Media berasal dari bahasa latin yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar sumber pesan dengan penerima pesan. Pada pendidikan kurikulum negara kita lebih di kenal dengan media pembelajaran. Menurut Sudrajat (2011; 145) ‘media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan, dapat merangsang pikiran, perasaan, dan kemauan siswa sehingga dapat terciptanya proses pada diri siswa’
Pendapat lain bahwa, ‘segala bentuk yang digunakan menyalurkan informasi maka media dapat diartikan, segala benda yang dapat dimanipulasikan, dilihat, dibaca atau dibicarakan beserta instrumen yang digunakan untuk kegiatan tersebut’ A Siedharta (dalam E Mulyasa 2009; 175). Jadi jelaslah bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan, merangsang pikiran, perasaan dan kemauan siswa sehingga terdorong terjadinya proses belajar pada dirinya.
Sejalan dengan perkembangan iptek saat ini, khusus dalam bidang pendidikan media pembelajaran menjadi semakin luas dan interaktif dengan tujuan siswa mampu termotivasi dan terangsang untuk belajar melalui media pembelajaran agar mampu membangkitkan keinginan dan
(BORNEO, Edisi Khusus, No. 1, DESEMBER 2014) 36
minat baru. Musfiqon (2012 ; 116) berpendapat bahwa seorang guru bisa memperhatikan media yang akan digunakan dalam pembelajaran untuk dukungan pencapaian tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien.
Prinsif efektif adalah keberhasilan pembelajaran yang diukur dari tingkat ketercapaian tujuan setelah pembelajaran selesai dilaksanakan sedangkan efisiensi adalah pencapaian tujuan pembelajaran dengan menggunakan biaya, waktu, dan sumber daya lain seminimal mungkin.
Manfaat media pembelajaran pada penelitian ini yakni beberapa barang bekas sederhana yang terangkai, dalam upaya menumbuhkan minat, dan keaktifan dan meningkatkan hasil belajar lompat tinggi, disamping itu pengunaan media pembelajaran ini sebagai wujud dukungan dan partisipasi pada sekolah adiwiyata atau berwawasan lingkungan hidup, serta bertujuan memberikan penghematan biaya baik dari guru, siswa maupun pihak sekolah.
Pemilihan beberapa barang bekas ini sebagai media pembelajaran, didasari pada komponen perencanaan pembelajaran, dengan pertimbangan tersedianya banyak bahan yang dijadikan sarana, mudah didapat dengan jumlah tidak terbatas serta tidak jauh dari lingkup sekolah, menurut E Mulyasa (2009; 176) menyatakan bahwa “pemilihan media pembelajaran harus melihat komponen perencanaan pembelajaran seperti tujuan, materi, metode, pendekatan, evaluasi dan perkembangan karateristik siswa”.
Metode Bermain
Keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan secara menyeluruh banyak ditentukan oleh kemampuan guru di dalam menciptakan suasana belajar yang kondusif. Sebagaimana Uzer Usman dkk (2001 : 120) mengatakan bahwa : Tugas utama guru di antaranya adalah menciptakan suasana atau iklim belajar mengajar yang dapat memotivasi siswa untuk senantiasa belajar dengan baik dan bersemangat. Dengan iklim belajar mengajar yang menantang berkompetisi secara sehat serta memotivasi siswa dalam belajar, akan berdampak positif dalam pencapaian prestasi belajar yang optimal. Sebaliknya tanpa itu apapun yang dilakukan oleh guru tak akan mendapat respon siswa secara aktif. Untuk itu seyogyanya guru memiliki kemampuan dalam memilih dan sekaligus menggunakan metode mengajar yang tepat dan efektif.
(BORNEO, Edisi Khusus No. 1, Desember 2014) 37 Dari penjelasan di atas, bahwa keberhasilan proses belajar di Sekolah ditentukan oleh kemampuan guru dalam menyusun dan mendesain metode mengajar. Termasuk dalam mengajar penjas yang banyak melibatkan aktivitas fisik di lapangan, seorang guru harus mencermati tentang metode yang akan diberikan kepada siswa. Menurut Slameto (2003 : 82), bahwa : “Metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tertentu. Belajar bertujuan untuk mendapatkan pengetahuan, sikap, kecakapan dan keterampilan, cara-cara yang dipakai itu akan menjadi kebiasaan”. Keterkaitan dengan ini seorang guru penjas harus mampu mendesain pembelajaran yang tidak membosankan bagi siswa. dengan bentuk-bentuk yang menarik dan menyenangkan. Pendekatan Metode bermain merupakan salah satu metode yang tepat dan dapat dikembangkan dalam pembelajaran, Melalui metode bermain ini, siswa dapat memusatkan perhatiannya untuk terlibat dalam waktu lama dalam proses pembelajaran.
Bermain menurut Yudha M. Saputra (2001: 6) adalah : “Suatu kegiatan yang menyenangkan. Kegiatan bermain sangat disukai oleh siswa. Bermain yang dilakukan secara tertata, mempunyai manfaat yang besar bagi perkembangan siswa”. Dengan mengetahui manfaat bermain, guru akan dapat menciptakan metode tentang kegiatan bermain untuk mengembangkan beragam aspek perkembangan siswa pada tingkat SMP.
Adapun aspek yang dapat dikembangkan menurut Yudha M. Saputra (2001 : 7), mencakup : “Fisik, motorik, sosial, emosional, kepribadian, kognisi, keterampilan olahraga, dan sebagainya”.
Teknik Dasar Lompat Tinggi
Lompat tinggi termasuk salah satu nomor dalam cabang olahraga atletik. Lompat tinggi itu sendiri adalah keterampilan untuk melewati mistar yang berada di kedua tiangnya. Tujuan dari lompat tinggi adalah mendapatkan lompatan yang setinggi mungkin. Ketinggian lompatan yang dicapai oleh seorang pelompat tergantung dari kemampuan dan persiapannya, dan saat ini ada dua gaya yang dikenal dalam lompat tinggi,yakni gaya guling perut (straddle) dan gaya flop. Gaya Straddle adalah gaya dimana ketika badan melewati mistar dengan cepat diputar dan dibalikkan,sehingga sikap badan di atas mistar telungkup. Agar siswa dapat memahami dan melaksanakan teknik dasar lompat tinggi dan menghindari cedera yang tidak diinginkan, akan di uraikan sebagai berikut :
(BORNEO, Edisi Khusus, No. 1, DESEMBER 2014) 38
• Awalan; harus dilakukan dengan cepat dan menikung dengan langka sekitar 3,5,7,9 langkah. Tujuan dari awalan ini adalah mempersiapkan diri untuk melakukan tolakan melalui irama awalan, mempersiapkan diri untuk memperoleh sudut lepas landas, menciptakan arah gerak horizontal diubah ke dalam kecepatan vertical.
• Tolakan; menggunakan salah satu kaki yang terkuat, apabila tolakannya menggunakan kaki kanan maka awalan dilakukan di sebelah sisi kiri mistar. Tujuan dari melakukan tolakan adalah mengembangkan kecepatan menolak pada sudut lintasan berat badan optimal, memperoleh saat untuk memutar yang diperlukan pada tahap melewati mistar, mengubah arah gerak horizontal menjadi arah vertical.
• Sikap badan diatas mistar; sebaiknya sikap badan pada saat di atas mistar telungkup dengan salah satu kaki dan tangan terlebih dahulu, awalan dan tumpuan akan sangat berpengaruh pada lompatan guling perut ini. Tujuannya adalah membawa bagian tubuh melewati mistar dengan nyaman, membawa titik berat badan sedikit mungkin dengan mistar tanpa menyentuh atau menjatuhkan, menciptakan agar pendaratan dengan baik dan selamat
• Mendarat; Sikap mendarat adalah sikap jatuh setelah melewati busa,sedangkan cara yang baik dalam melakukan pendaratan adalahsisi bahu dan punggung terlebih dahulu jika pendaratan terbuat dari matras, jika pendaratan dilakukan di atas pasir maka yang mendarat lebih dahulu adalah kaki.Ayun kaki kanan kemudian berguling ke depan,bertumpu pada pundak bahu kanan dan mendarat dengan posisi telungkup dengan matras, posisi salah satu tangan dan kaki terlebih menyentuh matras dan perlu diingat untuk menghindari cedera, tangan terlipat kedalam hingga siku yang mengenai matras.
Hasil Belajar
Hasil belajar, tidak terlepas dari kata belajar itu sendiri. Moh Surya (dalam A Sudrajat (2011; 41) ”belajar dapat diartikan sebagai proses yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya”.Pengertian dan pandangan tentang belajar memiliki cakupan yang sangat kompleks, meliputi berbagai aspek kehidupan, belajar dilakukan secara terus
(BORNEO, Edisi Khusus No. 1, Desember 2014) 39 menerus, baik dalam suasana formal maupun informal dengan setting yang berbeda, dilingkungan keluarga, organisasi, mengisi waktu senggang, melalui kegiatan kemasyarakatan, dan setiap aktivitas yang bersifat praktis lainnya. Lebih lanjutASudrajat (2011; 42) mengatakan kata kunci dari belajar adalah: “perubahan perilaku sebagai hasil belajar atau prestasi belajar”. Seseorang atau individu dikatakan mengalami proses belajar ditandai dengan munculnya perubahan-perubahan yang positif dalam dirinya, suatu keberhasilan atau kegagalan pendidikan tergantung pada bagaimana proses belajar yang dilakukan dan dialami oleh siswa baik ketika berada di sekolah maupun ketika berada dalam lingkungan keluarga, masyarakat.
Keberhasilan dalam melaksanakan kurikulum pendidikan yang dikelompokkan pada empat jenis belajar, Tukiran dkk (2011; 9) menyatakan empat pilar tersebut adalah: ”1). belajar mengetahui (learning to know) yakni mendapatkan instrumen atau pemahaman, 2).
belajar berbuat (learning to do) yakni mampu bertindak kreatif di lingkungannya dengan belajar mengetahui dan berbuat sampai batas yang luas, 3). belajar hidup bersama (learning to live together) yakni mampu berperan serta dan kerja sama dengan orang lain dalam semua kegiatan manuasia, 4). belajar menjadi seseorang (learning to be) yakni kemajuan dari kelanjutan tiga sendi diatas sehingga pendidikan akan memberi sumbangsih nyata pada perkembangan seutuhnya dari setiap jiwa, raga, inteligensia, kepekaan, tanggung jawab.
Terkait dengan teori tentang belajar di atas, maka proses dari belajar itu akan menghasilkan suatu hasil belajar. Tentang hasil belajar ini, S Arikunto (dalam Ekawarna 2009; 41) mengemukakan bahwa ”hasil belajar merupakan suatu hasil yang diperoleh siswa dalam mengikuti proses pembelajaran yang dilakukan oleh siswa, hasil belajar ini biasanya dinyatakan dalam angka huruf atau kata-kata, baik sedang ataupun kurang. Penilaian hasil belajar oleh guru adalah untuk mengetahui sejauhmana efektivitas proses belajar, ketepatan proses pengajaran dan strategi belajar yang digunakan serta tingkat kemampuan kesiapan siswa”.
Makna dasar yang terkandung dalam teori di atas bahwa hasil belajar adalah pencapaian hasil oleh siswa setelah melakukan kegiatan pembelajaran. Bentuk pengukuran melalui proses pembelajaran berbentuk evaluasi dengan menggunakan alat ukur yang secara luas telah digunakan yakni evaluasi hasil belajar. Lebih lanjut Moh Surya (dalam A
(BORNEO, Edisi Khusus, No. 1, DESEMBER 2014) 40
Sudrajat 2011; 42) mengatakan bahwa: ciri-ciri dariperilaku dalam belajar yaitu: (1) perubahan yang disadari dan disengaja; (2) perubahan yang berkesinambungan; (3) perubahan yang fungsional; (4) perubahan yang bersifat positif; (5) perubahan yang bersifat aktif; (6) perubahan yang bersifat permanen; (7) perubahan yang bertujuan dan terarah; dan (8) perubahan perilaku secara keseluruhan.Beberapa pendapat diatas menjadi pokok bahwa hasil belajar adalah hasil usaha yang dilakukan peserta didik untuk mendapatkan perubahan-perubahan pada dirinya setelah melakukan proses pembelajaran dengan penilaian mengunakan pengukuran nilai yang dirancang sesuai dengan metode dan penerapan kurikulum yang ada.
METODE
Tempat Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dilaksanakan di SMP Negeri 14 Balikpapan siswa kelas IX-C semester genap tahun pelajaran 2012/2013, merupakan unit kerja penulis melaksanakan tugas pokok sebagai guru serta melakukan penelitian dengan materi lompat tinggi melalui pengunaan slop cock bulutangkis, botol plastik dan kaleng bekas sebagai media pembelajaran dalam upaya menumbuhkan minat dan keaktifan serta meningkatkan hasil belajar siswa. Subyek penelitian adalah siswa kelas IX-C SMP Negeri 14 Balikpapan yang berjumlah 40 orang siswa, yang terdiri dari 19 orang laki-laki dan 21 orang perempuan.
terpilihnya kelas IX-C sebagai subyek penelitian karena observasi awal kemampuan dan pola gerak siswa dalam pembelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan lebih rendah dari kelas lainnya, serta motivasi dan keinginan berolahraga kurang dan pasif dari kelas paralel lainnya.
Desain penelitian mengikuti prosedur dengan tahapan-tahapan sebagai berikut : perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi (Enco Mulyasa; 2009;73) sebagaimana disajikan dalam Gambar 1.
(BORNEO, Edisi Khusus No. 1, Desember 2014) 41 Gambar 1. Model tahapan pelaksanaan (Enco Mulyasa ; 2009; 73) Tahapan penelitian pada desain di atas meliputi dua siklus dengan permasalahan yang akan dipecahkan dan kondisi pembelajaran yang akan ditingkatkan sebagai berikut:
• Refleksi : Tahapan ini dilakukan identifikasi, berdasar pada pengalaman bahwa siswa jika mendapatkan materi yang baru atau belum pernah mereka dapatkan sewaktu duduk di sekolah dasar maupun di kelas VII dan VIII akan terlihat kaku dan pola gerak yang salah, serta kesulitan siswa dalam melakukan pembelajaran pendidikan jasmani dengan pengamatan pada aktivitas gerakannya.
• Perencanaan tindakan masalah yang ditemukan pada refleksi awal akan dicoba dengan melakukan langkah-langkah perencanaan tindakan yakni menyusun instrumen penelitian berupa: menganalisis standar kompetensi dan kompetensi dasar yang akan diajarkan kepada peserta didik. selanjutnya mengembangkan Rencana Pelaksana Pembelajaran (RPP), dengan memperhatikan indikator-indikator hasil belajar, mengembangkan media pembelajaran sederhana, menganalisis alternatif pemecahan masalah yang sesuai dengan kondisi pembelajaran serta menyusun penilaian dan evaluasi belajar sesuai indikator hasil belajar.
• Tindakan yang dilakukan meliputi pelaksanaan program pembelajaran, pemanfaatan sampah sebagai media pembelajaran
(BORNEO, Edisi Khusus, No. 1, DESEMBER 2014) 42
• Pengamatan dilakukan dengan perekaman data proses dan hasil penerapan tindakan yang dilakukan.
• Refleksi Perenungan menguraikan prosedur analisis terhadap pemantauan proses dan dampak tindakan perbaikan yang diberikan, serta refleksi kriteria rencana tindakan pada siklus berikutnya.
Sumber data penelitian ini adalahdata yang diperoleh melalui pengamatan, untuk mengetahui tingkat minat, keaktifan siswa selama pembelajaran dengan memanfaatkan media pembelajaran sederhana ini, data yang diperoleh melalui siswa yakni hasil belajar lompat tinggi, melalui tes unjuk kerja. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini melalui wawancara, pengamatan selama pembelajaran berlangsung yang dibantu oleh rekan guru sebagai observer, yang bertugas mengamati secara proses pembelajaran untuk mengetahui minat dan keaktifan siswa dan tes unjuk kerja untuk memperoleh hasil belajar lompat tinggi.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pembelajaran lompat tinggi menuntut keberanian, dan perlakuan pengulangan (repetisi) yang cukup banyak, terutama pada teknik tolakan dan sikap badan melewati mistar. Pada teknik tolakan, siswa memulai dengan awalan atau lari ± 10 meter, dengan langkah kecepatan yang diatur, saat mendekati tiang lompat tinggi yang semestinya mengubah badan dari horisontal ke vertikal, karena belum terbiasa saat akan bertumpu posisi badan menabrak bilah mistar, bukannya melewati.
Sedang teknik badan melewati bilah mistar, rata-rata siswa belum mampu melakukan teknik ini, ini disebabkan karena kesalahan pada awalan dan tumpuan sehingga berpengaruh kepada sikap badan saat melewati mistar dan konsentrasi siswa tidak fokus. Hasil yang diperoleh dariSiklus1 dan Siklus 2 disajikan dalam Tabel 1.
Berdasarkan Tabel 1, hasil belajar atau ketuntasan belajar dapat dilaporkan bahwa kemampuan dan ketrampilan siswa, khususnya pada teknik tumpuan dan sikap badan melewati bilah mistar, belum tercapai pada siklus 1 ini, dibuktikan dengan perolehan hasil belajar siswa dari hasil penilaian unjuk kerja lompat tinggi pada akhir siklus pertama, menunjukkan bahwa rata-rata pencapaian siswa adalah dari 40 siswa, terdapat 12 siswa yang belum mencapai ketuntasan belajar dengan prosentase 30.00% sedangkan siswa yang telah mengalami ketuntasan adalah 28 orang dengan prosentase ketercapaian 70,00%. Secara klasikal
(BORNEO, Edisi Khusus No. 1, Desember 2014) 43 belum memenuhi standar ketuntasan minimal hasil belajar dari 80%
pada indikator keberhasilan yang ditetapkan. Pencapaian tersebut terjadi karena adanya beberapa kendala seperti; munculnya keraguan, tidak berani bahkan ada yang ketakutan, konsentrasi terpecah karena sulit mengkombinasikan teknik awalan, tolakan, sikap badan saat melewati mistar dan mendarat, dan pemahaman konsep gerak beberapa siswa terhadap teknik dasar lompat tinggi yang minim. Langkah perbaikan selanjutnya yang berikutnya dalam meaksanakan siklus berikutnya, adalah;
1) Menuliskan rencana dan menambah waktu alokasi waktu yang digunakan pada rencana pembelajaran untuk setiap kegiatan guru dan siswa tanpa menganggu rencana pembelajaran yang lain.
2) Membuat dan penambahan satu media pembelajaran berupa tiang lompat tinggi. Dengan asumsi dari 40 siswa kelas IX-C, apabila terdapat 2 tempat (terdiri atas tiang lompat dan matras) maka kesempatan melakukan pengulangan (repetisi) oleh siswa akan cepat sehingga akan terbiasa dan lambat laun menumbuhkan unsur keberanian, termotivasi dan tertantang untuk menambah ketinggian lompatan semaksimal mungkin.
3) Pembenahan dan penambahan variasi latihan agar siswa lebih termotivasi, aktif dan bersemangat dalam pembelajaran lompat tinggi guling perut.
Perhatian lebih terhadap siswa yang kurang berhasil pada siklus pertama.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Minat/Keaktifan siswa dan Hasil belajar No Pengamatan Siklus 1
(BORNEO, Edisi Khusus, No. 1, DESEMBER 2014) 44
Berdasarkan tabel 1,hasil pembelajaran lompat tinggi guling perut menghasilkan skor rata rata 82.08 dengan prosentase 92.50% dan masuk kriteria berminat, perolehan hasil belajar siswa cukup baik dengan rata-rata hasil evaluasi pada siklus kedua 78.63, dan ketuntasan hasil belajar secara klasikal 87,50%.Berarti secara umum proses belajar mengajar telah tuntas karena telah melebihi indikator keberhasilan yang ditetapkan 80%, walaupun masih terdapat 5 orang (12,50%) yang semuanya perempuan yang menyebabkan timbul perasaan ragu-ragu dan belum terbiasa dengan pembelajaran lompat tinggi dan postur tubuh yang tidak imbang (obesitas dini).Pengamatan untuk mengetahui minat dan keaktifan siswa pada pembelajaran lompat tinggi gaya guling perut dengan penggunaan barang bekas sebagai media dengan bahan dari slop cock, botol air mineral, telah mengalami peningkatan dari siklus ke siklus, kondisi pada siklus 1 dibuktikan dengan skor rata rata 67.08 dengan prosentase 72.50% dan masuk kriteria kurang berminat.
Kemudian dilanjutkan dengan siklus 2 dengan skor rata rata 82.08 dan prosentase yang dilaporkan adalah 92.50% dan masuk kriteria berminat atau aktif.
Peningkatan ini adalah upaya guru dalam berinovasi dengan memanfaatkan media yang telah dibuang tetapi dipergunakan kembali (reuse), dan menciptakan kondisi pembelajaran yang tidak monoton, membosankan, bervariasi dan siswa tertantang dengan hal hal yang.
Sejak pembelajaran dimulai mayoritas siswa bersemangat dan antusias dalam pembelajaran lompat tinggi gaya guling perut, harus diakui bahwa diawal pembelajaran memang terjadi beberapa hambatan dan kesulitan yang dihadapi siswa, seperti rasa takut, was was, keraguan dan ketidak mampuan dalam melakukan teknik dasar lompat tinggi khususnya pada saat berada atau melewati bilah mistar, tetapi dengan ketekunan, pemberian motivasi oleh guru, arahan dan perbaikan-perbaikan, target keberhasilan yang diharapkan telah tercapai.
Rata-rata hasil belajar siswa yang diperoleh melalui tes keterampilan lompat tinggi siklus satu, rata-rata memperoleh nilai 71.88 dan secara klasikal diperoleh 70.00%, hasil ini belum memenuhi indikator keberhasilan hasil belajar yang telah ditetapkan yaitu 80%, sehingga dilanjutkan lagi pada siklus dua.Selanjutnya pada siklus kedua pada table 4.2, hasil belajar siswa sudah baik dengan rata-rata perolehan hasil belajar 78.75 dan ketuntasan hasil belajar secara klasikal 87.50%,
(BORNEO, Edisi Khusus No. 1, Desember 2014) 45 ini berarti secara klasikal proses belajar mengajar telah tuntas karena telah melebihi indikator ketuntasan hasil belajar dari 80%, meskipun masih terdapat 5 orang (12.50%) siswa yang belum tuntas. Ketidak tuntasan siswa dalam pembelajaran ini disebabkan karena belum mampu mengantisipasi rasa takut, dan juga postur tubuh yang kurang berimbang (kegemukan) sehingga berpengaruh pada hasil unjuk kerja.
KESIMPULAN
Dari penelitian yang telah di lakukan oleh peneliti, maka dapat ditarik kesimpulan :
1. Hasil yang diperoleh untuk mengetahui minat dan tingkat keaktifan siswa secara klasikal terhadap pembelajaran atletik lompat tinggi pada siklus 1 minat dan keaktifan siswa yang terdiri dari 40 orang, dengan skor rata rata 67.08. Perolehan minat dan keaktifan siswa merasa masih kurang karena pada siklus 1 media atau tiang lompat tinggi hanya satu, sehingga saat siswa melakukan repetisi atau penggulangan terlalu lama menunggu giliran, karenanya dilanjutkan dengan siklus 2 dengan penambahan lagi tiang lompat jauh dan matras, dengan asumsi 1lapangan : 20 siswa, maka diperoleh prosentase skor rata rata 82.08, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penggunaan kaleng bekas, slop cock, dan botol plastik sebagai media pembelajaran telah mampu meningkatkan minat dan keaktifan lompat tinggi gaya guling perut siswa kelas IX-C SMP Negeri 14 Balikpapan tahun pembelajaran 2011-2012.
2. Proses pembelajaran pendidikan jasmani dengan pengggunaan barang bekas sebagai media pembelajaran mengalami peningkatan yang cukup berarti ini dibuktikan perolehan ketuntasan belajar secara individu 71.88 dan ketuntasan belajar secara klasikal mencapai 70.00% pada siklus 1. Selanjutnya proses peningkatan siklus kedua untuk hasil belajar individu sebesar 78.63 dan secara klasikal sebesar 87.50%. dan kesimpulan pembelajaran lompat tinggi guling perut, dengan memanfaatkan penggunaan barang bekas sebagai media pembelajaran yang di berikan kepada siswa, bahwa kesulitan dalam pembelajaran lompat tinggi terletak pada teknik tolakan dan sikap badan melewati bilah mistar, dengan bantuan media pembelajaran ini proses pembelajaran menjadi hidup dan aktif, karena siswa melakukan dengan rasa suka, tanpa paksaan,
(BORNEO, Edisi Khusus, No. 1, DESEMBER 2014) 46
tertantang pada hal-hal baru serta antusias dan menyenangkan (joyfull learning).
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pendidikan Nasional, 2006. Panduan Pengembangan Silabus Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani Olahraga Dan Kesehatan, Sekolah Menengah Pertama. Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar. Jakarta. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama
Dikdik Zafar Sidik. 2010. Mengajar Dan Melatih Atletik. Bandung:
Rosdakarya.
Djumidar, Mochamad. 2004. Gerak Gerik Dasar Atletik Dalam Bermain. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Ekawarna, 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Gaung Persada Press
Husdarta, JS. 2009. Manajemen Pendidikan Jasmani. Bandung:
Alfabeta
Lif, Khoiri. Sofan Amri. 2011. Paikem Gembrot, Mengembangkan Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, Menyenangkan, Gembira, dan Berbobot (Sebuah Analisis Teoritis, Konseptual, dan Praktis). Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.
Mautang, Theo. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Pedoman Praktis Untuk Diklat Universitas Negeri Manado. Manado: Art &
Gym Press
Mulyasa, Enco. 2009. PraktikPenelitian Tindakan Kelas, Menciptakan PerbaikanBerkesinambungan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Musfiqon.2012. Pengembangan Media & Sumber Pembelajaran.
Jakarta:Prestasi Pustakarya.
Roji. 2007. Pendidikan Jasmani SMP Kelas IX Kurikulum 2006 Berbasis KTSP, Jakarta: Erlangga
Slamento 2003. Belajar Faktor-faktor yang mempengaruhinya, Jakarta:
Rineka Cipta.
Sudrajat, Akhmad 2011. Kurikulum Dan Pembelajaran Dalam Paradigma Baru. Yogyakarta: Paramitra Publishing.
Supriyadi. 2011. Strategi Belajar Mengajar. Yogyakarta: Cakrawala Ilmu
(BORNEO, Edisi Khusus No. 1, Desember 2014) 47 Suyadi. 2011. Panduan Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: Diva
Press
Taniredja, Tukiran. Faridli, E. Harmianto, S. 2011. Model Model Pembelajaran Inovatif. Bandung: Alfabeta
Uzer, Usman, dan Lilis Setiawati. 2001. Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar. Bandung. Remaja Rosdakarya.
Yudha, M. Saputra. 2001. Dasar-Dasar Keterampilan Atletik, Pendekatan Bermain Untuk Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama.
Jakarta. Dirjen Olahraga. Depdiknas.
(BORNEO, Edisi Khusus, No. 1, DESEMBER 2014) 48
MENINGKATKAN MOTIVASI DAN PRESTASI