• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lingkup Teritorial PPN Menurut UU PPN di Indonesia

Dalam dokumen PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (Halaman 102-107)

Lingkup Teritorial Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

B. Lingkup Teritorial PPN Menurut UU PPN di Indonesia

Menurut UU PPN di Indonesia, PPN merupakan pajak dalam negeri (domestic tax). Prinsip ini sebagaimana tertuang dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UU PPN Tahun 1984) sebagai berikut:

10 David William, Op.Cit., 172.

11 Ad van Doesum, Herman van Kesteren, dan Gert-Jan van Norden, Fundamentals of EU VAT Law (The Netherlands: Kluwer Law International BV, 2016), 150. Lihat juga OECD, International VAT/GST Guidelines 2017, Internet, dapat diakses melalui http://www.keepeek.com/Digital-Asset-Management/oecd/taxation/international-vat-gst-guidelines_9789264271401-en#.WkxmWVT1V-U.

Konsep dan Studi Komparasi Pajak Pertambahan Nilai

“Dengan mengingat pada sistemnya, undang-undang ini dapat disebut Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah untuk memperlihatkan bahwa dua macam pajak yang diatur disini merupakan satu kesatuan sebagai pajak atas konsumsi di dalam negeri.”

(dengan penambahan penekanan) Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dipastikan bahwa penyerahan barang dan/atau jasa yang terjadi di Indonesia antara dua pihak yang sama-sama berada di Indonesia merupakan objek yang dikenakan PPN di Indonesia. Atau dengan kata lain, lingkup teritorial PPN menurut PPN di Indonesia adalah semua transaksi yang terjadi di dalam negeri.

Pertanyaan selanjutnya, apa yang menjadi batasan istilah “di dalam negeri” yang menjadi lingkup teritorial PPN di Indonesia? Pertanyaan ini dapat dijawab melalui Penjelasan Umum UU PPN12, yang mengubah redaksional “pajak atas konsumsi di dalam negeri” menjadi “pajak atas konsumsi barang dan jasa di daerah pabean”. Oleh karenanya, dapat disimpulkan bahwa batasan istilah “di dalam negeri” sebagai lingkup teritorial PPN di Indonesia adalah “daerah pabean Indonesia”.

Istilah daerah pabean ini sendiri memiliki pengertian yang diatur dalam Pasal 1 angka 1 UU PPN.13 Berdasarkan pengertian yang terdapat dalam pasal ini, daerah pabean Indonesia meliputi:

(i) wilayah darat Indonesia;

(ii) wilayah perairan Indonesia;

(iii) ruang udara di atas Indonesia;

(iv) tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan; dan

(v) landas Kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan.

Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 4 Prp Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia, yang ditetapkan sebagai wilayah perairan Indonesia adalah

12 Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Dalam penjelasan tersebut dinyatakan sebagai berikut: “Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak atas konsumsi barang dan jasa di Daerah Pabean yang dikenakan secara bertingkat di setiap jalur produksi dan distribusi.”

13 Lihat Bab 2 tentang Ruang Lingkup PPN pada poin F.1.4 yang membahas tentang Pengertian “Daerah Pabean” dalam UU PPN di Indonesia.

BAB 3:

Lingkup Teritorial Pajak Pertambahan Nilai (PPN) laut wilayah Indonesia beserta perairan pedalaman Indonesia. Sementara itu, pengertian dari ZEE diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif (UU ZEE). Mengacu pada Pasal 2 UU ZEE, ZEE adalah jalur di luar dan berbatasan dengan laut wilayah Indonesia sebagaimana ditetapkan berdasarkan undang-undang yang berlaku tentang perairan Indonesia yang meliputi dasar laut, tanah di bawahnya, dan air di atasnya dengan batas terluar 200 (dua ratus) mil laut diukur dari garis pangkal laut wilayah Indonesia.

Selanjutnya, Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia (UU Landas Kontinen) merumuskan pengertian dari landas kontinen, yaitu dasar laut dan tanah di bawahnya di luar perairan wilayah Republik Indonesia sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Prp Tahun 1960 sampai kedalaman 200 meter atau lebih, di mana masih mungkin diselenggarakan eksplorasi dan eksploitasi kekayaan alam. Adapun batas luar landas kontinen suatu negara diatur berdasarkan Pasal 76 ayat 6 Konvensi Hukum Laut 1982, yaitu tidak boleh melebihi 350 (tiga ratus lima puluh) mil dari garis pangkal dari mana lebar laut teritorial diukur.

Untuk melaksanakan eksplorasi dan eksploitasi ini, dapat dibangun, dipelihara, dan dipergunakan instalasi-instalasi, kapal-kapal dan/atau alat-alat lainnya di landas kontinen dan/atau diatasnya. Berdasarkan UU Landas Kontinen, instalasi-instalasi dan alat-alat di landas kontinen Indonesia yang dipergunakan untuk eksplorasi dan eksploitasi sumber-sumber kekayaan alam ini, dinyatakan sebagai daerah pabean Indonesia. Berdasarkan pengertian di atas, daerah pabean Indonesia sebagai lingkup teritorial PPN di Indonesia dapat diilustrasikan melalui Gambar 3.3 di halaman berikut.

Penetapan lingkup teritorial PPN di Indonesia dengan batasan berupa daerah pabean Indonesia sebagaimana dijelaskan di atas mengakibatkan penyerahan BKP dan/atau JKP yang dilakukan di luar daerah pabean Indonesia tidak akan dikenai PPN. Khusus untuk penyerahan BKP di luar daerah pabean, transaksi yang tidak dikenai PPN berupa:

(i) Penyerahan BKP oleh PKP yang secara nyata (fisik) berada di luar daerah pabean; atau

(ii) Penyerahan hak atas BKP oleh PKP yang secara nyata (fisik) berada di luar daerah pabean

Perlakuan di atas berlaku apabila terdapat akta atau bukti otentik yang mendukung fakta terjadinya transaksi tersebut.

Konsep dan Studi Komparasi Pajak Pertambahan Nilai

Wilayah Republik

Indonesia Perairan

Darat

Ruang Udara 200 mil

ZEE

Landas Kontinen

Terkait dengan penyerahan BKP dan/atau JKP di luar daerah pabean, pertanyaan utama yang harus dijawab adalah mengenai apa yang dimaksud dengan istilah “luar daerah pabean” serta wilayah atau daerah mana saja yang merupakan luar daerah pabean Indonesia.

Gambar 3.3: Daerah Pabean Indonesia sebagai Lingkup Teritorial PPN di Indonesia

Sumber: diolah oleh Penulis.

Dalam UU PPN, tidak terdapat ketentuan yang secara khusus mendefinisikan istilah “luar daerah pabean”. Padahal, istilah ini banyak digunakan dalam UU PPN. Salah satunya pada ketentuan yang memuat pengertian dari ekspor dan impor. Oleh karenanya, untuk menjawab pertanyaan di atas, dapat digunakan pengertian daerah pabean sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (1) huruf a UU PPN. Dengan menambahkan kata “di luar” pada pengertian daerah pabean tersebut maka yang dimaksud dengan luar daerah pabean Indonesia adalah wilayah atau daerah di luar wilayah republik Indonesia serta wilayah atau daerah di luar tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen Indonesia.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa berdasarkan lingkup teritorial PPN di Indonesia, penyerahan yang tidak dikenai PPN adalah penyerahan yang dilakukan di luar:

(i) wilayah darat Indonesia;

(ii) wilayah perairan Indonesia;

(iii) ruang udara di atas Indonesia;

BAB 3:

Lingkup Teritorial Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Penyerahan BKP dan/atau JKP

di dalam di luar

(i) wilayah darat Indonesia;

(ii) wilayah perairan Indonesia;

(iii) ruang udara di atas Indonesia;

(iv) tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan; dan (v) landas kontinen yang di dalamnya

berlaku Undang-Undang Kepabeanan

dikenai PPN tidak dikenai PPN

(iv) tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan; dan

(v) landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan.

Penyerahan BKP dan/atau JKP ini dianggap sebagai penyerahan yang terjadi di luar lingkup teritorial PPN Indonesia. Dengan kata lain, transaksi tersebut berada di luar ruang lingkup pengenaan PPN (outside the scope of VAT).

Gambar 3.4: Perlakuan PPN atas Penyerahan BKP dan/atau JKP di Dalam dan di Luar Daerah Pabean Indonesia

Sumber: diolah oleh Penulis.

Berikut contoh penyerahan yang dilakukan di luar daerah pabean Indonesia, yaitu penyerahan BKP secara fisik yang dilakukan di luar daerah pabean. Contoh ini sebagaimana terdapat dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-130/PJ/2010 tentang Penegasan Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Barang Kena Pajak dan Hak atas Barang Kena Pajak yang Berada di Luar Daerah Pabean.

PT A (PKP terdaftar di KPP Pratama Jakarta Sawah Besar Dua) menandatangani kontrak jual beli 10 (sepuluh) unit forklift dengan PT B (PKP terdaftar di KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Dua). Dalam kontrak antara lain disepakati hal-hal sebagai berikut:

(i) PT A akan membeli forklift tersebut dari pabrikan di Jepang dan meminta pabrikan mengirimkan barang tersebut ke Gudang PT B di Singapura;

Konsep dan Studi Komparasi Pajak Pertambahan Nilai

(ii) Barang tersebut akan dimodifikasi oleh PT B sebelum dikirim ke pabrik PT B di Karawang;

(iii) Impor barang dan dokumen pabean diurus dan atas nama PT B.

Oleh karena penyerahan BKP secara fisik berada di luar daerah pabean Indonesia, atas transaksi penyerahan forklift oleh PT A kepada PT B tidak dikenai PPN. Lebih lanjut, apabila forklift yang telah diserahkan oleh PT A kepada PT B tersebut kemudian dimasukkan ke dalam daerah pabean Indonesia, atas kegiatan memasukkan forklift (impor) tersebut terutang PPN oleh PT B sebagai pihak yang mengimpor sesuai dengan UU PPN.

C. Ketentuan Khusus Terkait Penyerahan BKP dan/atau JKP yang

Dalam dokumen PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (Halaman 102-107)