasil yang cukup bagus pun ketika berdiri di depan kelas tidak mampu membaca puisi seperti ketika latihan bersama teman sebayanya. Rasa malu, gugup, dan tidak percaya diri masih menjadi penyebab utamanya.

Di akhir siklus kedua guru dan siswa mendiskusikan kendala yang masih dialami para siswa dalam membaca puisi. Kendala ternyata tidak hanya dialami oleh siswa yang membaca puisi tetapi juga oleh tutor sebaya. Ada tutor sebaya yang mengalami kesulitan dalam membimbing temannya. Salah satu solusinya adalah sesama tutor sebaya dikumpulkan dan mereka saling memberi masukan.

Kesepakatan yang diperoleh adalah siswa diberi kesempatan memilih tempat berlatih puisi. Boleh di dalam kelas atau di luar kelas. Di pojok kelas pun mereka bisa melakukan latihan membaca puisi bersama teman satu kelompoknya. Kebebasan memilih tempat ditawarkan supaya tutor sebaya dan bimbingannya leluasa melakukan latihan membaca puisi.

Akhirnya mereka melakukan kegiatan bimbingan di dalam kelas walaupun kelas terasa agak ribut dan tak beraturan. Siswa tidak bersedia berlatih membaca puisi di luar kelas karena mereka malu dilihat oleh siswa dari kelas lain.

Suasana ribut tak beraturan inilah yang justru membuat proses belajar menjadi menyenangkan. Siswa dapat dengan leluasa melakukan kegiatan dengan percaya diri. Beberapa kesalahan dan dikritik temannya

(BORNEO, Edisi Khusus, No. 1, DESEMBER 2014) 92

tidak menjadikan mereka patah semangat justru menjadikan mereka lebih bersemangat. Dari kegiatan ini ditawarkan bahwa kegiatan membaca puisi akan dilakukan secara acak. Artinya siswa melakukan pembacaan puisi tidak diawali dari siswa yang pandai tetapi siapa pun yang mendapat giliran membaca puisi harus bersedia tanpa harus dipaksa. Kegiatan acak ini ada yang menggunakan teknik “hom pim pah” dalam kelompoknya untuk menentukan giliran membaca puisi di depan kelas.

Kegiatan di siklus ketiga berupa kegiatan membaca puisi secara acak bergantian antar kelompok dan semua siswa harus bersedia.

Penilaian yang diberikan tidak oleh individu, tetapi oleh kelompok dengan menyertakan komentar kelompok atas penampilan siswa.

Ternyata setiap siswa yang dipanggil dari tiap kelompok tidak ada yang menolak atau keberatan. Hal ini karena mereka yang dipanggil merupakan perwakilan kelompok dan akan menunjukkan hasil kerja keras kelompok tersebut selama proses pendapingan berlangsung

(BORNEO, Edisi Khusus No. 1, Desember 2014) 93 bersama tutor sebaya. Di siklus ketiga ini tujuan pembelajaran telah tercapai walaupun secara individu masih ada beberapa siswa yang belum mampu membaca puisi dengan baik.

Data yang diperoleh berupa nilai-nilai individu dan nilai kelompok selama penelitian berlangsung. Untuk nilai individu diperoleh dari nilai keaktifan atau partisipasi siswa memberi penilaian pembacaan puisi siswa lain. Sedangkan nilai kelompok diperoleh dari nilai rata-rata gabungan nilai individu dalam satu kelompok. Nilai kelompok inilah yang memicu siswa harus bersedia membaca puisi karena kontribusinya akan mempengaruhi nilai rata-rata secara berkelompok. Hasil penilaian kelompok untuk siklus pertama, kedua dan ketiga disajikan dalam Tabel3, Tabel 4 dan Tabel 5.

Tabel 3. Hasil Penilaian Kelompok Siklus Pertama No Nama

Kelompok

Jumlah Nilai Anggota Jml Skor Rata-Rata

1 2 3 4 5 6

1 I 0 56 100 56 44 67 323 53,8

2 Ii 89 0 100 56 44 67 356 59,3

3 Iii 78 44 0 0 0 78 200 33,3

4 Iv 0 78 0 78 0 - 156 31,2

5 V 67 67 56 0 67 - 257 51,4

6 Vi 78 56 56 56 33 - 279 55,8

Tabel 4. Hasil Penilaian Kelompok Siklus Kedua No Nama

Kelompok

Jumlah Nilai Anggota Jml

skor

Rata-Rata

1 2 3 4 5 6

1 I 56 56 100 67 56 78 413 68,8

2 II 89 56 100 56 56 78 435 72,5

3 III 89 56 67 56 56 78 402 67

4 IV 56 89 56 78 33 - 312 62,4

5 V 67 67 56 56 78 - 324 64,8

6 VI 78 67 56 67 56 - 324 64,8

(BORNEO, Edisi Khusus, No. 1, DESEMBER 2014) 94

Tabel 5. Hasil Penilaian Kelompok Siklus Ketiga No Nama

Kelompok

Jumlah Nilai Anggota Jml

Skor

Rata-Rata

1 2 3 4 5 6

1 I 56 67 100 89 78 89 479 79,8

2 II 89 67 100 67 78 78 479 79,8

3 III 89 67 78 56 56 78 424 70,7

4 IV 78 89 67 89 56 - 379 75,8

5 V 78 78 56 67 89 - 368 73,6

6 VI 89 78 67 78 67 - 379 75,8

Pada siklus pertama siswa yang bersedia membaca puisi ada 24 siswa dan yang tidak bersedia membaca puisi ada 9 siswa. Motivasi dan dorongan dari guru maupun siswa sudah diberikan tetapi ke-9 siswa ini tetap tidak bersedia membaca puisi. Dengan demikian 9 siswa ( ±29%) dari 33 siswa tidak mendapat nilai individu atau dinyatakan tidak tuntas.

Begitu pula dengan siswa yang mendapat nilai di bawah KKM. Banyak juga siswa yang secara perorangan nilainya bagus, tetapi setelah nilai digabung dengan nilai krlompok emnjadi rendah karena teman sekelompoknya tidak mendapatkan nilai atau nol. Kondisi ini menyebabkan nilai anggota kelompok menjadi berkurang karena nilai akhir siswa diperoleh dari nilai individu ditambah rata-rata nilai kelompok dibagi dua. Siswa yang merasa membaca puisi mendapat nilai kurang memuaskan sementara siswa yang tidak membaca puisi tidak mendapat nilai nol karena mendapat bagian dari nilai kelompok walaupun sangat kecil.

Ketidakpuasan siswa ini diarahkan untuk lebih memacu tutor sebaya bekerja sama dengan anggota kelompoknya. Motivasi pertama yang harus dilakukan oleh semua anggota kelompok adalah memotivasi anggota yang belum berani membaca puisi untuk berani membaca puisi.

Prinsip “yang penting berani maju membaca puisi” dengan mengabaikan seberapa bagusnya mereka membaca puisi ternyata mampu mendorong siswa yang tidak bersedia membaca puisi menjadi bersedia membaca puisi. Ini terbukti pada siklus kedua semua siswa bersedia membaca puisi (100%) dari 33 siswa.

Di siklus kedua kendala yang dihadapi adalah tanggapan siswa lain yang tertuang dalam penilaian mereka yang menilai sebagian besar

(BORNEO, Edisi Khusus No. 1, Desember 2014) 95 siswa belum mampu membaca puisi dengan baik. Dilihat dari keberanian siswa membaca puisi, maka di siklus kedua sudah menunjukkan peningkatannya karena semua siswa bersedia membaca puisi di depan kelas. Dilihat dari perolehan nilai, maka dari 33 siswa ada 17 siswa yang mampu membaca puisi dengan cukup baik (52%) sedangkan 48% siswa belum mampu membaca puisi dengan baik.

Kegembiraan mulai terpancar dan semangat belajar menjadi meningkat. Kendala yang mereka hadapi didiskusikan bersama. Guru memanggil semua tutor sebaya setiap kelompok. Dari hasil diskusi ternyata beberapa tutor sebaya mengalami kesulitan dalam proses pembimbingan seperti: (1) masih ada siswa yang tidak memahami bahwa nilai akhir ditentukan oleh seluruh anggota kelompok dalam kegiatan membaca puisi, (2) sifat malu dan tidak percaya diri menjadi penyebab utama kegiatan membaca indah puisi kurang baik, (3) ada beberapa siswa yang tidak mampu melafalkan kata dengan jelas dan tidak mampu mengeluarkan volume suara keras ketika membacakan puisi.

Dari beberapa kendala di atas, solusi yang ditawarkan adalah : (1) guru harus mengulang dan memperjelas teknik pemerolehan nilai akhir kegiatan membaca indah puisi sehingga siswa menyadiri bahwa dirinya mempunyai peranan dalam pemerolehan nilai baik secara individu maupun kelompok, (2) setiap kelompok diberi kebebasan memilih tempat untuk berlatih membaca puisi baik di dalam atau di luar kelas, (3) memberikan pengertian kepada tutor sebaya bahwa kita harus melakukan usaha secara maksimal, tetapi masalah hasil kita harus bisa menerima karena kita tidak bisa mengubah kebiasaan orang dalam waktu yang singkat. Penekanan pada peningkatan itu sudah dianggap berhasil.

Akhir siklus kedua ternyata belum mampu membuat pembelajaran membaca indah indah puisi berhasil walaupun telah mengalami peningkatan. Langkah yang bisa ditempuh adalah kesadaran tiap anggota kelompok untuk memperjuangkan kelompoknya secara acak. Artinya yang menentuka nilai kelompok tidak hanya siswa yang pintar yang mampu mewakili kelompoknya memperoleh nilai baik, tetapi semua mempunyai tanggung jawab yang sama. Oleh karena itu kerja keras tutor sebaya harus didukung oleh seluruh anggota kelompok.

Artinya kerja keras itu tidak hanya dilakukan oleh tutor sebaya, tetapi juga harus dilakukan oleh semua anggota kelompok. Siswa yang kurang mampu membaca puisi harus bekerja keras memperbaiki

(BORNEO, Edisi Khusus, No. 1, DESEMBER 2014) 96

kemampuannya dibimbing tutor sebaya. Kemauan dan semangat ingin berhasil inilah yang mendorong semua siswa saling membatu dan mengoreksi untuk mendapatkan hasil terbaik.

Di akhir siklus ketiga semua siswa siap membacakan puisi.

Pemilihan anggota kelompok dengan cara “hom pim pah” ternyata tidak membuat siswa takut lagi. Dari kegiatan ini diperoleh hasil 28 siswa (85%) mampu membaca puisi dengan baik sedangkan 5 siswa (25%) masih belum mampu membaca puisi dengan baik. Kegiatan ini telah mencapai KKM yaitu secara klasikal siswa telah mampu membaca puisi sebanyak lebih dari 75%. Dengan demikian kegiatan membaca puisi dihentikan di siklus ketiga.

Prestasi membaca indah puisi siswa kelas VIIC dari siklus pertama sampai siklus ketiga ternyata mengalami peningkatan. Dari hasil nilai siswa hanya beberapa anak secara perorangan yang tidak mencapai KKM. Bahkan setelah nilai perorangan digabung dengan nilai kelompok, maka untuk siswa yang berkemampuan kurang dapat tertolong. Di sisi lain untuk siswa yang pandai, walapun secara perorangan mendapatkan nilai terbaik, setelah digabung dengan nilai kelompok, nilai mereka menjadi lebih rendah.

Kondisi ini merupakan konsekuensi dari kegiatan kelompok yang menuntut siswa hendaknya bisa menerima hasil secara kelompok.

Penekanan bahwa keberhasilan pembelajaran membaca puisi bukanlah pembelajara kompetisi antarkelompok menjadikan nilai kurang maksimal dapat diterima. Sebaliknya sistem berbagi dan kepedulian yang ditanamkan. Siapa tahu di bidang lain siswa yang mampu membaca puisi dengan baik akan meminta bantuan kepada siswa yang kurang mampu membaca puisi dengan baik. Dari kegiatan ini diharapkan kerjasama bisa terjadi di semua aspek kehidupan karena setiap manusia mempunyai kelebihan di satu bidang dan kekurangan di bidang lain.

Dari ketiga siklus ini yang paling berat adalah pada siklus pertama. Dalam siklus ini guru merasa kesulitan dalam mengelola kelas karena beban yang harus ditanggung oleh siswa yang lebih pandai harus membimbing siswa yang belum pandai. Mereka merasa tidak mampu membimbing, merasa temannya sangat sulit diarahkan, bahkan merasa akan tersaingi karena nanti temannya mungkin akan mengalahkan nilai mereka. Anggapan ini dapat diatasi dengan beberapa masukan tentang

(BORNEO, Edisi Khusus No. 1, Desember 2014) 97 sistem penilaian yang akan saling bergantung antara siswa satu dengan siswa lain dalam satu kelompok.

Pada siklus kedua, pembacaan puisi menjadi lebih baik karena kesadaran mulai muncul dan kuat dalam diri siswa. Sehingga pada siklus ketiga proses giliran dalam pembacaan puisi dapat dilakukan secara acak yaitu “hom pim pah” karena semua siswa merasa mampu dan akhirnya bersedia membaca puisi kapan pun gilirannya. Kalau akhirnya ada empat siswa yang memang tidak mampu mencapai nilai KKM, tentunya keempat siswa ini sudah menunjukkan kemampuannya dalam kompetensi membaca indah puisi. Keterbatasan siswa harus dimaklumi dan guru berharap siswa ini akan mampu menutupi nilainya dengan nilai tinggi pada kompetensi yang lain.

Penggunaan tutor sebaya dalam kelompok kecil akan mampu menjangkau siswa yang cukup banyak (dalam satu kelas) apabila ditemukan cukup banyak siswa yang mampu menjadi tutor sebaya.

Dengan demikian penetapan siswa sebagai tutor sebaya dapat dilihat sesuai kebutuhan. Apabila siswa yang mampu menjadi tutor sebaya hanya satu atau dua orang, tentunya ini hanya akan membantu sebagian siswa saja sehingga peruntukkannya juga sangat terbatas. Pelaksanaan penelitian yang terjadi dalam beberapa siklus untuk materi yang sama tentu perlu dipertimbangkan efektifitas dan efisiensi waktunya supaya tidak menyita waktu efektif dan materi lain tidak terabaikan. Oleh karena itu ketika seluruh siswa sudah berani membaca indah puisi di depan kelas walaupun masih ada yang belum tuntas, maka siklus dapat dihentikan karena secara klasikal sudah tuntas.

Selain penilaian keterampilan membaca indah puisi secara individu maupun kelompok, masih dilakukan penilaian sikap siswa selama proses pembelajaran berlangsung, khususnya selama siswa bekerja sama dalam kelompoknya. Dari penilaian ini guru dapat memantau atau keaktifan siswa dan dapat memotivasi supaya siswa yang kurang aktif di sebuah siklus bisa lebih aktif di siklus berikutnya

Keberanian membaca puisi yang awalnya hanya 5 anak, setelah dilaksanakan pembelajaran dengan menggunakan metode tutor sebaya menjadi meningkat. Peningkatan terjadi setelah adanya bimbingan dan pendampingan dari teman yang mampu membaca puisi dengan baik kepada teman yang tidak bersedia membaca puisi. Selain itu beban perolehan nilai yang harus ditanggung oleh satu kelompok menyebabkan

(BORNEO, Edisi Khusus, No. 1, DESEMBER 2014) 98

pemberian motivasi antarsiswa dalam satu kelompok. Ketidaksediaan siswa membaca puisi disebabkan: (1) selama di Sekolah Dasar siswa kurang diberi kesempatan untuk membaca puisi. (2) Siswa merasa tidak mampu membaca puisi akhirnya mengabaikan kegiatan membaca puisi.

(3) Keyakinan bahwa membaca puisi adalah kegiatan yang dilandasi bakat seseorang. (4) Tidak semua guru Bahasa Indonesia mampu memberi contoh membaca puisi dengan baik.

Kesalahan dan kegagalan dalam proses pembelajaran tidak hanya disebabkan oleh faktor siswa yang kurang mampu saja, tetapi mungkin juga karena berasal dari faktor lain seperti kemampuan guru yang kurang, media yang kurang, suasana yang kurang mendukung dan sebagainya. Pemilihan metode atau model pembelajaran tentu akan disesuaikan dengan kebutuhan dalam pencapaian keberhasilan berdasarkan berbagai kekurangan tersebut.

Hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan ini adalah pentingnya berbagi, kerja sama, mau bekerja keras, dan menghargai orang lain. Nilai-nilai ini secara tidak langsung akan terbangun melalui pembelajaran dengan metode tutor sebaya.

KESIMPULAN

Proses belajar menggunakan metode tutor sebaya pada awalnya mengalami kesulitan karena siswa pintar merasa dirugikan karena berbagi nilai akhir dengan siswa kurang mampu. Penanaman pengertian dan karakter kerjasama untuk berbagi memerlukan waktu cukup lama dan berkesinambungan. Dengan pemahaman bersama, metode tutor sebaya mampu menjadikan proses pembelajaran lebih hidup, meningkatkan keberanian siswa, dan akhirnya mampu meningkatkan prestasi belajar membaca indah puisi.

Keberhasilan yang belum mencapai 100% menunjukkan bahwa dalam proses pembelajaran praktik seperti membaca indah puisi memerlukan waktu yang cukup lama untuk berlatih mengasah keterampilan. Prinsip adanya perubahan menuju lebih baik sesuai KKM yang telah ditentukan di siklus pertama sebagian siswa tidak bersedia membaca puisi, di siklus kedua semua siswa sudah bersedia membaca puisi walaupun dengan nilai yang kurang bagus, dan di siklus ketiga kemampuan sebagian besar siswa meningkat dapat dijadikan patokan

(BORNEO, Edisi Khusus No. 1, Desember 2014) 99 keberhasilan penggunaan metode tutor sebaya dibandingkan penggunaan metode ceramah.

SARAN

Menghadapi kesulitan proses belajar mengajar hendaknya kita dapat memilih metode pembelajaran yang sesuai. Guru dapat memanfaatkan siswa yang dianggap pandai atau berkemampuan lebih untuk membatu guru dalam proses pembelajaran sehingga tugas guru menjadi lebih ringan. Untuk kegiatan berbahasa yang bersifat psikomotor, perlu disediakan waktu yang cukup untuk berlatih sehingga diperoleh hasil yang maksimal.

DAFTAR PUSTAKA

Arjanggi, Ruseno dan Titin Suprihatin. 2010. Metode Pembelajaran Tutor Sebaya Meningkatkan Hasil Belajar Berdasarkan Regulasi Diri. Makara, Sosial Humaniora, Vol 14, no. 2, Desember 2010 : 91-97

Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Kamus Besar bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka

Indrawati, Dewi dan Didik Durianto. 2008. Aktif Berbahasa Indonesia untuk SMP/MTs Kelas VII. Jakarta: Pusat Perbukuan

Pradopo, Rachmad Djoko. 1990. Pengkajian Puisi. Yogyakarta : Gadjah mada University Press

Rampan, Korrie Layun (Ed). 2011. Kalimantan dalam Puisi Indonesia.

Jakarta : Pustaka Spirit

Zaidan, Abdul Rozak dkk. 1996. Kamus Istilah Sastra. Jakarta : Balai Pustaka

--- 2006. Standar Isi. Jakarta : Badan Standar Nasional Pendidikan

(BORNEO, Edisi Khusus, No. 1, DESEMBER 2014) 100

MODEL PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BERBASIS PRACTICAL EXPERIMENT PADA

PEMBELAJARANPEMBIAKAN TANAMAN SECARA