• Tidak ada hasil yang ditemukan

Impor dan Ekspor

Dalam dokumen PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (Halaman 65-69)

Ruang Lingkup Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

D. Impor dan Ekspor

Berdasarkan konsep yang berlaku umum, terdapat perbedaan perlakuan PPN atas transaksi impor dan ekspor. Berikut adalah penjelasannya.

D.1. Impor Barang

Hampir seluruh negara yang mengadopsi PPN sebagai pajak atas konsumsi menerapkan prinsip destinasi sebagai prinsip pemungutan PPN di negaranya.25 Pemungutan PPN dengan prinsip ini menyebabkan PPN yang dikenakan atas impor sebanding dengan PPN yang dikenakan atas penyerahan di dalam negeri.26 Dengan demikian, kecuali untuk impor yang dibebaskan dari PPN, seluruh impor barang dikenakan PPN, terlepas dari pertimbangan apakah impor tersebut dilakukan oleh PKP atau bukan.

Pengenaan PPN atas impor barang dilatarbelakangi dengan adanya prinsip bahwa barang pada umumnya dikenakan pajak ketika barang tersebut “masuk”

ke dalam wilayah suatu negara dan telah melewati kepabeanan dari negara tersebut. Mekanisme ini menyebabkan pemungutan PPN atas impor barang melibatkan peran dari Bea Cukai sebagai otoritas yang mengatur keluar masuknya barang dari atau ke dalam daerah pabean suatu negara.27

Pengenaan PPN atas impor sebagaimana dijelaskan di atas hanya berlaku pada negara-negara yang menganut prinsip destinasi. Sementara itu, bagi negara yang menganut prinsip asal (origin principle) sebagai prinsip pemungutan PPN-nya, impor dari barang ataupun jasa tidak dikenakan PPN atau dikenakan PPN

25 Alan Schenk dan Oliver Oldman, Op.Cit., 202.

26 Ben Terra, “Sales Taxation: The Case of Value added Tax in the European Community”, dalam Series on International Taxation No. 8 (Boston: Kluwer Law and Taxation Publishers), 148.

27 Alan Schenk dan Oliver Oldman, Op.Cit., 202.

BAB 2:

Ruang Lingkup Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dengan tarif 0%. Shoup dalam bukunya VAT in Developing Countries menjelaskan sebagai berikut:28

A VAT is said to use the origin principle when it taxes value that is added domestically to all exported all goods, including goods that are subsequently exported, both does not tax value that has been added abroad and is embodied infoods that or imported and sold domestically.”

(dengan penambahan penekanan) Prinsip asal adalah sistem yang mengenakan PPN terhadap barang dan jasa di mana barang dan jasa tersebut berasal atau diproduksi.29 Sebaliknya, PPN tidak dikenakan atas barang dan/atau jasa yang diproduksi di luar negeri yang diimpor dan dikonsumsi di dalam negeri atau daerah pabean (within taxing jurisdiction).

D.2. Impor Jasa30

Impor jasa dapat didefinisikan sebagai jasa yang diberikan oleh penyedia jasa yang berada di luar wilayah teritorial suatu negara di mana jasa tersebut dikonsumsi oleh atau digunakan untuk pihak yang berada di dalam wilayah teritorial suatu negara. Istilah “dikonsumsi” di sini merujuk pada setiap jasa yang digunakan atau dinikmati. 31

Kebanyakan negara menerapkan ketentuan bahwa atas seluruh impor jasa dikenakan PPN sama halnya dengan impor barang. Namun, pada praktiknya, dibandingkan dengan impor barang penentuan perlakuan PPN atas impor jasa relatif lebih sulit. Karena, penentuan tempat suatu jasa dikonsumsi atau dinikmati tidak mudah dilakukan sebab jasa merupakan produk yang tidak berwujud. Kesulitan ini sebagaimana pendapat Thuronyi sebagai berikut:32

“Services are hard to tax on destination basis because the country where the services are consumed may have trouble finding out about them.

There can be no physical controls as with goods.”

(dengan penambahan penekanan) Kesulitan penentuan tempat konsumsi atas jasa ini tentunya dapat menyebabkan terjadinya “kebocoran” karena terdapat impor jasa yang tidak dikenakan PPN. Menurut Schenk dan Oldman, “kebocoran” pengenaan PPN atas

28 Carl S. Shoup, VAT in Developing Countries (Washington DC: The Worl Bank, 1990), 7.

29 Keith Kendall, “Using Destination and Origin Principles in Developing VAT Legislation,”

Tax Notes International (2006): 988.

30 Alan Schenk dan Oliver Oldman, Op.Cit., 203-204.

31 Chan Quan Min, Op.Cit., 108.

32 Victor Thuronyi, Comparative Income Tax (The Hague: Kluwer Law International, 2003), 307.

Konsep dan Studi Komparasi Pajak Pertambahan Nilai

impor jasa lebih mudah terdeteksi apabila impor jasa tersebut dilakukan oleh importir yang sudah dikukuhkan sebagai PKP. Karena, importir yang sudah berstatus sebagai PKP tersebut mempunyai hak untuk mengklaim pajak masukan atas impor yang dilakukannya. Dengan demikian, cara mendeteksi apakah telah terjadi impor atau tidak adalah dengan melihat apakah importir tersebut mengkreditkan pajak masukan atas transaksi yang dilakukan atau tidak.

Akan tetapi, apabila impor jasa tersebut dilakukan oleh konsumen secara langsung atau pihak yang belum terdaftar sebagai PKP, pengenaan PPN atas impor jasa akan lebih sulit dilakukan. Terkait dengan impor jasa, pemungutan PPN-nya melalui mekanisme self-assessment. Artinya, pemungutan PPN atas impor jasa merupakan kewajiban dari pembeli. Ketentuan ini disebut juga dengan reverse charge.

D.3. Ekspor Barang

Dalam VAT Directive disebutkan bahwa yang dimaksud dengan ekspor barang adalah transaksi pengiriman atau pengangkutan barang, yang dilakukan baik oleh supplier, konsumen, maupun pihak ketiga, dari suatu negara ke negara lainnya.33 Sesuai dengan penerapan prinsip destinasi, hampir semua negara mengenakan PPN dengan tarif 0% atas seluruh ekspor barang.34

Pengenaan PPN dengan tarif 0% ini berarti pihak penjual atau eksportir yang memungut PPN atas ekspor barang, tetap dapat mengkreditkan pajak masukannya sebagaimana diungkapkan oleh Tait:35

“...such a zero rated trader is wholly a part of the VAT system and makes a full return for VAT in the normal way. However, when his trader applies the tax rate to his sales, it ends up as a zero VAT liability but from this he can deduct the entire VAT liability on his inputs...”

Seperti yang dikatakan William bahwa PPN dengan tarif 0% ini juga dikenal dengan istilah exemption with credit.36 Istilah ini biasanya digunakan oleh negara-negara Uni Eropa.

Dalam ekspor, dokumen ekspor mempunyai peran yang krusial bagi penentuan perlakuan PPN atas transaksi tersebut.37 Tanpa dokumen ekspor, akan sulit untuk menerapkan pengenaan PPN dengan tarif 0% karena dokumen inilah yang menjadi bukti bahwa ekspor telah benar-benar terjadi. Contoh dokumen

33 Antonio Calisto Pato and Marlon Marques, Op.Cit., 29.

34 Alan Schenk dan Oliver Oldman, Op.Cit., 205.

35 Alan A. Tait, Op.Cit., 49.

36 David William, Op.Cit., 215.

37 Chan Quan Min, Op.Cit, 107.

BAB 2:

Ruang Lingkup Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ekspor meliputi formulir pemberitahuan ekspor barang, dokumen transaksi seperti faktur penjualan atau bukti pengiriman, dan dokumen pengangkutan seperti bill of lading, airway bill, atau shipping note.

Setiap negara memiliki aturannya sendiri mengenai dokumen yang diperlukan untuk membuktikan bahwa telah terjadi ekspor sehingga PPN dengan tarif 0%

dapat diterapkan atas transaksi tersebut. Misalnya, di Prancis, ketentuan terkait dengan bukti yang diperlukan dalam pengenaan PPN tarif 0% atas ekspor barang telah diperlonggar. Eksportir tetap dianggap telah melakukan ekspor barang meskipun eksportir tersebut tidak memiliki salinan dokumen pernyataan ekspor barang yang diterbitkan oleh otoritas bea cukai ketika barang tersebut meninggalkan Prancis.38

Berbeda dengan negara yang menganut prinsip destinasi, bagi negara yang menganut prinsip asal, ekspor barang merupakan objek yang dikenakan PPN dengan tarif yang sama seperti penyerahan barang di dalam negeri.

D.4. Ekspor Jasa

Mengacu pada prinsip destinasi, perlakuan PPN atas ekspor jasa adalah sama dengan perlakuan PPN atas ekspor barang, yaitu sama-sama dikenakan PPN dengan tarif 0%. Namun, dibandingkan dengan ekspor barang, peluang terjadinya penyalahgunaan penerapan PPN tarif 0% dalam ekspor jasa jauh lebih besar. Karena, sangat sulit melakukan pengawasan serta pemeriksaan apakah suatu jasa benar-benar telah diekspor.39

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, beberapa negara telah menetapkan batasan atau syarat yang harus dipenuhi agar suatu ekspor jasa dapat dikenakan PPN dengan tarif 0%. Tentunya, batasan dan syarat tersebut tetap berpedoman pada prinsip destinasi yang diadopsi oleh negara tersebut.

Misalnya, di Australia, negara ini mengatur bahwa penyerahan jasa kepada pihak yang tidak bertempat kedudukan di Australia dan jasa tersebut dimanfaatkan di luar Australia, dikenakan PPN40 dengan tarif 0% (di Australia dikenal dengan istilah GST-Free). Selandia Baru juga menerapkan perlakuan yang sama.41

38 Alan Schenk dan Oliver Oldman, Op.Cit., 205.

39 Ibid, 206.

40 Sebenarnya, di negara ini penyebutan PPN menggunakan istilah Goods and Services Tax (GST). Namun demikian, untuk kepentingan pembahasan dalam buku ini dan untuk menjaga kekonsistenan penggunaan istilah, penamaan pajak konsumsi di Australia tetap menggunakan istilah PPN.

41 Alan Schenk dan Oliver Oldman, Op.Cit., 205.

Konsep dan Studi Komparasi Pajak Pertambahan Nilai

Sementara itu, Singapura menetapkan pengenaan PPN42 dengan tarif 0%

terhadap jasa yang dikategorikan sebagai jasa internasional sepanjang jasa tersebut memenuhi syarat berikut: (i) jasa tersebut diberikan kepada pihak yang berada di luar Singapura; dan (ii) jasa tersebut harus memberikan manfaat secara langsung kepada pihak yang berada di luar Singapura, bukan kepada pihak yang berada di Singapura.

Meskipun saat ini tidak semua negara memiliki ketentuan yang sama terkait dengan perlakuan PPN atas ekspor jasa, Thuronyi berpendapat bahwa ke depannya akan terdapat ketentuan PPN atas ekspor jasa yang akan diadopsi secara universal oleh banyak negara. Ketentuan yang berlaku secara universal ini, tidak terlepas dari fakta bahwa pemajakan atas jasa internasional akan mengalami perubahan dan perkembangan secara terus menerus.43

Dalam dokumen PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (Halaman 65-69)